PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS-SITRAT KUNING TELUR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING EFFECT OF GLYSEROL LEVEL IN EGG-YOLK TRIS-CITRATE EXTENDER ON MOTILITY AND ABNORMALITY OF POST THAWING SPERM OF ETAWAH CROSSBREED GOAT Muthia Utami Islamiati*, Rd.Siti Darodjah**, Soeparna** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad e-mail : muthiautam@gmail.com ABSTRAK Penelitian yang berjudul Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Tris-Sitrat Kuning Telur terhadap Motilitas dan Abnormalitas Sperma Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing telah dilaksanakan pada bulan Desember 2015 hingga Januari 2016 di Laboratorium Reproduksi Ternak dan Inseminasi Buatan, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gliserol dalam pengencer tris-sitrat kuning telur terhadap motilitas dan abnormalitas dan mengetahui level gliserol terbaik dalam pengencer tris-sitrat kuning telur yang dapat menghasilkan motilitas tertinggi dan abnormalitas yang paling rendah pada sperma kambing PE post thawing. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengaruh perlakuan diuji lanjut dengan Uji Duncan. Terdapat 5 jenis perlakuan dengan pemberian level gliserol (P1 = 5%, P2 = 6%, P3 = 7%, P4 = 8% dan P5 = 9%) dengan 5 kelompok. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian gliserol berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap motilitas dan abnormalitas sperma kambing PE post thawing dan level gliserol 6% dalam pengencer tris-sitrat kuning telur merupakan level terbaik yang menghasilkan motilitas tertinggi dan abnormalitas yang paling rendah pada sperma kambing PE post thawing. Kata Kunci: Gliserol, Sperma, Motilitas, Abnormalitas, Kambing PE ABSTRACT This study about Effect of Glycerol Level in Egg-Yolk Tris-Citrate Extender on Motility and Abnormality Post Thawing Sperm of Etawah Crossbreed Goat had been conducted on December 2015 until January 2016 in Livestock Reproduction and Artificial Insemination Laboratory, Animal Husbandry Faculty, Padjadjaran University, Jatinangor, Sumedang. The aim of this study is to know the effect of glycerol in egg-yolk tris-citrate extender on motility and abnormality and also to find out the best of glycerol level in egg-yolk tris-citrate extender that can produce the highest motility and the lowest abnormality on etawah crossbreed goat post thawing. This study used experimental methods with Randomized Group Design. The effect of treatment was tested with Duncan s Test. There were 5 types of treatment with several glycerol level (P1 = 5%, P2 = 6%, P3 = 7%, P4 = 8% and P5 = 9%) with 5 group. The result of research was concluded that glyceol significantly effect (P<0.05) on motility and abnormality of etawah crossbreed goat and level glycerol 6% in egg-yolk tris-citrate extender was the best level to produced the highest motility and the lowest abnormality of etawah crossbreed goat post thawing. Keywords : Glycerol, Sperm, Motility, Abnormality, Etawah Crossbreed Goat.
PENDAHULUAN Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing mampu beradaptasi dengan baik di kondisi alam Indonesia, sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya, namun kurangnya minat terhadap ternak tersebut membuat populasi ternak kambing, khususnya kambing perah di Indonesia masih kurang. Tindakan yang dapat dilakukan dalam usaha pengembangan populasi kambing perah salah satunya adalah melalui Inseminasi Buatan (IB). IB merupakan proses perkawinan yang dilakukan dengan bantuan manusia, dengan cara mempertemukan sperma dengan sel telur agar terjadi proses pembuahan (fertilisasi). Semen beku dijadikan pilihan yang tepat dalam usaha pengembangan populasi ternak kambing di Indonesia melalui teknologi IB. Semen beku merupakan semen cair yang ditambahkan beberapa larutan pendukung lalu dibekukan dengan tujuan agar semen tetap bertahan meski disimpan dalam waktu yang cukup panjang. Semen yang digunakan dalam teknologi IB harus memiliki kualitas yang baik. Motilitas dan abnormalitas dapat menjadi indikator dalam menentukan kualitas semen yang baik, sehingga dengan adanya semen yang baik, maka tujuan dari peningkatan populasi melalui teknik IB akan terlaksana. Kerusakan kerusakan sel spermatozoa yang diakibatkan oleh proses pembekuan akibat terjadinya kristal kristal es yang dapat membunuh sel tersebut. Hal itu dapat menurunkan kualitas semen beku seperti penurunan motilitas dan timbulnya abnormalitas pada sperma, sehingga perlu dilakukan penambahan krioprotektan yang dapat membantu mempertahankan kualitas semen beku. Krioprotektan yang digunakan adalah gliserol, penambahan gliserol sebagai krioprotektan ke dalam pengencer dapat melindungi spermatozoa dari berbagai cekaman selama proses kriopreservasi semen, sehingga kualitas dari semen tersebut tetap terjaga. BAHAN DAN METODE Objek yang digunakan dalam penelitian adalah semen yang berasal dari lima kambing peranakan etawah (PE), berumur 2-3 tahun yang berada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bahan yang digunakan adalah gliserol, tris dan sitrat, kuning telur, eosin negrosin, penicillin dan streptomycin, N2 cair. Alat yang digunakan adalah tabung semen, straw 0,25 ml, mikroskop, haemocytometer, container, dan lain-lain. Prosedur penelitian yang dilakukan awalnya adalah dengan penampungan semen menggunakan vagina buatan, selanjutnya pemeriksaan semen secamakroskopis dan mikroskopis.
Semen yang telah memenuhi syarat kemudian dilakukan pengenceran semen menggunakan trissitrat, kuning telur dan gliserol sesuai level yang diinginkan. Proses pengemasan straw dilakukan setelah proses pengencern selesai, kemudian equilibasi 4-5 0 C selama 4 jam. Proses selanjutnya adalah pre-freezing dimana straw diuapkan diatas N2 cair pada container selama 9 menit, selanjutnya masuk ke proses pembekuan dimana straw dicelupkan kedalam N2 cair yang bersuhu - 196 0 C. Thawing semen yang telah dibekukan keesokan harinya dengan air hangat besuhu 38 0 C selama 35-40 detik, kemudian dilakukan pemeriksaan post thawing. Kualitas semen yang diamati adalah motilitas dan abnormalitas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 kelompok. Perlakuan dalam penelitian ini adalah P1 = Semen + (Pengencer + gliserol 5%), P2 = Semen + (Pengencer + gliserol 6%), P3 = Semen + (Pengencer + gliserol 7%), P4 = Semen + (Pengencer + gliserol 8%), dan P5 = Semen + (Pengencer + gliserol 9%). Dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji jarak beganda Duncan (α = 0,05) untuk melihat perbedaan antar perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kambing Peranakan Etawah Kualitas semen segar merupakan tahapan dasar sebelum diberikan perlakuan, karena nilai dari kualitas semen menjadi acuan pada proses penelitian selanjutnya. Berdasarkan hasil evaluasi semen segar, baik secara mikroskopis maupun mikroskopis diperoleh karakteristik semen segar kambing PE yang disajikan pada Tabel 1, sebagai berikut Tabel 1 Karakteristik Semen Segar Kambing PE Karakteristik Semen Kambing 1 2 3 4 5 Volume (ml) 1 1 1 1 1 Warna Putih susu Putih susu Krem Putih susu Putih susu Bau Khas anyir Khas anyir Khas anyir Khas anyir Khas anyir Konsistensi Kental Kental Agak cair Kental Kental ph 6,5 7 6,7 7 6,5 Gerakan massa +++ +++ +++ +++ +++ Konsentrasi sperma (juta sel/ml) 4170 2980 1950 2180 3460 Motilitas progresif (%) 80,34 83,89 81,50 82,56 75,44 Abnormalitas spermatozoa (%) 1,0 4,0 1,0 2,5 1,0
Ket : +++(baik) = Terlihat gelombang cepat dan banyak Berdasarkan tabel di atas, semen segar yang digunakan mempunyai kualitas baik, secara makroskopis maupun mikroskopis. Volume yang didapatkan masing-masing kambing adalah 1 ml, hasil ini sesuai dengan pendapat Devendra dan Burns (1994) yaitu volume semen kambing bervariasi setiap penampungan sebesar 0,5 1,0 ml. Warna semen yang didapatkan pada penelitian yaitu putih susu dan krem, sesuai dengan pendapat Tambing dkk (2001) yang menyatakan warna semen dari kambing PE rata-rata adalah putih sampai krem. Evans dan Maxwell (1987), menyatakan bahwa warna semen segar pada kambing yang normal adalah putih susu sampai krem, baunya khas, dengan konsistensi atau derajat kekentalan dari encer sampai kental, selaras dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa warna, bau dan konsistensi berturut-turut mendapatkan putih susu dan krem, bau khas serta konsistensi yang agak cair dan kental. Sesuai dengan pendapat Tambing dkk (2001) yang menyatakan bahwa konsistensi yang ada pada semen kambing rata-rata memiliki konsistensi kental. Toelihere (1993), derajat kekentalan semen berkorelasi positif dengan konsentrasi spermtozoa. Semakin kental cairan semen mengandung semakin banyak spermatozoa. Kosentrasi sperma yang didapatkan berkisar 1950-4170 juta sel/ml hasil yang didapatkan pada penelitian lebih rendah dibandingkan dengan pendapat Evan dan Maxwell (1987) yang menyatakan jumlah konsentrasi sperma yakni 2500-5000 juta sel/ml. ph semen atau derajat keasaman yang didapatkan pada penelitian ini bekisar 6,5-7,0, hasil ini sesuai dengan pendapat Hafez (1987) yang menyatakan standar derajat keasaman semen kambing yang baik untuk dijadikan semen beku adalah 6,2 7,2, didukung juga dengan pendapat Partodihardjo (1992) yang menyatakan bahwa ph rata-rata pada semen kambing PE sekitar 7,0. Hasil pemeriksaan mikroskopis gerakan massa pada penelitian mendapatkan hasil masing-masing kambing +++ sesuai dengan pendapat Tambing dkk (2000) yang menyatakan rata-rata gerakan massa sperma yang dihasilkan oleh kambing PE bernilai +++. Motilitas spermatozoa pada kambing PE yang tertinggi pada kambing 2 yaitu sebesar 83,89% dan yang terendah pada kambing 5 yaitu 75,44%, hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Garner dan Hafez (2000), yang menyatakan bahwa semen kambing yang baik memiliki persentase sperma motil antara 60 80 %, dari angka tersebut menunjukkan bahwa semen dapat diproses menjadi semen beku. Hasil rataan motilitas yaitu sebesar 80,74% lebih tinggi dibanding dengan pendapat Kostaman dan Sutama (2004) yang menyatakan rata-rata motilitas spermatozoa pada kambing PE 72,29%. Abnormalitas spermatozoa yang didapatkan berkisar antara 1,0-4,0%, abnormalitas tertinggi yaitu kambing 2 dengan jumlah abnormalitas
4%. Hasil yang didapat lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Rusdin (2006) yaitu rata-rata abnormalitas semen segar kambing PE berkisar antara 2,0-2,4%, namun selama abnormalitas kurang dari 10%, maka semen tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi (Toelihere, 1985) Pengaruh Level Gliserol terhadap Motilitas Motilitas sering digunakan untuk menilai kualitas semen beku karena parameter ini mudah dan cepat dilakukan (Kostaman dkk, 2000). Perbandingan sperma hidup yang bergerak kedepan dengan konsentrasi sperma total dalam semen yang menunjukkan persentase sperma motil progresif (Evans dan Maxwell, 1987). post-thawing tertera pada Tabel 2. Data pengamatan motilitas Tabel 2 Rataan Persentase Motilitas Spermatozoa Pada Berbagai Perlakuan Kelompok Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5...%... 1 53,84 58,62 50,00 48,27 45,00 2 30,00 52,94 45,45 40,00 33,33 3 50,00 60,00 57,14 55,55 50,00 4 55,55 62,50 57,14 50,00 46,66 5 57,70 59,26 51,72 50,00 46,66 Jumlah 247,09 293,32 261,45 243,82 221,65 Rata-rata 49,42 58,66 52,29 48,76 44,33 Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan berbagai level gliserol memberikan pengaruh terhadap motilitas. Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh paling baik dalam menghasilkan motilitas spermatozoa maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Tris- Sitrat Kuning Telur terhadap Motilitas Spermatozoa Perlakuan Level Gliserol Rataan (%) Motilitas Signifikansi 0,05 9 44,33 a 8 48,76 ab 5 49,42 ab 7 52,29 b 6 58,66 c Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata
Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 5, menunjukan bahwa level gliserol 6% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian gliserol 5%, 7%, 8%, dan 9%. Pemberian gliserol 7% bebeda nyata dengan pemberian gliserol 9%, sedangkan untuk setiap perlakuan yang lainnya tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Diduga dengan level gliserol 6% kerja gliserol optimal dalam mempertahankan motilitas. Selaras dengan mekanisme kerja dari gliserol yaitu dapat berdifusi ke dalam sel spermatozoa dan dapat dimetabolisir dalam proses-proses yang menghasilkan energi dan membentuk fruktosa. Gliserol akan memasuki siklus perombakan fruktosa pada triosa fosfat dan selanjutnya akan dirombak menjadi asam laktat, fruktosa yang tersedia ini akan menyebabkan spermatozoa tetap bergerak, karena fruktosa berperan menghasilkan energi berupa ATP yang mengandung fosfat anorganik yang kaya energi (Ilyas, 2009). Motilitas sendiri sangat bergantung pada pasokan energi berupa ATP hasil metabolisme, sehingga gliserol yang mampu menghasilkan energi berupa ATP akan mampu mempertahankan motilitas spermatozoa. Pemberian gliserol pada level 5, 7, 8 dan 9 % menghasilkan motilitas yang rendah dibandingkan dengan level 6 %, hal itu dapat disebabkan karena level yang terlalu rendah belum mampu memepertahankan motilitas spermatozoa, begitu pula dengan level gliserol yang terlalu tinggi akang mengakibatkan efek toksik bagi spermatozoa, sesuai dengan pernyataan (Evans dan Maxwell, 1987) bahwa pada pembekuan semen kambing standar penggunaan gliserol yang dianjurkan adalah 6-8 %, jika kurang dari itu, maka giserol tidak akan memberikan efek yang berarti, sedangkan jika lebih tinggi akan menimbulkan efek toksik pada spermatozoa. Dilihat dari hasil penelitian, motilitas yang didapatkan masih memenuhi syarat sesuai dengan pendapat Samsudewa (2008), yang menyatakan bahwa post thawing motility (PTM) semen beku yang tidak layak untuk IB yaitu yang memiliki nilai motilitas spermatozoa <40 %. Pengaruh Level Gliserol terhadap Abnormalitas Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dilakukan dengan cara pewarnaan diferensial menggunakan cairan eosin dan diamati dibawah mikroskop. Berikut adalah rataan persentase abnormalitas spermatozoa pada berbagai perlakuan, disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan Persentase Abnormalitas Spermatozoa Pada Berbagai Perlakuan Kelompok Perlakuan P1 P1 P1 P1 P1...%... 1 2,0 2,0 2,0 2,0 2,5 2 5,0 4,0 4,0 5,0 4,5 3 2,5 2,0 3,0 3,5 2,0 4 2,5 2,0 2,0 3,0 2,0 5 2,0 1,5 1,5 2,0 1,5 Jumlah 14,0 11,5 12,5 15,5 12,5 Rata-rata 2,8 2,3 2,5 3,1 2,5 Rataan persentase abnormalitas spermatozoa pada level gliserol 6% (2,3%), 7% (2,5%), 9% (2,5%), 5% (2,8%) dan 8% (3,1%) berturut-turut mengalami kenaikan. Rata-rata abnormalitas terendah diperoleh pada perlakuan level gliserol 6% yaitu sebesar 2,3%, sedangkan rata-rata abnormalitas tertinggi diperoleh pada perlakuan level gliserol 8% sebesar 3,1%. Hasil yang didapatkan pada penelititan ini berkisar antara 2,3-3,1 %, hasil ini lebih kecil dibandingkan dengan pendapat Garner dan Hafez (2000), yang menyatakan bahwa semen kambing pada umumnya memiliki persentase spermatozoa abnormal antara 5% - 20%, namun selama abnormalitas kurang dari 10%, maka semen tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi (Toelihere, 1985). Abnormalitas spermatozoa yang didapatkan pada penelitian ini merupakan abnormalitas sekunder, seperti ekor patah, putus maupun tergulung banyak ditemukan pada penelitian ini (Lampiran 4). Abnormalitas sekunder kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam preparasi atau ejakulasi (Arifiantini dkk., 2006). Salah satu abnormalitas sekunder yang terdapat di penelitian ini kebanyakan terjadi pada ekor. Abnormalitas pada ekor bisa disebabkan karena ejakulasi yang tidak sempurna dan shock terhadap suhu. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan berbagai level gliserol berpengaruh terhadap abnormalitas, selanjutnya untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh paling baik dalam menghasilkan abnormalitas spermatozoa maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Tris Sitrat Kuning Telur terhadap Abnormalitas Spermatozoa Perlakuan Level Gliserol Rataan (%) Abnormalitas Signifikansi 0,05 6 2,3 a 7 2,5 a 9 2,5 a 5 2,8 ab 8 3,1 b Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 5, menunjukkan bahwa dengan pemberian gliserol 5%, 6%, 7% dan 9% tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan, begitupun dengan pemberian gliserol 5% dan 8% yang tidak berbeda nyata, namun pemberian gliserol 6%, 7% dan 9% berbeda nyata dengan pemberian gliserol 8%. Hal itu disebabkan karena gliserol pada level yang optimal mampu mengurangi peningkatan abnormalitas yang terjadi akibat peroksidasi lipid. Kemampuan gliserol dalam mengurangi peningkatan abnormalitas yaitu dengan mengoptimalkan kemampuan gliserol dalam meminimalisir kerusakan membran plasma akibat peroksidasi lipid, Suyadi dkk., (2012) menyatakan bahwa peningkatan angka abnormalitas disebabkan tidak hanya pada saat pembuatan preparat sebelum dilakukan pengamatan namun juga disebabkan oleh adanya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan kerusakan membran yang terjadi akibat adanya reaksi antara asam lemak tak jenuh dan juga radikal bebas. Peroksidasi lipid dapat menyebabkan kerusakan pada membran plasma pada bagian tengah/ midpiece spermatozoa, pada bagian ini terdapat mitokondria yang terlibat dalam pembentukan energi, oksidasi asam lemak dan siklus krebs(wilandari, 2013). Gliserol mampu meminimalisir kerusakan membran plasma akibat peroksidasi lipid, dengan cara mengikat gugus fosfolipid sehingga mengurangi ketidakstabilan membran dan dapat berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein (Parks and Graham, 1992), dengan kemampuan gliserol dalam meminimalisir kerusakan membran plasma maka akan mengurangi peningkatan abnormalitas yang disebabkan oleh adanya peroksidasi lipid. Mekanisme kerja dari gliserol yang lain adalah dengan mengubah bentuk dan ukuran kristal es yang terbentuk sehingga mengurangi tekanan mekanik dan menurunkan titik beku medium sehingga kristal es tidak terbentuk dan merusak organel sel spermatozoa ( Tambing, 1999).
KESIMPULAN Level giserol dalam pengencer tris-sitrat kuning telur berpengaruh terhadap motilitas dan abnormalitas sperma kambing peranakan etawah post-thawing dan level gliserol 6% merupakan level yang paling baik untuk menghasilkan motilitas spermatozoa tertinggi dan abnormalitas yang paling rendah pada sperma kambing peranakan etawah post-thawing. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Agr. Ir. Rd. Siti Darodjah, MS sebagai pembimbing utama serta kepada Prof. Dr. Ir. Soeparna, MS sebagai pembimbing anggota serta sebagai ketua pelaksana hibah Academic Leadership Grant (ALG) 1-1-6 yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta memfasilitasi sarana penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arifiantini R.I., T.L Yusuf., Y. Mulyadi. 2006. Efektifitas waktu pemaparan gliserol terhadap motilitas spermatozoa pada pembekuan semen domba lokal menggunakan pengencer tris kuning telur. Bogor Agricultural University. Bogor Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan : I. D. K. Harya Putra. ITB Bandung. Evans, G and W.M.C. Maxwell. 1987. Salamon s Atificial Insemination of Sheep and Goats. Butter Worth. London Garner, D.L and E.S.E, Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma in Reproduction Farm Animals 7th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 97-100. in Hafez E.S.E. 1987. Reproduction in Farm Animals, 5th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. 571-600 Ilyas, Mumu. M. 2009. Viabilitas semen sapi simental yang dibekukan krioprotektan gliserol. Jurnal Agroland 16 (2) : 172 179 menggunakan Kostaman, T., I. Ketut Sutama., P. Situmorang., I.G.M. Budiarsana. 2000. Pengaruh jenis pengencer dan waktu ekuilibrasi terhadap kualitas semen beku kambing peranakan etawah. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Kostaman, T. dan I. Ketut Sutama. 2004. Karakteristik Semen Kambing Peranakan Ettawah (PE) dan Boer. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Iptek 1: 381-384. Parks JE, dan JK Graham. 1992. Effects of cryopreservation procedures on sperm membranes. Theriogenology. 38:209-222. Partodihardjo S. 1992. Ilmu Produksi Hewan. Mutiara, Jakarta
Rusdin. 2006. Karakteristik Semen Segar Pejantan Kambing Peranakan Etawa (PE) Di Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Garahan, Silo-Jember. Jurnal Agrisains, Vol. 7. No. 2 Samsudewa. D dan A. Suryawijaya. 2008. Pengaruh Berbagai Methode Thawing terhadap Kualitas Semen Beku Sapi.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Suyadi., A. Rachmawati, N. Iswanto. 2012. Pengaruh α-tocopherol yang Berbeda dalam Pengencer Dasar Tris Aminomethane-kuning Telur Terhadap Kualitas Semen Kambing Boer yang Disimpan pada Suhu 50C. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. 22 (3): 1-8. Tambing, S.N. 1999. Potensi produktifitas ternak kambing di Indonesia. Pros. Seminar Nasional peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 November 1995. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm 35-50 Tambing. S. N., M.R. Toelihere, T.L. Yusuf, dan I.K. Sutama. 2000. Pengaruh gliserol dalam pengencer tris terhadap kualitas semen beku kambing Etawah. J. Ilmu Ternak dan Vet. 5 (2): 1-8. Tambing, S.N, M. Gazali. dan B. Purwantara. 2001. Pemberdayaan Teknologi Buatan pada Ternak Kambing. Wartazoa Vol.11, No.1 Peranakan Inseminasi Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa Wilandari,T. D, A. Abdul dan M. Ibrahim. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sarang Semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) Terhadap Morfologi Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus L) yang Dipapar Asap Rokok. Universitas Negeri Gorontalo.