BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industri yang ramah lingkungan juga sering disebut sebagai industri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Merdekawati dan Budiantara (2013) mengemukakan bahwa kemiskinan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasilnya. Di awal pelita, yaitu pelita I, titik berat

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan terjadi tatkala

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang Ilmu Ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang masih memiliki masalah pengangguran dan kemiskinan. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun tetap saja masih banyak masyarakat miskin dan terjadi pelonjakan jumlah pengangguran. Kemiskinan dan pengangguran sangat erat kaitannya, dimana banyak jumlah penduduk miskin yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan yang didapat, karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada bersekolah yang hanya menghabiskan biaya. Menurut Sopianti dan Ayuningsasi (2013), pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat dilihat dari beberapa indikator perekonomian. Salah satu di antaranya adalah melalui tingkat pengangguran. Pemerintah telah banyak membuat program untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Ada yang efektif terserap ke dunia kerja dan masih ada yang belum menerima manfaat program dengan baik. Pemerintah telah mengalokasikan dana untuk melaksanakan kegiatan guna mensejahterakan masyarakatnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangat diperlukan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran, sehingga akan meningkatkan pendapatan di daerah. Akan tetapi hal tersebut tidak selalu beriringan menurut Santosa (2013), peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak akan selalu diikuti oleh peningkatan pendapatan, sehingga tidak akan dapat diiringi oleh penurunan tingkat 1

pengangguran dan kemiskinan. Hal serupa juga dinyatakan dari penelitian Lin and Liu (2000) yang menyatakan bahwa, desentralisasi fiskal memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga mencerminkan semakin besarnya kebutuhan layanan jasa pemerintah, sehingga dibutuhkan anggaran pemerintah yang semakin besar pula (Mahyuddin, 2009). Pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya untuk melakukan pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Menurut Jhingan (2000:694), perencanaan pembangunan mempertimbangkan semua potensi ekonomi yang paling penting seperti tabungan total, investasi, output, pengeluaran pemerintah dan transaksi luar negeri (ekspor impor). Masalah pembangunan ekonomi seperti ketenagakerjaan adalah salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia, yang terlebih lagi saat mengalami krisis multidimensi yang dimana krisis ini membawa Indonesia mengalami kemerosotan ekonomi, politik, moral, dan sosial (Subandi, 2008:109). Menurut Hakim (2002:128), perencanaan pembangunan sudah dipandang bisa sebagai panduan atau panutan untuk hasil suatu pembangunan yang lebih baik, bahkan sudah dianggap sebagai jalur yang harus dilakukan dalam sebuah perekonomian apabila menginginkan keberhasilan yang baik. Oleh karena itu pentingnya suatu perencanaan pembangunan yang matang demi peningkatan kesejahtraan yang lebih baik nantinya. Perencanaan pembangunan perekonomian di Indonesia sangat erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi di daerah, oleh karena daerah yang berperan penting dalam pembanguanan ekonomi tersebut. Hubungan antara 2

pemerintah pusat dan daerah berperan sangat penting, selain itu adanya sektor swasta juga dapat menjalin kerjasama demi meningkatkan lapangan pekerjaan, sehingga akan banyak terserap tenaga kerja dan dapat mengurangi pengangguran. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari adanya Undang-Undang. Pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 bahwa, pemerintah pusat melimpahkan wewenang kepada daerah untuk mengatur daerahnya dan disebut juga dengan otonomi daerah. Menurut Maimunah (2006), otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Subandi (2008:133), pembangunan daerah merupakan suatu proses pemerintah daerah dan masyarakatnya dapat mengelola sumber daya atau potensi yang ada di daerahnya masing-masing, dan membentuk kerjasama dengan sektor swasta sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan dapat merangsang perkembangan dalam melakukan kegiatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran (Nugraeni, 2011) Menurut Subandi (2008:134-135), dalam pembangunan ekonomi daerah terdapat beberapa masalah, yaitu: pertama, adanya ketimpangan permasalahan sektor industri, dimana pertumbuhan ekonomi yang di kota akan cenderung lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi di desa, karena di desa pembangunan ekonominya lebih rendah, dan lebih terfokus pada pertanian. Itu yang membuat 3

perkembangan industri dikota lebih pesat. Kedua, kurang meratanya investasi, menurut Harrod-Domar (Subandi, 2008:134), adanya hubungan positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, kurangnya investasi di suatu daerah membuat pertumbuhan dan pendapatan perkapita masyarakat di daerah tersebut rendah. Ketiga, adanya tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah, kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti pada tenaga kerja dan kapasitas antar daerah yang juga penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional, yang disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Keempat, adanya perbedaan sumber daya alam dimana setiap daerah memiliki sumberdaya yang berbeda-beda, dikatakan bahwa daerah yang memiliki sumberdaya alam yang banyak akan lebih maju, tetapi dengan adanya perkembangan zaman hal itu harus saling beriringan karena dengan adanya sumber daya alam yang besar belum tentu daerah tersebut dapat berkembang dengan baik haruslah adanya penyeimbang dari bantuan teknologi dan sumber daya manusia pula. Kelima, adanya perbedaan tingkat demografis juga mempengaruhi adanya ketimpangan ekonomi regional seperti jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, kedisiplinan, dan adanya perbedanan etos kerja. Apabila semua hal itu baik dan positif, maka akan menjadi suatu aset penting demi meningkatnya pertumbuhan ekonomi, dan apabila sebaliknya maka akan menyebabkan adanya masalah seperi adanya pengangguran dan kemiskinan. Keenam, kurang lancarnya perdagangan antar daerah, ketidaklancaran perdagangan antar daerah akan mempengaruhi dibidang permintaan dan penawaran serta akan menyebabkan adanya 4

ketimpangan ekonomi. Permasalahan tersebut akan berdampak pada pengangguran dan kemiskinan yang sampai saat ini tidak hanya terjadi di daerah dan di Indonesia, tetapi ini juga terjadi di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peran pemerintah dengan program-programnya yang ingin mensejahterakan rakyat. Adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi pula, maka disinilah peran otonomi daerah yang dapat memperdayakan potensi daerah masing-masing, serta adanya tabungan masyarakat, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja melalui pertumbuhan angkatan kerja dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta adanya penyempurnaan teknologi dalam proses produksi. PAD yang tinggi merupakan tujuan dari semua pemerintah daerah. Ini dikarenakan PAD yang tinggi menandakan otonomi daerah yang dilaksanakan berjalan dengan baik. PAD merupakan pendapatan daerah yang diperoleh dari hasil pengelolaan potensi-potensi yang ada di daerah oleh pemerintah daerah dengan bantuan masyarakat setempat dan dari pihak swasta. PAD berasal dari pajak dan retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan pendapatan asli daerah lainnya. PAD diartikan sebagai pendapatan yang diperoleh daerah dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap daerah memiliki PAD yang berbeda-beda karena potensi yang dimiliki setiap daerah berbeda. Semakin tingginya PAD suatu daerah sehingga dapat mengurangi tingkat ketergantungan daerah terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan oleh pemerintah pusat, sesuai 5

dengan Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Penentuan pajak untuk PAD ditentukan sendiri oleh daerah yang bersangkutan, namun masih sesuai dengan ketentuan Undang- Undang. Obyek pajak dan retribusi daerah sangat menentukan jumlah PAD, sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat meningkat apabila PAD meningkat dan kesejahteraan masyarakat daerah meningkat. Hasil survei dari BPS (2014) menyatakan, PAD di Provinsi Bali berbedabeda di tiap daerahnya, sudah tentu karena potensi daerahnya berbeda-beda. Provinsi Bali sudah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dari tahun ke tahun selalu disertai peningkatan dalam PAD terutama di daerah yang perkembangannya di bidang jasa pariwisata tergolong sangat pesat. Tingkat PAD sebesar 2,53 triliyun dari penerimaan daerah sebesar 4,11 triliyun, yaitu yang dimiliki oleh Kabupaten Badung. Upaya peningkatan PAD merupakan tujuan dari peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan PAD akan disertai peningkatan anggaran belanja daerah. Belanja daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah pada satu periode anggaran yang dikeluarkan untuk melaksanakan kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah pusat. Belanja daerah cenderung memiliki kekurangan dalam pembiayaannya karena anggaran APBN dan APBD yang akan diterima daerah. Belanja daerah dapat dibagi menjadi beberapa jenis belanja daerah seperti belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Belanja tidak langsung diklasifikasikan menjadi belanja pegawai, belanja bunga, belanja 6

subsidi, belanja hibah, belanja bantuan keuangan, belanja bantuan sosial,dan belanja tidak terduga. Belanja langsung berfungsi untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pemerintahan secara optimal dan memperbesar tabungan pemerintah agar dapat meningkatkan kemampuan pembiayaan nasional. Belanja tidak langsung diarahkan kepada pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan ketersediaan pelayanan umum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tercatat dalam belanja daerah pengeluaran tertinggi digunakan untuk belanja tidak langsung daerah Bali Tahun 2014 yang mencapai 67,40 persen dari total Belanja tidak langsung dan sisanya sebanyak Rp 1,26 trilyun (32,60 persen) digunakan untuk belanja langsung (BPS Provinsi Bali, 2014). Perlunya peningkatan PAD akan mempengaruhi tingkat belanja daerah, sehingga pengalokasian untuk kesejahteraan masyarakat juga meningkat dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan mengurangi kesenjangan masyarakat dalam hal mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Menurut Setyawati dan Hamzah (2007), meningkatnya PAD akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, untuk itu perlu adanya pengaruh dalam belanja pembangunan (Belanja Tidak Langsung), sehingga dapat menekan jumlah pengangguran. Hal ini lah yang membuat keterkaitan PAD dengan belanja daerah sangat erat kaitannya, karena semakin besar PAD akan membuat belanja daerah juga meningkat karena akan lebih banyak pengeluaran untuk kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan hukum Wagner yang menyatakan bahwa, meningkatnya pendapatan per kapita akan membuat pengeluaran juga meningkat. 7

Indikator penting lain dari keberhasilan pembangunan ekonomi daerah adalah rendahnya tingkat pengangguran. Kondisi pengangguran terbuka di Provinsi Bali terjabar dalam Tabel 1.1. Table 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota, Provinsi Bali dan Nasional Tahun 2007-2013 (dalam %) Kabupaten/Kota Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jembrana 3,90 4,10 2,23 2,54 2,17 1,76 3,39 Tabanan 2,10 2,80 2,73 1,07 1,80 2,22 0,79 Badung 4,50 3,20 3,20 1,25 2,30 1,60 0,77 Gianyar 2,80 2,80 2,91 2,36 2,16 1,72 2,16 Klungkung 6,80 4,00 3,73 3,59 1,78 2,05 2,12 Bangli 1,40 2,60 1,42 0,65 1,00 0,95 0,75 Karangasem 3,30 3,20 3,32 2,82 1,99 1,34 1,34 Buleleng 4,00 2,90 2,34 3,26 1,97 3,15 2,13 Kota Denpasar 5,40 4,41 5,19 6,57 3,69 2,41 2,64 Provinsi Bali 3,77 3,31 3,13 3,08 2,32 2,04 1,79 Nasional 9,11 8,39 7,87 7,14 6,56 6,14 6,29 Sumber: BPS Provinsi Bali dan Nasional, 2014 Pada Tabel 1.1, pada tahun 2013 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Bali mencapai angka 1,79 persen, lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat pengangguran terbuka nasional yang mencapai angka 6,29 persen. Keputusan pemerintah untuk melaksanakan otonomi daerah mulai memperlihatkan hasil, walaupun penurunan tingkat pengangguran tersebut belum mengatasi seluruh masalah kemiskinan. Walau demikian, tingkat pengangguran di kabupaten/kota masih mengalami fluktuasi. Ini dikarenakan potensi yang dimiliki setiap daerah itu berbeda-beda, seperti Kabupaten Badung walaupun mengalami fluktuasi tetapi tingkat fluktuasi yang dialami tidak begitu besar yang dibandingkan dengan Kabupaten Jembrana yang pada tahun 2013 mengalami 8

tingkat pengangguran yang paling tinggi yaitu sebesar 3,39 persen. Walaupun Kabupaten Badung pada tahun 2013 menempati tingkat kedua pengangguran terbuka terendah setelah Kabupaten Bangli, ini dikarenakan tingkat tenaga kerja Kabupaten Badung lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Bangli. Kabupaten Jembrana walaupun dari PAD, dana perimbangan serta belanja tidak langsungnya meningkat tetap saja tingkat penganggurannya meningkat. ini dikarenakan Kabupaten Jembrana yang lebih menekankan pada pendidikan agar nantinya dapat mengurangi tingkat pengangguran yang terbukti pada tahun 2014 tingkat pengangguran Kabupaten Jembrana menurun.( BPS Provinsi Bali, 2015) Mengurangi tingkat pengangguran bukanlah hal yang mudah, pemerintah telah memulai program-program yang dapat mengurangi tingkat pengangguran. Program-program yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi tingkat pengangguran yaitu, Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja, Program Penempatan Tenaga Kerja dalam Negeri dan Luar Negeri, Program Perluasan Kesempatan Kerja, Program Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan, Program Pengawasan Ketenagakerjaan, Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh (Transmigrasi), Program Penataan Administrasi Kependudukan dan masih ada program lainnya yang merupakan kegiatan pemerintah. Salah satu kegiatan pemerintah yang paling sering didengar dan terbukti langsung dapat menyerap tenaga kerja yaitu Job Fair, yang telah bekerja sama dengan lebih dari tiga puluh perusahaan dan menawarkan ribuan lapangan pekerjaan.(disnaker Bali, 2014) 9

Menurut Wiradyatmika dan Sudiana (2013), jumlah penduduk yang tinggi akan menyebabkan tingginya jumlah pengangguran dan jumlah kemiskinan menjadi meningkat apabila tidak didukung dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai bagi penduduk usia kerja. Apabila jumlah lapangan kerja semakin banyak akan diikuti dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang terserap. Menurut Sukirno (2012:422), masalah pengangguran dapat diselesaikan dengan adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah. Menurut Mankiw (2006:61), pertumbuhan ekonomi merupakan meningkatnya standar hidup suatu masyarakat yang dicirikan dengan meningkatnya kemampuan memproduksi barang dan jasa, dan dikatakan pula, bahwa suatu produktivitas bergantung pada modal fisik, modal manusia, sumber daya alam, dan pengetahuan teknologi. Hal inilah yang membuat tingkat pengangguran menarik untuk diteliti, dimana walaupun Provinsi Bali menempati peringkat terendah dalam tingkat pengangguran terbuka di Indonesia, namun kabupaten/kota tingkat penganggurannya berbeda-beda dan tidak selalu mengalami penurunan tingkat pengangguran. Peningkatan pendapatan asli daerah dan belanja tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sesuai dengan hukum Wagner yang mengatakan bahwa pendapatan per kapita, secara relatif akan membuat pengeluaran pemerintah semakin meningkat (Mangkoesoebroto, 1993:171). Selain itu peran pemerintah semakin penting untuk mengatur pengeluaran belanja daerah agar nantinya dapat diimbangi dengan pendapatan masyarakat yang tinggi 10

pula. Bali juga merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat PAD tertinggi di Indonesia. Prestasi ini tentu harus disertai kajian mengenai kesesuaian pemanfaatan PAD untuk tingkat kesejahteraan masyarakat yang tercermin salah satunya pada ketersediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Bali pada khususnya. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana pengaruh PAD dan Dana Perimbangan terhadap tingkat pengangguran melalui Belanja Tidak Langsung kabupaten/kota di Provinsi Bali. Peran pemerintah sangat diharapkan untuk mengurangi tingkat pengangguran, utamanya pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan,maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Tidak Langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali? 2) Bagaimanakah pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Tidak Langsung terhadap tingkat Pengangguran pada kabupaten/kota di Provinsi Bali? 3) Apakah Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh terhadap tingkat Pengangguran melalui Belanja Tidak Langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah. 11

1) Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Tidak Langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Tidak Langsung terhadap tingkat Pengangguran pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3) Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap tingkat Pengangguran melalui Belanja Tidak Langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini diharapkan sebagai berikut. 1) Kegunaan Teoritis Adapun hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu media yang dapat mengembangkan konsep-konsep teori yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan serta dapat meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan melalui berbagai temuan di lapangan yang sebelumnya belum terungkap tentang Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Tidak Langsung serta pengaruhnya terhadap tingkat Pengangguran. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah utamanya yang berkaitan tentang pengaruh Pendapatan Asli 12

Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Tidak Langsung terhadap tingkat Pengangguran. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya dan disusun secara sistematis serta terperinci untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan. Sistematika dari masingmasing bab dapat diperinci sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah dari penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisannya. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pada bab ini menguraikan tentang landasan teori yang mendukung dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yang digunakan sebagai pedoman pemecahan masalah dalam penulisan penelitian ini, hasil penelitian sebelumnya yang terkait yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini serta disajikan hipotesis atau dugaan sementara atas pokok permasalahan yang diangkat sesuai dengan landasan teori yang ada. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan 13

sumber data, sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bab ini akan menyajikan gambaran umum wilayah, perkembangan, dan data serta menguraikan pembahasan yang berkaitan dengan pengujian pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung variabel pendapatan asli daerah, dana perimbangan, belanja tidak langsung dan tingkat pengangguran pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan mengemukakan simpulan berdasarkan hasil uraian pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran atas penelitian yang diberikan agar nantinya diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. 14