BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal

ANALISA KEBUTUHAN UAP PADA STERILIZER PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN LAMA PEREBUSAN 90 MENIT

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

Jl. Universitas Andalas, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia * ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS,

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pemerintah sedang menggalakkan produksi non-migas,

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEKTIVITAS PROSES PEMBUANGAN UDARA MELALUI PIPA CONDENSATE PADA STASIUN REBUSAN (STYLIZER) DI PABRIK KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

SISTEM INFORMASI BIAYA POKOK UNTUK MEMPRODUKSI CPO DI PKS TANAH PUTIH. Oleh AHMAD FAUZI LUBIS

II.TINJAUAN PUSTAKA. Proses ini sangat penting karena akan berpengaruh pada proses-proses selanjutnya. Proses

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2012 mencapai 9,074,621 Ha.

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat yang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR A. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO. 1 B. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO...6 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA...

ANALISIS OIL LOSSES PADA FIBER DAN BROKEN NUT DI UNIT SCREW PRESS DENGAN VARIASI TEKANAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu peralatan yang dapat mempermudah pekerjaan teknik pengontrolan besaran.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penghasil minyak. Kebutuhan akan minyak nabati didalam negeri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan

KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN HUTAPEA

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. PERKEBUANAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT BEKRI KAB. LAMPUNG TENGAH PROV. LAMPUNG. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri. Oleh: LIBER SIBARANI NIM:

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FRESH FRUIT BUNCH

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT SEI BARUHUR PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada salah satu perusahaan swasta yaitu di PT.NAULI SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Model Penilaian Cepat untuk Kinerja Industri Kelapa Sawit (Rapid Appraisal for Palm Oil Industrial Performance)

MAKALAH TEKNOLOGI PASCA PANEN

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linolenat. Minyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seumantoh adalah perusahaan yang bergerak dalam pengolahan Tandan Buah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBAHASAN (A) (B) (C) (D) Gambar 13. TBS Yang Tidak Sehat (A) Buah Mentah dan Abnormal, (B) Buah Sakit, (C) Buah Batu dan (D) Buah Matang Normal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perekonomian Indonesia saat ini berada dalam situasi yang sulit untuk

TUGAS AKHIR ASTIA BUDI PERDANA PUTRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otomasi adalah penggunaan berbagai sistem kontrol untuk peralatan operasi seperti

SIMULASI HUBUNGAN ANTARA FRAKSI KEMATANGAN BUAH DAN TINGGI POHON TERHADAP JUMLAH BUAH MEMBRONDOL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

TUGAS AKHIR HESTI DORA PERANGIN-ANGIN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memecahkan masalah-masalah yang rumit sehingga didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

BAB II LANDASAN TEORI. Tanaman kelapa sawit adalah jenis tanaman palma yang berasal dari benua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

KAJIAN JUMLAH TANDAN BUAH SEGAR DAN GRADING DI PT. SAWIT SUKSES SEJAHTERA KECAMATAN MUARA ANCALONG KABUPATEN KUTAI TIMUR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

TUGAS AKHIR EVALINA KRISTIANI HUTAHAEAN

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prospek agroindustri perkebunan kelapa sawit di Indonesia sangat bagus, hal ini bisa dilihat dari semakin luasnya lahan tanam yang ada. Luas lahan yang sudah ditanami hingga tahun 2015 telah mencapai sekitar 11,44 juta hektar. Secara nasional, sebaran luas areal tanam kelapa sawit di pulau-pulau besar Indonesia hingga tahun 2015, daerah yang terluas ada di Pulau Sumatera, yakni 63 persen, disusul di Kalimantan 34 persen dan sisanya 3 persen tersebar di Sulawesi, Maluku, Papua dan Jawa (BPS, 2016). Produksi minyak mentah kelapa sawit Indonesia pada tahun 2014 mencapai 29,34 juta ton, dan jumlah yang di ekspor mencapai 24,37 juta ton (BPS, 2015). Rincian mengenai produksi minyak kelapa sawit Indonesia, dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada umumnya perusahaan agroindustri perkebunan kelapa sawit membagi usahanya menjadi dua bagian, yakni bagian kebun yang memproduksi tandan buah segar (TBS) sawit dan bagian Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) yang mengolah TBS sawit menjadi minyak kelapa sawit (MKS) dan kernel (inti) sawit. Jumlah PMKS yang didirikan di Indonesia saat ini jika diasumsikan setiap satu perusahaan perkebunan kelapa sawit memiliki satu pabrik, baru berjumlah sekitar 1.599 pabrik. Jika menurut standar setiap 6.000 hektar kebun sawit membutuhkan satu pabrik, maka untuk 11,44 juta hektar luas lahan sawit yang ada, seharusnya ada 1.833 pabrik, dengan demikian kedepan masih dimungkinkan didirikan pabrik minyak kelapa sawit baru (BPS, 2015). Usaha agroindustri perkebunan kelapa sawit bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan minyak kelapa sawit (MKS) atau Crude palm Oil (CPO) dan inti sawit (kernel) yang merupakan hasil proses operasi bagian pabrik setelah menerima dan mengolah tandan buah segar (TBS) sawit produksi bagian kebun. Untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut, ada enam hal yang harus dipenuhi, yakni: (1) Jaminan kontinyuitas produksi TBS sawit, (2) Luas areal tanam yang memadai, (3) Siklus tanaman yang efektif (peremajaan tanam), (4) Pabrik pengolah TBS sawit yang handal, (5) Penyimpanan CPO sementara yang handal dan (6) Pasar CPO dan kernel yang pasti. Pabrik adalah kumpulan bahan baku, mesin, peralatan dan pekerja yang diorganisir

sedemikian rupa (terencana, teratur, terukur dan terkendali) untuk menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan, dengan tingkat biaya yang bisa memberi keuntungan bagi investornya. Oleh karena itu filosofi dari keberadaan pabrik adalah meningkatkan nilai tambah bahan mentah menjadi produk yang lebih bernilai tinggi melalui operasi dan proses tertentu sehingga dapat menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh konsumen (Hadiguna, 2009). Demikian pula halnya dengan pabrik minyak kelapa sawit, dalam kegiatan produksinya memerlukan bahan baku berupa tandan buah segar (TBS ) sawit yang siap diolah, menjadi minyak kelapa sawit (MKS)/ crude palm oil (CPO) dan kernel, dengan mutu sesuai yang dipersyaratkan konsumen didalam maupun diluar negeri. Untuk menjamin agar produk yang dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen atau pelanggannya, maka PMKS dituntut untuk mampu menjaga kuantitas dan mutu MKS/ CPO dan kernel yang dihasilkannya sehingga sesuai dengan target produksi yang ditetapkan oleh perusahaan. Pengolahan TBS menjadi minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil / CPO) dan kernel, memerlukan tahapan proses tertentu di beberapa stasiun pengolahan yang ada di PMKS (Muthurajah, 2000). Tugas utama bagian PMKS adalah: (1) optimalisasi kapasitas olah, (2) maksimalisasi efektifitas pengutipan minyak, (3) minimalisasi kehilangan minyak dan kernel, (4) optimalisasi keterpaduan antar proses dalam pabrik, (5) minimalisasi stagnasi pabrik, (6) minimalisasi biaya olah, dan (7) optimalisasi pemberdayaan sumber daya manusia. Selama ini pada kenyataannya, proses produksi di PMKS belum dapat memenuhi target rendemen, data mutu minyak dan kernel belum seperti yang diharapkan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari data bulanan kuantitas dan kualitas produksi MKS/CPO yang selalu fluktuatif, sebagaimana yang tampak pada Lampiran 2 (PT Bio Nusantara Teknologi, 2012). Kondisi ini antara lain disebabkan oleh ketidak seragaman varietas tanaman kelapa sawit yang diolah di pabrik (campur antara Tenera, Dura dan Pisifera), ukuran berat TBS sawit yang beragam (Siregar, 2002), disamping mutu TBS sawit yang rendah (Budiyanto, 2007). Faktor lainnya yang menyebabkan belum terpenuhinya target kuantitas dan mutu minyak mentah sawit dan kernel yang dihasilkan PMKS adalah jenis dan kondisi alat mesin yang dipergunakan di pabrik pada umumnya umur ekonominya sudah melewati batasnya, disamping metode pengolahannya yang kurang tepat (Naibaho, 1998). Untuk mengatasi tidak terpenuhinya target kuantitas dan mutu, perusahaan perlu terus melakukan upaya perbaikannya/ Process Improvement (Wayne, 2000) agar keuntungan dari usaha agroindustri kelapa sawit yang dilakukannya tetap bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan keuntungannya (Sukanto, 1997).

Efisiensi dalam suatu proses produksi dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan jika sumber daya yang tersedia dapat dikelola secara efektif dan efisien dengan didukung oleh fasilitas produksi yang handal (Assauri, 2004). Pada suatu industri yang lebih banyak menggunakan sarana mekanisasi dan automatisasi untuk fasilitas produksinya, maka faktor teknis akan memberikan pengaruh yang besar terhadap usaha peningkatan produktivitasnya. Untuk kondisi yang demikian, maka nilai produktivitasnya akan lebih banyak dititik beratkan pada aspek pengembangan teknis dan teknologisnya daripada aspek pengembangan manusianya (Sritomo, 2003). Crosby (2005) menyatakan bahwa kontrol mutu dimulai dari proses produksi. Proses produksi terdiri dari beberapa sub-proses, yang masing-masing menghasilkan produk atau jasa antara. Sebuah proses dapat berlangsung pada satu mesin ataupun beberapa mesin, dengan satu atau beberapa petugas/ operator, yang bekerja secara saling berketergantungan yang membentuk sebuah sistem. Proses selanjutnya adalah pengguna (customer) dari proses di belakangnya. Pada PMKS, pengguna hasil stasiun loading ramp (penampungan sementara TBS) adalah stasiun perebusan (Sterilizing Station), sedangkan pengguna hasil stasiun perebusan adalah stasiun perontokan buah (Threshing Station). Seterusnya, buah yang telah rontok diaduk di stasiun pengadukan (Digesting Station), dan kemudian diekstraksi atau dikempa di stasiun pengepresan (Pressing Station). Setelah buah sawit dikempa, selanjutnya dilakukan pemisahan antara minyak mentah dan biji. Stasiun penjernihan (Clarification Station) akan memproses minyak sawit kasar sampai dihasilkan minyak mentah kelapa sawit yang kemudian disimpan di stasiun penyimpanan (Inventory). Sedangkan stasiun pengolah kernel (Nut Kernel Station) akan mengolah biji hingga menjadi kernel (Pahan, 2008). Oleh karena saling ketergantungan ini, maka setiap stasiun harus beroperasi dengan maksimal sesuai dengan ketentuan Standar Prosedur Operasi (SPO) yang ditetapkan perusahaan. Kegagalan dalam hal ini akan mempengaruhi jumlah jam kerja pabrik dan hilangnya produksi (losses) juga menjadi meningkat. Tahap pengolahan TBS sawit yang pertama di PMKS adalah perebusan atau sterilisasi yang dilakukan dalam bejana bertekanan (sterilizer) dengan menggunakan uap jenuh (saturated steam). Penggunaan uap jenuh memungkinkan terjadinya proses penguapan terhadap air yang ada di dalam buah sawit, yang memang harus dikeluarkan (sebagian) agar memudahkan proses pengambilan minyak sawit yang ada padanya (Kamal, 1999). Media pemanas yang dipergunakan dalam perebusan TBS sawit adalah uap jenuh (saturated steam) berasal dari uap panas yang digunakan untuk menggerakan turbin, yang dilewatkan pada

back pressure vessel (BPV) yang diisi air sehingga uap yang dihasilkan tidak kering. Tekanan uap jenuh yang berasal dari BPV tidak lebih dari 4 (empat) bar dengan temperatur sekitar 142 ºC. Temperatur yang digunakan pada saat perebusan jika lebih dari 142 ºC, kemungkinan mengakibatkan bagian luar buah menjadi hangus atau gosong sehingga kualitas minyak sawit mentah rusak (Sitepu, 2011). Sebaliknya jika perebusannya menggunakan suhu kurang dari 100ºC, bisa mengakibatkan enzim lipase dan enzim lipoksidase pada buah tetap bisa aktif sehingga memicu peningkatan asam lemak bebas (ALB), disamping kandungan kadar air pada buah yang masih tinggi, sehingga dapat menurunkan mutu minyak kelapa sawit yang dihasilkan (Darnoko, 2003). Kamal (2006) juga berpendapat bahwa sterilisasi atau perebusan TBS sawit merupakan tahapan yang sangat penting dalam operasional PMKS, karena proses ini merupakan kunci yang menentukan kuantitas (rendemen) dan kualitas minyak (CPO) dan kernel yang dihasilkan. Menurut Pahan (2008), perebusan TBS sawit bertujuan untuk memudahkan pelepasan berondolan dari janjangan, menonaktifkan aktivitas enzim penstimulir kenaikan asam lemak bebas, memudahkan pemisahan daging buah dari biji, mempermudah proses pemisahan molekul minyak dari daging buah, serta menurunkan kadar air dan merupakan proses pengeringan awal terhadap biji. Operasi perebusan memberi andil sekitar 60 % dari keberhasilan operasi pengolahan TBS sawit di PMKS (Sawitindo, 2012). Oleh karena pentingnya tahap ini, maka operasi perebusan sering dijadikan tolok ukur penyebab kerugian yang dialami perusahaan, jika didapati nilai rendemen minyak kelapa sawitnya (oil effisiency of rendement/ OER) dan kernel yang dihasilkan tidak maksimal dan mutunya rendah. Padahal sudah diyakini bersama, bahwa rendemen minyak sepenuhnya adalah prestasi bagian kebun, bagian pabrik hanya bisa menekan tingkat kehilangan minyak dan kernel yang mungkin terjadi dan menjaga mutu minyak kelapa sawit dan kernel yang dihasilkan. Dalam perebusan TBS sawit, suhu dan lama waktu perebusan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas minyak dan kernel yang dihasilkan (Sivasothy,1993). Kehilangan minyak yang tinggi dan kualitas yang rendah pada proses perebusan, merupakan hal yang dapat merugikan perusahaan. Penambahan tekanan mengakibatkan guncangan - guncangan pada buah sehingga mengakibatkan keluarnya minyak dari mesokarp, yang terikut pada saat air kondensat dikeluarkan dari bejana perebusan (Naibaho, 1998). Sebaliknya waktu yang terlalu singkat akan mengakibatkan kurang lunaknya mesokarp (daging buah) sehingga dapat menyulitkan proses pengolahan tahap berikutnya (Siew, 2012). Selain itu faktor ukuran TBS dan tingkat kematangan buah juga mempengaruhi lama waktu perebusannya (Siregar, 2002). Permasalahan perebusan TBS sawit cukup rumit, karena biasanya tidak semua TBS sawit yang masuk ke pabrik terdiri dari satu varietas dan memiliki tingkat kematangan buah

serta ukuran yang sama. Keadaan yang seperti ini menyebabkan metode perebusan yang tepat sulit ditetapkan, pada umumnya dilakukan dengan cara kompromi antara manager dan asisten pengolahan pabrik (Siregar, 2002). Untuk TBS sawit yang lewat matang, lama waktu perebusan yang diberikan (pada suhu dan tekanan yang sama) tentu tidak sama dengan buah yang mengkal. Buah yang lewat masak cukup memerlukan waktu perebusan yang singkat (<90 menit), sedang untuk buah yang mengkal, memerlukan waktu perebusan yang lebih lama agar TBS sawitnya masak. Ukuran TBS sawit yang lebih kecil, memerlukan waktu perebusan yang lebih singkat daripada ukuran TBS sawit yang besar, karena penetrasi panas steam kedalam TBS sawit yang berukuran kecil akan lebih cepat, sehingga menyebabkan buah lebih cepat masak (Naibaho, 1998). Permasalahan lainnya adalah dari segi peralatan perebusan (tipe sterilizer), perbedaan pabrik pembuat dan usia pakai unit sterilizer-nya, juga akan mempengaruhi metode perebusan yang akan diterapkan. Makin tua usia peralatan yang terbuat dari logam, makin cepat proses perambatan panasnya berlangsung ketika energi panas dikenakan kepadanya, sehingga akan mempercepat proses pemasakan TBS sawit yang diolah. Oleh sebab itu, proses perebusan TBS sawit yang dilaksanakan pada peralatan yang sudah relatif tua usia pakainya, untuk pengenaan suhu dan tekanan yang sama, diperlukan waktu yang lebih singkat. Karena hal- hal inilah maka, standar prosedur operasi (SPO) pada proses perebusan TBS sawit di suatu PMKS bisa berbeda beda dan berubah- ubah isinya, tergantung pada banyak faktor seperti: bahan baku TBS sawitnya, kondisi alat mesin prosesnya dan metode pemrosesannya. Itulah sebabnya mengapa motto yang dikenal dan sangat disadari kebenarannya dikalangan ilmuwan dan pemakai teknik tata cara kerja, adalah Tidak ada cara terbaik, tetapi selalu ada cara yang lebih baik. Selanjutnya, untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, hampir sepenuhnya memerlukan kreatifitas dan ini berarti gagasan yang baru ditentukan dan dianggap baik saat ini, hanyalah bersifat sementara. Jika kemudian diketemukan lagi gagasan baru yang telah terukur lebih baik, maka sistem yang lama harus ditinggalkan dan yang baru harus dijalankan (Sutalaksana, 1979). Demikian juga metode perebusan TBS sawit, perlu terus diperbaiki dan dicari teknik tata cara kerja yang lebih efektif dan effisien, sehingga dapat meningkatkan indeks produktivitas pabriknya. Penelitian mengenai perebusan TBS sawit yang telah dilakukan selama ini sudah cukup banyak. Supriyono dan Bayu (2008), telah dapat menyusun suatu model simulasi berbasis komputer dengan metode Fuzzy untuk mengoptimasi waktu memasak buah kelapa sawit pada stasiun perebusan. Hasil yang didapat menunjukkan adanya hubungan linear antara jumlah TBS sawit yang direbus dan tingkat tekanan steam yang diberikan dengan lama waktu

perebusannya. Antara lain hasil yang diperoleh, untuk jumlah TBS sawit yang direbus 5 ton dengan tekanan steam dua bar, waktu perebusan yang optimum 72 menit. Jika jumlah TBS yang direbus dinaikkan menjadi 10 ton maka waktu perebusan yang optimum adalah 108 menit. Sedangkan untuk jumlah TBS sawit 15 ton dengan pemberian tekanan steam tiga bar, maka waktu perebusan yang optimum adalah 148 menit. Umudee (2013) mencoba melakukan perebusan buah sawit dengan teknik irradiasi gelombang micro, yang hasilnya panas yang diberikan dapat menaikkan suhu mesokarp hingga mencapai 50 C dan dapat menekan laju kenaikan ALB, serta buah bisa disimpan hingga 7 hari. Maya (2013) telah mencoba memanfaatkan teknologi microwave, untuk memasak buah sawit sebagai ganti proses perebusannya dengan sterilizer. Hasilnya, dengan teknologi tersebut buah sawit kurang dari 17 menit sudah bisa masak. Farhana (2009) melakukan percobaan perebusan TBS sawit dengan variasi tekanan (39, 40 dan 41 psig) dan masa rebus (80, 90 dan 100 menit). Hasilnya menunjukkan bahwa pada perebusan dengan tekanan 41 psig dan masa rebus 90 menit, tingkat kehilangan minyak menurun. Junaidah (2013) menemukan bahwa tingkat Deterioration of Bleachability Index (DOBI) minyak kelapa sawit (CPO) yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buahnya. Tingkat DOBI buah lewat matang lebih tinggi dibandingkan dengan buah ranum/ mengkal, pada perebusan dengan suhu antara 80-120 C dan masa rebus antara 20 90 menit. Darnoko (2003) merekomendasikan untuk mendapatkan kualitas minyak sawit mentah yang bagus, suhu perebusan TBS sawit maksimal 135 C, dalam rentang masa rebus antara 80 90 menit. Sitepu (2011), dalam penelitiannya menghitung kebutuhan steam untuk perebusan selama 90 menit, menyarankan mengenakan suhu maksimal 140 C dengan tekanan 3 atm, agar diperoleh kuantitas dan kualitas minyak kelapa sawit (MKS/ CPO) seperti yang diharapkan. Sari (2014) telah melakukan penelitian dengan memanfaatkan teknologi microwave untuk memanaskan TBS sawit hasilnya sebagai berikut : (1) Pengolahan tandan buah segar (TBS) sawit menggunakan pemanasan dengan gelombang mikro (microwave) dapat dilakukan sebagai alternatif proses pengolahan TBS dengan sistem perebusan konvensional, (2) Besarnya panas (daya) dan lama waktu pemanasan mempengaruhi tingkat kemudahan proses perontokan buah sawit, jumlah bahan yang menguap, kadar asam lemak bebas (ALB), dan kadar air minyak sawit, (3) Tingkat kemudahan perontokan buah sawit dan jumlah bahan

yang menguap berbanding lurus dengan besarnya daya dan waktu pemanasan yang diberikan, dan berbanding terbalik terhadap kadar ALB dan kadar air minyak. Semua penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu tersebut, skala percobaannya masih pada level laboratorium, sehingga hasil yang didapat belum bisa langsung diterapkan di pabrik, melainkan harus ditingkatkan skala dimensional variabel-variabelnya agar tepat penerapannya. Padahal untuk kasus-kasus yang melibatkan unsur fisika, kimia dan biokimia didalamnya, belum tentu peningkatan skalanya linear, sehingga akurasi penerapan hasil penelitian tersebut belum tentu dapat sesuai seperti yang diharapkan. Untuk mengatasi kelemahan kelemahan atas penelitian - penelitian terdahulu mengenai perebusan TBS sawit, maka pada penelitian ini, ukuran besarnya objek yang diteliti berikut percobaannya dilaksanakan langsung di pabrik pengolahan minyak kelapa sawit, sehingga hasil yang diperoleh diharapkan langsung bisa diterapkan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan rangkuman riset terdahulu dan analisis awal tentang adanya kelemahan operasi perebusan TBS sawit yang ada selama ini, maka rumusan masalah dalam penelitian ini disusun sebagai berikut: 1. Bagaimanakah sifat fisik hasil rebusan yang diperoleh jika bahan baku yang akan direbus divariasi berdasarkan; ukuran berat tandan, tingkat kematangan buah dan masa rebusnya? 2. Bagaimanakah sifat kimia hasil rebusan yang diperoleh jika bahan baku yang akan direbus divariasi berdasarkan; ukuran berat tandan, tingkat kematangan buah dan masa rebusnya? 3. Bagaimanakah model prediksi hasil rebusan yang bisa disusun untuk mengetahui kualitas hasil rebusan yang paling baik dari variasi bahan baku yang dipilah berdasarkan ukuran berat tandan, tingkat kematangan buah dan masa rebusnya? 4. Pada masa rebus berapa menit-kah variasi bahan baku TBS sawit yang dipilah atas dasar ukuran berat tandan dan tingkat kematangan buah dapat menghasilkan mutu hasil rebusan paling baik? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh variasi ukuran berat tandan, tingkat kematangan buah dan masa rebus terhadap sifat fisik hasil rebusan yang diamati dari indikator: Evaporasi TBS,

Jumlah buah hilang di janjang kosong, Kapasitas kerja pemisahan mesokarp, Persentase berat mesokarp dan Jumlah kernel pecah. 2. Mengetahui pengaruh variasi ukuran berat tandan, tingkat kematangan buah dan masa rebus terhadap sifat kimia hasil rebusan yang diamati dari indikator: Kadar ALB dan Indeks DOBI. 3. Menemukan model prediksi respon hasil rebusan dari perlakuan variasi ukuran berat tandan, tingkat kematangan buah dan masa rebusnya untuk mengetahui kualitas hasil rebusan yang paling baik. 4. Menentukan masa rebus yang paling baik bagi kondisi variasi bahan baku TBS sawit yang dipilah berdasarkan ukuran berat tandan dan tingkat kematangan buahnya, untuk mendapatkan mutu hasil rebusan yang paling baik. D. Manfaat Penelitian 1. Memberi kontribusi terhadap pembaharuan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi; a. Penelitian ini dapat mengungkapkan karakteristik dan metode perebusan yang tepat pada operasi sterilizer tipe horizontal bagi bahan baku TBS yang dipilah atas dasar ; ukuran berat, tingkat kematangan buah dan masa rebus yang ditetapkan. Penemuan atas metode perebusan yang tepat diharapkan dapat menjamin kuantitas dan kualitas minyak kelapa sawit dan kernel yang dihasilkan, sebagaimana yang ditargetkan perusahaan. b. Penelitian tentang perebusan TBS sawit yang dilaksanakan langsung di pabrik belum pernah/jarang dilakukan, sehingga hasil penelitian ini selain bermanfaat bagi PT Bio Nusantara Teknologi Bengkulu juga sangat berguna bagi perusahaan lain (terutama) yang menggunakan sistem perebusan yang sama. 2. Keunggulan dalam memecahkan masalah pembangunan a. Penemuan metode perebusan tandan buah segar sawit yang jitu bagi suatu industri pengolahan minyak mentah sawit dan kernel dapat menjamin kepastian kuantitas dan kualitas produksinya, sehingga keuntungan bisnisnya terjamin. Dampaknya adalah pendataan atas pemasukan pendapatan bagi negara, dari sektor agroindusti perkebunan kelapa sawit dapat terdeteksi dengan tepat. b. Kerjasama penelitian antara akademisi dan Perusahaan, khususnya bidang Agroindustri Perkebunan Kelapa Sawit dapat membawa dampak bagi pengembangan iptek dan kemajuan perusahaan. Hasil dari kerjasama penelitian yang dilakukan bagi akademisi dapat menjadi wahana transformasi ilmu kepada mahasiswa, sedangkan

bagi perusahaan antara lain akan mendapatkan masukan baru tentang operasi perebusan TBS sawit yang dipilah bahan bakunya atas dasar ukuran berat, tingkat kematangan buah dan masa rebusnya. Kerjasama Akademisi Pebisnis seperti ini, secara tidak langsung ikut menjaga kelestarian usaha agroindustri perkebunan kelapa sawit (yang merupakan penyumbang devisa terbesar bagi negara dari sub sektor perkebunan), yang juga mempertahankan keberlangsungan usaha bagi masyarakat yang bekerja pada sektor itu. E. Kebaruan Penelitian (Novelty) Penelitian mengenai perebusan tandan buah segar (TBS) sawit dengan variasi ukuran berat tandan, tingkat kematangan buah dan masa rebus, pada sterilizer tipe horizontal menghasilkan temuan baru berupa: 1. Model prediksi respon sifat fisik (evaporasi, jumlah buah hilang, kapasitas kerja pemisahan mesokarp, persentase berat mesokarp dan jumlah kernel pecah) hasil rebusan. 2. Model prediksi respon sifat kimia (kadar ALB dan DOBI) hasil rebusan. 3. Metode penentuan masa rebus yang paling tepat bagi variasi bahan baku (TBS) sawit, yang dipilah atas dasar ukuran berat tandan dan tingkat kematangan buahnya.