4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

4 Pembahasan Degumming

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

VII. RENCANA KEUANGAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

VIII. ANALISIS FINANSIAL

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

III. METODE PENELITIAN

VIII. ANALISIS FINANSIAL

Bab III Pelaksanaan Penelitian

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

III METODOLOGI A Kerangka Pemikiran

III. METODA PENELITIAN

PEMANFAATAN GLISEROL HASIL SAMPING PRODUKSI BIODIESEL JARAK PAGAR SEBAGAI KOMPONEN COAL DUST SUPPRESSANT ANAS BUNYAMIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN

III. METODE PENELITIAN

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PRA RANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI BIJI JARAK PAGAR DENGAN KAPASITAS PRODUKSI TON/TAHUN KARYA AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

Jurnal Tugas Akhir Teknik Kimia

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB II DISKRIPSI PROSES

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DAN N-BUTANOL KAPASITAS TON / TAHUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah Bangunan Peralatan Produksi Biaya Praoperasi*

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sifat fisikokimia Satuan Nilai Titik nyala. o C 236

A. Kerangka Pemikiran

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan.

IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS MATA KULIAH PRA PERANCANGAN PABRIK KIMIA

IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI

Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU

Transkripsi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar Sifat fisikokimia minyak jarak pagar merupakan salah satu informasi awal yang harus diperoleh untuk memproduksi biodiesel jarak pagar. Informasi tersebut menjadi acuan utama dalam proses produksi biodiesel jarak pagar, terutama dalam menentukan tahapan proses dan jenis serta jumlah reaktan yang diperlukan. Beberapa sifat fisikokimia minyak jarak pagar yang dianalisis adalah kandungan asam lemak bebas, bilangan asam, densitas, bilangan iod dan viskositas. Penghitungan kandungan asam lemak bebas dilakukan untuk mengetahui persentase jumlah asam lemak yang telah terhidrolisis, sehingga terlepas dari molekul trigliserida. Hal ini diperlukan sebagai dasar penghitungan metanol yang dibutuhkan pada reaksi esterifikasi. Adapun total asam yang terkandung di dalam minyak jarak pagar dianalisis dengan menggunakan metode bilangan asam yang merepresentasikan banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam. Analisis bilangan iod dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah ikatan rangkap yang terkandung di dalam asam lemak minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar mempunyai komposisi asam lemak dominan berupa asam oleat yang memiliki satu ikatan rangkap. Informasi densitas dan viskositas menjadi data pendukung dalam perhitungan skala produksi dan alat yang digunakan. Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar No. Analisis Nilai Satuan 1 Kandungan Asam Lemak Bebas 32,08 % 2 Bilangan Asam 63,84 mg KOH / g minyak 3 Densitas 0,91 g/cm 3 4 Bilangan Iod 97,24 g Iod / 100 g minyak 5 Viskositas (30 o C) 52,60 cp Dari beberapa sifat fisikokimia tersebut di atas, parameter utama yang menjadi acuan perhitungan proses produksi biodiesel jarak pagar adalah kandungan asam lemak bebasnya. Kandungan asam lemak bebas minyak jarak pagar yang digunakan sangat tinggi, yaitu 32,08%. Syam et al. (2009)

28 menyebutkan bahwa penurunan kualitas minyak jarak pagar dengan indikator naiknya kandungan asam lemak bebas pada umumnya disebabkan oleh kurang baiknya penanganan dan kondisi penyimpanan, serta adanya kontak dengan udara bebas dan sinar matahari. Tingginya kandungan asam lemak bebas mengharuskan adanya perlakuan awal minyak jarak pagar sebelum ditransesterifikasi menjadi biodiesel (metil ester). Standar kandungan asam lemak bebas yang menjadi ambang batas diperlukan tidaknya perlakuan pendahuluan terhadap minyak jarak pagar berbedabeda antar peneliti. Akbar et al. (2009), Fan dan Burton (2009) serta Syam et al. (2009) mengurangi kandungan asam lemak bebas sampai di bawah 1% melalui proses esterifikasi, sedangkan Knothe (2005) membatasi kandungan FFA kurang dari 0,5% agar rendemen biodieselnya maksimal. Berchmans dan Hirata (2008) menyatakan bahwa paling tidak kandungan FFA minyak jarak pagar agar dapat ditransesterifikasi langsung tanpa perlakuan pendahuluan adalah tidak lebih dari 2%. 4.2 Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar Proses produksi biodiesel jarak pagar dilakukan dengan menggunakan reaktor biodiesel skala 100 liter per batch yang dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Reaktor biodiesel skala 100 liter per batch.

29 Tingginya kandungan asam lemak bebas minyak jarak pagar tidak memungkinkan untuk dilakukan proses transesterifikasi secara langsung. Apabila reaksi transesterifikasi langsung dilakukan tanpa adanya perlakuan pendahuluan, maka katalis basa (KOH) akan bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk garam (sabun). Sabun yang terbentuk selanjutnya akan menghambat reaksi antara metanol dengan trigliserida. Pembentukan sabun juga dipengaruhi oleh lamanya reaksi transesterifikasi. Hossain et al. (2010) meneliti pengaruh lama reaksi transesterifikasi terhadap banyaknya sabun yang terbentuk. Hasilnya diperoleh data bahwa jumlah sabun semakin banyak pada jam ke-2 sampai jam ke-6, sehingga menghambat pembentukan biodiesel dan mengakibatkan rendemen biodiesel pada jam ke-6 lebih sedikit (27,5%) dibandingkan pada jam ke-2 (49,5%). Metanol ditambahkan pada reaksi esterifikasi secara berlebih untuk menekan keseimbangan reaksi kearah FAME. Hal ini dikarenakan reaksi esterifikasi yang bersifat bolak-balik. Skema reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Skema reaksi esterifikasi asam lemak (Christie 1993). Banyaknya metanol yang ditambahkan sebagai reaktan adalah 225% dari jumlah asam lemak bebas. Dengan skala produksi 100 liter minyak jarak pagar (densitas : 0,91 kg/l), maka kandungan asam lemak bebasnya adalah 29,19 kg, kebutuhan metanol (densitas : 0,7918 kg/l) untuk reaksi esterifikasi adalah 65,68 kg atau setara dengan 82,95 liter, sedangkan kebutuhan asam sulfat adalah 6,57 kg (3,57 liter). Proses produksi biodiesel dimulai dengan memanaskan minyak jarak pagar sampai mencapai suhu reaksi yaitu 50 o C dan melarutkan asam sulfat ke dalam metanol. Sifat reaksi pencampuran yang eksotermis mengharuskan tahapan ini dilakukan dengan hati-hati. Setelah minyak jarak pagar mencapai suhu yang diharapkan, maka campuran metanol dan asam sulfat kemudian ditambahkan ke

30 dalam minyak jarak pagar. Pemanasan dan pengadukan kemudian terus dilakukan selama 1 jam. Setelah reaksi esterifikasi selesai dilakukan, campuran sisa metanol, air dan katalis akan berada pada lapisan atas, sedangkan campuran antara FAME dan minyak jarak pagar akan berada pada lapisan bawah. Terbentuknya dua lapisan produk dikarenakan adanya perbedaan densitas dan polaritas kedua campuran. Kandungan asam lemak bebas dalam FAME dan minyak jarak pagar pada akhir tahap pertama (proses esterifikasi) jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum esterifikasi, sehingga proses selanjutnya yaitu transesterifikasi dapat dilakukan. Pada proses transesterifikasi, 910 gram KOH dilarutkan dengan 13,65 kg metanol. Seperti halnya proses pelarutan asam sulfat dengan metanol, pelarutan KOH juga merupakan reaksi eksotermis yang menghasilkan panas. Larutan metanol yang mengandung KOH biasa disebut sebagai metoksida. Metoksida kemudian ditambahkan ke dalam minyak jarak pagar dan kemudian diaduk selama 1 jam pada suhu 50 o C. Setelah proses transesterifikasi, maka campuran FAME dan metil ester bersama dengan campuran gliserol dan katalis serta sisa metanol didiamkan dalam tangki pemisah untuk memisahkan fraksi polar dan non polar. Gliserol, katalis KOH serta air akan berada pada lapisan bawah yang terpisah dari lapisan atas yang terdiri dari FAME dan metil ester. Lapisan-lapisan produk transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 10. Metil Ester Gliserol Gambar 10 Lapisan-lapisan produk transesterifikasi minyak jarak pagar.

31 Pada akhir proses, biodiesel (FAME dan ME) kemudian dipisahkan untuk selanjutnya dicuci dan dikeringkan. Adapun gliserol kasar yang masih mengandung senyawa pengotor lainnya akan dipisahkan untuk kemudian ditingkatkan kemurniannya sebelum digunakan sebagai salah satu komponen penyusun formula CDS. 4.3 Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar Bahan dominan yang terkandung dalam gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar adalah sisa metanol yang tidak bereaksi, sabun sebagai hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan katalis KOH dan katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi, sehingga gliserol kasar bersifat basa (Kocsisová dan Cvengroš 2006, El-Diwani et al. 2009). Asam fosfat digunakan untuk memisahkan gliserol dari katalis basa dan sabun. Asam fosfat digunakan karena sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah berikatan dengan bahan yang bersifat polar. Reaksi antara asam fosfat dengan KOH akan membentuk garam berupa kalium fosfat, sedangkan reaksi antara sabun dengan asam fosfat akan membentuk asam lemak. Kedua reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. KOH + H 3 PO 4 K 3 PO 4 + H 2 O (A) O OH O OH R O - K + sabun O P OH O-H R OH Asam lemak bebas O P OH O - K + (B) Gambar 11 Reaksi pembentukan K 3 PO 4 (A) dan asam lemak (B) pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar (Farobie 2009). Pemisahan garam kalium fosfat dari gliserol dilakukan dengan cara penyaringan vakum. Garam kalium fosfat yang diperoleh masih bersifat sedikit

32 asam, sehingga memerlukan perlakuan lanjutan yaitu pemurnian agar dapat digunakan sebagai pupuk. Garam kalium fosfat dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Garam kalium fosfat pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar. Setelah garam terpisahkan dari gliserol, campuran gliserol akan memisah dari asam lemak yang terbentuk sebagai akibat adanya reaksi antara sabun dengan asam fosfat. Produk yang dihasilkan pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 Produk proses peningkatan kemurnian gliserol kasar.

33 Perbandingan kemurnian antara gliserol sebelum dengan setelah kemurniannya ditingkatkan sudah dilakukan oleh Farobie (2009) yang menganalisis kemurnian gliserol menggunakan metode GC-MS (Gas Chromatograhy Mass Spectroscopy). Hasil analisis GC-MS gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar sebelum dan sesudah peningkatan kemurnian dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Hasil analisis GC-MS gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. (A) Gliserol kasar (B) Gliserol hasil pengingkatan kemurnian (Farobie 2009). Pada Gambar 14 terlihat bahwa secara kualitatif pengurangan senyawa pengotor gliserol terlihat dengan adanya pengurangan dari 17 puncak menjadi 11 puncak. Secara kuantitatif, analisis penentuan kadar gliserol yang dilakukan oleh Farobie (2009) menunjukkan bahwa peningkatan kemurnian gliserol meningkat dari 40,19% menjadi 82,15%. Tingkat kemurnian gliserol di atas 80% sudah sesuai dengan SNI 06-1564-1195 yang menyatakan bahwa kadar gliserol hasil pemurnian yang diperbolehkan untuk dikomersialkan mempunyai kadar gliserol minimum 80%. 4.4 Formulasi Coal Dust Suppressant (CDS) Setiap komponen penyusun formula CDS memiliki fungsi masing-masing. Polimer PVA merupakan polimer yang sangat larut di dalam air. Penggunaan polimer PVA dalam formula CDS adalah sebagai pembentuk lapisan film pada

34 permukaan debu batubara, sehingga dapat menghambat pembentukan debu. Struktur polimer PVA dapat dilihat pada Gambar 15. Keterangan : R = H atau COCH 3 Gambar 15 Struktur kimia monomer Poli Vinil Alkohol (Saxena 2004). Pada saat larutan CDS mengering, polimer PVA akan membentuk lapisan film tipis yang akan menahan laju penguapan air dari debu batubara, sehingga kelembaban batubara akan relatif terjaga dan debu menjadi tidak mudah terbang. Surfaktan SLS merupakan surfaktan anionik yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan formula CDS. Rendahnya nilai tegangan permukaan formula CDS menyebabkan batubara akan lebih mudah menangkap uap air, sehingga bobotnya bertambah dan menjadi lebih sulit menjadi debu. Penambahan gliserol pada formula CDS bertujuan untuk meningkatkan efek pelembab yang akan membuat kemampuan debu batubara mengikat uap air menjadi lebih baik. Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar masih mengandung 20% bahan lain yang terdiri dari metanol, sisa katalis dan bahan lainnya. Formulasi dilakukan pada suhu ruangan, tanpa adanya pemanasan untuk melihat kelarutan masing masing komponen bahan di dalam air yang digunakan sebagai pelarut. Hasil formulasi diperoleh 3 formula dengan penampakan fisik berupa larutan bening yang cukup kental. Penampakan ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 16.

35 Gambar 16 Penampakan formula CDS. 4.5 Analisis Sifat Fisikokimia Formula Coal Dust Suppressant Penggunaan CDS selain harus mempertimbangkan faktor keamanan bahan yang digunakan, juga hendaknya memperhatikan aspek kemudahan pada saat penggunaan di lapangan. Beberapa sifat fisikokimia CDS yang menjadi faktor utama berkenaan dengan kemudahan penggunaan bahan adalah densitas, ph dan viskositas. Pengukuran sifat fisikokimia dilakukan terhadap formula yang telah diencerkan sebanyak 10 kali. Hal ini dikarenakan formula CDS biasa dipasarkan setelah diencerkan sebanyak 10 kali. Densitas merupakan nilai yang diperoleh sebagai hasil pembagian antara satuan massa per volume (m/v) (Mortimer 2008). Pengukuran densitas dilakukan karena karakter densitas suatu produk erat kaitannya dengan kemudahan produk tersebut didistribusikan berdasarkan bobotnya. Semakin tinggi nilai densitas bahan, maka pada volume yang sama bobotnya akan semakin besar, sehingga energi untuk menditribusikannya juga semakin besar. Hasil analisis densitas menunjukkan bahwa nilai densitas bertambah seiring meningkatnya konsentrasi gliserol. ph CDS diukur untuk melihat pengaruhnya terhadap lingkungan dimana formula digunakan. ph bahan yang terlalu ekstrim akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Selain itu, ph yang terlalu asam atau basa membutuhkan penanganan dan penggunaan alat yang tahan terhadap ph ekstrim, sehingga harus diusahakan ph formula CDS berada pada kisaran ph netral. Nilai viskositas formula CDS akan menentukan viskositas larutan penekan debu batubara pada saat digunakan. Nilai viskositas CDS yang terlalu tinggi akan

36 mempengaruhi kemudahan pada saat larutan CDS disemprotkan melalui nozzle. Hasil analisis densitas, ph dan viskositas formula CDS ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil analisis sifat fisikokimia formula CDS No. Gliserol dalam formula Densitas ph Viskositas (cp) (%) (g/cm 3 ) 1. 5 1,01245 6,22 75,45 2. 10 1,01286 6,08 73,70 3. 15 1,01341 6,01 72,45 Peningkatan nilai densitas formula CDS dikarenakan densitas gliserol yaitu 1,16 g/cm 3, lebih tinggi dibandingkan dengan densitas air. Walaupun demikian, nilai densitas yang diperoleh masih berada pada kisaran yang dapat diterima, sehingga dengan adanya pengenceran, nilainya akan tidak jauh berbeda dengan nilai densitas air. Hasil analisis nilai ph formula CDS menunjukkan bahwa nilai ph formula yang dihasilkan berada pada kisaran 6 sampai 7. Hasil analisis ph juga menunjukkan bahwa nilai ph menurun seiring bertambahnya nilai konsentrasi gliserol yang ditambahkan pada formula. Hal ini dikarenakan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar masih memiliki kandungan asam karena adanya penambahan asam fosfat pada saat gliserol dimurnikan, serta masih adanya kandungan asam lemak bebas pada gliserol akhir. Dari Tabel 6 di atas terlihat bahwa nilai viskositas formula CDS semakin menurun seiring dengan adanya peningkatan penambahan konsentrasi gliserol terhadap formula. Hal ini dikarenakan gliserol memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan komposisi formula CDS yang memiliki viskositas tinggi seperti polimer PVA dan surfaktan SLS. Hasil analisis statistik terhadap hasil analisis ketiga sifat fisikokimia tersebut di atas dengan menggunakan α = 5% diperoleh hasil bahwa penambahan gliserol tidak secara siginifikan berpengaruh terhadap sifat fisikokimia formula yang dihasilkan. Hasil analisis statistik pengaruh penambahan gliserol terhadap nilai densitas, ph dan viskositas formula CDS yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 5, 6 dan 7.

37 4.6 Analisis Kinerja CDS Pada saat formula CDS digunakan di lapangan, formula diencerkan terlebih dahulu sebelum diaplikasikan. Pengenceran dilakukan sebanyak 50 sampai 150 kali dengan menggunakan air. Kinerja formula CDS harus diketahui untuk menentukan formula mana yang memberikan hasil yang terbaik. Dua jenis pengujian yang mewakili kemampuan formula CDS adalah analisis Evaporation Rate dan analisis Dustiness Index. 4.6.1. Analisis Evaporation Rate (ASTM D 4902-99) Analisis Evaporation Rate (ER) menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi pada sejumlah bahan selama satuan waktu tertentu. Pada penggunaan formula CDS, komponen pembentuk CDS menjadi salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya laju penguapan. Pada penelitian ini, perbedaan nilai laju penguapan antara debu yang menggunakan CDS dengan debu tanpa menggunakan CDS menjadi salah satu indikator kemampuan formula CDS dalam menahan laju penguapan pelarut (air). Semakin tinggi daya ikat formula terhadap air di udara dan batubara, semakin berat bobot partikel batubara, sehingga tidak mudah menjadi debu. Hasil pengukuran tingkat penguapan ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai Evaporation Rate formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran No. Konsentrasi Gliserol Nilai ER (g ev/g debu) pada pengenceran (X) (%) 50 100 150 1. 5 0,49 0,56 0,65 2. 10 0,48 0,53 0,60 3. 15 0,43 0,52 0,55 Pada tabel hasil pengukuran nilai ER di atas, dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan kinerja yang relatif sama pada setiap konsentrasi gliserol, sedangkan dengan memperhatikan pengaruh pengenceran, terlihat adanya nilai ER yang semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah pengenceran. Dengan menggunakan α = 5%, maka diperoleh hasil analisis statistik yang menyatakan bahwa penambahan gliserol dan konsentrasi pelarutan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat penguapan. Hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

38 4.6.2. Analisis Dustiness Index (ASTM D547-41) Analisis Dustiness Index (DI) mengukur potensi batubara menghasilkan debu. Dalam hal ini, debu yang terukur adalah debu yang terbang di udara selama 5 menit. Semakin lama waktu penampungan debu, maka akan semakin tinggi kehalusan debu yang terhitung. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan, maka semakin sedikit debu yang terbentuk. Berdasarkan tingkat pengencerannya, semakin tinggi konsentrasi pengenceran, maka semakin tinggi debu yang terbentuk. Hasil pengukuran indeks debu ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai Dustiness Index formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran No. Konsentrasi Gliserol Pengenceran (X) (%) 50 100 150 1. 5 0,11 0,19 0,22 2. 10 0,10 0,15 0,20 3. 15 0,07 0,13 0,18 Dari tabel di atas terlihat bahwa banyaknya debu yang terbentuk semakin banyak seiring dengan berkurangnya konsentrasi formula karena banyaknya pengenceran. Penambahan gliserol kasar pada formula juga mempengaruhi banyaknya debu yang terbentuk. Semakin banyak gliserol kasar yang ditambahkan, semakin sedikit debu yang terbentuk. Pengaruh penambahan gliserol kasar terhadap kinerja formula tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), berbeda dengan pengaruh faktor pengenceran yang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan debu. Hasil uji lanjutan dengan menggunakan uji beda nyata Fisher pada α = 0,05 ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji beda nyata Fisher pengaruh faktor pengenceran terhadap nilai Dustiness Index formula CDS Konsentrasi Gliserol 5 10 15 Pengenceran 50 100 150 50 100 150 50 100 150 Penanda Uji Fisher *) A A A A A B A A A *) Tanda huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada Tabel 9 terlihat bahwa pengaruh faktor pengenceran yang nyata terdapat pada formula dengan konsentrasi gliserol 10%. Hasil pengujian

39 menunjukkan bahwa tingkat pengenceran 50 dan 100 kali dua-duanya berbeda nyata dengan pengenceran 150 kali dan tidak berbeda nyata satu sama lain. Adapun pada formula dengan konsentrasi gliserol 5 dan 15%, pengenceran tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai Dustiness Index formula CDS. Hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Pengaruh faktor pengenceran yang secara umum tidak nyata terhadap kinerja formula CDS menunjukkan bahwa secara teori, formula CDS memiliki kinerja yang masih dapat diterima walaupun telah diencerkan sebanyak 150 kali. Walaupun demikian, pemilihan formula tidak hanya mempertimbangkan faktor tersebut namun juga perbandingan kinerja formula CDS hasil penelitian dengan kinerja formula CDS komersial. 4.6.3. Perbandingan Kinerja CDS Hasil Penelitian dengan CDS Komersial Hasil analisis kinerja formula CDS hasil penelitian selanjutnya dibandingkan dengan hasil analisis kinerja formula CDS komersial untuk lebih mengetahui kinerja formula hasil penelitian, dibandingkan dengan kinerja formula komersial yang biasa digunakan di pasaran. Sebagian perusahaan pengguna formula CDS menggunakan air untuk menghemat pemakaian formula CDS. Oleh karena itu, hasil analisis kinerja air sebagai pengganti formula CDS juga dibandingkan dengan hasil analisis formula CDS hasil penelitian dan komersial. Selain itu, blanko sampel yang berupa debu batubara yang tidak diberi perlakuan penambahan bahan kmia apapun juga dianalisis sebagai kontrol. Perbandingan kinerja kedua formula CDS tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perbandingan kinerja formula CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko Kinerja Hasil Penelitian Komersial Air Blanko ER 0,43 0,48 0,50 4,31 DI 0,07 0,09 0,37 0,85 Gambar 17. Grafik data perbandingan ketiga jenis CDS dan blanko dapat dilihat pada

40 6 Nilai ER (g ev / g debu) 5 4 3 2 1 0,43 0,48 0,5 4,31 ER 0 Hasil Penelitian Komersial Air Blanko Formula Gambar 17 Histogram perbandingan nilai Evaporation Rate CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko. Dari Gambar 17 terlihat bahwa ketiga bahan (hasil penelitian, komersial dan air) telah bekerja dengan cukup baik dalam meredam penguapan senyawa volatil pada batubara. Dari ketiga CDS tersebut, formula hasil penelitian menunjukkan kinerja yang paling bagus dengan nilai ER yang hanya 0,43%, sedangkan apabila tidak menggunakan CDS sama sekali, maka nilai penguapannya jauh lebih besar yaitu 4,31%. Perbandingan kinerja CDS berdasarkan nilai pembentukan debunya (Dustiness Index) diperlihatkan pada Gambar 18. 1,2 1 0,85 Nilai DI (%) 0,8 0,6 0,4 0,37 DI 0,2 0 0,07 0,09 Hasil Penelitian Komersial Air Blanko Formula Gambar 18 Histogram perbandingan nilai Dustiness Index CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko.

41 Formula CDS hasil penelitian memiliki nilai DI yang lebih baik dibandingkan dengan CDS lainnya termasuk CDS komersial yang biasa digunakan di industri batubara dan penggunanya. Formula CDS hasil penelitian dapat mengurangi debu batubara, sehingga pembentukan debu batubaranya hanya tinggal 8,2% dari jumlah debu yang dihasilkan tanpa penggunaan CDS. 4.7 Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri CDS Salah satu aspek yang paling berpengaruh dalam analisis kelayakan suatu usaha adalah aspek kelayakan finansial, sehingga aspek kelayakan finansial seringkali dijadikan satu-satunya tolok ukur kuantitatif penentuan layak tidaknya suatu usaha dikembangkan. Beberapa aspek finansial yang biasa dianalisis adalah periode pengembalian investasi (Payback Period), Internal Rate of Return, Break Even Point, Net Present Value dan Profitability Index. Dalam perhitungan aspekaspek tersebut, digunakan data-data dan asumsi-asumsi berdasarkan data primer dan sekunder. 4.7.1. Data dan asumsi-asumsi yang digunakan Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh secara langsung, sedangkan untuk data-data yang tidak dapat diperoleh secara langsung, maka digunakan asumsi-asumsi dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Berikut di bawah ini adalah asumsi-asumsi yang digunakan. a. Kredit investasi dan modal kerja dalam bentuk rupiah b. Proporsi pendanaan 30% dana sendiri dan 70% kredit c. Tingkat suku bunga bank 10% d. Nilai kurs 1US$ = Rp 9.000,00 e. Jangka waktu kredit investasi selama 5 tahun Jangka waktu kredit modal kerja selama 2 tahun f. Bahan baku yang digunakan adalah gliserol kasar hasil samping proses produksi biodiesel jarak pagar g. Produksi gliserol : 40% per ton gliserol kasar Produksi pupuk K 3 PO 4 : 20% per ton gliserol kasar Produksi FFA : 40% per ton gliserol kasar Produksi CDS : 33,33 ton CDS per ton gliserol kasar h. Harga beli gliserol kasar : Rp. 0,- / kg

42 Harga jual CDS Harga jual K 3 PO 4 Harga jual FFA : Rp. 20.000,- / kg : Rp. 2.000,- / kg : Rp. 1.000,- / kg i. Biaya produksi dan harga jual produk naik 5% setiap tahun hingga tahun ke-6. Kenaikan ini dilakukan untuk mengantisipasi perubahan harga akibat inflasi. 4.7.2. Aspek teknologi Teknologi yang digunakan dalam proses produksi CDS dengan komponen gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar terbagi ke dalam dua bagian yaitu teknologi peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dan teknologi formulasi CDS. Diagram alir kedua tahapan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Perhitungan neraca massa produksi CDS dengan basis perhitungan dalam satu hari ( satu kali produksi) digunakan untuk mendapatkan informasi volume bahan pada proses produksi. Neraca massa produksi CDS dapat dilihat pada Lampiran 11 sedangkan diagram instrumen dan pemipaan serta tata letak ruangan produksi, ruang penyimpanan dan kantor dapat dilihat pada Lampiran 12. 4.7.3. Perkiraan biaya dan rencana sumber dana Kebutuhan dana pendirian industri CDS kapasitas 50 ton / tahun terdiri dari biaya proyek (Project Cost) dan modal kerja yang diperoleh dari kredit perbankan dan dana sendiri. Secara keseluruhan besarnya dana untuk investasi proyek dan modal kerja ditambah IDC (Interest During Construction) mencapai Rp 213.610.000,- yang terdiri dari biaya proyek ditambah IDC Rp 125.848.000,- dan biaya modal kerja Rp 87.762.000,-. Rincian dana investasi dan modal kerja pembangunan industri CDS disajikan pada Tabel 11, sedangkan rincian masingmasing aspek proyek ditampilkan pada Lampiran 13. Tabel 11 Rincian dana investasi dan modal kerja pembangunan industri CDS No Uraian Nilai (Rp) 1. Nilai Proyek Bangunan dan Peralatan Proses 9.830.000 Kendaraan 96.700.000 Biaya Perizinan. 10.500.000 DED dan Pengawasan/permeliharaan Peralatan Selama Konstruksi 585.000 Nilai Proyek 117.615.000

43 No Uraian Nilai (Rp) IDC 8.233.000 Nilai Proyek Total 125.848.000 2 Modal Kerja 87.762.000 TOTAL 213.610.000 Sumber pembiayaan proyek adalah kredit perbankan dan modal sendiri dengan DER (Debt Equity Ratio) 70% : 30%, dimana 70% dana diperoleh dari kredit dan 30% dana diperoleh dari modal sendiri. a. Sumber Dana Proyek (Project Cost) Dana yang diperoleh dari kredit perbankan dan modal sendiri adalah sebagai berikut : 1. Kredit investasi : Rp 82.331.000,- IDC : Rp 8.233.000,- --------------------------------- + Jumlah : Rp 90.564.000,- 2. Modal sendiri : Rp 35.285.000,- b. Sumber Dana Modal Kerja Dana yang diperoleh dari kredit perbankan dan modal sendiri adalah sebagai berikut : 1. Kredit modal kerja : Rp 61.433.000,- 2. Modal Sendiri : Rp 26.328.000,- --------------------------------- + Rp 87.762.000,- Proyeksi modal kerja dihitung berdasarkan kebutuhan sebagai berikut : 1. Account receiveble/piutang usaha selama 30 hari 2. Inventory/persediaan produk dan persediaan bahan baku selama 10 hari 3. Acount payable/hutang usaha selama 30 hari. 4.7.4. Biaya Produksi Komponen biaya produksi meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, bahan kimia, biaya utilitas dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya tetap meliputi biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan dan perawatan, overhead dan administrasi, biaya pemasaran, depresiasi dan biaya bunga bank. Besarnya biaya operasional tahun 1 kapasitas 75%, tahun ke 2 kapasitas 90% dan tahun 3 kapasitas 100% dapat dilihat pada Tabel 12.

44 Tabel 12 Kebutuhan biaya operasional Jenis Biaya Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Biaya Variabel Total (Rp) 431.513.000 519.514.000 590.933.000 Biaya Tetap Total (Rp) 384.713.000 399.815.000 416.745.000 Biaya Produksi Total (Rp) 816.226.000 919.329.000 1.007.678.000 HPP per ton (Rp) 11.507.000 11.545.000 11.819.000 4.7.5. Proyeksi Laba /Rugi Analisis proyeksi laba/rugi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar laba yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa industri CDS dapat menghasilkan laba pada tahun pertama dengan kapasitas 75% sebesar Rp 44.788.000,- (negatif) pada tahun kedua dengan kapasitas 90% sebesar Rp 19.948.000,- dan pada tahun ketiga dengan kapasitas 100% sebesar Rp 66.928.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa industri CDS mulai menghasilkan keuntungan pada tahun ke-2, sedangkan pada tahun pertama, industri CDS masih belum menghasilkan keuntungan yang positif (lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan). Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industri CDS dapat dilihat pada Tabel 13 dan lebih rinci pada Lampiran 14. Tahun Tabel 13 Proyeksi laba / rugi industri CDS sampai tahun ke - 15 Penerimaan (x Rp 1000) Biaya Produksi (x Rp 1000) Laba Operasi (x Rp 1000) Pajak (x Rp 1000) Laba Bersih (x Rp 1000) Tahun-1 752.243 816.225 (63.983) (19.195) (44.788) Tahun-2 947.826 919.328 28.497 8.549 19.948 Tahun-3 1.103.289 1.007.678 95.611 28.683 66.928 Tahun-4 1.158.453 1.054.886 103.567 31.070 72.497 Tahun-5 1.216.376 1.104.545 111.831 33.549 78.282 Tahun-6 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-7 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-8 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-9 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-10 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-11 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-12 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-13 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-14 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Tahun-15 1.277.195 1.150.257 126.938 38.081 88.857 Rata-rata 1.196.676 1.093.682 102.994 30.898 72.096

45 4.7.6. Indikator Kelayakan Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS yang menggunakan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dinilai dengan menggunakan konsep nilai uang yang didapatkan dari proyek (future value) pada nilai uang bersih saat kini (Net Present Value, NPV) dengan menggunakan tingkat faktor terdiskon tertentu. Nilai NPV pada tingkat persentase faktor terdiskon tertentu yang memberikan nilai nol (0) dinamakan Internal Rate of Return (IRR). Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga (discount factor) dan Nilai NPV yang lebih besar dari nol serta net B/C yang lebih besar dari 1 serta beberapa parameter kelayakan lainnya merupakan indikasi bahwa industri CDS dengan skala produksi 50 ton/tahun layak didirikan. Kriteria investasi untuk industri CDS kapasitas 50 ton/tahun dengan tingkat bunga 10% dan perhitungan project life time selama 15 tahun diperoleh NPV (Net Present Value) positif Rp 283.831.000,-, IRR (Internal Rate of Return) lebih besar dari 10% yaitu 21,49%, Pay Back Period (PBP) selama 7,2 tahun, Net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,04 rata-rata Return on Investment (ROI) 57,29% dan rata-rata Return on Equity (ROE) 117,01%. Kriteria kelayakan investasi pendirian industri CDS dengan kapasitas produksi 50 ton/tahun dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Kriteria kelayakan investasi pendirian industri CDS Uraian Nilai Project Cost (Rp) 117.615.000 IRR (%) 21,49 NPV (Rp) 283.831.000 ROI (%) 57,29 ROE (%) 117,01 PBP (tahun) 7,2 Net B/C 2,04 4.7.7. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat seberapa jauh proyek dapat dilaksanakan mengikuti perubahan harga, baik biaya produksi maupun harga jual produk ataupun kelemahan estimasi hasil produksi. Analisis sensitivitas dilakukan

46 pada dua skenario. Skenario I kenaikan harga beli bahan baku sementara biaya investasi dan penjualan tetap; skenario II penurunan harga jual produk sementara biaya investasi dan harga bahan baku tetap. Change (%) (a) Kenaikan Harga Beli Bahan Baku Industri CDS yang didirikan merupakan bagian dari industri biodiesel yang sudah ada, sehingga kelayakan finansial industri CDS tidak sensitif terhadap gliserol karena harga gliserol adalah Rp 0,- apalagi gliserol hanya digunakan sebagai bahan tambahan pada formula CDS. Kelayakan finansial industri CDS sensitif terhadap harga polimer, dimana kenaikan harga polimer lebih dari 14,58% akan menyebabkan industri menjadi tidak layak. Kriteria kelayakan pada kenaikan harga polimer disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan baku (Polimer PVA) PVA (Rp) IRR (%) NPV (xrp1000) ROI (%) ROE (%) PBP (Thn) Net B/C Ave BEP (xrp1000) 0,00 80.000 21,49 283.831 57,29 117,01 7,2 2,04 977.725 14,58 91.664 10,00 39 26,33 53,77 12,3 1,00 1.086.469 Change (%) (ii) Penurunan Harga Jual Analisis sensitivitas penurunan harga jual produk (CDS) menunjukkan bahwa proyek masih layak pada penurunan harga CDS 4,90%, penurunan harga CDS lebih besar dari 4,90% menyebabkan industri CDS menjadi tidak layak. Kriteria kelayakan pada penurunan harga jual produk disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Analisis sensitivitas penurunan harga produk (CDS) CDS (Rp) IRR (%) NPV (xrp1000) ROI (%) ROE (%) PBP (Thn) Net B/C Ave BEP (xrp1000) 0,00 20.000 21,49 283.831 57,29 117,01 7,2 2,04 977.725-4,90 19.020 10.00 15 25,60 53,40 12,3 1,00 1.035.789 4.7.8. Resiko portofolio dan mitigasi resiko Investasi pada industri CDS sama seperti investasi pada industri lainnya mengandung resiko. Alternatif termudah untuk meminimalkan resiko adalah dengan cara menempatkan dana investasi tidak pada satu produk saja melainkan pada beberapa produk. Strategi melakukan penyebaran

47 investasi pada banyak produk ini disebut dengan membentuk portfolio investasi. Tujuan pembentukan portofolio adalah mengurangi kerugian investasi yang mungkin timbul pada suatu sarana investasi dengan menutupnya menggunakan keuntungan yang diperoleh dari sarana investasi yang lain. Industri CDS dikembangkan dengan menyebarkan investasi pada tiga unit produk yaitu CDS, FFA dan kalium fosfat. Dengan tiga produk tersebut, investasi layak untuk dilakukan dengan nilai IRR 21,49% dan NPV Rp. 283.831.000,-. Analisis portofolio dilakukan untuk mengantisipasi resiko yang timbul apabila salah satu produk mengalami masalah seperti penurunan nilai jual dipasaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada saat produk CDS mengalami masalah, industri masih dapat melakukan proses produksi sampai pada tahap pemurnian gliserol dengan produk berupa gliserol 80%, FFA dan kalium fosfat walaupun tidak menghasilkan keuntungan sebesar yang diperoleh dari produk CDS. Disini terlihat bahwa produk yang menjadi kunci utama investasi adalah CDS. Hal ini disebabkan karena CDS merupakan produk yang memiliki harga jual paling tinggi dibandingkan dengan produk lainnya. Analisis sensitivitas fortofolio kombinasi produk disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Analisis sensitivitas resiko portofolio kombinasi produk CDS FFA No. Kriteria Kelayakan CDS FFA K 3 PO 4 K 3 PO 4 1 NPV ( x Rp 1000) 283.831 266.454 - (3.075.278) 2 IRR (%) 21,49 20,82-3 Net B/C 2,04 1,97-6,06 4 PBP (Tahun) 7,2 7,4-2,5 Pada saat terjadi penurunan kapasitas produksi sebesar 8,74%, industri CDS masih layak. Ketika terjadi penurunan skala produksi di atas 8,74%, maka industri CDS menjadi tidak layak untuk didirikan. Berikut pada Tabel 18 ditampilkan analisis sensitivitas penurunan kapasitas produksi.

48 Tabel 18 Analisis sensitivitas penurunan kapasitas produksi 100% 95% 91,26% No. Kriteria Kelayakan (50 ton/thn) (47,5 ton/thn) (45,63 ton/thn) 1 NPV ( x Rp 1000) 283.831 121.621 289 2 IRR (%) 21,49 15,16 10,01 3 Net B/C 2,04 1,43 1,00 4 PBP (Tahun) 7,2 9,5 12,3 4.7.9. Exposure resiko-resiko mata uang (Translation, Transaction dan Economical Exposures) Perubahan nilai tukar (foreign exchange rate exposure) merupakan salah satu sumber ketidakpastian makroekonomi yang mempengaruhi perusahaan. Dengan adanya globalisasi, pasar semakin terbuka terhadap perdagangan dan teknologi, sehingga perusahaan akan terpengaruh secara langsung terhadap nilai tukar. Perubahan nilai tukar dapat mempengaruhi perusahaan melalui berbagai cara seperti perusahaan berproduksi di dalam negeri untuk kebutuhan penjualan domestik dan luar negeri (ekspor) serta perusahaan berproduksi dengan menggunakan bahan baku impor. Dalam hal ini, pengaruh perubahan nilai tukar terhadap industri CDS dikarenakan sebagian bahan baku yang digunakan merupakan bahanbahan yang harganya sensitif terhadap perubahan nilai tukar. Selama penggunaan gliserol sebagai bahan baku pembuatan CDS menggunakan gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel dalam negeri, maka perubahan nilai tukar tidak terlalu berpengaruh. Pada saat gliserol yang digunakan merupakan gliserol teknis yang tersedia di pasaran, maka harga gliserol akan ikut terpengaruh oleh perubahan nilai tukar. Walaupun demikian, karena indikator kelayakan tidak dipengaruhi oleh perubahan harga gliserol, maka perubahan nilai tukar menjadi tidak berpengaruh terhadap kelayakan industri CDS.