III. METODOLOGI PENELITIAN 2.4 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan untuk preparasi media fermentasi semi padat adalah limbah pertanian berupa kulit durian, kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, dan daun teh tua. Limbah pertanian yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari beberapa sumber. Kulit durian didapat dari satu pedagang produk es durian di daerah Dramaga (Bogor), kulit jeruk Siam dan jeruk Medan didapat dari satu penjual buah di daerah Senen (Jakarta Pusat), sedangkan daun teh tua diperoleh dari satu perkebunan teh di daerah Puncak, Jawa Barat. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan media pertumbuhan dan peremajaan Aspergillus ustus adalah biakan Aspergillus ustus yang diperoleh dari koleksi Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi, Bidang Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI Cibinong, purified agar, pektin komersial (Sigma), bahanbahan mineral seperti (NH 4 ) 2 HPO 4, KH 2 PO 4, K 2 HPO 4, dan MGSO 4.7H 2 O, HCl 10%, NaOH, air destilata, dan alkohol 70%. Bahan-bahan yang digunakan untuk produksi enzim pektinase adalah substrat media fermentasi semi padat berupa tepung limbah pertanian berukuran 500 mesh, NaNO 3, KCl, MGSO 4.7H 2 O, FeSO 4.7H 2 O, K 2 HPO 4, yeast extract, sukrosa, buffer fosfat ph 6 (0.1 M), dan air destilata. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis produk adalah semua jenis substrat media fermentasi semi padat yang digunakan dalam penelitian ini, DNS (Sigma), enzim pektinase kasar (hasil produksi enzim pada penelitian ini), pektin komersial (Sigma), HCl 10% ph 2.5, NaOH 1 M, alkohol 96%, dan air destilata. Alat-alat yang digunakan untuk preparasi media fermentasi semi padat adalah penggiling, oven, ayakan ukuran 500 mesh, dan wadah penampung dan penyimpan hasil gilingan. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan media pertumbuhan dan peremajaan Aspergillus ustus adalah cawan petri steril, tabung reaksi steril, rak tabung reaksi, ose steril, bunsen, laminar, dan plastik wrap. Alat-alat yang digunakan untuk produksi enzim pektinase adalah Erlenmeyer 100 ml, kapas, alumunium foil, magnetic stirrer, inkubator 30, 40, dan 50 o C, dan pemanas (hot plate). Alat-alat yang digunakan untuk analisis produk adalah microtube eppendorf, pipet mikro, sentifuse, labu bulat, refluks, timer atau stopwatch, tabung reaksi, rak tabung reaksi, vortex, kuvet, spektrofotometer uv-vis (Hitachi U-3900H). Alat tambahan untuk proses sterilisasi adalah autoclave (Tomy High-Pressure steam Sterilizer ES-315). 2.5 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) preparasi substrat untuk produksi enzim pektinase, (2) Analisis substrat (pengukuran kadar pektin dan proksimat), (3) produksi enzim pektinase pada media fermentasi semi padat oleh Aspergillus ustus, dan (4) pengujian kondisi fermentasi optimum untuk produksi enzim (konsentrasi substrat, ph media, dan suhu fermentasi). Diagram alir metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8. 15
Pengumpulan limbah pertanian Pembuatan tepung limbah Tepung limbah Czapek s nutrient medium + buffer fosfat 0.1 M Analisis kadar pektin dan Proksimat Inokulasi Asperillus ustus produksi enzim pektinase Substrat terbaik Pengujian kondisi optimum produksi enzim pektinase : Konsentrasi substrat, ph media, dan suhu fermentasi Kondisi optimum untuk produksi pektinase Gambar 8. Diagram alir penelitian 3.2.1 Preparasi Substrat untuk Produksi Enzim Pektinase Preparasi substrat untuk media fermentasi meliputi dua tahap, yaitu pengumpulan limbah pertanian dan pembuatan tepung dari limbah pertanian. Limbah pertanian didapat dari beberapa sumber seperti yang sudah diinformasikan pada Bab III. Sub-bab bahan dan alat. Tahap pembuatan tepung limbah pertanian dimulai dengan mengeringkan limbah-limbah tersebut di bawah sinar matahari. Proses pengeringan dilakukan hingga limbah-limbah tersebut kering dan dapat digiling. Untuk mempercepat proses pengeringan dan memudahkan proses penggilingan, maka kulit durian, jeruk Siam, dan jeruk Medan dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil sebelum dikeringkan. Tepung hasil penggilingan sebelum digunakan untuk pembuatan media fermentasi semi padat terlebih dahulu diayak dengan penyaring berukuran 500 mesh sehingga tepung yang dihasilkan berukuran seragam. 16
3.2.2 Analisis Substrat 3.2.2.1 Pengukuran Kadar Pektin Pengukuran kadar pektin dilakukan dengan metode refluks. Alat refluks digunakan untuk proses ekstraksi pektin dari tiap substrat. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara mendidihkan 1 gram substrat dengan 50 ml HCl ph 2.5 kemudian direfluks selama 30 menit pada suhu 90-95 o C. Hasil proses refluks tersebut disaring menggunakan kertas saring sehingga didapat filtrat kasar. Filtrat kasar kemudian dipanaskan hingga diperoleh filtrat pekat (volume filtrat pekat = ½ volume filtrat kasar). Filtrat pekat didinginkan pada suhu ruang selama kurang-lebih 15 menit setelah itu diendapkan dengan ditambahkan larutan pengendap dengan perbandingan 2:3 (fitrat : larutan pengendap). Dari proses pengendapan ini akan diperoleh endapan pektin yang akan dipisahkan dari komponen supernatannya (filtrat) menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya, endapan yang terpisah ini dinamakan pektin masam. Pektin masam selanjutnya akan dicuci sekaligus dikurangi tingkat keasamannya menggunakan alkohol 96% sebanyak 50 ml. Hasil pencucian kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50 o C selama 24 jam. Dari proses pengeringan didapatkan pektin kering. Kadar pektin dihitung dari perbandingan bobot akhir substrat (pektin kering) dengan bobot awal substrat (tepung limbah yang diekstrak menggunakan refluks). Komposisi penyusun larutan pengendap adalah alkohol 96% dan HCl 10%, HCl 10% ditambahkan hingga alkohol memiliki ph sebesar 3-4. 3.2.2.2 Analisis Proksimat 3.2.2.2.1 Pengukuran Kadar Air (Metode Gravimetri : SNI 01-2891-1992, butir 5.1) Cawan porselin kosong dicuci kemudian dipanaskan pada nyala bunsen hingga kering dan tidak berasap, setelah itu cawan dimasukkan ke dalam tanur listrik dan didinginkan di dalam desikator. Sampel yang akan diukur kadar airnya ditimbang sebanyak 1-2 gram (c), dimasukkan ke dalam cawan porselin kosong yang sudah didinginkan tadi dan ditimbang (a), kemudian cawan berisi sampel tersebut dikeringkan pada suhu 105 o C selama 3 jam, setelah itu didinginkan di dalam desikator. Langkah-langkah tersebut dilakukan hingga bobot cawan berisi sampel yang sudah dikeringkan bernilai tetap atau tidak berubah lagi (b). Kadar air sampel dapat dihitung dengan persamaan (1.1) di bawah ini. c a b Kadar air % x 100% c (1.1) Keterangan : a : bobot cawan porselin dan sampel sebelum dikeringkan (g) b : bobot cawan porselin dan sampel setelah dikeringkan (g) c : bobot sampel awal (g) 17
3.2.2.2.2 Pengukuran Kadar Abu (Metode Gravimetri : SNI 01-2891-1992, butir 6.1) Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105 o C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Selanjutnya 2-3 gram sampel dimasukkan ke cawan porselin dan diarangkan diatas nyala pembakar. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 550 o C selama 3-4 jam atau pengabuan sempurna. Setelah pengabuan selesai, cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Penimbangan diulang hingga bobot sampel konstan. Kadar abu dapat dihitung menggunakan persamaan (1.2) di bawah ini. Kadar abu % a b 100% c (1.2) Keterangan : a : bobot cawan porselin dan sampel awal (g) b : bobot cawan porselin dan sampel akhir (g) c : bobot sampel awal (g) 3.2.2.2.3 Pengukuran Kadar Protein (Metode Semi Mikro Kjeldahl : SNI 01-2891- 1992, butir 7.1) Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 0.5 gram campuran selen (SeO 2 : K 2 SO 4 : CuSO 4.5H 2 O = 1 : 40 : 8) kemudian dilakukan destruksi di atas api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam), biarkan dingin. Selanjutnya pindahkan isi labu ke dalam labu takar 100 ml dan tepatkan sampai tanda tera dengan air destilata. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling. Selanjutnya dilakukan penambahan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Kemudian dilakukan penyulingan selama ± 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator BCG-MR. Setelah itu dilakukan titrasi dengan HCl 0.01 N yang telah distandarisasi hingga berubah warna. Kadar protein dapat dihitung menggunakan persamaan (1.3). Kadar protein %bb ml HCl sampel ml HCl blanko berat sampel x N HCl x 0.014 x 100 x 6.25 (1.3) 3.2.2.2.4 Pengukuran Kadar Lemak (Metode Soxhlet : SNI 01-2891-1992, butir 8.1) Sampel sebanyak 1-2 gram dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke labu soxhlet yang sudah ditimbang sebelumnya. Heksana dituang ke dalam labu soxhlet kemudian sampel diekstraksi selama ±6 jam. Labu soxhlet tersebut kemudian dimasukkan ke oven bersuhu 105 o C hingga seluruh sisa pelarut (heksana) menguap. Labu yang berisi lemak hasil ekstraksi didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan (1.4). Kadar lemak % a b 100% c (1.4) 18
Keterangan: a : berat labu dan sampel awal (g) b : berat labu dan sampel akhir (g) c : berat sampel awal (g) 3.2.2.2.5 Pengukuran Karbohidrat (By Different, SNI 01-2891-1992, butir 9.1) Total karbohidrat (by difference) dapat dihitung dengan persamaan (1.5) Keterangan: a = kadar protein (%) b = kadar air (%) c = kadar abu (%) d = kadar lemak (%) Kadar karbohidrat % 100% a b c d (1.5) 3.2.2.2.6 Pengukuran Serat Kasar (SNI 01-2891-1992, butir 11) Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dan diekstraksi lemaknya dengan Soxhlet. Bila bahan yang akan dianalisis mengandung lemak yang sangat kecil, maka pemisahan lemak dapat diabaikan. Sampel dipindahkan ke dalam labu ekstraksi 500 ml dengan pendingin tegak, ditambahkan 200 ml H 2 SO 4 1.25% dan dididihkan selama 30 menit. Setelah itu, larutan disaring dengan corong Büchner yang dihubungkan dengan vakum, dan dicuci dengan air panas. Sampel dimasukkan kembali ke dalam labu ekstraksi 500 ml dan dididihkan dengan 200 ml NaOH 1.25% selama 30 menit. Larutan disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya (A). Endapan yang diperoleh dicuci dengan H 2 SO 4 1.25%, air panas, dan alkohol 95%. Kertas saring dan isinya dipindahkan ke cawan porselin yang telah diketahui bobotnya (B), dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC, didinginkan, dan ditimbang sampai bobotnya tetap (C). Bila kadar serat kasar lebih besar dari 1%, maka kertas saring beserta isinya diabukan, didinginkan, dan ditimbang sampai bobotnya tetap (D) (Persamaan 1.6) Serat kasar < 1%: Kadar serat kasar = Serat kasar > 1%: Kadar serat kasar = 100% 100% (1.6) 3.2.3 Produksi Enzim Pektinase 3.2.3.1 Persiapan Media Fermentasi Semi Padat Pembuatan media fermentasi semi padat dilakukan dengan mencampurkan tepung limbah (padatan) dengan buffer fosfat ph 6 (konsentrasi 0.1 M) dan czapek s nutrient medium di dalam erlenmeyer 100 ml (perbandingan buffer fosfat dengan czapek s nutrient medium adalah 2:3) sehingga dihasilkan media fermentasi 20% padatan (Baladhandayutham dan Thangavelu 2011, modifikasi). Komposisi czapek s nutrient medium dapat dilihat pada Tabel 2. Media tersebut kemudian disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121 o C selama 15 menit. 19
Tabel 2. Komposisi czapek s nutrient medium Nama Bahan Jumlah Air destilata 1 L NaNO3 30 g KCl 5 g MgSO4.7H2O 5 g FeSO4.7H2O 0.1 g 3.2.3.2 Persiapan Isolat (Aspergillus ustus) Persiapan isolat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penumbuhan, peremajaan isolat, dan pengenceran isolat. Penumbuhan isolat Aspergillus ustus bertujuan untuk mendapatkan stock isolat untuk produksi enzim pektinase, sedangkan peremajaan isolat bertujuan untuk memperoleh isolat yang segar untuk produksi enzim pektinase. Isolat Aspergillus ustus yang digunakan untuk produksi enzim pektinase adalah isolat yang berumur lima hari. Media penumbuhan dan peremajaan Aspergillus ustus berupa media agar. Komposisi media agar terdiri dari air destilata, pektin komersial, bahan-bahan mineral ((NH 4 ) 2 HPO 4, KH 2 PO 4, K 2 HPO 4, dan MGSO 4.7H 2 O), dan purified agar. Pembuatan media penumbuhan dan peremajaan isolat Aspergillus ustus dapat dilihat pada Lampiran 1. Media agar steril yang telah dibuat kemudian diinokulasikam isolat Aspergillus ustus menggunakan ose steril dan dilakukan di dalam laminar (yang telah disinari UV (ultraviolet) selama 15 menit untuk menghindari kontaminasi). Media agar steril yang ditempatkan di dalam cawan petri digunakan untuk penumbuhan isolat Aspergillus ustus (untuk stock isolat), sedangkan yang ditempatkan di dalam tabung reaksi (agar miring) digunakan untuk peremajaan Aspergillus ustus. Pengenceran isolat Aspergillus ustus bertujuan untuk memperoleh inokulum yang akan digunakan untuk produksi enzim pektinase. Isolat Aspergillus ustus yang diencerkan berasal dari hasil isolat Aspergillus ustus yang diremajakan dan berumur lima hari. Pengenceran isolat menggunakan air destilata steril sebanyak 5 ml yang dicampurkan ke dalam isolat Aspergillus ustus yang diremajakan. 3.2.3.3 Produksi Enzim Pektinase Produksi enzim pektinase dimulai dengan menginokolukasikan isolat Aspergillus ustus hasil pengenceran ke dalam media fermentasi semi padat steril yang telah dibuat (kultur). Isolat diambil sebanyak 250 µl menggunakan pipet mikro dan dipindahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer yang berisi media fermentasi semi padat. Media fermentasi semi padat yang telah berisi isolat ditutup dengan kapas steril untuk memudahkan CO 2 yang diproduksi selama 20
fermentasi terlepas atau keluar (Baladhandayutham dan Thangavelu 2011). Produksi enzim pektinase ini dilakukan sebanyak dua ulangan untuk masing-masing kultur. Produksi enzim pektinase dilakukan pada suhu ruang selama 7 hari mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-7 untuk masing-masing jenis substrat media fermentasi semi padat. Setiap 24 jam sekali (1 hari), kultur yang difermentasi dipindahkan dari ruang fermentasi ke lemari pendingin (chiller) untuk menghentikan aktivitas Aspergillus ustus. Produksi enzim pektinase yang pertama dilakukan untuk mendapatkan substrat terbaik, yaitu jenis limbah pertanian mana yang dapat dijadikan media fermentasi sehingga menghasilkan aktivitas enzim pektinase tertinggi dan hasilnya akan digunakan untuk tahap selanjutnya. Produksi enzim pektinase selanjutnya adalah untuk tahap optimasi kondisi fermentasi, yaitu untuk mengetahui kondisi optimal pada saat fermentasi sehingga didapatkan aktivitas enzim pektinase tertinggi. 3.2.3.4 Pengukuran Aktivitas Enzim Pektinase Analisis aktivitas enzim dilakukan dengan penambahkan air destilata sebanyak 15 ml ke dalam masing-masing kultur kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer (suhu selama pengadukan harus tetap dingin agar enzim tidak rusak) selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mengekstraksi enzim pektinase ekstraseluler yang terbentuk. Enzim yang terekstrak kemudian dipipet dengan pipet mikro sebanyak 1500 µl dan dipindahkan ke dalam microtube eppendorf. Tahap selanjutnya yaitu sentrifugasi ekstrak enzim menggunakan sentrifuse dengan kecepatan 11.000 rpm selama 20 menit, dari proses ini akan terbentuk enzim pektinase kasar (crude enzyme) berupa supernatan atau filtrat serta biomassa dan sel (endapan). Enzim pektinase kasar digunakan untuk analisis aktivitas enzim dengan cara melakukan pengenceran 10 2. Aktivitas enzim didapat dengan melakukan pengukuran nilai absorbansi crude enzim yang telah direaksikan dengan larutan substrat pektin komersial dan dihentikan reaksinya oleh DNS (dinitrosalisilat) setelah reaksi berlangsung selama 30 menit, kemudian dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm, absorbansi enzim tersebut diukur. Tahapan pengukuran aktivitas enzim dengan spektrofotometer secara skematis dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai absorbansi yang didapat dikonversi menjadi konsentrasi gula pereduksi (ppm) menggunakan persamaan yang didapat dari kurva standar asam galakturonat (Lampiran 4) kemudian dihitung nilai aktivitas enzim pektinase menggunakan rumus berikut (persamaan 1.7) AE = GP x FP x 1000 t x BM (1.7) 21
Keterangan : AE : Aktivitas enzim pektinase kasar (U/mL) [GP] : Konsentrasi gula pereduksi yang diperoleh dari kurva standar (mg/ml) 1000 : Faktor konversi FP : Faktor pengenceran t : Waktu inkubasi (menit) BM : Bobot molekul asam galakturonat 212 g/mol Aktivitas enzim pektinase dinyatakan dalam U/mL. Satu unit merupakan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk memecah 1 µmol pektin menjadi asam galakturonat per menit pada kondisi pengujian. 3.2.4 Pengujian Kondisi Optimum Produksi Enzim Pektinase Setelah didapatkan informasi mengenai substrat terbaik pada tahap produksi enzim pektinase yang pertama maka dilakukan pengujian kondisi optimum fermentasi. Media fermentasi semi padat yang digunakan untuk tahap ini komposisinya terdiri dari tepung limbah pertanian yang menghasilkan aktivitas enzim pektinase tertinggi pada tahap produksi enzim pektinase yang pertama, buffer fosfat ph 6 (konsentrasi 0.1 M), dan czapek s nutrient medium. Parameter kondisi yang akan diuji adalah konsentrasi substrat, ph media, dan suhu fermentasi. Konsentrasi substrat yang diuji adalah konsentrasi substrat 10, 15, 20, dan 25% padatan, ph media yang diuji adalah ph 4, 5, 6, 7, dan 8, serta suhu fermentasi yang diuji adalah 30, 40, dan 50 o C. Parameter pertama yang diuji adalah konsentrasi substrat, setelah didapat besar konsentrasi substrat yang optimum untuk produksi enzim pektinase, pengujian dilanjutkan dengan parameter selanjutnya yaitu ph media dan suhu fermentasi. Pada akhir pengujian akan didapatkan kondisi optimum untuk produksi enzim pektinase. 22