DOSIS INAKTIF DAN KADAR PROTEIN Klebsiella pneumonia K5 HASIL IRADIASI GAMMA

dokumen-dokumen yang mirip
KADAR PROTEIN Klebsiella pneumoniae HASIL PEMANASAN 65 C

PEMANFAATAN TEKNIK RADIOISOTOP P-32 UNTUK PENENTUAN VIABILITAS ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT A1 SEBAGAI PROBIOTIK PADA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

PRODUKSI BIOMASSA PROBIOTIK KHAMIR DALAM MEDIA EKSTRAK UBI JALAR DALAM SKALA FERMENTOR 18L

PERTUMBUHAN Streptococcus agalactiae SEBAGAI BAKTERI PENYEBAB MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

PERTUMBUHAN KHAMIR PADA TAPIOKA IRADIASI

II. METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

PEMANFAATAN MEDIUM TAPIOKA IRADIASI UNTUK OPTIMALISASI KONDISI FERMENTASI ISOLAT KHAMIR R210

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tenni Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Pembuatan Potatoes Dextrose Agar (PDA) Sebanyak 300 gram kentang yang sudah dicuci hingga bersi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK DASAR KULTUR JARINGAN

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si.

TERHADAP PRODUKSI INHIBITOR PROTEASE YANG DIHASILKAN OLEH

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Subkultur Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Laut dalam Mendegradasi Glifosat

Teknik Identifikasi Bakteri

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

BAB III METODE PENELITIAN. D. Alat dan bahan Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME. Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal ( ) Biologi 3 B Kelompok 6

PENGARUH IRADIASI DAN PENYIMPANAN DARI SUPLEMEN PAKAN RUMINANSIA

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Identifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

Orientasi Dosis Iradiasi Streptococcus agalactiae untuk

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

Mikrobiologi Industri

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium

Efek Pasca Antibiotik Ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC dan Escherichia coli ATCC 25922

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK FERMENTASI (FER)

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

III.METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Pendidikan Biologi FPMIPA UPI dan protease Bacillus pumilus yang diperoleh

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

DAYA INFEKTIF CAMPURAN Plasmodium berghei IRADIASI DAN NON-IRADIASI PADA MENCIT (Mus musculus)

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Selulolitik Akibat

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik

Uji Pembandingan Efektivitas Antiseptik Strong Acidic Water terhadap Antiseptik Standar Etanol 70%

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

UJI BAKTERIOLOGIS SUSU KEDELAI PRODUK RUMAH TANGGA YANG DI JUAL DIPASARAN. Oleh: Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan

marcescens bersifat tidak patogen. Bakteri ini berwarna kemerahmerahan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

TERUMBU KARANG JUGA BISA SAKIT LHO...!!!

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimen dengan data dianalisis secara kuantitatif

PENGARUH LAJU DOSIS DAN DOSIS IRADIASI TERHADAP RADIORESISTENSI Salmonella SPP.

Transkripsi:

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi DOSIS INAKTIF DAN KADAR PROTEIN Klebsiella pneumonia K5 I. Sugoro 1 Y. Windusari 2, dan D. Tetriana 3 Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta 1 Jurusan Biologi Universitas Sriwijaya 2 PTKMR BATAN, Jakarta 3 ABSTRAK DOSIS INAKTIF DAN KADAR PROTEIN Klebsiella pneumonia K5 HASIL IRADIASI GAMMA. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dosis inaktif dan kadar protein sel bakteri Klebsiella pneumonia K5 hasil iradiasi gamma. Tahapan percobaan adalah iradiasi kultur bakteri dengan dosis 0, 100, 200, 400, 600, 800, 1.000 dan 1.500 Gy (laju dosis 1089,59 Gy/jam). Penentuan dosis inaktif diketahui dengan metode drop test dan kadar protein diukur dengan metode Lowry. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dosis inaktif sel bakteri K. pneumoniae adalah antara 600 Gy 1.500 Gy. Iradiasi dengan dosis berbeda pada kultur bakteri menunjukkan adanya perubahan konsentrasi protein sel bakteri yang tidak menentu dan adanya pengaruh yang nyata dosis radiasi terhadap kandungan protein. Kata kunci : Klebsiella pneumonia K5, iradiasi gamma, inaktif, protein. ABSTRACT INACTIVE DOSES AND PROTEIN CONCENTRATION OF Klebsiella pneumonia K5 GAMMA IRRADIATED. An experiment has been conducted to determine the inactive doses and the protein concentration of Klebsiella pneumonia K5 which has been irradiated by gamma rays. The experiment was done by irradiating of cells culture at doses of 0, 100, 200, 400, 600, 800, 1.000 and 1.500 Gy (doses rate is 1089,59 Gy/hours). The inactive dose was determined by the drop test method and the protein concentration of cells were determined by Lowry method. The results showed that the inactive doses occured at 600 1500 Gy. The different irradiation doses of cell cultures showed the effect of gamma irradiation on the protein concentration was random and has a significant effect on the protein concentration. Key words : Klebsiella pneumonia K5, gamma irradiated, inactive, protein. PENDAHULUAN Klebsiella pneumonia merupakan salah satu bakteri coliform yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Bakteri ini menginfeksi saluran pernapasan terutama paruparu, nasal mucosa atrophy dan rhinoscleroma. Selain itu dapat pula menginfeksi saluran kemih pada manusia usia lanjut dan kelenjar susu pada hewan. Sumber utama penyebaran bakteri ini adalah feses, diikuti dengan kontak melalui bahan yang terkontaminasi (1). K. pneumoniae merupakan bakteri Gram-negatif, non-motil, tak berkapsul, memfermentasi laktosa, anaerobik fakultatif, selnya berbentuk batang, dan dapat ditemukan sebagai flora normal di mulut, kulit dan usus pada manusia atau hewan (2). 60

DOSIS INAKTIF DAN KADAR PROTEIN Klebsiella pneumonia K5 (I Sugoro, Y. Windusari, dan D. Tetriana) Penyakit yang ditimbulkan oleh K. pneumoniae dapat diatasi dengan menggunakan berbagai macam antibiotik, tetapi cara pengobatan tersebut dapat menimbulkan resistensi pada beberapa strain K. pneumoniae dan adanya residu anti biotik, sehingga perlu mencari alternatif lain untuk mencegah penyakit ini. Salah satunya adalah dengan pemberian vaksin (3). Vaksin merupakan suatu suspensi mikroorganisme yang telah dimatikan atau dilemahkan sehingga tidak akan menimbulkan penyakit dan dapat merangsang pembentukan kekebalan/antibodi bila diinfeksikan (4). Pembuatan vaksin dapat dilakukan dengan cara konvensional, baik secara kimia maupun pemanasan. Alternatif lainnya dengan menggunakan iradiasi gamma untuk menginaktivasi sel bakteri. Metode inaktivasi dengan sinar gamma memiliki efektivitas dalam peningkatan respon imun dibandingkan dengan cara pemanasan (5). Harus diperhatikan bahwa vaksin dari bakteri yang dilemahkan dengan iradiasi gamma memiliki risiko tinggi saat diinfeksikan ke manusia atau hewan sehat. Resiko yang dimaksud adalah bahwa bakteri dapat bermutasi dan bersifat lebih patogen (6). Penelitian sebelumnya menunjukkan, bahwa bakteri dari jenis coliform seperti Escherichia coli dapat diinaktivasi dengan iradiasi gamma pada kisaran dosis 800 1.000 Gy. Kerusakan antigen protein akibat iradiasi tidak menunjukkan kerusakan yang signifikan, tetapi mengalami perubahan konsentrasi (7). Inaktivasi dengan iradiasi kemungkinan dapat menyebabkan perubahan baik kadar dan jenis antigen protein. Perubahan tersebut karena adanya efek langsung dan tidak langsung dari radiasi (6). Berdasarkan hal di atas, perlu dipelajari dosis optimum iradiasi gamma agar K. pneumoniae menjadi inaktif dan perubahan kadar protein sel yang terjadi akibat iradiasi. BAHAN DAN METODE Bahan. Isolat bakteri adalah Klebsiella pneumoniae K5 hasil isolasi dari susu sapi perah yang terinfeksi mastitis level 3. Bahan yang digunakan adalah Tryptic Soy Broth (TSB) Pronadisa, Agar bacteriological Oxoid dan Larutan Lowry Merck Penentuan fase mid log Klebsiella pneumoniae. Kultur yang berumur 1 hari pada agar miring TSA diinokulasi sebanyak 3 ose ke dalam medium TSB 30 ml lalu diinkubasi pada suhu 37 0 C dengan agitasi 120 rpm selama 24 jam, dijadikan sebagai kultur inokulum. Contoh diukur dengan spektrofotometer pada λ 660 nm, kemudian sebanyak 10% v/v (10 12 sel/ml atau nilai absorbansinya=1) dimasukkan ke dalam 30 ml medium TSB untuk pembuatan kurva tumbuh. 61

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Nilai absorbansi kultur diukur pada menit ke 0, 30, 60, 90, 150, 210, 270 dan 330. Hasil yang diperoleh dibuat kurva tumbuh dengan sumbu x: waktu dan y: absorbansi, untuk menentukan fase mid log. Fase mid log ditentukan berdasarkan kecepatan perubahan nilai absorbansi tertinggi (7). Iradiasi Klebsiella pneumoniae dengan Sinar Gamma. Kultur pada fase mid log disentrifugasi 10.000 rpm dan dibilas dengan 30 ml larutan NaCl 0,85% sebanyak 2 kali. Pelet yang diperoleh diencerkan hingga diperoleh jumlah sel 10 8 sel/ml dan ditempatkan di dalam vial gelas sebanyak 10 ml. Selanjutnya diiradiasi gamma dengan dosis 0, 100, 200, 400, 600, 800, 1.000 dan 1.500 Gy di Iradiator Gamma Chamber 4.000 A dengan laju dosis 1089,59 Gy/jam. Kultur hasil iradiasi kemudian dihitung jumlah selnya dengan metode sebar untuk uji inaktivasi dengan cara menanam kembali kultur hasil iradiasi pada medium TSA. Selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari. Dari hasil yang diperoleh, didapatkan dosis inaktif kultur bakteri K. pneumoniae hasil iradiasi dengan cara melihat pertumbuhan bakteri K. pneumoniae pada medium TSA (7). Pengukuran Protein Sel Klebsiella pneumoniae dengan Metode Lowry. Kultur hasil iradiasi diukur kandungan protein ekstraselular dan intraselular. Contoh disiapkan untuk menentukan kandungan protein ekstraselular langsung menggunakan kultur hasil iradiasi. Selanjutnya untuk protein intraselular dipecah terlebih dahulu dengan melarutkan kultur hasil iradiasi sebanyak 0,5 ml ke dalam aseton (1 : 1) dan disonikasi selama 10 menit. Sebanyak 0,5 ml sampel ditambahkan dengan 2,5 ml larutan Lowry I dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 0,25 ml larutan Lowry II dan dibiarkan selama 30 menit. Dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 700 nm (6). Hasil yang diperoleh dianalisis statistik dengan uji ANOVA (P 0,05) dengan bantuan program SPSS 11.5. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan fase mid log Klebsiella pneumoniae Isolat bakteri Klebsiella pneumoniae yang ditumbuhkan dalam medium TSB menunjukkan kurva tumbuh memiliki dua fase pertumbuhan, yaitu fase logaritmik dan fase stasioner (Gambar 1). Fase logaritmik terjadi hingga menit ke-300, dan setelah itu memasuki fase stasioner. Pertumbuhan bakteri ini dapat dilihat dari perubahan nilai absorbansi yang didapat setelah dilakukan pengukuran pada menit yang berbeda. Kurva pertumbuhan bakteri terdiri dari suatu 62

DOSIS INAKTIF DAN KADAR PROTEIN Klebsiella pneumonia K5 (I Sugoro, Y. Windusari, dan D. Tetriana) periode awal yang tampaknya fase adaptasi, diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang cepat (fase log), kemudian fase stasioner dan akhirnya diikuti oleh suatu penurunan populasi sel hidup (4). 1.4 1.2 1 0.8 0.6 Absorbansi 0.4 0.2 0 0 50 100 150 200 250 300 350 400 waktu (menit) Gambar 1. Kurva Pertumbuhan K. pneumoniae Pada kurva ini, tidak terdapat fase adaptasi (lag phase). Hal ini terjadi karena sebelumnya bakteri yang digunakan telah ditumbuhkan pada medium yang sama, sehingga bakteri tersebut tidak memerlukan adaptasi terlebih dahulu pada medium pertumbuhannya. Oleh karena itu, pada kurva tumbuh tersebut fase adaptasinya tidak teramati. Adanya interaksi positif antar sel mikroba dan berlimpahnya nutrisi menyebabkan kecepatan pertumbuhan sel mikroba menjadi lebih tinggi (8). Kurva tumbuh ini digunakan untuk menentukan fase mid log. Fase mid log merupakan suatu fase pertumbuhan dimana terjadi kecepatan pembelahan tertinggi. Fase ini diperlukan karena pada fase inilah iradiasi akan dilakukan terhadap sel bakteri. Fase ini terjadi pada menit ke-180, dengan kecepatan pertumbuhan berdasarkan nilai absorbansi adalah 0,0066/menit (Tabel 1). Perubahan nilai absorbansi yang tinggi menunjukkan pertumbuhan sel yang cepat pula. Fase mid log digunakan karena sel-sel bakteri dalam kondisi aktif melakukan metabolisme. Selain itu, pada fase tersebut terjadi pembelahan yang cepat sehingga dinding selnya tipis dan efek radiasi diharapkan akan maksimal (5). Sel yang paling sensitif adalah sel dengan tingkat proliferasi yang tinggi (aktif melakukan pembelahan) dan tingkat diferensiasi yang rendah, sedangkan sel yang 63

Log cfu/ml Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi resisten atau tidak mudah rusak akibat pengaruh radiasi yaitu sel dengan tingkat diferensiasi yang tinggi dan tidak aktif melakukan pembelahan (9). Tabel 1. Kecepatan perubahan nilai absorbansi/menit K.pneumoniae. Waktu (menit) Kecepatan perubahan nilai absorbansi/menit 0 0 30 0,0017 60 0,0034 120 0,0052 180 0,0066 240 0,0026 300 0,0017 360 0,0002 Viabilitas Sel Klebsiella pneumoniae Hasil Iradiasi Gamma Hasil iradiasi gamma kultur bakteri menggambarkan bahwa terjadinya penurunan jumlah sel yang hidup sebanding dengan meningkatnya dosis (Gambar 2). Hilangnya kemampuan sel bakteri K. pneumoniae untuk bereplikasi terjadi pada kisaran dosis 600 Gy 1.500 Gy. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan sel bakteri K. pneumoniae, dimana pada dosis tersebut pertumbuhan selnya sudah tidak terlihat lagi. Ini disebabkan pada dosis tersebut, sel bakteri K. pneumoniae telah mengalami kerusakan yang cukup parah, sehingga sel tidak mampu bereplikasi. 1.00E+14 1.00E+12 1.00E+10 1.00E+08 1.00E+06 1.00E+04 1.00E+02 1.00E+00 01 100 2 200 3 400 4 600 5 800 6 1000 7 1500 8 Dosis (Gy) 64

Konsentrasi (mg/ml) * * * DOSIS INAKTIF DAN KADAR PROTEIN Klebsiella pneumonia K5 (I Sugoro, Y. Windusari, dan D. Tetriana) Gambar 2. Hubungan Dosis Iradiasi Gamma terhadap Jumlah Sel K. pneumoniae Pada dosis 0 Gy (kontrol) sampai dengan dosis < 600 Gy, sel bakteri K. pneumoniae masih tetap memiliki viabilitas untuk hidup dan bereplikasi, walaupun terjadi penurunan jumlah sel. Hal tersebut menunjukkan bahwa efek iradiasi terhadap sel bakteri menyebabkan dua kemungkinan, yaitu sel bakteri akan tetap hidup atau sel bakteri akan mengalami kematian. Efek radiasi terhadap molekul-molekul penting, sel ataupun jaringan telah menimbulkan berbagai macam perubahan, gangguan ataupun kerusakan pada sistem biologi, seperti molekul DNA, molekul enzim, molekul protein, lemak dan karbohidrat (7). Konsentrasi Protein Sel Klebsiella pneumoniae Hasil Iradiasi Gamma Iradiasi dengan dosis berbeda pada kultur bakteri menunjukkan adanya perubahan konsentrasi protein sel bakteri K. pneumoniae yang tidak menentu atau acak (Gambar 3). Secara statistik, konsentrasi protein intraselular, ektraselular dan total hasil iradiasi menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p 0,05). Diduga perubahan kandungan protein tersebut menunjukkan pula adanya perubahan antigen protein pada sel bakteri K.penumoniae. Jumlah konsentrasi protein ekstraselular lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah konsentrasi protein intraselular. Hal ini disebabkan dinding sel bakteri merupakan bagian terluar sel yang akan mengalami dampak dari radiasi paling tinggi, sehingga protein yang terdapat pada dinding sel akan mengalami perubahan komformasi sehingga sisi aktifnya terbuka. Dinding sel bakteri Gram negatif terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Pada lapisan luar terdapat LPS, protein, lipoprotein, dan molekul lain yang banyak mengandung gula, sedangkan lapisan dalam terdiri dari protein dan lipoprotein yang saling berikatan (10). 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0 100 200 400 600 800 1000 1500 intraselular 0.067 0.060 0.047 0.072 0.055 0.057 0.056 0.054 ekstraselular 0.088 0.092 0.094 0.095 0.094 0.099 0.097 0.098 Total 0.155 0.152 0.141 0.167 0.150 0.156 0.153 0.152 Dosis (Gy) 65

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Gambar 3. Konsentrasi Protein K. pneumoniae Hasil Iradiasi (*nyata pada p 0,05). Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa komposisi protein dalam serum akan bervariasi setelah iradiasi (11). Konsentrasi masing-masing protein dapat meningkat melalui sintesis atau melalui pelepasan selular yang nyata akibat kerusakan jaringan sel. Iradiasi dapat mempengaruhi molekul protein, terutama konfigurasinya. Konfigurasi 3 dimensi molekul protein menjadi terbuka dan siap melakukan suatu reaksi. Selain itu, penyebab lainnya adalah kerusakan DNA yang menyebabkan terganggunya sintesis protein (12). Inaktivasi bakteri K. pneumoniae hasil iradiasi gamma memiliki prospek sebagai bahan vaksin, karena perubahan protein yang ditimbulkannya tidak signifikan yang diduga tidak mengubah antigen proteinnya. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh dosis radiasi gamma terhadap profil protein. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dosis radiasi yang mampu menginaktivasi sel bakteri K. pneumoniae adalah antara 600 Gy 1.500 Gy. Iradiasi dengan dosis berbeda pada kultur bakteri menunjukkan adanya perubahan konsentrasi protein sel bakteri K. pneumoniae yang tidak menentu atau acak dan adanya pengaruh yang signifikan dosis radiasi terhadap kandungan protein. DAFTAR PUSTAKA 1. RYAN, KJ DAN RAY, CG. Sherris Medical Microbiology, 4th ed., McGraw Hill. (2004) 2. POSTGATE, J. Nitrogen fixation, 3rd ed.. Cambridge University Press (1998). 3. TUASIKAL, B. J., SUGORO, I., TJIPTOSUMIRAT, T., DAN LINA, M. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma pada Pertumbuhan Streptococcus agalactiae sebagai Bahan Vaksin Penyakit Mastitis pada Sapi Perah. Jurnal sains dan Teknologi Nuklir Indonesia. P3TIR- BATAN Jakarta (2003) 4: 137-149.. 4. PELCHZAR, M, J. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. UI press. Jakarta. (2005). 66

DOSIS INAKTIF DAN KADAR PROTEIN Klebsiella pneumonia K5 (I Sugoro, Y. Windusari, dan D. Tetriana) 5. TETRIANA, D DAN I. SUGORO. Aplikasi Tehnik Nuklir dalam Bidang Vaksin. Buletin ALARA. PTKMR - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Jakarta. (2007). 6. HALL, E. J. Radiobiology for The Radiobiologist. Lippincott Williams and Walkin, Philadelphia. (1994). 7. IKMALIA, DINARDI, N. LELANANINGTYAS, S. HERMANTO, DAN I. SUGORO. Profil Protein Escherichia coli Hasil Inaktivasi Iradiasi Gamma. Prosiding Seminar Nasional Biokimia, Departemen Kimia Universitas Indonesia. (2008) h.54-60 8. SUMARSIH, I. Mikrobiologi Dasar. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta.(2003). 9. ALATAS, Z. Efek Paparan Radiasi pada Manusia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Jakarta. (2005). 10. WINARNO, H. Lipid A-Pusat Aktif Endotoksin, Struktur Kimia dan Bioaktivitasnya. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. (1995) 103: 59-62.. 11. SYAIFUDIN, M. Indikator Biokimia Sel terhadap Radiasi Pengion. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Jakarta. (2005) 4: 125-131. 12. DARUSSALAM, M. Radiasi dan Radioisotop : Prinsip Penggunaannya dalam Biologi, Kedokteran dan Pertanian. Tarsito. Bandung. (1996). 67

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 68