III. METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

Bab III Bahan dan Metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di

MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. METODE KERJA. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan kemampuan Bacillus mycoides dalam memfermentasi onggok untuk

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

METODE. Materi. Rancangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai dengan Februari

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B.

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

1 atm selama 15 menit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Isolat Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10 hasil penelitian terdahulu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

III. METODOLOGI PENELITIAN 2.4 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan untuk preparasi media fermentasi semi padat adalah limbah pertanian berupa kulit durian, kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, dan daun teh tua. Limbah pertanian yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari beberapa sumber. Kulit durian didapat dari satu pedagang produk es durian di daerah Dramaga (Bogor), kulit jeruk Siam dan jeruk Medan didapat dari satu penjual buah di daerah Senen (Jakarta Pusat), sedangkan daun teh tua diperoleh dari satu perkebunan teh di daerah Puncak, Jawa Barat. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan media pertumbuhan dan peremajaan Aspergillus ustus adalah biakan Aspergillus ustus yang diperoleh dari koleksi Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi, Bidang Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI Cibinong, purified agar, pektin komersial (Sigma), bahanbahan mineral seperti (NH 4 ) 2 HPO 4, KH 2 PO 4, K 2 HPO 4, dan MGSO 4.7H 2 O, HCl 10%, NaOH, air destilata, dan alkohol 70%. Bahan-bahan yang digunakan untuk produksi enzim pektinase adalah substrat media fermentasi semi padat berupa tepung limbah pertanian berukuran 500 mesh, NaNO 3, KCl, MGSO 4.7H 2 O, FeSO 4.7H 2 O, K 2 HPO 4, yeast extract, sukrosa, buffer fosfat ph 6 (0.1 M), dan air destilata. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis produk adalah semua jenis substrat media fermentasi semi padat yang digunakan dalam penelitian ini, DNS (Sigma), enzim pektinase kasar (hasil produksi enzim pada penelitian ini), pektin komersial (Sigma), HCl 10% ph 2.5, NaOH 1 M, alkohol 96%, dan air destilata. Alat-alat yang digunakan untuk preparasi media fermentasi semi padat adalah penggiling, oven, ayakan ukuran 500 mesh, dan wadah penampung dan penyimpan hasil gilingan. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan media pertumbuhan dan peremajaan Aspergillus ustus adalah cawan petri steril, tabung reaksi steril, rak tabung reaksi, ose steril, bunsen, laminar, dan plastik wrap. Alat-alat yang digunakan untuk produksi enzim pektinase adalah Erlenmeyer 100 ml, kapas, alumunium foil, magnetic stirrer, inkubator 30, 40, dan 50 o C, dan pemanas (hot plate). Alat-alat yang digunakan untuk analisis produk adalah microtube eppendorf, pipet mikro, sentifuse, labu bulat, refluks, timer atau stopwatch, tabung reaksi, rak tabung reaksi, vortex, kuvet, spektrofotometer uv-vis (Hitachi U-3900H). Alat tambahan untuk proses sterilisasi adalah autoclave (Tomy High-Pressure steam Sterilizer ES-315). 2.5 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) preparasi substrat untuk produksi enzim pektinase, (2) Analisis substrat (pengukuran kadar pektin dan proksimat), (3) produksi enzim pektinase pada media fermentasi semi padat oleh Aspergillus ustus, dan (4) pengujian kondisi fermentasi optimum untuk produksi enzim (konsentrasi substrat, ph media, dan suhu fermentasi). Diagram alir metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8. 15

Pengumpulan limbah pertanian Pembuatan tepung limbah Tepung limbah Czapek s nutrient medium + buffer fosfat 0.1 M Analisis kadar pektin dan Proksimat Inokulasi Asperillus ustus produksi enzim pektinase Substrat terbaik Pengujian kondisi optimum produksi enzim pektinase : Konsentrasi substrat, ph media, dan suhu fermentasi Kondisi optimum untuk produksi pektinase Gambar 8. Diagram alir penelitian 3.2.1 Preparasi Substrat untuk Produksi Enzim Pektinase Preparasi substrat untuk media fermentasi meliputi dua tahap, yaitu pengumpulan limbah pertanian dan pembuatan tepung dari limbah pertanian. Limbah pertanian didapat dari beberapa sumber seperti yang sudah diinformasikan pada Bab III. Sub-bab bahan dan alat. Tahap pembuatan tepung limbah pertanian dimulai dengan mengeringkan limbah-limbah tersebut di bawah sinar matahari. Proses pengeringan dilakukan hingga limbah-limbah tersebut kering dan dapat digiling. Untuk mempercepat proses pengeringan dan memudahkan proses penggilingan, maka kulit durian, jeruk Siam, dan jeruk Medan dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil sebelum dikeringkan. Tepung hasil penggilingan sebelum digunakan untuk pembuatan media fermentasi semi padat terlebih dahulu diayak dengan penyaring berukuran 500 mesh sehingga tepung yang dihasilkan berukuran seragam. 16

3.2.2 Analisis Substrat 3.2.2.1 Pengukuran Kadar Pektin Pengukuran kadar pektin dilakukan dengan metode refluks. Alat refluks digunakan untuk proses ekstraksi pektin dari tiap substrat. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara mendidihkan 1 gram substrat dengan 50 ml HCl ph 2.5 kemudian direfluks selama 30 menit pada suhu 90-95 o C. Hasil proses refluks tersebut disaring menggunakan kertas saring sehingga didapat filtrat kasar. Filtrat kasar kemudian dipanaskan hingga diperoleh filtrat pekat (volume filtrat pekat = ½ volume filtrat kasar). Filtrat pekat didinginkan pada suhu ruang selama kurang-lebih 15 menit setelah itu diendapkan dengan ditambahkan larutan pengendap dengan perbandingan 2:3 (fitrat : larutan pengendap). Dari proses pengendapan ini akan diperoleh endapan pektin yang akan dipisahkan dari komponen supernatannya (filtrat) menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya, endapan yang terpisah ini dinamakan pektin masam. Pektin masam selanjutnya akan dicuci sekaligus dikurangi tingkat keasamannya menggunakan alkohol 96% sebanyak 50 ml. Hasil pencucian kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50 o C selama 24 jam. Dari proses pengeringan didapatkan pektin kering. Kadar pektin dihitung dari perbandingan bobot akhir substrat (pektin kering) dengan bobot awal substrat (tepung limbah yang diekstrak menggunakan refluks). Komposisi penyusun larutan pengendap adalah alkohol 96% dan HCl 10%, HCl 10% ditambahkan hingga alkohol memiliki ph sebesar 3-4. 3.2.2.2 Analisis Proksimat 3.2.2.2.1 Pengukuran Kadar Air (Metode Gravimetri : SNI 01-2891-1992, butir 5.1) Cawan porselin kosong dicuci kemudian dipanaskan pada nyala bunsen hingga kering dan tidak berasap, setelah itu cawan dimasukkan ke dalam tanur listrik dan didinginkan di dalam desikator. Sampel yang akan diukur kadar airnya ditimbang sebanyak 1-2 gram (c), dimasukkan ke dalam cawan porselin kosong yang sudah didinginkan tadi dan ditimbang (a), kemudian cawan berisi sampel tersebut dikeringkan pada suhu 105 o C selama 3 jam, setelah itu didinginkan di dalam desikator. Langkah-langkah tersebut dilakukan hingga bobot cawan berisi sampel yang sudah dikeringkan bernilai tetap atau tidak berubah lagi (b). Kadar air sampel dapat dihitung dengan persamaan (1.1) di bawah ini. c a b Kadar air % x 100% c (1.1) Keterangan : a : bobot cawan porselin dan sampel sebelum dikeringkan (g) b : bobot cawan porselin dan sampel setelah dikeringkan (g) c : bobot sampel awal (g) 17

3.2.2.2.2 Pengukuran Kadar Abu (Metode Gravimetri : SNI 01-2891-1992, butir 6.1) Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105 o C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Selanjutnya 2-3 gram sampel dimasukkan ke cawan porselin dan diarangkan diatas nyala pembakar. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 550 o C selama 3-4 jam atau pengabuan sempurna. Setelah pengabuan selesai, cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Penimbangan diulang hingga bobot sampel konstan. Kadar abu dapat dihitung menggunakan persamaan (1.2) di bawah ini. Kadar abu % a b 100% c (1.2) Keterangan : a : bobot cawan porselin dan sampel awal (g) b : bobot cawan porselin dan sampel akhir (g) c : bobot sampel awal (g) 3.2.2.2.3 Pengukuran Kadar Protein (Metode Semi Mikro Kjeldahl : SNI 01-2891- 1992, butir 7.1) Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 0.5 gram campuran selen (SeO 2 : K 2 SO 4 : CuSO 4.5H 2 O = 1 : 40 : 8) kemudian dilakukan destruksi di atas api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam), biarkan dingin. Selanjutnya pindahkan isi labu ke dalam labu takar 100 ml dan tepatkan sampai tanda tera dengan air destilata. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling. Selanjutnya dilakukan penambahan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Kemudian dilakukan penyulingan selama ± 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator BCG-MR. Setelah itu dilakukan titrasi dengan HCl 0.01 N yang telah distandarisasi hingga berubah warna. Kadar protein dapat dihitung menggunakan persamaan (1.3). Kadar protein %bb ml HCl sampel ml HCl blanko berat sampel x N HCl x 0.014 x 100 x 6.25 (1.3) 3.2.2.2.4 Pengukuran Kadar Lemak (Metode Soxhlet : SNI 01-2891-1992, butir 8.1) Sampel sebanyak 1-2 gram dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke labu soxhlet yang sudah ditimbang sebelumnya. Heksana dituang ke dalam labu soxhlet kemudian sampel diekstraksi selama ±6 jam. Labu soxhlet tersebut kemudian dimasukkan ke oven bersuhu 105 o C hingga seluruh sisa pelarut (heksana) menguap. Labu yang berisi lemak hasil ekstraksi didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan (1.4). Kadar lemak % a b 100% c (1.4) 18

Keterangan: a : berat labu dan sampel awal (g) b : berat labu dan sampel akhir (g) c : berat sampel awal (g) 3.2.2.2.5 Pengukuran Karbohidrat (By Different, SNI 01-2891-1992, butir 9.1) Total karbohidrat (by difference) dapat dihitung dengan persamaan (1.5) Keterangan: a = kadar protein (%) b = kadar air (%) c = kadar abu (%) d = kadar lemak (%) Kadar karbohidrat % 100% a b c d (1.5) 3.2.2.2.6 Pengukuran Serat Kasar (SNI 01-2891-1992, butir 11) Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dan diekstraksi lemaknya dengan Soxhlet. Bila bahan yang akan dianalisis mengandung lemak yang sangat kecil, maka pemisahan lemak dapat diabaikan. Sampel dipindahkan ke dalam labu ekstraksi 500 ml dengan pendingin tegak, ditambahkan 200 ml H 2 SO 4 1.25% dan dididihkan selama 30 menit. Setelah itu, larutan disaring dengan corong Büchner yang dihubungkan dengan vakum, dan dicuci dengan air panas. Sampel dimasukkan kembali ke dalam labu ekstraksi 500 ml dan dididihkan dengan 200 ml NaOH 1.25% selama 30 menit. Larutan disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya (A). Endapan yang diperoleh dicuci dengan H 2 SO 4 1.25%, air panas, dan alkohol 95%. Kertas saring dan isinya dipindahkan ke cawan porselin yang telah diketahui bobotnya (B), dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC, didinginkan, dan ditimbang sampai bobotnya tetap (C). Bila kadar serat kasar lebih besar dari 1%, maka kertas saring beserta isinya diabukan, didinginkan, dan ditimbang sampai bobotnya tetap (D) (Persamaan 1.6) Serat kasar < 1%: Kadar serat kasar = Serat kasar > 1%: Kadar serat kasar = 100% 100% (1.6) 3.2.3 Produksi Enzim Pektinase 3.2.3.1 Persiapan Media Fermentasi Semi Padat Pembuatan media fermentasi semi padat dilakukan dengan mencampurkan tepung limbah (padatan) dengan buffer fosfat ph 6 (konsentrasi 0.1 M) dan czapek s nutrient medium di dalam erlenmeyer 100 ml (perbandingan buffer fosfat dengan czapek s nutrient medium adalah 2:3) sehingga dihasilkan media fermentasi 20% padatan (Baladhandayutham dan Thangavelu 2011, modifikasi). Komposisi czapek s nutrient medium dapat dilihat pada Tabel 2. Media tersebut kemudian disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121 o C selama 15 menit. 19

Tabel 2. Komposisi czapek s nutrient medium Nama Bahan Jumlah Air destilata 1 L NaNO3 30 g KCl 5 g MgSO4.7H2O 5 g FeSO4.7H2O 0.1 g 3.2.3.2 Persiapan Isolat (Aspergillus ustus) Persiapan isolat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penumbuhan, peremajaan isolat, dan pengenceran isolat. Penumbuhan isolat Aspergillus ustus bertujuan untuk mendapatkan stock isolat untuk produksi enzim pektinase, sedangkan peremajaan isolat bertujuan untuk memperoleh isolat yang segar untuk produksi enzim pektinase. Isolat Aspergillus ustus yang digunakan untuk produksi enzim pektinase adalah isolat yang berumur lima hari. Media penumbuhan dan peremajaan Aspergillus ustus berupa media agar. Komposisi media agar terdiri dari air destilata, pektin komersial, bahan-bahan mineral ((NH 4 ) 2 HPO 4, KH 2 PO 4, K 2 HPO 4, dan MGSO 4.7H 2 O), dan purified agar. Pembuatan media penumbuhan dan peremajaan isolat Aspergillus ustus dapat dilihat pada Lampiran 1. Media agar steril yang telah dibuat kemudian diinokulasikam isolat Aspergillus ustus menggunakan ose steril dan dilakukan di dalam laminar (yang telah disinari UV (ultraviolet) selama 15 menit untuk menghindari kontaminasi). Media agar steril yang ditempatkan di dalam cawan petri digunakan untuk penumbuhan isolat Aspergillus ustus (untuk stock isolat), sedangkan yang ditempatkan di dalam tabung reaksi (agar miring) digunakan untuk peremajaan Aspergillus ustus. Pengenceran isolat Aspergillus ustus bertujuan untuk memperoleh inokulum yang akan digunakan untuk produksi enzim pektinase. Isolat Aspergillus ustus yang diencerkan berasal dari hasil isolat Aspergillus ustus yang diremajakan dan berumur lima hari. Pengenceran isolat menggunakan air destilata steril sebanyak 5 ml yang dicampurkan ke dalam isolat Aspergillus ustus yang diremajakan. 3.2.3.3 Produksi Enzim Pektinase Produksi enzim pektinase dimulai dengan menginokolukasikan isolat Aspergillus ustus hasil pengenceran ke dalam media fermentasi semi padat steril yang telah dibuat (kultur). Isolat diambil sebanyak 250 µl menggunakan pipet mikro dan dipindahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer yang berisi media fermentasi semi padat. Media fermentasi semi padat yang telah berisi isolat ditutup dengan kapas steril untuk memudahkan CO 2 yang diproduksi selama 20

fermentasi terlepas atau keluar (Baladhandayutham dan Thangavelu 2011). Produksi enzim pektinase ini dilakukan sebanyak dua ulangan untuk masing-masing kultur. Produksi enzim pektinase dilakukan pada suhu ruang selama 7 hari mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-7 untuk masing-masing jenis substrat media fermentasi semi padat. Setiap 24 jam sekali (1 hari), kultur yang difermentasi dipindahkan dari ruang fermentasi ke lemari pendingin (chiller) untuk menghentikan aktivitas Aspergillus ustus. Produksi enzim pektinase yang pertama dilakukan untuk mendapatkan substrat terbaik, yaitu jenis limbah pertanian mana yang dapat dijadikan media fermentasi sehingga menghasilkan aktivitas enzim pektinase tertinggi dan hasilnya akan digunakan untuk tahap selanjutnya. Produksi enzim pektinase selanjutnya adalah untuk tahap optimasi kondisi fermentasi, yaitu untuk mengetahui kondisi optimal pada saat fermentasi sehingga didapatkan aktivitas enzim pektinase tertinggi. 3.2.3.4 Pengukuran Aktivitas Enzim Pektinase Analisis aktivitas enzim dilakukan dengan penambahkan air destilata sebanyak 15 ml ke dalam masing-masing kultur kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer (suhu selama pengadukan harus tetap dingin agar enzim tidak rusak) selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mengekstraksi enzim pektinase ekstraseluler yang terbentuk. Enzim yang terekstrak kemudian dipipet dengan pipet mikro sebanyak 1500 µl dan dipindahkan ke dalam microtube eppendorf. Tahap selanjutnya yaitu sentrifugasi ekstrak enzim menggunakan sentrifuse dengan kecepatan 11.000 rpm selama 20 menit, dari proses ini akan terbentuk enzim pektinase kasar (crude enzyme) berupa supernatan atau filtrat serta biomassa dan sel (endapan). Enzim pektinase kasar digunakan untuk analisis aktivitas enzim dengan cara melakukan pengenceran 10 2. Aktivitas enzim didapat dengan melakukan pengukuran nilai absorbansi crude enzim yang telah direaksikan dengan larutan substrat pektin komersial dan dihentikan reaksinya oleh DNS (dinitrosalisilat) setelah reaksi berlangsung selama 30 menit, kemudian dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm, absorbansi enzim tersebut diukur. Tahapan pengukuran aktivitas enzim dengan spektrofotometer secara skematis dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai absorbansi yang didapat dikonversi menjadi konsentrasi gula pereduksi (ppm) menggunakan persamaan yang didapat dari kurva standar asam galakturonat (Lampiran 4) kemudian dihitung nilai aktivitas enzim pektinase menggunakan rumus berikut (persamaan 1.7) AE = GP x FP x 1000 t x BM (1.7) 21

Keterangan : AE : Aktivitas enzim pektinase kasar (U/mL) [GP] : Konsentrasi gula pereduksi yang diperoleh dari kurva standar (mg/ml) 1000 : Faktor konversi FP : Faktor pengenceran t : Waktu inkubasi (menit) BM : Bobot molekul asam galakturonat 212 g/mol Aktivitas enzim pektinase dinyatakan dalam U/mL. Satu unit merupakan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk memecah 1 µmol pektin menjadi asam galakturonat per menit pada kondisi pengujian. 3.2.4 Pengujian Kondisi Optimum Produksi Enzim Pektinase Setelah didapatkan informasi mengenai substrat terbaik pada tahap produksi enzim pektinase yang pertama maka dilakukan pengujian kondisi optimum fermentasi. Media fermentasi semi padat yang digunakan untuk tahap ini komposisinya terdiri dari tepung limbah pertanian yang menghasilkan aktivitas enzim pektinase tertinggi pada tahap produksi enzim pektinase yang pertama, buffer fosfat ph 6 (konsentrasi 0.1 M), dan czapek s nutrient medium. Parameter kondisi yang akan diuji adalah konsentrasi substrat, ph media, dan suhu fermentasi. Konsentrasi substrat yang diuji adalah konsentrasi substrat 10, 15, 20, dan 25% padatan, ph media yang diuji adalah ph 4, 5, 6, 7, dan 8, serta suhu fermentasi yang diuji adalah 30, 40, dan 50 o C. Parameter pertama yang diuji adalah konsentrasi substrat, setelah didapat besar konsentrasi substrat yang optimum untuk produksi enzim pektinase, pengujian dilanjutkan dengan parameter selanjutnya yaitu ph media dan suhu fermentasi. Pada akhir pengujian akan didapatkan kondisi optimum untuk produksi enzim pektinase. 22