BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Pengertian Tekanan Panas Tekanan panas adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat tekanan panas mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005). Menurut Suma mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. Menurut Santoso (2005), tekanan panas adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia. Sedangkan menurut Suma mur (2009) suhu udara dapat diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering). Kelembaban udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur bersama sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling psychrometer atau arsmanpsychrometer yang juga menunjukkan suhu basah sekaligus. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan suatu termometer yang dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat 8
9 diukur dengan anemometer, sedangkan kecepatan udara yang kecil dengan suatu katatermometer. Suhu radiasi diukur dengan suatu termometer bola (globe thermometer). Panas radiasi adalah energi atau gelombang elektromagnetis yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya. 2.1.2 Mekanisme Panas Tubuh Di dalam kehidupan, tubuh manusia selalu memproduksi panas. Proses dalam menghasilkan panas ini disebut metabolisme. Proses ini pada dasarnya adalah proses oksidasi dari bahan seperti karbohidrat, lemak, protein, yang diatur oleh enzim (Kurniawan, 2010). Proses metabolisme di dalam tubuh merupakan poses kimiawi, proses ini terus berlangsung supaya kehidupan manusia dapat dipertahankan. Hasil dari metabolisme ini antara lain energi dan panas. Panas yang dihasilkan inilah yang merupakan sumber utama panas tubuh manusia. Dengan demikian panas akan terus terbentuk walaupun dalam keadaan istirahat, selama metabolisme berlangsung (Depkes RI, 2003). Tubuh manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat proses pembakaran zat makanan dengan oksigen. Jika proses pengeluaran panas oleh tubuh terganggu maka suhu tubuh akan meningkat. Antara tubuh dan lingkungan sekitarnya selalu terjadi pertukaran panas dan proses pertukaran panas ini tergantung dari suhu lingkungannya. Suhu tubuh yang turun mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah kulit sehingga menyebabkan suhu kulit mendekati suhu tubuh. Suhu tubuh manusia yang dapat diraba atau dirasakan tidak hanya
10 didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan(depkes RI, 2003). Semakin tinggi panas lingkungan semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan semakin banyak pula suhu tubuh yang hilang. Dengan kata lain terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran panas ini seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan baik performance kerja maupu kesehatan kerja (Depkes RI, 2003). 2.1.3 Dampak Akibat Paparan Panas Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Menurut Tarwaka (2015) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara di luar comfort zone adalah sebagai berikut : a. Vasodilatasi b. Denyut jantung meningkat c. Temperatur kulit meningkat d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain Selanjutnya apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus berlanjut, maka risiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Menurut Graham (1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka (2015) reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius.
11 Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat badan. Menurut hasil penelitian Tarwaka (2015) bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) antara 32,02-33,010 C menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23 %. Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain. b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering. c. Heat Rash, keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat. d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium. e. Head Syncope atau Fainting, keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke
12 permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium. f. Heat Exhaustion, keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus,lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas. 2.1.4 Kerugian Karena Tekanan Panas Pekerja yang mengalami heat strain mengeluh cepat lelah sehingga membutuhkan banyak waktu untuk istirahat dan mencari tempat yang dingin hal ini menyebabkan produktivitas pekerja dalam menjalakannya pekerjaannya menjadi menurun yang merupakan suatu kerugian besar bagi perusahaan. Selain itu pekerja sering mengalami dehidrasi sehingga sering kehilangan fokus dalam bekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat terjadinya kecelakaan sering kali sangat besar. Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya langsung meliputi biaya atas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), pengobatan, perawatan, biaya angkutan, upah selama tidak mampu bekerja, kompensasi cacat, biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan, mesin (Suma mur, 2009). 2.1.5 Pengendalian Tekanan Panas Menurut Tarwaka (2015) pengendalian terhadap tekanan panas meliputi ssebagai berikut: a. Isolasi terhadap sumber panas
13 Isolasi terhadap benda yang panas akan mencegah keluarnya panas ke lingkungan. Ini dapat dilakukan misalnya dengan membalut pipa yang panas, menutupi tangki yang berisi cairan panas sehingga mengurangi aliran panas yang timbul. Cara ini merupakan cara yang praktis dalam membatasi pemaparan seseorang terhadap panas dan merupakan cara pengendalian yang dianjurkan bila tempat kerja terdapat sumber panas yang sangat tinggi. b. Tirai radiasi Tirai radiasi terbuat dari lempengan alumunium, baja anti karat atau dari bahan metal yang permukannya mengkilap. c. Ventilasi setempat Ventilasi ini bertujuan untuk mengendalikan panas konveksi yaitu dengan menghisap udara panas. d. Pendinginan lokal Pendinginan lokal dilakukan dengan cara mengalirkan udara sejuk ke sekitar pekerja dengan tujuan meggantikan udara yang panas dengan udara yang sejuk dan dialirkan dengan kecepatan tinggi. e. Ventilasi umum Cara ini paling sering digunakan untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara yang tinggi tetapi tidak dapat digunakan untuk mengurangi paparan panas karena radiasi yang tinggi.
14 f. Pengaturan lama kerja Pengaturan lama bekerja digunakan untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar suhu udara yang tinggi, lamanya kerja dan istirahat harus disesuaikan dengan tingkat tekanan panas yang dihadapi oleh pekerja. 2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Heat Strain Kejadian Heat strain yang terjadi menurut Suma mur (2009) disebabkan oleh : 1. Faktor Manusia Kesalahan - kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Adapun faktor manusia sebagai berikut : a. Aklimatisasi Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan adanya pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi dan suhu tubuh akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunan suhu tubuh dan pengeluaran garam dari dalam tubuh. Proses aklimatisasi ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk beberapa waktu. Mengingat pembentukan keringat bergantung pada kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai setelah dua
15 minggu. Dengan bekerja pada suhu tinggi saja belum bisa menghasilkan aklimatisasi yang sempurna (Siswanto, 1987). b. Umur Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar keringatnya dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas. Studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita tusukan panas (heat stroke), mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur (WHO, 1969). c. Jenis Kelamin Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil (WHO, 1969). 2. Faktor Lingkungan a. Suhu Ruangan Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas
16 radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi. Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme. b. Kelembaban Udara Kelembaban udara yang cukup terutama dalam ruang kerja sangat diperlukan apalagi jika dalam ruangan tersebut panas dan sesak. Pertukaran udara yang cukup akan menyebabkan kesegaran fisik dari para karyawan. Sebaliknya, pertukaran udara yang kurang akan dapat menimbulkan rasa pengap sehingga terjadi dehidrasi dan kelelahan dari para karyawan, sehingga produktivitas pekerja untuk menyelesaikan tugas-tugasnya menjadi menurun. c. Ukuran Ruangan Ukuran ruang kerja, ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Ruang kerja yang sempit akan membuat pegawai sulit bergerak untuk melakukan aktivitasnya. Ruang kerja karyawan pada dasarnya tidak hanya digunakan untuk karyawan itu sendiri maupun rekan kerja satu ruang, namun juga akan dimanfaatkan oleh pihak lain yang datang untuk melakukan koordinasi atau sebagai partner dan mitra kerja. Oleh karena itu, ruang kerja harus proporsional dengan peran karyawan dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Sebagai contoh, karyawan yang berada pada departemen humas akan lebih banyak membutuhkan space dibandingkan dengan karyawan yang bekerja sebagai tenaga operator server. 3. Faktor Mesin dan Peralatan Kerja a. Pakaian Kerja Pakaian kerja merupakan alat pelindung diri yang sangat penting jika pekerja berada didaerah dengan suhu tinggi. Dengan media perantara, jumlah paparan panas ke kulit dapat dikurangi. Pekerjaan dengan pancaran panas yang
17 tinggi, sering kali tergantung kepada pantulan pakaian yang digunakan (Alpaugh,1988). Efek dari pakaian sulit untuk dikaji sejak terjadinya penurunan kehilangan panas melalui radiasi dan konveksi. Terjadinya penurunan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain ketebalan bahan pakaian, warna, dan apakah pakaian tersebut longgar atau tidak. 2.1.7 Indikator Tekanan Panas Indikator tekanan panas menurut Suma mur (2009) terdiri dari : 1. Suhu Efektif Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale), namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh. 2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut : ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja dengan sinar matahari) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa sinar matahari)
18 3. Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 Hour Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan. 4. Indeks Belding-Hacth Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas. 2.1.8 Pengukuran Tekanan Panas Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Questemp, dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi (Tarwaka, 2004). Cara Kerja : 1. Tombol power ditekan 2. Tombol 0C atau 0F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan 3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola 4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu bola basah 5. Hasil akan keluar kemudian dicatat 6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan
19 Adapun kategori untuk tekanan panas adalah 1. Suhu normal yaitu suhu yang tidak melebihi 28,0 ºC 2. Suhu melebihi nilai ambang batas jika suhu melebihi 28,0 ºC 2.2 Physiological Heat Strain Metode penilaian heat strain menggunakan Physiological Strain Index (PSI) diperkenalkan pertama kali oleh Moran, Shitzer, dan Pandolf (1998). Physiological Strain Index (PSI) yang didasarkan pada pengukuran denyut jantung dan suhu tubuh yang kemudian dimasukkan dalam rumus berikut : PSI = 5 (T - 36,5) / (39,5 36,5) + 5 (HR 60) / (180 60) T dan HR merupakan suhu tubuh dan denyut nadi yang diukur pada waktu kapan saja selama waktu paparan tekanan panas berlangsung. Sedangkan 36,5 dan 180 sebagai standar suhu tubuh denyut jantung tertinggi (Wan, 2006). Physiological Strain Index (PSI) dihitung saat responden terpapar panas tanpa harus menunggu sampai paparan berakhir untuk menilai terjadinya heat strain. Tidak seperti metode lain yang melibatkan banyak indikator, Physiological Strain Index (PSI) hanya menggunakan dua indikator untuk menghindari terjadinya kesalahan (Moran, 1998). Pengukuran heat strain pemantauan suhu inti tubuh (Core Body Temperature) merupakan pengukuran utama untuk mengevaluasi heat strain. Untuk mendapatkan gambaran suhu inti tubuh, dapat dilakukan pengukuran suhu pada daerah esofagus atau daerah rektal. Namun dalam penelitian di lapangan, dua area tersebut menjadi kendala karena alasan ketidaknyamanan, faktor keamanan,
20 ketidakmauan partisipan untuk dilakukan pengukuran dan membatasi aktifitas gerak partisipan. Sehingga beberapa tahun terakhir digunakanlah pengukuran suhu oral, yang secara luas dapat dilakukan terhadap partisipan tanpa menggangu aktifitas normal mereka (Hunt, 2011). Pengukuran suhu oral menurut Bernard (2006) cukup menggambarkan suhu inti tubuh dengan menambahkan 0,5ºC. Berikut ini tingkat gejala heat strain berdasarkan Physiological Strain Index (PSI) dalam ukuran suhu tubuh inti menurut Moran dkk (1998): Tabel 2.1 Pengukuran Physiological Strain Index (PSI) Dari Suhu Inti Tubuh Strain PSI tºc 0 37,12 No/Little 1 37,15 2 37,35 3 37,60 Low 4 37,77 5 37,99 Moderate 6 38,27 7 38,60 High 8 38,70 Sumber : Moran dkk (1998) Evaluasi heat strain yang terakhir yaitu pemantauan keluhan subjektif yang dialami pekerja. Menurut OSHS (1997) keluhan subjektif pekerja terhadap heat strain dimulai dengan sakit kepala. Gejala lain juga mungkin timbul yaitu keram otot, perubahan pola napas, keringat berlebih dan bintik-bintik merah pada kulit.
21 Tabel 2.2 Gejala Heat Strain Kriteria Heat Strain Observasi Gejala Awal Ringan Berat Keram otot Ya, dapat menjadi berat biasanya pada tangan Ya, dapat menjadi berat biasanya pada tangan dan perut Ya, (mungkin dengan gangguan hebat atau kejang otot) Napas Berubah Cepat Napas dalam pada awal kemudian dangkal Denyut nadi Berubah Menurun Menurun cepat Kelemahan Ya Pada seluruh tubuh Ya (berat parah) Kulit Hangat dan lembab Dingin hingga Kering dan panas lembab panas Keringat Lebih banyak Banyak Sedikit atau tidak sama sekali Tingkat kesadaran Sumber : OSHS (1997) Performa berkurang, kadang kadang pusing Sakit kepala, pusing seperti ingin pingsan Kebingungan, kekuatan menurun, hilang kesadaran, pupil dilatasi, kemungkinan koma atau kematian 2.3 Temperatur Tubuh 2.3.1 Pengertian Temperatur Tubuh Temperatur tubuh adalah keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas yang hilang. Tubuh seseorang yang sehat dapat mempertahankan temperature secara tetap terhadap perubahan kondisi lingkungan oleh karena keberadaan organ sistem pengatur tubuh atau thermoregulatory system yaitu hypothalamus ( Kozier, 1987). Manusia termasuk golongan makhluk homotermis, yaitu makhluk yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu lingkungannya berubahubah. Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu sistem
22 pengatur suhu. Suhu yang menetap ini akibat keseimbangan antara panas yang dihasilkan di dalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas tubuh dengan lingkungan sekitar (Suma mur, 2009). 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Temperatur Tubuh Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh yaitu (Kozier, 1987) : a. Usia Perbedaan usia menyebabkan adanya perbedaan temperatur. Temperatur tubuh rata-rata orang dewasa usia 30-45 tahun adalah 36,7º C - 37,2º C. b. Emosi Pengaruh emosi menyebabkan perbedaan yang besar terhadap temperatur tubuh. Emosi yang tinggi dapat meningkatkan temperatur tubuh dan dalam keadaan depresi temperatur tubuh berkurang oleh karena menurunnya produksi panas. c. Latihan Temperatur tubuh dapat menglami peningkatan karena aktivitas otot, misalnya latihan fisik. d. Makanan, Minuman dan Alkohol Makanan panas atau dingin dapat menyebabkan temperatur tidak menetap, contoh makan eskrim dapat menurunkan temperatur mulut sekitar 0,9ºC. e. Lingkungan Lingkungan memberikan pengaruh terhadap temperatur tubuh walaupun tidak semua mengalami peningkatan karena cuaca panas, hanya sebagian.
23 2.4 Denyut Nadi 2.4.1 Pengertian Denyut Nadi Denyut nadi (pulse rate) adalah gelombang yang disalurkan melalui arteri sebagai respons terhadap ejeksi darah dari jantung ke dalam aorta. Denyut nadi juga dapat mewakili detak jantung permenit atau yang dikenal dengan denyut jantung (heart rate). Denyut nadi dihitung tiap menitnya (kali/menit) (Khasan dkk, 2012). Pemeriksaan denyut nadi sederhana biasanya dilakukan dengan cara palpasi. Denyut nadi paling mudah dirasakan ketika arteri ditekan ringan pada tulang. Beberapa tempat untuk meraba denyut nadi yaitu salah satunya arteri radialis di pergelangan tangan. Frekuensi denyut jantung normal berkisar antara 60 sampai 100 denyut per menit, dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit. Frekuensi denyut melambat selama tidur dan dipercepat oleh emosi, olahraga, demam, dan rangsangan lain (Ganong, 2008). 2.4.2 Cara Pengukuran Denyut Nadi Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada pergelangan tangan (arteri radialis). Dengan menggunakan 2 jari yaitu telunjuk dan jari tengah, atau 3 jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis jika mengalami kesulitan menggunakan 2 jari. Temukan titik nadi, yaitu nadi radialis dipergelangan tangan di sisi ibu jari. Setelah menemukan denyut nadi, tekan perlahan kemudian hitunglah denyutan selama minimum 30 detik, tetapi idealnya adalah 1 menit. Secara umum denyut nadi orang dewasa yaitu antara 60 sampai 100 denyut per menit (Ganong, 2008).
24 2.5 Kerangka Penelitian Adapun kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut : Lingkungan Kerja Proses Kerja Panas Pekerja Pembuat Tahu Heat Strain Gejala Heat Strain Gambar 2.1 Kerangka Penelitian