semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

dokumen-dokumen yang mirip
pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan buah yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

serta peningkatan jumlah dan jenis penyakit. Tumbuhan sebagai sumber senyawa bioaktif alami merupakan bahan baku yang potensial yang menunjang usaha

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Buah pepaya kaya akan antioksidan β-karoten, vitamin C dan flavonoid. Selain itu buah pepaya juga mengandung karpoina, suatu alkaloid yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. (Cyclea barbata Meer), cincau hitam (Mesona palustris), cincau minyak

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan anggota dari famili

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I. PENDAHULUAN. timbulnya berbagai macam penyakit seperti jantung koroner, kanker, diabetes,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia telah menggunakan tumbuhan obat atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB I PENDAHULUAN I.1

hayati ini dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan di kalangan masyarakat. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional akhir-akhir ini sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB I PENDAHULUAN. dari segi jumlah tanaman obat yang sebagian besar belum dapat dibuktikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

I. PENDAHULUAN. dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, diperoleh bahwa penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia tahun di daerah perkotaan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ekuator, memiliki iklim tropis dan curah hujan yang tinggi mendukung berbagai

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Teh adalah jenis minuman non alkohol yang terbuat dari daun teh

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman bayam merupakan sayuran daun yang sudah lama dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sirup merupakan salah satu produk olahan cair yang dikonsumsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

BAB I PENDAHULUAN. terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA

MATERIA MEDIKA INDONESIA

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PERSETUJUAN PEMBIMBING. Karya Tulis Ilmiah yang Berjudul:

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat

MATERIA MEDIKA HERBAL

I. PENDAHULUAN. sinar matahari berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat tertentu, racun

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

ISOLASI DAN KARAKTERISASI STRUKTUR SANTON SERTA UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol Low Density

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk Indonesia banyak melakukan penelitian-penelitian terhadap beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pencegahan, pengobatan penyakit, serta untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obat modern ditemukan dan dipasarkan. Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia (Dewoto, 2007). Di Indonesia tumbuhan obat digunakan untuk meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan kesehatan (rehabilitatif), pencegahan penyakit (preventif), dan penyembuhan (kuratif). Namun eksistensinya belum dapat disetarakan dengan pelayanan pengobatan modern dengan menggunakan obat kimia, karena memang belum seluruhnya teruji keamanan dan manfaatnya. Selama ini kebanyakan hanya dari data empiris dan dari pengalaman yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam era globalisasi pengembangan teknologi dan bentuk pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia dalam pelayanan kesehatan saat ini sudah mengenal dan menggunakan konsep ekstrak. Hal ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian serta pertanian dan kedokteran/ pengobatan modern, karena disadari tidak 1

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan nama obat bahan alam Indonesia, telah semakin banyak dimanfaatkan baik sebagi Obat Tradisional Indonesia (jamu). Obat Herbal Terstandar ataupun Fitofarmaka, berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan kemajuan teknologi juga dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat bahan alam tersebut (BPOM, 2005). Pada persyaratan terhadap bahan aktif ekstrak obat herbal terstandar diperlukan standarisasi ekstrak tersebut, namun di Indonesia standarisasi terhadap tanaman maupun ekstrak masih ada yang belum tercantum di dalam monografi. Seiring pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka, standarisasi dan persyaratan mutu simplisia obat tradisional merupakan hal yang perlu diperhatikan. Simplisia merupakan bahan baku yang berasal dari tanaman yang belum mengalami pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang dapat diulang (reproducible). Kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau yang memiliki sidik jari (fingerprint) pada kromatogram (Dewoto, 2007). 2

Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait seperti paradigma mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk (BPOM RI, 2005). Persyaratan mutu simplisia dan ekstrak sejumlah tanaman tertera dalam buku Farmakope Herbal Indonesia (FHI), Ekstrak Farmakope Indonesia, atau Materia Medika Indonesia. Materia Medika Indonesia (MMI) yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengawasan Obat Tradisional yang memuat persyaratan baku mutu bahan alam meliputi standarisasi simplisia dan ekstrak baik secara kualitatif (macam-macam senyawa metabolit sekunder) maupun kuantitatif (jumlah kadar senyawa metabolit sekunder). Standarisasi terhadap tanaman obat di Indonesia masih belum optimal dan hanya pada beberapa tanaman tertentu yang tercantum dalam MMI dan FHI yaitu 257 simplisia dan menurut Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (METOI) terdapat 65 ekstrak, sedangkan tanaman di Indonesia berdasarkan BPOM RI terdapat lebih dari 30.000 jenis tumbuhan dan lebih dari 1.000 jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan dalam industri obat tradisional. Salah satu tanaman yang belum tertera di dalam Monografi Indonesia adalah buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Standarisasi tumbuhan obat meliputi bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi. Tumbuhan sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi. Ekstrak sebagai bahan antara merupakan bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi-fraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain. Adapun jika digunakan sebagai 3

produk jadi berarti ekstrak yang berada dalam bentuk sediaan obat jadi siap digunakan (Tenriugi, Gemini dan Faisal, 2010). Pada penelitian ini akan dilakukan standarisasi simplisia dan ekstrak yang meliputi karakterisasi terhadap ciri-ciri mikroskopik tanaman parameter non spesifik (susut pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar abu larut air, dan kadar abu tidak larut asam), parameter spesifik (identitas simplisia dan ekstrak yang meliputi organoleptis) serta dilakukan karakterisasi pola kromatogram dan macam-macam kandungan metabolit sekunder dan secara kuantitatif yang meliputi penentuan kadar salah satu kandungan senyawa metabolit sekunder. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat oleh masyarakat adalah buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Buah naga merah yang berasal dari familia Cactaceae mempunyai potensinya sebagai tanaman obat yang cukup besar. Buah naga adalah sejenis tanaman yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan telah banyak dibudidayakan di Indonesia (Rusmin dan Melati, 2007). Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan ini sudah lama di manfaatkan buahnya untuk konsumsi segar. Jenis tanaman ini merupakan tanaman memanjat, secara morfologi tanaman ini termasuk tanaman yang tidak lengkap karena tidak memiliki daun yang mana hanya memiliki akar, batang, cabang, bunga, buah serta biji (Kristanto, 2009). Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah sekitar 60 mm/bulan atau 720 mm/tahun, pertumbuhan dan perkembangan buah naga merah akan 4

lebih baik bila hidup di dataran rendah dengan ketinggian 0-350 m dpl dengan suhu udara yang ideal antara 26-36 o C dan kelembaban udara antara 70-90 % (Rukmana, 2003). Secara empiris buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki banyak manfaat dalam mengatasi tekanan darah tinggi, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, mencegah kanker usus, menguatkan daya kerja otot, meningkatkan ketajaman mata, serta menghaluskan kulit (Kristanto, 2008). Saneto (2008), telah melakukan penelitian tentang karakterisasi terhadap kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang meliputi kandungan betasianin, aktivitas antioksidan, total phenol, kandungan flavonoid, total (TDF), soluble (SDF), insoluble (IDF) dietary fiber dan proksimat. Penentuan aktivitas antioksidan menggunakan uji DPPH (1,1 diphenyl-picrylhydrazil). Ekstraksi betasianin menggunakan aseton dan methanol. Kandungan betasianin dari ekstrak kulit buah naga merah menggunakan aseton sebesar 5,7% dan menggunakan methanol sebesar 6,8%. Aktivitas antioksidan dengan DPPH dari ekstrak kulit buah naga merah menggunakan aseton sebesar 4,2 ± 0,2 mg asam askorbat /100g, sedangkan menggunakan metanol sebesar 5,5 ± 0,2 mg asam askorbat /100g. Kandungan senyawa phenol dari ekstrak kulit buah naga merah menggunakan aseton sebesar 22,7 ± 1,3 mg dari GAE/100g dari berat kulit buah segar, sedangkan menggunakan methanol sebesar 19,8 ± 1,2 dari GAE/100g berat. Kandungan flavonoid tidak banyak berbeda yaitu 9,1 ± 0,2 dan 9,0 ± 1,4 mg/100g. Kandungan total (TDF), soluble (SDF), insoluble (IDF) dietary fibre dan analisa proksimat dari ekstrak kulit buah naga merah menggunakan prosedur AOAC. Kandungan TDF 46,7% ± 0,3, IDF 12,6% ± 0,3 dan SDF 34,3% ± 0,3 berdasarkan berat kering bahan. 5

Dietary fibre dari ekstrak kulit buah naga merah mengandung protein 3,2% ± 0,2; lemak 0,7% ± 0,2; air 4,9% ± 0,3 dan abu 19,3% ± 0,2, berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa kulit buah naga merah merupakan sumber DF makanan dan antioksidan yang baik. Menurut penelitian Feranose (2009), secara farmakologis tentang efek pemberian jus buah naga merah terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus putih yang telah di induksi dengan aloksan dan pada penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pemberian jus buah naga merah memiliki efek hipoglikemik. Efek hipoglikemik buah naga merah didapatkan dari adanya komponen aktif flavonoid. Flavonoid merupakan zat warna merah, ungu, biru atau kuning dalam tumbuh-tumbuhan (Suhartono dkk, 2004). Kandungan senyawa flavonoid mempunyai berbagai fungsi penting untuk kesehatan, antara lain dalam menurunkan risiko serangan penyakit kardiovaskuler, tekanan darah, aterosklerosis, dan sebagai antioksidan (Hodgson et al.,2006). Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh (Tenriugi et al., 2010). Berdasarkan strukturnya, flavonoid adalah turunan senyawa induk flavon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama. Aglikon flavonoid terdapat pada tumbuhan dengan bentuk struktur yang berbeda-beda. Setiap struktur mengandung atom karbon dalam inti dasar yang tersusun dalam bentuk konfigurasi C 6 -C 3 -C 6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama dari alur sikimat dan alur asetat-malonat. Flavonoid dalam tumbuhan umumnya terikat sebagai glikosida, baik O- glikosida maupun C-glikosida (Markham, 1988; Harborne,1987). 6

Flavonoid pada sayuran dan buah merupakan metabolit sekunder yang dimanfaatkan untuk kesehatan dan bahan pengkhelat yang menjadi penyumbang utama terhadap kapasitas fungsinya sebagai antioksidan. Selain berfungsi sebagai antioksidan, flavonoid juga dapat memodulasi jalur sinyal sel dan efeknya dapat ditandai pada fungsi sel dengan mengubah protein dan fosforilasi lemak dan modulasi ekspresi gen (Ciz et al., 2010). Berdasarkan uraian diatas yang meliputi penggunaan secara empiris maupun penelitian secara farmakologis, membuktikan bahwa buah naga merah sangat bermanfaat sebagai tanaman obat dan banyak digunakan oleh masyarakat, namun acuan tentang standarisasi buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai obat bahan alam belum ada tercantum didalam Monografi Indonesia, sehingga pada penelitian ini akan dilakukan standarisasi dari buah naga merah yang meliputi parameter spesifik dan parameter non spesifik, karakterisasi terhadap ciri-ciri mikroskopik buah naga merah (Hylocereus polyrhizus), karakterisasi kandungan senyawa metabolit sekunder menggunakan kromatografi lapis tipis, pengujian untuk standarisasi profil kromatografi lapis tipis untuk identifikasi kandungan senyawa tersebut, serta melakukan penetapan kadar senyawa aktif flavonoid dalam buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang akan distandarisasi didapatkan dari tiga lokasi yang berbeda dan memiliki letak geografis yang tidak sama, yang pertama didapatkan dari Perkebunan Budidaya Buah naga Bulu lawang- Malang yang terletak pada ketinggian 300-600 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu 19ºC- 30 ºC dan kelembaban udara sekitar 62 %- 98%, serta intensitas penyinaran 18 %. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang kedua didapatkan dari Perkebunan Budidaya Buah Naga pasuruan dengan ketinggian rata-rata 15-20 meter diatas 7

permukaan laut (dpl). Suhu udara 31,3 ºC kelembaban udara 65,3% dengan intensitas penyinaran 80%. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang ketiga didapatkan dari Perkebunan budidaya buah naga Kabat-Banyuwangi yang terletak pada ketinggian 100-500 m (dpl) dengan kelembaban udara 78 % dan suhu udara 25,7ºC-28,2 ºC serta intensitas penyinaran 65%, dengan perbedaan ketiga lokasi tersebut kandungan senyawa metabolit sekunder tidak jauh berbeda, hanya saja kadar kandungan senyawa secara kuantitatif dimungkinkan berbeda yang dipengaruhi oleh beberapa faktor lokasi tumbuh baik unsur tanah, waktu panen, cara panen ataupun lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, pada penelitian ini juga akan dilakukan penentuan kadar terhadap salah satu kandungan senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas farmakologi yang didasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu flavonoid. Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakterisasi simplisia dan ekstrak yang terstandar dari buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)? 2. Bagaimanakah karakterisasi profil kromatogram dari simplisia atau ekstrak buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan metode kromatografi lapis tipis? 3. Berapakah kadar flavonoid total dari ekstrak etanol buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang dikoleksi dari tiga daerah tumbuh yang berbeda? 8

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menetapkan karakterisasi simplisia dan ekstrak yang terstandar dari buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). 2. Menetapkan karakterisasi profil kromatogram dari simplisia atau ekstrak etanol buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan metode kromatografi lapis tipis. 3. Menetapkan kadar flavonoid total dari ekstrak etanol buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang dikoleksi dari tiga daerah tumbuh yang berbeda. Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hipotesis penelitian adalah : 1. Didapatkan karakterisasi simplisia dan ekstrak yang terstandar dari buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) 2. Didapatkan karakterisasi profil kromatogram dari simplisia atau ekstrak etanol buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan metode kromatografi lapis tipis. 3. Didapatkan kadar flavonoid total dari ekstrak etanol buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang dikoleksi dari tiga daerah tumbuh berbeda. Hasil penelitian standardisasi buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk pembuatan sediaan obat bahan alam dari buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)sehingga dapat menjamin mutu dan kualitas sediaan serta memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi perkembangan obat bahan alam. 9