BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik D.I. Yogyakarta 2014 bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah seluas 3.185,80 km 2 atau sebesar 0,17 persen dari luas wilayah Indonesia dan merupakan provinsi terkecil kedua setelah provinsi DKI Jakarta. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki empat kabupaten dan satu kota. Luas Wilayah dan jumlah penduduk per kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Luas dan Jumlah Penduduk Per Kabupaten/Kota di Yogyakarta Kabupaten/Kota Luas Jumlah Penduduk (Jiwa) (km 2 ) 2010 2011 2012 Kabupaten Kulonprogo 586,27 388.869 390.207 393.221 Kabupaten Bantul 506,85 911.503 921.263 927.958 Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 675.382 677.998 684.740 Kabupaten Sleman 574,82 1.093.110 1.107.304 1.114.833 Kota Yogyakarta 32,50 388.627 390.553 394.012 Sumber: D.I. Yogyakarta dalam angka 2014, BPS D.I. Yogyakarta Dari uraian tabel 1.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Yogyakarta terdapat di Kabupaten Sleman. Pada tahun 2010-2012 sekitar 31,70 persen penduduk Yogyakarta bertempat tinggal di Sleman. Kabupaten Sleman juga memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Provinsi Yogyakarta, yaitu sebesar 1939 jiwa/km 2 pada tahun 2012 dengan luas 1
wilayahnya yang hanya sekitar 18,04 persen dari luas wilayah Yogyakarta dan mengalami peningkatan jumlah penduduk di setiap tahunnya. Menurut (Harjanto dan Hidayati, 2014:20) salah satu sebab yang dapat mengubah permintaan dan penawaran properti dipasaran yaitu faktor-faktor kependudukan.bertambahnya jumlah penduduk merupakan faktor utama yang menyebabkan bertambahnya permintaan properti. Dengan bertambahnya jumlah penduduk suatu kota atau wilayah secara otomatis akan menyebabkan lebih banyak rumah kediaman, kantor, industri, dan lain-lain sarana diperlukan. Apabila penawaran properti dipasaran tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk suatu wilayah, maka akan menyebabkan kenaikan nilai properti. Selain itu, penawaran dan permintaan properti juga dipengaruhi oleh perubahan struktur penduduk serta perubahan penyebaran penduduk.hal ini dapat dilihat dalam konteks sebuah masyarakat, di mana jika struktur penduduknya sebagian besar adalah orang-orang yang belum berkeluarga maka jumlah tempat tinggal serta jenis properti yang diperlukan dipasaran adalah berbeda jika dibandingkan dengan masyarakat yang sebagian besar penduduknya sudah berkeluarga (Harjanto dan Hidayati, 2014:20).Tabel berikut menunjukkan luas wilayah dan jumlah kepala keluarga per kecamatan di Kabupaten Sleman. Tabel 1.2 Luas Wilayah dan Jumlah Kepala Keluarga per Kecamatan di Kabupaten Sleman Kecamatan Luas (km 2 Jumlah Kepala Keluarga (Ribuan Jiwa) ) Semester I 2015 Semester II 2015 Berbah 22,99 16.427 17.366 Cangkringan 47,99 10.351 10.592 Depok 35,55 36.885 38.735 2
Lanjutan Tabel 1.2 Jumlah Kepala Keluarga (Ribuan Jiwa) Kecamatan Luas (km 2 ) Semester I 2015 Semester II 2015 Gamping 29,25 32.757 33.624 Godean 26,84 25.369 26.080 Kalasan 35,84 25.001 26.174 Minggir 27,27 12.194 12.523 Mlati 28,52 32.619 33.376 Moyudan 27,62 11.415 11.795 Ngaglik 38,52 28.866 30.120 Ngemplak 35,71 18.491 19.086 Pakem 43,84 12.045 12.331 Prambanan 41,35 17.586 18.462 Seyegan 26,63 17.640 18.124 Sleman 31,32 22.285 23.116 Tempel 32,49 17.296 17.923 Turi 43,09 11.554 12.331 Jumlah 574,84 348.781 361.263 Sumber: Dinas Kependudukan D.I. Yogyakarta 2015 Mengacu pada tabel 1.2 kecamatan Ngaglik memiliki luas wilayah seluas 38,52 km 2 dengan jumlah kepala keluarga di kecamatan Ngaglik pada semester I tahun 2015 sebesar 28.886 kepala keluarga dan mengalami peningkatan pada semeseter II tahun 2015 yaitu menjadi sebesar 30.120 kepala keluarga. Dengan meningkatnya jumlah kepala keluarga maka menuntut pula penyediaan kebutuhan akan rumah tinggal untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi setiap kepala keluarga. Setiap rumah tangga memiliki rumah tinggal dengan kepemilikan yang berbeda-beda. Tabel berikut ini menunjukkan Distribusi Penguasaan Tempat Tinggal oleh Rumah Tangga di Kabupaten Sleman pada tahun 2013: 3
Tabel 1.3 Distribusi Penguasaan Tempat Tinggal oleh Rumah Tangga di Kabupaten Sleman Penguasaan Tempat Tinggal Persentase (%) Milik Sendiri 66,74 Kontrak 12,44 Sewa 11,35 Milik Orang Tua 7,49 Lainnya 1,97 Sumber: Susenas, BPS Menurut data Susenas dapat diketahui bahwa rumah tangga yang menempati tempat tinggal milik sendiri mendominasi dibandingkan keluarga yang menempati tempat tinggal secara kontrak, sewa, milik orang tua dan lainnya. Persentase keluarga yang menempati tempat tinggal milik sendiri sebesar 66,74 persen, kemudian di ikuti rumah tangga yang menempati tempat tinggal secara kontrak, sewa, milik orang tua, dan lainnya dengan persentase secara berturutturut sebesar 12,44 persen; 11,35 persen; 7,49 persen; 1,97 persen. Tempat tinggal dengan status penguasaan milik sendiri dapat diperoleh dengan dua cara yaitu dengan membangun sendiri rumah tinggal tersebut atau dengan cara membeli rumah tinggal dari penjual yang sedang menawarkan rumah tinggal untuk dijual. Kegiatan jual beli rumah tinggal di Yogyakarta sudah banyak dilakukan, namun terkadang harga yang ditawarkan kurang tepat.harga yang ditawarkan terkadang hanya berdasarkan transaksi jual beli yang sudah dilakukan sebelumnya disekitar obyek tersebut tanpa memperhitungkan aspek-aspek lain yang dapat berpengaruh pula terhadap harga dari properti tersebut, sehingga harga yang ditawarkan dapat terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.untuk dapat menentukan 4
harga yang wajar sebelum transaksi jual beli dilakukan, maka dibutuhkan seorang penilai yang memiliki kompetensi dibidang tersebut. Seorang penilai harus melakukan tahapan-tahapan proses penilaian terlebih dahulu untuk dapat menentukan Nilai Pasar dari obyek Penilaian tersebut, sehingga dapat menghasilkan harga yang wajar terhadap suatu properti tersebut untuk kepentingan jual beli yang akan dilakukan. Obyek penilaian yang akan dilakukan untuk kepentingan jual beli merupakan rumah tinggal kelas menengah milik Ibu Sarwiji yang terletak di Dusun Waras RT 02 RW 31, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Pendekatan yang dilakukan dalam penilaian ini adalah pendekatan biaya. 1.2 Rumusan Masalah Dalam menentukan Nilai Pasar rumah tinggal kelas menengah untuk kepentingan jual beli belum ada standard yang tepat, untuk itu perlu dilakukan Penilaian agar dapat diperoleh Nilai Pasar rumah tinggal tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Sehubungan dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengestimasi Nilai Pasar rumah tinggal kelas menengah yang terletak di Dusun Waras RT 02 RW 31, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman untuk tujuan jual beli. 5
1.4 Kerangka Penulisan Latar Belakang 1. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan rumah tinggal 2. Penetapan harga jual rumah tinggal yang belum sesuai dengan harga pasar Rumusan Masalah Penetapan Nilai Pasar rumah tinggal kelas menengah untuk kepentingan jual beli belum ada standard yang tepat, untuk itu perlu dilakukan Penilaian agar dapat diperoleh Nilai Pasar rumah tinggal tersebut. Pengumpulan Data 1. Inspeksi Lapangan 2. Wawancara 3. Studi Kepustakaan Data Umum 1. Lokasional 2. Ekonomi Data Khusus 1. Data Properti Subyek 2. Data Pembanding Alat Analisis HBU dan Pendekatan Biaya Kesimpulan Nilai Pasar Gambar 1. 1 Kerangka Penulisan Tugas Akhir 6