BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut dr. Andre Yanuar, MD, M.Med, FICS, yang diwawancarai melalui via e- mail yang direspon pada 27 September 2015 pukul 11:14, anak-anak usia 5-14 tahun dalam aktifitasnya sehari-hari dapat mengalami cedera tulang dengan mudah, dapat disebabkan karena jatuh saat bermain, cedera olah raga, kecelakaan lalu lintas ataupun karena kekerasan fisik pada anak. Anak-anak juga rentan mengalami cedera tulang pada usia tersebut, dikarenakan anak belum sadar akan bahaya yang dapat terjadi pada tulangnya saat anak beraktifitas. Kuschithawati menambahkan (2007), anak berusia 5-20 tahun mulai bereksperimen dan tidak dapat bereaksi terhadap bahaya. Kondisi lainnya diakibatkan kurangnya pengawasan, dan terlalu aktif (hlm. 132) dan menurut laman Ikatan Dokter Anak Indonesia yang diakses pada 14 September 2015, anak-anak berusia 2 tahun atau lebih mulai beraktifitas fisik dan bervariasi. Selain itu anak memiliki struktur dan kekuatan tulang yang belum kuat sehingga tulang anak rentan terhadap cedera. Cedera tulang merupakan terganggunya kesinambungan tulang yang dapat disertai dengan terganggunya fungsi tulang. Masyarakat perlu diedukasi mengenai cedera tulang karena penanganan yang salah seperti dipijat atau diurut seringkali berakhir dengan kecacatan permanen. Hal yang sama juga dijelaskan oleh dr. Tjie Haming Setiadi, Sp. RM. yang diwawancarai secara langsung oleh penulis pada 25 September 2015. Salah satu contohnya adalah kasus seorang anak yang 1
mengalamai patah tulang dalam artikel berita yang diambil dari kompasiana.com, diakses pada 1 Oktober 2015, anak tersebut mengalami patah tulang lengan bawah dan sang ayah membawanya ke pengobatan alternatif. Namun hasilnya jari-jari tangan bagian kiri anaknya tidak bisa ditekuk dan menggenggam. Berdasarkan pengamatan penulis dari banyaknya buku ilmiah dan referensi visual yang penulis cari di toko buku, cukup sulit untuk mencari buku pengetahuan yang membahas spesifik tentang tulang manusia. Referensi mengenai tulang yang ada pada umumnya tergabung dalam buku ilmu pengetahuan alam atau sains sekolah dasar. Ada buku ilustrasi mengenai pengetahuan dasar rangka manusia namun belum ada buku ilustrasi interaktif yang mengedukasi anak mengenai jenis cedera tulang, pencegahan cedera tulang dan penanganan cedera melalui bimbingan orang tua. dr. Tjie Haming Setiadi, Sp. RM. menjelaskan, potensi cedera tulang pada anak menjadi besar karena masih kurangnya pengetahuan anak dan orang tua tentang resiko cedera tulang. Sementara penanganan yang salah akan cedera tulang dapat berakhir dengan kecacatan permanen yang tidak bisa disembuhkan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 memperkirakan jumlah anak penyandang cacat berkaitan dengan tulang di Indonesia sekitar 7-10% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 295.250 anak yang berada di masyarakat dalam pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga (hlm. 6). Maka dari itu, dibutuhkan sebuah media informasi yang dapat memberikan edukasi mengenai cedera tulang. 2
Menurut Haslam, munculnya digital teknologi tetap tidak dapat menggantikan buku karena membaca dari layar komputer tidak senyaman jika membaca langsung dari buku yang dicetak (hlm. 12). Zeegen (2009) menjelaskan bahwa buku ilustrasi anak sangat dikenal pada masyarakat sekarang ini. bertahuntahun setelah mereka membaca buku ilustrasi anak, mereka masih dapat mengingat ceritanya karena buku ilustrasi anak memiliki bagian khusus pada ingatan anak-anak (hlm. 114-115). Kemudian dijelaskan oleh Carrington & Harding (2014), buku ilustrasi interaktif anak-anak merupakan buku karakteristik inovatif dengan material yang tidak biasa dan dengan kontennya yang bersifat lebih lama diingat pada masa anak-anak (hlm. 108). Oleh karena itu, penulis akan membuat tugas akhir dengan judul Perancangan Buku Ilustrasi tentang Cedera Tulang untuk Anak yang membahas pengetahuan tentang jenis cedera tulang, pencegahan cedera tulang dan penanganan cedera tulang sehingga anak-anak dapat mencegah cedera tulang sedini mungkin melalui bimbingan orang tua. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana perancangan buku ilustrasi interaktif tentang cedera tulang untuk anak? 1.3. Batasan Masalah Menurut Shimp (2003), karakteristik konsumen secara independen dalam merespon komunikasi pemasaran terbagi menjadi tiga karakteristik, yaitu karakteristik demografi, psikografi, dan geodemografi. Demografis terdiri atas karakteristik seperti usia, penghasilan, dan etnis. Psikografis mempresentasikan sebuah kombinasi dari aktivitas, ketertarikan, dan opini konsumen. 3
Geodemografis merupakan orang yang menetap di area yang sama, memiliki persamaan dalam demografi dan gaya hidup (hlm. 118-151), dan Suyanto (2004) membagi pasar dalam unit geografis seperti wilayah, negara, propinsi, kota dan kepulauan (hlm. 5). Ruang lingkup pembahasan Tugas Akhir ini akan dibatasi pada: 1. Demografis A. Target primer Usia: 5-14 tahun. Jenis Kelamin: Laki-laki dan perempuan. B. Target sekunder Orang tua Jenis Kelamin: Laki-laki dan perempuan. Pendapatan: SES A dan B 2. Geografis Provinsi: DKI Jakarta 3. Psikografis Anak-anak yang mulai beraktivitas fisik dan bervariasi, maksudnya adalah anak-anak yang mulai bereksperimen dan tidak dapat bereaksi terhadap bahaya. Kondisi lainnya karena kurangnya pengawasan, bebas melakukan kegiatan apapun, kecanggungan, dan terlalu aktif. 4. Geodemografis Hunian: Perkotaan. 4
1.4. Tujuan Tugas Akhir Merancang buku ilustrasi interaktif tentang cedera tulang untuk anak. 1.5. Manfaat Tugas Akhir Perancangan buku ilustrasi interaktif ini diharapkan: 1. Memudahkan anak-anak dalam menyerap pengetahuan tentang cedera tulang melalui buku ilustrasi. 2. Mencegah cedera tulang sedini mungkin. 3. Menjadi sarana edukasi bagi anak-anak tentang cedera tulang. 1.6. Metode Pengumpulan Data Dalam perancangan buku ilustrasi ini didasari oleh beberapa metode pengumpulan data kualitatif yang dijelaskan oleh Daymon & Holloway (2008), yaitu wawancara dan observasi serta dengan pengumpulan data kuantitatif berupa kuesioner sebagai data primer yang digunakan penulis dalam perancangan tugas akhir. 1.6.1. Data Primer 1. Wawancara Wawancara merupakan metode untuk mengeksplorasi perspektif dan persepsi informan. Wawancara lebih dari sekedar percakapan, terdapat suatu tujuan dan biasanya memiliki bentuk struktur. Wawancara sebagai metode dasar untuk pendapat dan keyakinan mereka mengenai situasi, isu, atau produk tertentu. (hlm. 258-262). Wawancara yang penulis lakukan guna mendapatkan data secara langsung melalui narasumber yang nantinya data 5
tersebut akan dijadikan informasi dalam penyampaian pesan secara tepat. Penulis melakukan wawancara secara langsung dan tidak langsung (email) kepada narasumber yang bersangkutan. 2. Observasi Observasi merupakan proses yang umum dikenal oleh sebagian besar dari kita dan merupakan dasar fundamental dari semua metode riset yang memberi makna penting ihwa mengakses dan memahami cara-cara yang digunakan orang-orang dalam bertindak dan berinteraksi secara komunikatif. Kekuatan observasi yaitu metodenya yang lebih tersamar dan lebih sedikit mengintervensi atau mengganggu latar/informan. (hlm. 319-324). Penulis akan melakukan pencarian data dengan mencatat informasi seobyektif mungkin melalui apa yang penulis lihat di toko buku tersebut. 3. Kuesioner Menurut Hamdi dan Bahruddin, kuesioner digunakan untuk mengumpulkan informasi dari subjek dan dapat menggunakan pertanyaan atau pernyataan (hlm. 54). Informasi yang penulis kumpulkan melalui pengajuan pertanyaan secara tertulis dari suatu populasi. 1.6.2. Data Sekunder Penulis memperoleh data sekunder melalui studi pustaka. Menurut Zed (2004), studi pustaka digunakan untuk memperoleh informasi sejenis, memperdalam kajian teoritis atau mempertajam metodologi, memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian (hlm. 1-2). Informasi ini nantinya menjadi acuan bagi penulis dalam merancang buku ilustrasi, seperti buku ilustrasi, cedera 6
tulang atau atlas anatomi manusia. Data sekunder ini menjadi informasi pendukung fakta sehingga mendukung dan menjadi pembuktian dari data primer. 1.7. Metode Perancangan Menurut Haslam (2006), pendekatan yang dilakukan desainer dalam mengeksplor tulisan atau buku yaitu melalui dokumentasi yang informasinya dicatat dan disimpan mellaui tulisan dan gambar dalam bentuk brifing, naskah, list, fotografi, map, rekaman suara, video. Analisa merupakan pemikiran yang analitis terlibat dalam semua buku desain untuk memungkinkan pembaca dalam membandingkan data dan elemennya. Expression sebagai pendekatan ekspresif dalam desain dimotivikasikan melalui pendekatan posisi visualisasi oleh desainer, melihat pendekatan konten dan dimulai dari point bagaimana interpretasi itu terbentuk. Konsep memampilkan big-idea yang menjadi wadah dasar konsep dalam penyampaian pesan sebagai sebuah basis dari komunikasi. Kemudian Design Brief memberikan informasi jawaban yang lebih luas yang dapat diserap untuk mendapatkan overview dari projeknya (hlm. 23-28). 1.7.1. Dokumentasi Penulis melakukan riset mengenai fenomena yang terjadi pada masyarakat dan membaca artikel-artikel yang mendukung penelitian penulis. Fenomena yang penulis temukan bahwa cukup banyak cedera tulang yang terjadi pada anak. 7
1.7.2. Analisa Setelah menentukan rumusan masalah, penulis akan menentukan metode penelitian yang nantinya akan mendukung penulisan dan pembuatan karya melalui teori-teori yang ada. 1.7.3. Expression Penulis mendapatkan solusi dari permasalahan dengan pembuatan sebuah buku ilustrasi interaktif yang memberikan informasi dan edukasi mengenai tulang, jenis cedera tulang, pencegahan cedera tulang dan penanganan cedera tulang. Dengan target primer anak-anak berusia 5-14 tahun, target sekunder orang tua kota Jakarta dan sekitarnya kelas menengah ke atas. 1.7.4. Konsep Penulis akan membuat desain sebuah buku ilustrasi interaktif mengenai informasi mengenai cedera tulang berdasarkan brainstorming dan mind-mapping. 1.7.5. The Design Brief Menggunakan komponen ilustrasi, warna, layout, dan finishing dalam visualisasi sehingga dapat menampilkan sebuah desain yang menarik. Paduan komponen desain tersebut menentukan keefektifan suatu desain dalam menyampaikan informasi. Desain akan dibuat sesuai dengan konsep desain yang telah dirancang. Kemudian, penulis akan melakukan produksi cetak buku ilustrasi interaktif. 8
1.8. Skematika Perancangan Tahap-tahap yang dilakukan dalam perancangan: Latar Belakang Melihat potensi cedera tulang pada anak menjadi besar karena masih kurangnya pengetahuan anak dan orang tua tentang resiko cedera tulang. Oleh karena itu diperlukan media informasi yang dapat mengedukasikan melalui buku ilustrasi interaktif Rumusan Masalah Bagaimana perancangan buku ilustrasi interaktif tentang cedera tulang untuk anak? Tujuan Merancang buku ilustrasi interaktif tentang cedera tulang untuk anak. Studi Pustaka Buku ilustrasi anak, buku ilustrasi interaktif, cedera tulang Wawancara Wawancara tidak langsung melalui email dengan dr. Andre Yanuar, MD, M.Med,FICS, dan wawancara dengan dr. Tjie Haming Setiadi, Sp. RM. guna mendapatkan informasi mengenai cedera tulang Target Sasaran Target Primer Demografi: Usia: 5-14, laki-laki dan perempuan, semua etnis, kebangsaan dan bahasa Indonesia, seluruh agama, pendidikan SD, SMP, pelajar, belum menikah. Insight Melihat potensi cedera tulang pada anak menjadi besar karena masih kurangnya pengetahuan anak dan orang tua tentang resiko cedera tulang dan buku ilustrasi interaktif menjadi media yang dapat menyampaikan informasi dalam pengedukasian mengenai cedera tulang sedini mungkin. Konsep Perancangan Adanya potensi resiko cedera tulang yang dapat terjadi pada anak dan kurangnya pengetahuan anak dan orang tua tentang cedera tulang. Big Idea Ide: membuat sebuah media informasi tentang cedera tulang Media: buku ilustrasi interaktif 9