1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia. Attachment Styles..., Ni Luh Pratisthita, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. umumnya memiliki pola pikir yang dikotomis, seperti hitam-putih, kayamiskin,

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah

DINAMIKA ATTACHMENT PADA GAY DEWASA MUDA KOTA MALANG. Astika Rimbawati ( ) Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

Perkembangan Sepanjang Hayat

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dalam bab terakhir ini peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan dari

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

BAB II KAJIAN TEORI. kepada orang tuanya. Perilaku yang dinamakan Attachment behaviors ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Selviana Elisa. Dibimbing Oleh : Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

GAYA KELEKATAN ( ATTACHMENT STYLE

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

BAB I PENDAHULUAN. Pertama (SMP) atau sederajat. Jenjang pendidikan ini dimulai dari kelas X sampai kelas XII

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting menuju kedewasaan. Masa kuliah akan menyediakan pengalaman akademis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

Transkripsi:

1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, dan sistematika penelitian. I.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya jalan hidup setiap manusia berbeda-beda termasuk dalam hal orientasi seksualnya. Secara ekstrim, sebagian besar masyarakat pada umumnya memiliki pola pikir yang dikotomis, seperti hitam-putih, kaya-miskin atau pandai-bodoh. Dalam hal jenis kelamin dan orientasi seksual pun, masyarakat pada umumnya secara jelas dan nyata hanya mengakui jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan orientasi seksualnya hanya terhadap lawan jenis (Emka, 2004). Laki-laki yang menyukai sesama laki-laki, atau dikenal dengan sebutan gay sedangkan perempuan yang juga menyukai sesama perempuan, disebut dengan lesbian, merekalah yang disebut dengan kaum homoseksual (Emka, 2004). Menurut Neale, Davison, & Haaga (1996), ditegaskan bahwa homoseksual adalah hasrat atau aktivitas yang ditujukan terhadap orang yang memiliki jenis kelamin yang sama. Sebutan gay seringkali digunakan untuk menyebut pria yang memiliki kecenderungan menyukai sesama jenis (pria homoseksual) (Nevid, Rathus & Rathus, 1995). Selama berabad-abad, homoseksualitas selalu dipandang sebagai salah satu dari tindakan kriminal. Pada awal abad ke 20, homoseksualitas semakin dipandang sebagai suatu penyakit. Saat itu para ahli kedokteran mengambil alih kasus homoseksualitas yang dinilai negatif sebagai salah satu dari perilaku sosial menyimpang dari segi hukum dan agama dan homoseksualitas tetap dipandang sebagai suatu kondisi patologis yang harus diinvestigasi, diperhatikan, juga disembuhkan (Susan Moore & Doreen Rosenthal, 2006 dan Kelly, 2001). Selain itu homoseksualitas dianggap sebagai dosa, pelanggaran terhadap ajaran agama dan perintah Tuhan. Pada saat itu, homoseksualitas diklasifikasikan ke dalam

2 gangguan jiwa. Pada tahun 1969 terjadi peristiwa Stonewall yang merupakan awal dari pergerakan pembebasan kaum gay di Amerika Utara untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia dan hak-hak sipil bagi kaum homoseksual (Susan Moore & Doreen Rosenthal, 2006 dan Kelly, 2001). Kemudian pada tahun 1973, dipengaruhi oleh tekanan politik dari pergerakan kaum gay, American Psychiatric Association (APA) mencabut status homoseksual sebagai gangguan jiwa dari daftar penggolongan dan diagnosis psikopatologi, karena pada kenyataannya kaum homoseksual tetap dapat berfungsi normal di dalam masyarakat dan tidak mengganggu lingkungannya. Sejak itu, homoseksualitas tidak lagi dipandang sebagai suatu penyakit (Susan Moore & Doreen Rosenthal, 2006 dan Kelly, 2001). Pergerakan kaum gay di luar negeri secara tidak langsung memberi angin segar pada kaum gay di Indonesia untuk mendapat perlakuan yang lebih baik sehingga keberadaan mereka diakui sepenuhnya oleh masyarakat pada umumnya di kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta (The Jakarta Post, 2007). Disebutkan bahwa sebanyak 5,7 juta jiwa dari seluruh penduduk Indonesia mengaku dirinya adalah seorang homoseksual dan jumlah tersebut belum termasuk yang sampai saat ini masih menyembunyikan orientasi seksualnya (The Jakarta Post, 2007). Disebutkan pula, fenomena perkembangan homoseksualitas ini tidak dapat diredam lagi dan justru semakin berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari fenomena munculnya beberapa film layar lebar yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar karena dalam ceritanya walaupun sedikit, mengangkat isu homoseksualitas. Film-film tersebut merupakan karya insan perfilman Indonesia, seperti film Arisan, Pesan dari Surga, dan Coklat Stroberi. Walaupun kaum homoseksual tetap dianggap berbeda karena tertarik dengan sesama jenis (lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan) oleh masyarakat Indonesia, tetapi dengan semakin adanya keterbukaan pandangan masyarakat terhadap hal seksualitas dan homoseksualitas, keberadaan kaum homoseksual di tengah masyarakat tetap ada, semakin menunjukkan identitasnya dan menuntut hak-hak yang sama seperti masyarakat lainnya (Emka, 2004 dan Soffa Ihsan, 2008). Secara perlahan namun pasti pergerakan kaum gay di

3 Indonesia bisa dikatakan sudah meningkat dengan cukup signifikan dan tampil menghiasi wajah sosialita dan memberi warna lain tersendiri dari seksualitas terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung (Emka, 2004 dan Soffa Ihsan, 2008). Peneliti berasumsi bahwa fenomena homoseksualitas ini tidak hanya menarik untuk diteliti, tetapi sekaligus sebagai salah satu bentuk usaha untuk lebih mengangkat isu homoseksualitas, dalam hal ini gay untuk bisa lebih dikenal dan dihargai sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya. Beberapa penelitian tentang homoseksualitas di Indonesia menggunakan fenomena gay sebagai topik utama penelitian mereka dan mengangkat topik-topik seperti proses coming out, self-concept dan hubungan intimasi. Salah satu aspek penting yang berperan dalam perkembangan manusia adalah attachment styles yang dialami. Karena itu, peneliti tertarik untuk melihat gambaran attachment styles pada gay dan bagaimana gambaran hubungan dengan figur attachmentnya. Bowlby mengemukakan tentang ikatan emosional antara bayi dan significant person / figur attachment. Ikatan emosional antara orang yang mengasuh dan anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak tersebut, terutama dalam menangani emosi anak tersebut dengan orang-orang di luar lingkungan keluarga. Ikatan tersebut dikenal dengan sebutan attachment (Pistole & Arricale, 2003). Attachment adalah kecenderungan makhluk hidup dalam membentuk ikatan afeksi yang kuat dengan orang lain yang dianggap istimewa (Bowlby & Ainsworth, dalam Colin, 1996). Ikatan dengan figur tertentu ini bertahan dalam waktu yang lama, ditandai oleh adanya keinginan untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan figur tersebut, terutama pada saat-saat yang menekan, agar mendapatkan perasaan nyaman dan aman (Bowlby & Ainsworth, dalam Colin, 1996). Attachment mempunyai berbagai manfaat, yakni menumbuhkan perasaan trust dalam interaksi sosial di masa depan, membantu individu dalam menginterpretasi, memahami, dan mengatasi emosi-emosi negatif selama individu berada dalam situasi yang menekan dan juga menumbuhkan perasaan mampu (Vaughan & Hogg, 2002 ; Blatt, 1996). Menurut Davies (1999), attachment

4 memiliki empat fungsi utama yakni 1) memberikan rasa aman, sehingga ketika individu berada dalam keadaan penuh tekanan, kehadiran figur attachment dapat memulihkan perasaan individu untuk kembali ke perasaan aman; 2) mengatur keadaan perasaan (regulation of affect and arousal), apabila peningkatan arousal tidak diikuti dengan relief (pengurangan rasa takut, cemas atau sakit) maka individu akan menjadi rentan untuk mengalami stres dan kemampuan figur attachment untuk membaca perubahan keadaan individu dapat membantu mengatur arousal dari individu yang bersangkutan; 3) sebagai sarana ekspresi dan komunikasi, attachment yang terjalin antara individu dengan figur attachment-nya dapat berfungsi untuk mengekspresikan diri, berbagi pengalaman dan perasaan yang sedang dialami; 4) sebagai dasar untuk melakukan ekplorasi pada lingkungan sekitar. Dalam penelitian ini subjek yang akan diteliti yakni gay dewasa muda, dimaksudkan karena pada usia ini pria telah mengalami akil balik, mempunyai kebutuhan afeksi tinggi dan telah mempunyai kesadaran akan orientasi seksualnya (Matlin, 1999). Menurut Erikson (dalam Papalia et.al., 2004), setiap individu akan mengalami delapan krisis dalam kehidupan sosial yang berlangsung di sepanjang kehidupannya. Usia dewasa muda merupakan tahap keenam dari tahapan perkembangan psikososial. Pada saat itu individu diharapkan sudah mencapai tahap yakni intimacy and solidarity vs isolation (Papalia et.al., 2004). Rosenbluth dan Steil (dalam Papalia et.al., 2004), menjelaskan bahwa intimacy adalah pengalaman yang dekat, hangat, serta komunikatif. Apabila seseorang gagal membentuk intimacy dengan orang lain, maka ia akan menuju apa yang dinamakan dengan isolation yaitu terbentuknya hubungan sosial yang hampa (Miller, 1993). Bowlby menjelaskan bahwa kualitas hubungan pada masa kanak-kanak dengan significant others / figur attachment menghasilkan representasi internal atau working models terhadap diri pribadi dan orang lain yang menyediakan prototipe bagi hubungan sosial selanjutnya (Bowlby, 1978). Pada masa dewasa, attachment styles diklasifikasikan menjadi secure attachment dan insecure attachment (Ainsworth et al., 1978 dalam Dwyer, 2000). Perasaan secure dan

5 insecure yang dimiliki seseorang tergantung dari internal working models of attachment yang dimilikinya ( Bowlby dalam Collins & Feeney, 2004 ). Working models of attachment adalah representasi umum tentang bagaimana orang terdekatnya akan berespon dan memberikan dukungan setiap kali ia membutuhkan mereka dan bahwa dirinya sangat mendapat perhatian dan dukungan. Working models of attachment ini memainkan peran dalam membentuk kognisi, afeksi, dan perilaku seseorang dalam konteks yang berhubungan dengan attachment (Collins & Allard; Collins & Read, dalam Collins & Feeney, 2004). Working model dibentuk dari pengalaman masa lalu individu dengan figur attachment-nya, apakah figur attachment-nya adalah orang yang sensitif, selalu ada, konsisten, dapat dipercaya dan sebagainya. Pengalaman interaksi awal seseorang akan membentuk dasar kepercayaannya terhadap diri sendiri dan orang lain yang akan mempengaruhi kehidupan psikososialnya dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Attachment styles dapat mempengaruhi kehidupan psikososial individu sepanjang interaksi tersebut relevan dengan masalah interpersonal, seperti interaksi dengan figur attachment / significant others (Pietromonaco & Barrett, 1997 dalam Baron & Byrne, 2000). Pada orang dewasa, model attachment disebut juga dengan adult attachment styles. Pengertian adult attachment sendiri adalah kecenderungan stabil yang dimiliki individu untuk melaksanakan suatu usaha penting dalam mencari dan mempertahankan kedekatan atau kontak dengan seseorang atau beberapa orang spesifik yang memberikan rasa aman secara fisik maupun psikologis (Sperling & Berman, 1994). Pada orang dewasa, model attachment styles didasari oleh dua dimensi yakni, dimensi anxiety dan avoidance. Pada dimensi pertama, anxiety, perasaan seseorang tentang keberhargaan dirinya (selfworth) berkaitan dengan seberapa tinggi individu merasa khawatir bahwa ia akan ditolak, ditinggalkan, dan tidak dicintai oleh figur attachment / significant others. Adapun dimensi yang kedua, avoidance, berkaitan dengan seberapa jauh individu membatasi intimasi dan ketergantungan pada orang lain (Brennan, Clark & Shaver, Fraley & Waller; Griffin & Bartholomew, dalam Collins & Feeney, 2004). Disimpulkan bahwa kedua dimensi tersebut menjelaskan cara pandang individu terhadap orang lain dan dirinya sendiri. Dalam teori attachment dari

6 Bowlby, dimensi tersebut dikenal dengan istilah working models of self and attachment figures (Colin & Feeney, 2004). Dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai attachment styles pada gay dewasa muda yang diklasifikasikan ke dalam empat kategori adult attachment styles yakni secure, preoccupied, dismissing-avoidant, dan fearful-avoidant. Individu yang secure percaya bahwa dirinya dicintai dan dihargai oleh orang lain dan mendapat perhatian penuh; menilai figur attachment sebagai responsif, penuh perhatian dan dapat dipercaya; serta merasa nyaman dalam sebuah kedekatan atau keintiman (Collins & Feeney, 2004). Individu yang preoccupied memiliki perasaan tidak berharga dan tidak dicintai. Mereka menginginkan kedekatan dan intimasi dengan orang lain namun kurang yakin bahwa orang lain akan selalu ada untuk dirinya dan berespon terhadap keinginannya, mereka juga memiliki kekhawatiran akan ditolak dan ditinggalkan (Collins & Feeney, 2004 ). Individu yang dismissing-avoidant, cenderung merasa percaya diri dan melihat dirinya sendiri kebal terhadap perasaan negatif. Individu menilai negatif figur attachment yakni sebagai pihak yang secara umum tidak dapat dipercaya serta tidak bertanggung jawab (Erdman & Caffery, 2003). Sedangkan individu yang fearfulavoidant, cenderung merasa tidak percaya pada diri sendiri maupun orang lain, selalu membuat jarak seolah-olah ingin melindungi diri mereka dari ketakutan akan adanya suatu intimasi dan karena mempunyai perasaan akan ditolak yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam intimasi dan menghindari bentuk hubungan yang erat atau intimasi dengan orang lain (Erdman & Caffery, 2003). Berdasarkan fenomena yang telah disebutkan dia atas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay dalam hal ini dikhususkan pada gay yang berada pada tahap dewasa muda. Gay juga mempunyai masa-masa dimana mereka mencapai puncak keinginan untuk hubungan percintaan, afeksi, kematangan fisik dan pikiran (Matlin, 1999). Oleh karena itu, peneliti memfokuskan rentang usia dewasa muda yang akan diteliti yakni yang berada pada usia 20-40 tahun (Papalia et.al, 2004). Untuk mendapatkan informasi mengenai dinamika attachment yang dialami dengan figur attachment dan gambaran adult attachment styles yang dialami pada masa dewasa ini, untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal tersebut

7 yang dialami oleh gay dewasa muda, maka pendekatan yang dianggap tepat yakni pendekatan kualitatif. Dengan melakukan wawancara mendalam kepada subjek, diharapkan dapat memungkinkan munculnya data-data yang sesungguhnya tidak terbayangkan sebelumnya dan memungkinkan bagi responden untuk memberikan jawaban yang bebas dan bermakna baginya (Patton, dalam Poerwandari, 1998). Gay yang menjadi responden dalam penelitian ini khususnya mereka yang tinggal di Jakarta. I.2. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang utama dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran attachment styles yang dialami gay dewasa muda? 2. Secara lebih spesifik, bagaimana gambaran hubungan individu gay dengan figur attachment dari masa kanak-kanak hingga dewasa dan apa bentuk adult attachment styles yang dialami gay dewasa muda dan dikaitkan dengan perkembangan psikososialnya? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran attachment styles yang dialami pria gay khususnya yang tinggal di Jakarta. Secara lebih spesifik, ingin mengetahui apakah ada perubahan figur attachment yang dimiliki dari masa kanak-kanak hingga dewasa dan bentuk adult attachment styles yang dialami oleh gay dewasa muda yang kemudian dikaitkan dengan perkembangan psikososialnya. I.4. Signifikansi Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat positif bagi kaum gay sendiri maupun bagi masyarakat. Manfaat-manfaat tersebut antara lain :

8 1. Mengetahui secara lebih spesifik gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang diteliti, sehingga masyarakat umum dapat memahami gay secara objektif saat berinteraksi dengan gay. 2. Menambah wawasan dan masukan bagi keluarga dan masyarakat mengenai kaum gay. 3. Memperdalam pemahaman mengenai kehidupan gay yang memang sampai saat ini masih kurang diteliti secara ilmiah. 4. Menjadi tambahan bahan literatur psikologi yang membahas tentang gay sehingga dapat dijadikan sebagai data eksploratif yang dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. 5. Memberi inspirasi dan masukan untuk para gay lainnya untuk tidak perlu merasa rendah diri dan malu dengan orientasi seksualnya. I.5. Isu Etis Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana attachment styles pada subjek yang dalam hal ini yakni gay. Penelitian ini sangat berhubungan dengan kehidupan subjek dan merupakan isu yang cukup sensitif dan kontroversial di kalangan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas subjek dengan menyamarkan / menggunakan inisial pada nama subjek. Selain untuk menjaga kerahasiaan, hal ini juga dilakukan agar subjek merasa aman dan nyaman selama proses pengambilan data berlangsung. Peneliti hanya menggunakan data subjek untuk penyusunan skripsi dan tidak digunakan untuk kepentingan lain. I.6. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi Attachment Styles pada Gay Dewasa Muda ini tersusun dalam sistematika sebagai berikut : BAGIAN I PENDAHULUAN Menggambarkan secara garis besar mengenai latar belakang masalah penelitian, tujuan dan signifikansi penelitian, isu etis serta sistematika penulisan dari penelitian.

9 BAGIAN II TINJAUAN PUSTAKA Berisi pembahasan mengenai berbagai teori yang berhubungan serta menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan dengan gay, attachment styles dan dewasa muda. BAGIAN III METODE PENELITIAN Berisi penjelasan tentang metode yang digunakan dalam penelitian, metode pengumpulan data, partisipan penelitian, prosedur penelitian, prosedur analisis yang digunakan dan instrumen penelitian dalam melaksanakan penelitian. BAGIAN IV TEMUAN DAN ANALISIS Menjelaskan mengenai hasil dari proses analisis dan pemberian makna data yang telah didapatkan dari pelaksanaan wawancara. BAGIAN V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Membahas ringkasan dari hasil penelitian, kelemahan atau kekurangannya dan beberapa saran perbaikan yang perlu dilaksanakan berdasarkan hasil tersebut.