ANALISIS YURIDIS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN PASCA PERCERAIAN (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BUKIT TINGGI NOMOR 618/PDT.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk menaaati

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

SYAHRUL BASYAR BIN H. OMY

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN PADA KANTOR CATATAN SIPIL TERHADAP HARTA BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF INDONESIA SERTA PRAKTEK PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

P U T U S A N Nomor 38/Pdt.G/2013/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

TINJAUAN YURIDIS SENGKETA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga)

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PUTUSAN. Nomor 31/Pdt.G/2009/PTA.Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

ASPEK YURIDIS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN (TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA)

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN PIHAK LAKI-LAKI (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Klaten) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN. (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

Oleh: RIZKI AL KHAFIT C

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kepada Pengadilan Agama Malang yang Penggugat dan Tergugat sama-sama

DASAR DAN PERTIMBANGAN HAKIM TIDAK MENERIMA DAN MENOLAK GUGATAN PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI (STUDI DALAM PERSPEKTIF PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

PUTUSAN. Nomor 0015/Pdt.G/2015/PTA.Pdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, untuk jangka waktu yang selama mungkin. 1 Berdasarkan

Oleh: Mochammad Nasichin ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI. (Studi Kasus Pada Putusan Mahkmah Agung. Nomor: 1996 K/Pdt/2012)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

BAB IV. Agama Surabaya Tentang Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Tuban. itu juga termasuk di dalamnya surat-surat berharga dan intelektual.

Lex Administratum, Vol. V/No. 5/Jul/2017. Kata kunci: Penyelesaian sengketa, harta bersama, agunan, perceraian.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan

KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

P U T U S A N. Nomor; XXX/Pdt.G/2012/MS-Aceh

BAB IV. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menetapkan harta bersama tanpa ada. dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan harta bersama tanpa ada

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

P U T S A N. Nomor 0828/Pdt.G/2015/PA.Pas BISSMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA. A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Menggunakan atau Tidak

BAB I PENDAHULUAN. tujuan utamanya adalah memperoleh keturunan guna melanjutkan. kebutuhan keluarga, termasuk di dalamnya suami, istri dan anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2014/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat maupun hukum Islam. Dalam hukum adat, harta bersama. masing-masing pihak baik suami maupun istri adalah merupakan harta

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KELAS IA PADANG

HAK ASUH ANAK DALAM PERCERAIAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DALAM HAL TERJADINYA PERCERAIAN ANTARA SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang.

PERJANJIAN KAWIN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perkawinan dengan Perjanjian Kawin di Kabupaten

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN. A. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan. adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan.

P U T U S A N Nomor 84/Pdt.G/2014/MS-Aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

PUTUSAN Nomor 975/Pdt.G/2014/PA.Pas

P U T U S A N Nomor : 0002/Pdt.G/2014/PTA.Pdg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

Transkripsi:

Desicha Ratna Dewi - 1 ANALISIS YURIDIS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN PASCA PERCERAIAN (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BUKIT TINGGI NOMOR 618/PDT.G/2012/PA.BKT DAN YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 120K/SIP/1960) DESICHA RATNA DEWI ABSTRACT The settlement of joint property after divorce is stipulated in Article 37 on the Marriage Law which states that in case a marriage is dissolved due to a divorce, the joint property is stipulated accordingly to respected laws. Yet in practice the Religious Court Ruling stands more in the position that joint property after divorce must he divided equally between the divorced husband and wife. However, over the time, the Ruling of Religious Court at Bukit Tinggi No 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt states that joint property is divided with one-third for the husband and two-third for the wife. The ruling of Religious Court at Bukit Tinggi No. 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt decision not to follow the provisions of the Marriage Act and the compilation of Islamic law and jurisprudence of the Supreme Court rule No. 120K / Sip / 1960 by some religious court judge still followed. Religion Hill High Court judge is a justice of the view if it does not divide the joint property is not as large, the division of joint property upon divorce is considered a sense of justice are taken into consideration in determining the portion of the part of joint property. Keywords: Divorce, Share of Property, Joint Property. I. Pendahuluan Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan setiap manusia. Perkawinan bertujuan untuk selamanya dan kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi pasangan suami istri yang bersangkutan. Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. 1 Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal merupakan tujuan ideal yang tinggi dan mencakup pengertian jasmani dan rohani 1 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1974), hlm.47.

Desicha Ratna Dewi - 2 yang melahirkan keturunan, 2 sehingga dapat diartikan bahwa perkawinan haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja. Pemutusan karena sebab-sebab lain selain kematian diberikan suatu pembatasan yang ketat. Sehingga suatu pemutusan ikatan perkawinan yang berupa perceraian hidup merupakan jalan terakhir, karena setelah itu tidak ada jalan yang lain. 3 Setelah adanya perceraian, maka timbul masalah baru yaitu bagaimana dengan pembagian harta bersama yang ada dalam perkawinan tersebut. Penyelesaian harta bersama dalam perceraian menurut ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dalam penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, yang dimaksud dengan hukum masing-masing adalah hukum adat, agama, dan hukum lainnya. 4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sampai sejauh ini hanya ada satu putusan Pengadilan Agama yang tidak membagi harta bersama menjadi dua bagian sama besar, yaitu Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt yang menetapkan dalam amar putusannya bahwa harta bersama dalam perkawinan dibagi menjadi 1/3 bagian untuk suami dan 2/3 bagian untuk istri. Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt mengenai pembagian harta bersama setelah perceraian lebih mempertimbangkan rasa keadilan yang dijadikan pertimbangan dalam menetapkan porsi bagian dari harta bersama tersebut. Namun demikian, putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt apabila dibandingkan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung yang dilaksanakan pada hampir seluruh putusan Pengadilan Agama di Indonesia, putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi tersebut sangat bertolak 2 Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: CV. Rajawali, 1986), hlm.3. 3 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976), hlm.16. 4 Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Beserta Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: CV Gitama Jaya, 2003), hlm.123.

Desicha Ratna Dewi - 3 belakang, atau dengan kata lain tidak mengikuti kaidah Yurisprudensi Mahkamah Agung yang berlaku. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ketentuan hukum pembagian harta bersama pasca perceraian suami istri menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI? 2. Bagaimana pembagian harta bersama pasca perceraian suami istri dalam Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt menurut Undang-Undang Perkawinan, KHI dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 120K/Sip/1960? 3. Bagaimana pelaksanaan pembagian harta bersama suami istri pasca perceraian di lingkungan Pengadilan Agama Medan Sesuai dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisa ketentuan hukum pembagian harta bersama pasca perceraian suami istri menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa pembagian harta bersama pasca perceraian suami istri dalam Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt menurut Undang-Undang Perkawinan, KHI dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 120K/Sip/1960. 3. Untuk mengetahui dan menganalisa pelaksanaan pembagian harta bersama suami istri pasca perceraian di lingkungan Pengadilan Agama Medan. II. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, dengan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari: 1. Bahan hukum primer yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Undang-

Desicha Ratna Dewi - 4 Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan dengan permasalahan harta bersama dalam perkawinan pasca perceraian. 2. Bahan hukum sekunder yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasilhasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari para ahli hukum, serta dokumendokumen lain yang berkaitan dengan masalah dengan permasalahan harta bersama dalam perkawinan pasca perceraian. 3. Bahan hukum tertier yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, surat kabar, makalah yang berkaitan dengan objek penelitian. 5 III.Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Ketentuan Hukum Pembagian Harta Bersama Pasca Perceraian Suami Istri Menurut Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Tentang Harta Bersama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Bab VII diberi nama dengan judul Bab Harta Benda dalam Perkawinan. Harta bersama diatur dalam dalam Bab VII itu pada Pasal 35, 36 dan 37. Sebagaimana ketentuan dalam KUHPerdata, mulai saat perkawinan dilangsungkan secara hukum berlakulah kesatuan bulat antara harta kekayaan suamiistri. Persatuan itu sepanjang perkawinan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami-istri. Jika bermaksud mengadakan penyimpangan dari ketentuan itu, suami-istri itu harus menempuh jalan dengan membuat perjanjian kawin yang diatur sebagaimana dalam Pasal 139-154 KUHPerdata. Menurut Pasal 35-37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah 5 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm.53.

Desicha Ratna Dewi - 5 pengawasan masing-masing suami istri sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Suami atau istri dapat bertindak untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu atas harta bersama itu atas persetujuan kedua belah pihak. Suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bersama tersebut. Apabila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama tersebut diatur menurut hukum masing-masing. Menurut Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 94 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta pribadi masingmasing. Mereka bebas menentukan harta tersebut tanpa campur tangan suami atau istri untuk menjual, menghibahkan atau mengagunkan. Tidak diperlukan bantuan hukum dari suami untuk melakukan tindakan hukum terhadap harta pribadi masingmasing suami-istri. Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 86 Kompilasi Hukum Islam di mana ditegaskan bahwa tidak ada percampuran antara harta pribadi suamiistri karena perkawinan. Baik harta istri maupun harta suami tetap mutlak menjadi hak istri dan hak suami dikuasai penuh oleh masing-masing suami dan istri. Adapun harta yang menjadi milik pribadi suami-istri adalah : (1) Harta bawaan, yaitu harta yang sudah ada sebelum perkawinan dan (2) Harta yang diperoleh masing-masing selama perkawinan tetapi terbatas pada perolehan yang berbentuk hadiah, hibah dan warisan. Diluar jenis ini semua harta langsung menjadi harta bersama dalam perkawinan. Semua harta kekayaan yang diperoleh suami-istri selama ikatan perkawinan menjadi harta bersama, baik harta tersebut diperoleh secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Demikian juga dengan harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung adalah menjadi harta bersama, tidak menjadi soal apakah istri atau suami yang membeli, tidak menjadi masalah apakah istri atau suami

Desicha Ratna Dewi - 6 mengetahui pada saat pembelian itu, dan juga tidak menjadi masalah atas nama siapa harta itu didaftarkan. 6 B. Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 618/Pdt.G/2012/Pa.Bkt Menurut Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam Dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 120k/Sip/1960 Tentang Pembagian Harta Bersama Pasca Perceraian Suami Istri Majelis berpendapat bahwa bagian untuk suami (Penggugat) hanya mendapat 1/3 bagian dari harta bersama dan bagian untuk isteri (Tergugat) mendapat 2/3 bagian sebagaimana yang akan dituangkan dalam amar putusan. Majelis Hakim berpendapat karena harta yang diperoleh (tanah dan bangunan) selama perkawinan Penggugat dengan Tergugat selama ini lebih dominan usaha dari Tergugat, dengan demikian tidak sepantasnya/ sepatutnya harta yang didapat selama perkawinan dibagi sama antara Penggugat dengan Tergugat. Sedangkan terhadap barang dagangan/barang harian yang merupakan barang bergerak harta bersama Penggugat dengan Tergugat yang belum dibagi dan menjadi objek perkara, oleh Penggugat diperkirakan nilainya sebanyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) agar dibagi 1/2 (satu per dua) bagian untuk Penggugat dan 1/2 (satu per dua) bagian untuk Tergugat. Gugatan Penggugat terhadap dagangan barang harian tersebut tidak disebutkan jenis barang, jumlah barang, kondisi barang dan keadaan barang, akan tetapi hanya memperkirakan nilai seluruh barang-barang tersebut sejumlah Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah). Atas gugatan Penggugat terhadap isi toko barang harian tersebut, maka majelis berpendapat bahwa barang harian tersebut merupakan harta bersama yang tidak dapat dibagi karena tidak menyebutkan jenis barang, jumlah barang, kondisi barang dan keadaan barang. Setelah Majelis mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas, maka Majelis berpendapat bahwa terhadap gugatan Penggugat atas dagangan barang harian harus dinyatakan ditolak, sementara terhadap gugatan Penggugat atas 6 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian, Pentingnya Perjanjian Perkawinan Untuk Mengantisipasi Masalah Harta Gono Gini, Cet.1, (Jakarta: Visimedia, 2008), hlm.37.

Desicha Ratna Dewi - 7 harta bersama (tanah dan bangunan) diterima dengan pembagian 1/3 bagian untuk suami (Penggugat) dan 2/3 bagian untuk isteri (Tergugat). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebagian, dan menolak selebihnya. Perkara harta bersama adalah merupakan bagian dari perkara bidang perkawinan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka biaya perkara dibebankan kepada Penggugat konvensi/tergugat rekonvensi, konvensi. Maka dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Agama Bukit Tinggi memutuskan: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2. Menetapkan harta bersama Penggugat dengan Tergugat adalah: Sebidang tanah seluas 200 M2 (dua ratus meter bujur sangkar), terletak di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Agam, dengan SHM Nomor. 32/ Desa Kubang Putiah Ateh, SU No. 05.07.05/2000, yang pemegang haknya atas nama Tergugat, demikian berikut segala apa yang ada dan berdiri di atasnya berupa 2 petak toko Permanen berlantai 1 dengan ukuran 10 m x 14 m; setelah dikeluarkan harta bawaan Tergugat 31 emas dan harta keluarga Tergugat yang dipakai untuk membangun toko tersebut sejumlah 12 emas. 3. Menetapkan harta bersama pada diktum angka 2 di atas dibagi dengan ketentuan 1/3 (satu per tiga) bagian untuk Penggugat dan 2/3 (dua per tiga) bagian lagi adalah hak Tergugat. 4. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan 1/3 (satu pertiga) bagian yang menjadi hak Penggugat, dan 2/3 (dua pertiga) bagian menjadi hak Tergugat dengan catatan, apabila tidak dapat dibagi secara in natura, maka dapat dilakukan dengan jalan lelang atau konpensasi. 5. Menolak selain dan selebihnya.

Desicha Ratna Dewi - 8 6. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 2.451.000,- (dua juta empat ratus lima puluh satu ribu rupiah). C. Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama Suami Istri Pasca Perceraian Di Lingkungan Pengadilan Agama Medan Berdasarkan ketentuan ketentuan pasal 37 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing, yang dimaksud hukum masing-masing ini ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lain-lainnya. 7 Pembagian menurut hukum masing-masing ini yang akan menjadi benturan dalam penggunaan hukum yang berlaku yang dikenal dengan conflict of law karena pengaturan harta benda perkawinan dan pembagian harta bersama pasca perceraian menurut hukum agama dan hukum adat berbeda yang memiliki aturan masingmasing. Penjelasan ketentuan pasal 37 UU Nomor 1 Tahun 1974 memberi jalan pembagian sebagai berikut: 8 1. Dilakukan berdasarkan hukum agama jika hukum agama itu merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam mengatur tata cara perceraian; 2. Aturan pembagiannya akan dilakukan menurut hukum adat, jika hukum tersebut merupakan kesadaran yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan; 3. Atau hukum-hukum lainnya. Apabila dilihat dengan menggunakan hukum agama Islam bila pihak suami istri beragama Islam maka pengaturan mengenai harta benda perkawinan menurut hukum Islam tidak mengenal harta bersama. Hukum Islam di bidang perkawinan merumuskan apabila terjadi perkawinan maka tidak membawa akibat apa-apa terhadap kekayaan masing-masing pihak. Harta istri tetap menjadi hak milik yang hlm.125. 7 Wahjono Darmabrata, Op.Cit., hlm.123. 8 M Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: CV Zahir Trading Co, 1975),

Desicha Ratna Dewi - 9 berada dalam kekuasaan dan penguasaannya dimana ia berhak sepenuhnya untuk memindahkan, menjual atau menghibahkannya tanpa persetujuan suami, demikian juga sebaliknya suami tetap menjadi pemilik yang mutlak dari segala harta kekayaan yang dibawanya kedalam perkawinan. 9 Di sisi lain, pengaturan menurut KHI yang merujuk pada hukum Islam sedikit berbeda karena selain terpisahnya harta pribadi suami dan istri, KHI mengatur juga mengenai harta bersama yang tercantum dalam ketentuan pasal 85 KHI. Pada ketentuan pasal 88 KHI, apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri tentang harta bersama maka penyelesaian perselisihan itu diajukan ke Pengadilan Agama. Bagi suami dan istri yang beragama bukan Islam mengajukan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Negeri. Berdasarkan yurisprudensi pada keputusan-keputusan Pengadilan tentang pembagian harta bersama pasca perceraian, harta bersama yang diperoleh selama perkawinan harus dibagi dua bersama antara suami dan istri. Hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 389/1971 tanggal 30 Desember 1971 jo Mahkamah Agung Nomor 31 R/Sip/1972 tanggal 25 Mei 1973 jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 129/1972 tanggal 2 Juli 1973 jo. Pengadilan Tinggi Medan Nomor 358/1973 tanggal 2 Juli 1973 jo. Pengadilan Tinggi Tasik Malaya Nomor 44/1967 tanggal 27 Maret 1968 jo. Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 198/1969 tanggal 3 Desember 1970 jo. Pengadilan Tinggi Tegal Nomor 27/1971 tanggal 16 Maret 1972. 10 Dalam yurisprudensi hampir di seluruh Indonesia, mendahului ketentuan pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah menerima lembaga harta syarikat/ harta bersama sebagai suatu kenyataan kesadaran hukum yang hidup dalam stelsel kekeluargaan masyarakat Indonesia dengan istilah yang berbeda masingmasing daerah dengan sebutan harta Raja Kaya, harta gono-gini. 11 9 Ibid., hlm.116. 10 Ibid., hlm.127. 11 Ibid., hlm.118.

Desicha Ratna Dewi - 10 Masyarakat patrilinial Tapanuli Selatan tidak mengenal harta pencaharian bersama selama perkawinan dan Hukum Islam tidak mengenal harta syarikat/harta bersama, akan tetapi sesuai dengan perkembangan kesadaran hukum Indonesia dipandang adil bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan adalah harta syarikat yang harus dibagi dua apabila terjadi perceraian. Hal ini diputuskan oleh Mahkamah Agung Nomor 1031 K/Sip/1972 tanggal 23 Mei 1973 menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 16/1972 tanggal 11 Maret 1972. 12 Pembagian harta bersama pasca perkawinan di Kota Medan sendiri, menurut Hakim Pengadilan Agama Medan berpandangan bahwa pembagian harta bersama dalam perkawinan pasca perceraian harus dibagi dua sama rata antara suami dan istri. Selama harta tersebut merupakan harta bersama atau dengan kata lain harta yang diperoleh suami istri selama perkawinan berlangsung, maka baik suami atau istri masing-masing berhak atas setengah bagian harta bersama sama besar yaitu 1/2 bagian secara seimbang. 13 Mengenai pembagian harta bersama dalam perkawinan di lingkungan Pengadilan Agama Medan berpedoman pada ketentuan Pasal 97 KHI dimana suami dan istri yang bercerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 14 Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt yang menetapkan dalam amar putusannya bahwa harta bersama dalam perkawinan dibagi menjadi 1/3 bagian untuk suami dan 2/3 bagian untuk istri tersebut, merupakan pertimbangan Hakim Pengadilan Bukit Tinggi yang didasarkan pertimbangan tertentu, sehingga tidak menutup kemungkinan pembagian harta bersama pasca perceraian tersebut tidak dibagi 1/2 bagian sama rata, hanya saja di Pengadilan 12 Ibid. 13 Hasil wawancara dengan Bapak H. Abdul Halim Ibrahim, Hakim Pengadilan Agama Medan, tanggal 27 Maret 2015. 14 Hasil wawancara dengan Bapak H. Abdul Halim Ibrahim, Hakim Pengadilan Agama Medan, tanggal 27 Maret 2015

Desicha Ratna Dewi - 11 Agama Kota Medan praktek pembagian harta bersama selalu dibagi dua sama besar antara suami istri yang bercerai. 15 IV.Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan 1. Ketentuan hukum hal pembagian harta bersama pasca perceraian suami istri menurut ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah apabila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing. Dalam penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, yang dimaksud dengan hukum masing-masing adalah hukum adat, agama, dan hukum lainnya. Sedangkan pembagian harta bersama menurut ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam adalah Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Perjanjian kawin yang merupakan pengecualian atas ketentuan penyatuan harta bersama tersebut dilakukan sebelum perkawinan dilangsungkan. 2. Putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi Nomor 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt dalam perkara pembagian harta bersama pasca perceraian suami istri adalah menetapkan harta bersama dalam perkawinan dibagi dengan ketentuan 1/3 (satu per tiga) bagian untuk suami dan 2/3 (dua per tiga) bagian lagi adalah hak istri. Maka putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi tersebut tidak mengikuti ketentuan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam serta kaidah yurisprudensi Mahkamah Agung yang oleh sebagian Hakim Pengadilan Agama tetap diikuti, dengan kata lain putusan Pengadilan Bukit Tinggi tersebut sangat bertolak belakang dan bertentangan. Hakim Pengadilan Agama Bukit Tinggi berpandangan adalah suatu keadilan apabila tidak membagi harta bersama tersebut tidak sama besar, pembagian harta bersama setelah perceraian lebih mempertimbangkan rasa keadilan yang dijadikan pertimbangan dalam menetapkan porsi bagian dari harta bersama tersebut. 15 Hasil wawancara dengan Bapak H. Abdul Halim Ibrahim, Hakim Pengadilan Agama Medan, tanggal 27 Maret 2015

Desicha Ratna Dewi - 12 3. Pelaksanaan pembagian harta bersama suami istri pasca perceraian di lingkungan Pengadilan Agama Medan adalah bahwa pembagian harta bersama dalam perkawinan pasca perceraian harus dibagi dua sama rata antara suami dan istri. Selama harta tersebut merupakan harta bersama atau dengan kata lain harta yang diperoleh suami istri selama perkawinan berlangsung, maka baik suami atau istri masing-masing berhak atas setengah bagian harta bersama sama besar yaitu 1/2 bagian secara seimbang, pembagian harta bersama dalam perkawinan tersebut berpedoman pada ketentuan Pasal 97 KHI dimana suami dan istri yang bercerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. B. Saran 1. Agar tidak menimbulkan permasalahan apabila terjadi perceraian sebaiknya pasangan suami istri membuat daftar mengenai perolehan harta bawaan masingmasing suami istri sebelum dan sepanjang perkawinan berlangsung sehingga memudahkan menentukan asal-usul harta benda dalam perkawinan, selain itu apabila sebelum perkawinan berlangsung pihak suami atau istri memiliki harta bawaan, maka harta tersebut harus diperjanjikan sebelum perkawinan menjadi harta pribadi suami atau istri. 2. Dengan semakin maraknya kasus perceraian sekarang ini maka disarankan dengan diberikan penyuluhan oleh Kantor Catatan Sipil setempat dimana ditujukan kepada semua calon mempelai pria dan calon mempelai wanita sebelum mereka melangsungkan perkawinan. Dalam penyuluhan tersebut diberikan pandangan/pengertian mengenai apa saja yang menjadi hak-hak dan kewajibankewajiban antara suami-istri dan mengenai pengurusan harta dalam perkawinan. Agar mereka mengerti/menyadari akan pentingnya hal tersebut. Sehingga nantinya tidak lagi terjadi keributan dalam berumah tangga. Dan berharap seperti tujuan perkawinan yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan, yaitu perkawinan yang bahagia dan kekal.

Desicha Ratna Dewi - 13 3. Dalam Undang-undang Perkawinan hanya ditemukan 1 (satu) pasal saja yang mengatur harta bersama karena perceraian, yaitu Pasal 37, yang pada dasarnya mengembalikan pembagian harta pasca perceraian pada hukumnya masingmasing. Ketentuan tersebut kurang/tidak memadai sehingga dibutuhkan adanya ketentuan/aturan hukum yang lebih memadai. Oleh karenanya, akan menimbulkan kebingungan dari para pihak dalam menentukan hukum mana yang akan mereka pakai apabila menganut hukum yang berbeda antara suami-istri yang akan bercerai. Seharusnya dibentuk peraturan baru yang membahas mengenai pembagian harta bersama dalam perkawinan pasca perceraian. I. Daftar Pustaka Darmabrata, Wahyono. Tinjauan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Beserta Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta: CV Gitama Jaya. 2003. Harahap, M. Yahya. Hukum Perkawinan Nasional. Medan: CV Zahir Trading Co. 1975.. Hukum Perkawinan Nasional. Medan: CV. Rajawali. 1986. Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Cet. 2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006. Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1976. Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1990. Susanto, Happy. Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian, Pentingnya Perjanjian Perkawinan Untuk Mengantisipasi Masalah Harta Gono Gini. Cet.1. Jakarta: Visimedia. 2008. Thalib, Sayuti. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: UI Press. 1974.