PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK HIGIENE PENJAMAH DENGAN KEBERADAAN COLIFORM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI IDENTIFIKASI KEBERADAAN Escherichia coli PADA AIR CUCIAN DAN MAKANAN KETOPRAK DI KAWASAN KAMPUS UNDIP TEMBALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dari luar Provinsi Gorontalo maupun mahasiswa yang berasal dari luar Kota Gorontalo.

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

KELAYAKAN KONSUMSI BUAH PADA RUJAK DENGANN METODE MPN YANG DIJUAL DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

LAPORAN TUGAS AKHIR (EV-003)

ANALISA BAKTERI COLIFORM

GAMBARAN JUMLAH ANGKA KUMAN DAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA PIRING DI RUMAH MAKAN PASAR SERASI KOTA KOTAMOBAGU TAHUN 2015 Cindy Stevani Sape

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INTISARI ANALISIS KUANTITATIF BAKTERI ESCHERICIA COLI PADA ES TEH YANG DIJUAL DI SEPANJANG JALAN TARAKAN KOTA BANAJARMASIN

Kata Kunci: Analisis Kuantitatif, Bakteri Coliform, Es Batu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Ririh Citra Kumalasari 1. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip *)Penulis korespondensi:

GAMBARAN KARAKTERISTIK SUMUR WARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

ABSTRAK. Kiky Fitria, Pembimbing I : dr. Fanny Rahardja,M.Si. Pembimbing II : dr. Dani, M.Kes.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

INTISARI ANALISIS KUANTITATIF BAKTERI COLIFORM

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

ABSTRACT. Keywords: Food Handler s Hygiene Sanitation Practice, Escherichia coli RINGKASAN

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

bahan baku es balok yang aman digunakan dalam pengawetan atau sebagai

HUBUNGAN HIGIENE PENJAMAH SANITASI MINUMAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA MINUMAN JUS BUAH DI DAERAH TEMBALANG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HIGIENE DENGAN JUMLAH BAKTERI Escherichia coli PADA DAMIU DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGOROTEMBALANG

Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN KEBERADAAN E. coli PADA AIR CUCIAN PERALATAN MAKAN PEDAGANG MAKANAN DI TEMBALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata Kunci: Analisis Kuantitatif, Bakteri E. Coli, Air Minum Isi Ulang

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI BAKTERIOLOGIS JAJANAN MINUMAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN PADANG TIMUR

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

1. PENDAHULUAN. berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

KUALITAS MIKROBIOLOGIS MAKANAN DAN SIKAP PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA KANTIN SEKOLAH DASAR DI WILAYAH

Uji Kualitas Mikrobiologis Pada Makanan Jajanan di Kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

Hubungan Higiene Penjamah dengan Keberadaan Bakteri Escherichia coli Pada Minuman Jus Buah di Tembalang

Lampiran 1. Summary. Nama : Defiyanti Pratiwi Nim :

MUTU MIKROBIOLOGIS MINUMAN JAJANAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH BOGOR TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

ANALISIS MIKROBIOLOGI JAJANAN MINUMAN DI SEKITAR SEKOLAH DASAR PADA WILAYAH JEMURWONOSARI, SURABAYA

Sandi Fauzi Abdilah 1) Anto Purwanto M. Kes 2) Nur Lina S.KM., M.Kes 3)

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi,

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Mikroorganisme pada Jamu Gendong Di Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri ini merupakan indikator kualitas air karena keberadaannya menunjukan bahwa

Tingkat Pengetahuan Dan Praktik Penjamah Makanan Tentang Hygiene Dan Sanitasi Makanan Pada Warung Makan Di Tembalang Kota Semarang Tahun 2008

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD

GAMBARAN ANGKA KUMAN DAN BAKTERI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM ISI ULANG PADA TINGKAT PRODUSEN DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

Uji Bakteriologis pada Minuman Air Tebu yang Dijual di Pinggiran Jalan Khatib Sulaiman Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

IDENTIFIKASI BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA JAJANAN BAKSO TUSUK DI SEKOLAH DASAR KOTA MANADO Jilbi A. Djodjoka*, Nancy S.H. Malonda*, Maureen I.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: )

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ANALISIS KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR BERSIH PADA SISTEM AIR BERSIH DI DESA LANSA KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015

Jurnal of Health Education

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK HIGIENE PENJAMAH DENGAN KEBERADAAN COLIFORM PADA CINCAU HITAM YANG DIJUAL DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh : ARIF HARI PRASETYO J 310 141 027 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 1

2

3

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya. Surakarta, 7 Mei 2016 Penulis ARIF HARI PRASETYO J 310 141 027 4

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK HIGIENE PENJAMAH DENGAN KEBERADAAN COLIFORM PADA CINCAU HITAM YANG DIJUAL DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Abstrak Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Koliform merupakan salah satu jenis bakteri yang sering menjadi penyebab kontaminasi pada makanan. Bakteri coliform dapat digunakan sebagai indikator tercemarnya air atau makanan karena keberadaannya merupakan indikasi terjadinya kontaminasi oleh bakteri patogen. Berdasarkan cara berjualannya, pedagang kaki lima berisiko 4,91 kali lebih besar mengalami kontaminasi dibandingkan dengan jasaboga. Cincau merupakan salah satu jenis minuman jajanan yang mana mudah mengalami kontaminasi karena sebagian besar bahannya berasal dari air. Sanitasi makanan jajanan di Indonesia masih belum diperhatikan dengan baik sehingga sering terjadi kontaminasi oleh berbagai mikroorganisme. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara praktik higiene penjamah dan keberadaan coliform pada cincau hitam yang dijual di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta.Rancangan penelitian pada penelitian ini adalah cross-sectional. Jumlah sampel 5 subyek dipilih secara total sampling. Data praktik higene penjamah diperoleh melalui pengamatan secara langsung berdasarkan kuesioner pengamatan, sedangkan data keberadaan coliform diperoleh menggunakan MPN coliform. Data dianalisis dengan korelasi Fisher. Hasil penelitian ini menunjukkan 80% subyek praktik higienenya termasuk kategori kurang baik. Semua sampel yang diteliti mengandung coliform dengan jumlah mencapai 1100 MPN/ml. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa nilai ρ value (ρ=0,200), sehingga H0 diterima. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidakada hubungan antara higiene penjamah dengan keberadaan coliform pada cincau hitam yang dijual di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kata kunci : Praktik higiene penjamah, coliform, Cincau Hitam Abstracts Food contamination is the presence of dangerous material or organism in food unintentionally. Coliform is a kind of bacteria which often becomes the cause of contamination in food. Bacteria coliform can be used as an indicator of water or food contamination because its presence is an indication of the occurence of contamination by the pathogenic bacteria. Based on the way of selling, the vendors have a bigger risk of 4.91 times to experience contamination than the culinary service providers. Cincau (grass jelly) is a kind of drink which susceptible to contamination because most of the material originated from the water. Sanitation of food snacks in Indonesia has not been paid attention well, therefore, contamination by many kinds of microorganism often occurs. The purpose of this research was to know the correlation between the hygiene practice of the handlers and the presence of coliform in the black cincau (grass jelly) sold at the campus of Muhammadiyah Surakarta University.The design research in this research was cross-sectional. The number of sample was 5 subjects selected through total sampling. The data of the hygiene practice of the handlers were obtained through a direct observation based on an observational questionnaire, meanwhile, the data of the presence of coliform were obtained using MPN coliform. The data were analyzed using the correlation of Fisher. The result of this research revealed that 80% of the subjects hygiene practice was categorized as not good. All researched samples contained coliform with an amount reaching 1100 MPN/ml. The result of bivariate analysis revealed that the score of ρ value was (ρ=0.200), therefore H0 was accepted. The conclusion of this research was that there was no correlation between the handlers hygiene and the presence of coliform in the black cincau sold around the campus of Muhammadiyah University of Surakarta. Keywords : Handlers hygiene practices, coliform, Black Grass Jelly 5

1. PENDAHULUAN Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktor-faktor penyebab kontaminasi makanan berasal dari penjamah, peralatan, sampah, serangga, tikus, bakteri dan faktor lingkungan seperti udara dan air (Agustina, 2005). Makanan yang terkontaminasi dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit, hal tersebut dikarenakan makanan yang telah terkontaminasi berpotensi sebagai media penularan penyakit bagi manusia jika dalam pengolahannya, makanan tersebut tidak diolah secara baik dan benar (Hadi et al., 2014). Salah satu penyakit bawaan makanan adalah diare (Achmadi, 2011). Diare merupakan masalah kesehatan di Indonesia, survei morbiditas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dari tahun 2000 s/d 2010 didapatkan bahwa insiden diare terus meningkat (BuletinDiare, 2011). Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2011 ditemukan sebanyak 57,9% kasus diare, tahun 2012 jumlahnya menurun menjadi 42,66% dan untuk tahun 2014 kejadian diare di provinsi Jawa Tengah jumlahnya kembali meningkat menjadi 56,14%. Data tersebut menjelaskan bahwa kejadian diare di Jawa Tengah masih cukup tinggi, karena target untuk penemuan kasus diare di Provinsi Jawa Tengah adalah 0%. Terjadinya penyakit bawaan makanan seperti diare, di Indonesia paling banyak disebabkan oleh cemaran biologi yaitu sebesar 36,7%, sedangkan yang disebabkan oleh cemaran kimia sebanyak 20,2% dan makanan kadaluarsa sebesar 13,8% (Dewanti dan Hariyadi, 2011). Cemaran biologis merupakan cemaran dalam makanan yang berasal dari bahan hayati, dapat berupa cemaran mikroba atau cemaran lainnya seperti cemaran protozoa dan nematoda (BPOM, 2009). Salah satu cemaran biologi yang dapat mengkontaminasi pangan adalah keberadaan bakteri coliform. Bakteri coliform digunakan sebagai indikator tercemarnya air atau makanan karena keberadaannya merupakan indikasi terjadinya kontaminasi oleh bakteri patogen (Chandra, 2007). Coliform merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk batang yang merupakan bagian dari mikroba normal saluran pencernaan manusia dan hewan (Parry and Palmer, 2002). Bakteri Enterobacter, Shigella, Proteus, Salmonella dan Escherichia coli termasuk ke dalam jenis bakteri Coliform (Radji et al, 2008 dalam Nadanti, 2015). Penyebaran bakteri coliform secara aktif dapat terjadi dengan cara kontak langsung (bersentuhan, berjabat tangan dan sebagainya) kemudian diteruskan melalui mulut, selain itu penyebaran secara pasif dapat terjadi melalui makanan atau minuman (Melliawati, 2009 dalam Nadanti, 2015). Minuman yang tercemar oleh bakteri coliform dapat berasal dari penanganan yang tidak sesuai standar, serta alat-alat yang digunakan untuk menyiapkan, mengolah dan menyajikan tidak mengindahkan syarat higiene sanitasi (Ariyani, 2006 dalam Nadanti, 2015). Salah satu makanan yang rentan terjadi cemaran oleh bakteri coliform adalah makanan jajanan. Makanan jajanan biasanya diproduksi dengan modal terbatas dan dipersiapkan dengan kondisi sanitasinya yang belum diperhatikan dengan baik sehingga sering terjadi kontaminasi oleh berbagai mikroorganisme (Fardiaz, 1993). Cincau merupakan salah satu jenis minuman jajanan. Makanan atau minuman jajanan umumnya diproduksi oleh golongan penduduk dengan tingkat ekonomi rendah dengan modal yang terbatas sehingga harga penjualannya juga murah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isnawati (2012) diketahui sebesar 75% sampel es jeruk terkontaminasi jenis bakteri coliform. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene penjamah (p=0,035) dengan keberadaan bakteri coliform. Adapun hasil penelitian Farichatin (2011) menunjukkan 88,6% sampel es batu mengandung bakteri coliform dengan jumlah total lebih dari 0 MPN/100 ml. Meskipun demikian hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara praktik higiene penjamah dengan total bakteri coliform (p=0,410). Terdapatnya coliform menunjukkan bahwa telah terjadi praktik sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu (Supardi, 1999). Sesuai dengan keputusan Menteri Nomor 492/MENKES/IV/2010 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air minum, keberadaan Coliform 6

dalam air minum harus 0 CFU/100 ml sampel. Meskipun demikian, adanya bakteri coliform belum tentu menimbulkan gangguan kesehatan tergantung jenisnya, karena coliform sendiri masih dibagi kedalam kelompok coliform fekal dan non fekal (Suriawiria, 1996). Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai hubungan praktik higiene penjamah dengan keberadaan coliform pada cincau hitam yang dijual di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, karena sebagian besar penjual berada di pinggir jalan sehingga asumsi makanan tersebut mengalami kejadian kontaminasi cukup besar. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Jenis penelitian Jenis ini adalah observasional dengan rancangan cross-sectional.penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November 2015 dengan lokasi penelitian di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). 2.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua penjual cincau hitam yang berada di lingkungan kampus UMS. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling atau semua populasi dianggap sebagai sampel. 2.3 Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini yaitu data primer. Data tentang sampel penelitian didapatkan dengan cara melakukan observasi dan wawancara menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data mengenai praktik higiene penjual cincau hitam. Data mengenai keberadaan Coliform diketahui dengan menggunakan Uji Laboratorium.Data tentang praktik higiene penjamah diperoleh dengan observasi menggunakan lembar checklist dengan kategori kurang baik, jika skor <60% dan kategori baik, jika skor > 60% (Azwar S, 2009). 2.4 Analisis Data Pengolahan dan analisis data menggunakan software statistika berupa spss 16.0. Mengetahui hubungan praktik higiene penjamah dengan keberadaan coliform digunakan uji Fisher. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta terletak di Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta Jawa Tengah. Berbagai macam jajanan terdapat di lingkungan kampus UMS dan salah satu jajanan yang cukup banyak penggemarnya adalah cincau hitam. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap fasilitas sanitasi diperoleh gambaran bahwa kondisi sanitasi di lokasi penjualan cincau hitam yang terdapat di lingkungan kampus UMS masih kurang baik. Keadaan ini ditunjukkan dengan sebagian besar fasilitas sanitasi yang masih kurang, antara lain tidak terdapatnya saluran air limbah yang kedap air, tidak digunakannya kantong sampah yang tertutup dan air yang tidak mencukupi atau dipakai berulang-ulang untuk proses pencucian peralatan serta tidak tersedianya lap yang bersih dan selalu diganti. Seiring dengan banyaknya mahasiswa maka semakin banyak pula orang yang memanfaatkan situasi ini untuk memperoleh untung dengan cara berjualan di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). 7

3.1 Analisis Univariat Karakteristik Subyek Penelitian Distribusi karakteristik subyek dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Karakteristik Balita Variabel Frekuensi Persentase ( % ) Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Usia : 20-30 tahun 30-40 tahun 50-60 tahun Tingkat Pendidikan : Tamat SD Tamat SMA Waktu Berjualan : Pagi s/d sore Sores/d malam 4 80 1 20 Sumber : Data primer terolah Berdasarkan tabel 1 hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penjual cincau hitam (3 orang atau 60%) berjenis kelamin laki-laki. Dilihat dari kategori umur, sebagian besar penjual (3 orang atau 60%) masuk dalam golongan umur 50 60 tahun, sedangkan untuk tingkat pendidikan sebagian besar penjual cincau hitam (3 orang atau 60%) berpendidikan tamat SD. Kategori penjual berdasarkan waktu berjualan, sebagian besar penjual cincau hitam (4 orang atau 80%) berjualan dari pagi sampai dengan sore hari. 3.2 Distribusi praktik higiene penjual cincau hitam yang berada di lingkungan kampus UMS Distribusi praktik higiene penjual cincau hitam yang berada di lingkungan kampus UMS dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2. Praktik Higiene Penjual Cincau Hitam yang berada di Lingkungan Kampus UMS 3 2 1 1 3 3 2 No. Kegiatan Ya Tidak Jumlah 1. Pengolah dalam keadaan sehat 5 (100) 0 5 (100) 2. Pengolah berpakaian bersih 5 (100) 0 5 (100) 3. Pengolah memakai tutup kepala saat mengolah 5 (100) 0 5 (100) 4. Pengolah memakai alas kaki saat mengolah 5 (100) 0 5 (100) 5. Kuku pengolah dalam keadaan bersih dan tidak panjang 4 (80) 1 (20) 5 (100) 6. Penjamah mencuci tangan setelah dari toilet (baik BAK atau BAB) 5 (100) 0 5 (100) 7. Penjamah mencuci tangan sebelum dan sesudah menjamah 2 (40) 3 (60) 5 (100) makanan 8. Penjamah mencuci tangan dengan menggunakan air mengalir 2 (40) 3 (60) 5 (100) 9. Penjamah mencuci tangan menggunakan sabun 0 5 (100) 5 (100) 10. Penjamah menggosok tangan secara menyeluruh sampai pada 0 5 (100) 5 (100) sela-sela jari sekurang-kurangnya 20 detik 11. setelah cuci tangan penjamah mengeringkan tangan dengan 5 (100) 0 5 (100) kain lap yang kering 12. Setelah cuci tangan penjamah mengeringkan tangan dengan 0 5 (100) 5 (100) tissue kering 13. Penjamah menggunakan APD (sarung tangan plastik) dalam 0 5 (100) 5 (100) mengolah makanan Sumber : Data primer terolah 60 40 20 20 60 60 40 8

Tabel 2 hasil penelitian menunjukkan bahwa satu penjual (20%) yaitu penjual C, mempunyai kuku dalam keadaan panjang dan tidak bersih. Sebanyak tiga penjual (60%) yaitu penjual A,D dan E tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah menjamah makanan, selain itu tiga penjual (60%) tidak mencuci tangan dengan menggunakan air mengalir yaitu penjual A,D dan E. Tabel 5 juga menunjukkan bahwa semua penjual (100%) tidak menggunakan sabun saat mencuci tangan, lima penjual (100%) tidak menggosok tangan secara menyeluruh sekurang-kurangnya 20 detik dan lima penjual (100%) mengeringkan tangan menggunakan lap kering. Ditinjau dari penggunaan alat pelindung diri (APD), semua penjual (100%) tidak menggunakan APD berupa sarung tangan selain itu tabel juga menunjukkan bahwa sebagian besar penjual (empat orang atau 80%) mempunyai praktik higiene yang kurang baik. 3.3 Kategori Praktik Higiene Penjamah dengan Keberadaan Coliform pada Cincau Hitam Tabel 3. Kategori Praktik Higiene Penjamah dengan Keberadaan Coliform pada Cincau Hitam No. Subyek Kategori Jumlah coliform Sampel Pengambilan 1 Pengambilan 2 1 A Kurang Baik 240 >1100 2 B Baik 1100 1100 3 C Kurang Baik >1100 >1100 4 D Kurang Baik >1100 >1100 5 E Kurang Baik >1100 >1100 Sumber : Data primer terolah Keterangan : *pengambilan 1 dilakukan di tingkat distributor **pengambilan 2 dilakukan di tingkat penjual yang berada di lingkungan kampus UMS Berdasarkan Tabel 3 hasil penelitian menjelaskan bahwa dari 5 sampel yang diteliti, semuanya mengandung coliform pada pengambilan pertama maupun kedua dengan jumlah melebihi batas aman yang ditentukan oleh SNI yaitu <3Cfu/gram bahan pangan. Dilihat dari kategori praktiknya, empat orang (80%) mempunyai praktik higiene yang kurang baik dan satu orang (20%) mempunyai praktik higiene yang baik. 3.4 Analisis Bivariat Hasil Analisis Hubungan antara Praktik Higiene Penjamah dengan Keberadaan Coliform pada Cincau Hitam yang Dijual di Lingkungan Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Hubungan Praktik Higiene Penjamah dengan Keberadaan Coliform Kategori Praktik Jumlah Bakteri Coliform Total Higiene Penjamah Positif Negatif Kurang baik 4 (80) 0 4 (80) Baik 1 (20) 0 1 (20) Total 5 (100) 0 5(100) Nilai p=0,200; 95% Sumber : Data primer terolah *Uji Fisher 9

Berdasarkan tabel 4 hasil penelitian, menunjukkan bahwa dari 100% subyek, terdapat 80% subyek praktik higienenya masuk kategori kurang baik dan 20% subyek praktik higienenya termasuk kategori baik. Penjual yang kategori praktik higienenya baik dan kurang baik, setelah sampelnya diuji di laboratorium pangan, terbukti bahwa semuanya telah tercemar oleh bakteri coliform. Terlihat kecenderungan tidak ada hubungan antara praktik higiene penjamah dengan keberadaan coliform pada cincau hitam yang dijual di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta. Setelah diuji statistik dengan Fisher Exact menggunakan komputer program SPSS 16.0 for windows, dengan taraf signifikan sebesar 95% antara kategori praktik higiene penjamah dengan keberadaan coliform diperoleh nilai p = 0,200 < 0,05. Berdasarkan analisis tersebut dapat diambil kesimpulan yang sama, yaitu Hipotesis nol diterima artinya tidak ada hubungan antara praktik higiene penjamah yang baik dan kurang baik dengan keberadaan coliform pada cincau hitam yang dijual di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang telah dilakukan, dari empat penjual cincau hitam yang praktik higienenya kurang (80%), semua sampelnya telah tercemar coliform dengan jumlah >1100 Cfu/gram dan satu penjual yang praktik higienenya baik juga tercemar coliform dengan jumlah 1100 Cfu/gram. Jumlah ini sudah melebihi batas yang diperbolehkan, karena menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009, menyatakan bahwa jumlah maksimum coliform yang diperbolehkan pada makanan sejenis jeli (agar) adalah < 3Cfu/gram. Hal ini menandakan bahwa makanan tersebut kurang aman untuk dikonsumsi karena dimungkinkan mengandung bakteri patogen didalamnya. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan dan jumlah bakteri coliform dalam makanan, yaitu kontaminasi langsung dan tidak langsung. Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada bahan makanan mentah, baik tanaman ataupun hewan yang diperoleh dari tempat hidup atau asal bahan makanan tersebut. Kontaminasi ini semestinya tidak terjadi karena bakteri coliform akan mati pada suhu 70 o C sedangkan saat perebusan suhu dapat mencapai 100 o C (Jay, 2000). Faktanya dalam penelitian ini pada pemeriksaan pertama yang dilakukan di pasar, cincau sudah mengandung coliform dengan jumlah yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, penyebab tingginya angka coliform pada sampel cincau hitam disebabkan oleh buruknya penanganan cincau hitam oleh penjual di pasar. Lamanya rentang waktu yang dibutuhkan dalam penanganan cincau hitam sejak cincau selesai dimasak, kemudian dikemas, hingga cincau dibeli oleh pengecer juga menjadi penyebab utama terjadinya kontaminasi pada cincau. Bakteri dari udara, tangan penjual, atau peralatan yang digunakan dapat mengkontaminasi makanan. Menurut Rauf (2013), mikrobia dapat melakukan aktivitas metabolisme dan berkembang biak dengan cepat karena terdapat waktu yang cukup untuk inkubasi. Faktor lain yang berpengaruh terhadap tingginya coliform pada sampel yaitu karena kondisi sanitasi yang kurang baik. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa semua sampel yang terkontaminasi coliform, kondisi fasilitas sanitasinya masih kurang memadai dan semuanya terkontaminasi Coliform dengan jumlah >1100 Cfu/gram sampel. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Farichatin (2011) yang menyimpulkan ada hubungan antara sanitasi saat proses pengelolaan dengan jumlah total bakteri coliform dengan nilai p value = 0,025 dan rho = - 0,379. 4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan a. Sebagian besar (80%) penjual cincau hitam di lingkungan kampus UMS mempunyai praktik higiene yang kurang baik. b. Semua sampel cincau hitam (100%) yang diambil dari lingkungan kampus UMS mengandung coliform dengan jumlah >1100 Cfu/gr. c. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara praktik higiene penjamah dengan keberadaan coliform pada cincau hitam yang dijual di lingkungan kampus UMS dengan p value = 0,200. 10

4.2 Saran a. Bagi Pihak Terkait Perlu dilakukan sosialisasi oleh pihak terkait dengan memberikan pelatihan, pembinaan dan pengawasan terkait higiene sanitasi jajanan cincau hitam yang dijual di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta sehingga jajanan yang dijual memenuhi syarat kesehatan. b. Bagi Peneliti Lain a.1 Melakukan penelitian serupa dengan meningkatkan jumlah sampel sehingga dapat lebih terukur dan memudahkan dalam analisis data. a.2 Melakukan penelitian sampai tahap uji lengkap, sehingga dapat diketahui spesifikasi bakterinya termasuk bakteri patogen atau non patogen. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U. F. 2011. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Anonim. 2011. Buletin Diare: Situasi Diare di Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Fathonah, Siti. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Unnes Press. Semarang Hadi, B., Bahar, E. Dan Semiarti, R. 2014. Uji Bakteriologis Es Batu Rumah Tangga yang Digunakan Penjual Minuman di Pasar Lubuk Buaya Kota Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Dewanti, R dan Hariyadi. 2011. Food Safety Issues In South East Asia. Department of Food Science and Technology. Azwar, S. 2009. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Jakarta. Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta. Nadanti Alfia. 2015. Gambaran Higiene Sanitasi Pengolahan Es Buah yang Terkontaminasi Bakteri Colifom di Kelurahan Pisangan Kota Tangerang Selatan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Farichatin, Ana. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Jumlah Total Bakteri Coliform pada Es Batu di Tempat Pengolahan Makanan dan Minuman (TPM) Lingkungan Kampus Udinus Semarang. Skripsi. Universitas Dian Nuswantoro. Isnawati. 2012. Hubungan Higiene Sanitasi Keberadaan Bakteri Coliform dalam Es Jeruk di Warung Makan Kelurahan Tembalang Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. No.2. Vol.1. Hal 1005-1017. Kepmenkes RI No.492/MENKES/Per/IV/2010 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. www.kemenperin.go.id/download/ KepMenKes492(2010). Diakses : 20 Juli 2015. Parry, S. dan Palmer, S. 2002. E.Coli Environmental Health Issue of Vtce 0157. USA and Canada : Spon Press. Suriawiria, U., 2003. Mikrobiologi Air. PT. Alumni. Bandung. Balai Pengawasan Obat dan Makanan. 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. In : Indonesia, B. R. (Ed.). 11