TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis. Syarat Tumbuh Iklim Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis daerah tropis yang ditanami karet yakni terletak pada 15 0 LU-10 0 LS, dengan suhu harian yang diinginkan rata-rata 25 0 C-30 0 C (Nazaruddin dan Paimin, 1992). Tanaman karet tumbuh dengan baik di daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15 LS dan 15 LU. Bila ditanam di luar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi letak tempat pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet ( http://binaukm.com, 2010). Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim sebagai berikut : suhu rata-rata harian 28 C (dengan kisaran 25-35 o C) dan curah hujan tahunan rata-rata antara 2.500 4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150 hari per tahun. Pada daerah yang sering turun hujan pada pagi hari akan
mempengaruhi kegiatan penyadapan. Daerah yang sering mengalami hujan pada pagi hari produksinya akan kurang. Keadaan daerah di Indonesia yang cocok untuk pertanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah (http://binaukm.com, 2010). Tanah Tanaman karet tidak terlalu menuntut kesuburan tanah yang tinggi, bisa saja ditanami di lahan yang kurang subur dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya (kopi, kakao, teh, tembakau), tanaman karet adalah tanaman yang paling toleran terhadap tanah yang kesuburannya rendah. Untuk membantu pertumbuhan dapat dilakukan dengan penambahan pupuk (Nazaruddin dan Paimin, 1992). Berbagai jenis tanah mempunyai sifat yang berbeda baik dalam sifat fisik maupun kesuburan kimiawi dan keadaan lingkungannya. Budidaya tanaman karet mengandalkan perawatan tertentu untuk pengusahaan secara komersil selain dari iklim juga bentuk wilayah/ fisiografi keadaan tanah dan lingkungannya (Rasjidin, 1989). Tanah yang ph nya mendekati normal cocok untuk ditanami karet. Derajat keasaman yang paling cocok adalah 5-6. Batas optimum toleransi ph tanah bagi tanaman karet adalah 4-8. Tanah yang agak masam masih lebih baik dari pada tanah yang basa (Nazaruddin dan Paimin, 1992).
Lateks dan Pembentukannya Lateks adalah cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman pada proses penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet (preservative). Lateks dibentuk dalam pembuluh lateks. Pembuluh ini terdiri dari 2 macam. Pertama pembuluh lateks yang berasal dari 1 sel yang kemudian bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh seperti amuba. Pembuluh lateks seperti ini disebut pembuluh lateks simple, misalnya terdapat pada biji. Kedua pembuluh lateks yang berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding sel kearah tegak lurus masing-masing melebur membentuk suatu pembuluh. Pembuluh lateks ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada tanaman karet yaitu pada kulit lunak dan kulit keras (Lukman, 1984). Pembuluh Lateks Pembuluh lateks mengandung pembuluh dengan dinding yang permanen dan elastis. Sebelum melakukan penyadapan tekanan didalam pembuluh lateks tinggi. Pengaliran lateks disebabkan karena tekanan dalam pembuluh serta pergerakan cairan lateks akibat perbedaan konsentrasi setelah pohon disadap. Pada mikroskop elektron dapat dilihat partikel lateks yang rusak akan mengeluarkan lateks (Southorn, 1961). Jika penampang melintang tanaman karet dipelajari, bagian tengah terdapat jaringan kayu (xylem) yang dilapisi oleh kambium. Pada bagian luar dijumpai kulit lunak yang menyusul kulit keras pada kulit luar sel gabus sebagai lapisan terakhir. Di dalam kulit lunak tersebut terdapat sederetan pembuluh tapis atau floem yang berdiri agak condong ke kanan.
Menurut Southorn (1961), lateks merupakan suatu sistem pembuluh berupa pipa saluran di dalam jaringan floem yang halus dari karet. Pembuluh ini berada dekat dengan kambium, pertama-tama membentuk sel tunggal lalu membentuk suatu jaringan pembuluh melalui anatomisis. Gills dan Suharto (1976) menyatakan bahwa semakin dekat dengan kambium maka aliran pembuluh semakin kecil dengan ukuran 30 mikron. Baik ketebalan asli maupun jumlah baris pembuluh lateks yang ada di dalam semakin meningkat dan bertambahnya usia tanaman. Jumlah baris pembuluh lateks pada prinsipnya merupakan cirri khas suatu klon tetapi perkembangannya tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepadatan tanaman dan status hara dan juga oleh klon (Webster dan Baulkwill, 1989). Struktur Lateks Lateks merupakan suatu sistem koloid yang bermuatan negatif berupa serum yang berisi protein anionik yang membentuk suatu badan yang dikelilingi oleh membran (lutoid) yang merupakan suatu sistem koloid kedua yang mengandung asam yang kebanyakan cation serum (Southorn dan Yip, 1968). Menurut Subronto dan Napitupulu (1978), menayatakan bahwa lateks mengalir karena adanya proses pengenceran sebelum disadap tugor tanaman adalah tinggi akan tetapi setelah disadap menjadi penurunan tugor terutama dalam sel pembuluh lateks. Semakin tinggi tugor antara sel sekitar pembuluh maka proses pengenceran semakin lama. Dijkman (1951), melaporkan bahwa lateks yang keluar dari organ muda lebih sedikit mengandung karet bila dibandingkan dengan lateks yang keluar dari
kulit batang tanaman yang berumur 5-10 tahun, tetapi proses penggumpalan lateks lebih lama terjadi pada lateks yang keluar dari organ muda, sebab partikel dari organ ini sangat sedikit dan viskositas lateksnya lebih rendah. Aliran Lateks Pembuluh lateks adalah sel-sel hidup yang mengandung larutan seperti gula, protein dan garam mineral yang dapat menyimpan air dari jaringan yang berada disekitarnya. Ketika tanaman karet disadap lateks berhenti beberapa saat. Adapun faktor yang berhubungan dengan aliran lateks, yaitu : Fisiologi Aliran Lateks Sifat-sifat fisiologi aliran lateks antara lain dicirikan oleh indeks penyumbatan, kecepatan aliran lateks, indeks produksi, kadar karet kering, total solud konten serta anatomi kulit yang meliputi jumlah, diameter dan kerapatan pembuluh lateks (Rasjidin, 1989). Proses Pengaliran Lateks Apabila suatu alur sadap dibuka maka keluarlah lateks oleh tekanan dari dalam. Pengurangan terjadi secara berlanjutan sepanjang pembuluh lateks sehingga mengalirnya lateks menuju bagian yang dipotong. Pada saat yang sama akibat menurunnya tekanan dalam sel pembuluh lateks maka mengalirlah air ke dalam pembuluh dari sel sekelilingnya sehingga mengencerkan lateks (Rasjidin, 1989). Daerah Aliran Lateks Penelitian fisiologi tentang luasnya daerah pengaliran lateks yang secara efektif turut serta mengalirkan lateks selama penyadapan dilakukan oleh Frey Wysling (1993) dan Scheweizer (1941) hasil penelitiannya disimpulkan bahwa
daerah aliran lateks hampir seluruhnya terdapat dibawah alur sadap hanya sebagian kecil dari samping alur sadap, luasnya tergantung kapasitas produksi pohon yang berproduksi tinggi daerah pengaliran pengaliran vertikal mencapai 171 cm (Rasjidin, 1989). Indeks Penyumbatan Indeks penyumbatan dan panjang alur sadap sewaktu penyadapan juga menentukan pola aliran lateks. Semakin panjang alur sadapan, indeks penyumbatan semakin kecil sehingga lateks yang mengalir lebih lama. Sebaliknya semakin pendek alur sadap, indeks penyumbatan semakin besar. Sebab utama terjadinya penyumbatan pembuluh lateks adalah pecahnya butir lutoid yang terdapat dalam lateks akibat gesekan yang terjadi ketika lateks mengalir. Terjadinya penyempitan pada pembuluh lateks kemungkinan dapat mengganggu aliran lateks sehingga menyebabkan pola aliran lateks untuk setiap klon berbeda (Boerhendy, 1988). Indeks penyumbatan merupakan sifat khas yang tidak dipengaruhi oleh umur tanaman, tetapi sedikit dipengaruhi oleh faktor lingkungan akibat terjadinya variasi produksi antara pohon dan variasi harian (Subronto dan Napitupulu, 1978). Kecepatan Aliran Lateks Pengamatan kecepatan aliran lateks dimaksudkan untuk mengetahui pola aliran lateks. Pada awalnya aliran lateks mengalir cepat, kemudian lambat dan akhirnya berhenti. Lambat cepatnya aliran lateks sewaktu disadap berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produksi. Semakin cepat dan lama lateks mengalir, maka hasil lateksnya semakin tinggi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ternyata pola aliran lateks itu berbeda-beda setiap klon. Perbedaan aliran lateks ini
memungkinkan disebabkan oleh banyaknya pembuluh lateks yang terpotong. Selain itu, komposisi pembuluh lateks juga berbeda. Berdasarkan hasil itu maka pola aliran lateks berbeda untuk setiap klon sehingga hasil juga berbeda (Boerhendy, 1988). Subronto dan Harris (1977), menyatakan bahwa kecepatan aliran akan menggambarkan aliran lateks per satuan waktu per panjang alur sadap yang dilalui. Kecepatan aliran lateks berkorelasi positif dengan produksi. Indeks Produksi Indeks produksi merupakan suatu perbandingan antara produksi dengan lilit batang yang menggambarkan kemampuan berproduksi tanaman. Indeks ini juga menggambarkan produksi kulit. Indeks produksi dipengaruhi faktor anatomis dan fisiologis tanaman. Oleh sebab itu, indeks produksi nilainya dipengaruhi oleh umur tanaman (Subronto dan Napitulu, 1979). Subronto dan Napitupulu (1978) menyatakan, indeks produksi dari tanaman yang distimulan umumnya lebih besar dari pada tanaman yang tidak distimulan, tetapi cenderung menurun pada tahun berikutnya. Hal ini terjadi karena produksi tanaman distimulan tinggi sedangkan lilit batangnya relatif kecil. Sebelumnya Napitupulu (1977) menjelaskan, bahwa rata-rata indeks produksi lebih tinggi dihasilkan oleh intensitas penyadapan ½ S d/3. Kadar Karet Kering Kadar karet kering cenderung lebih tinggi pada tanaman yang memiliki lilit batang yang kecil dibanding dengan tanaman yang memiliki lilit batang lebih besar (Lukman,1980).
Kadar karet kering yang tinggi terutama disebabkan oleh viskositas lateks yang tinggi, yang menyebabkan proses penyumbatan berjalan lebih cepat dan lateks yang dihasilkan menurun (Subronto dan Harris, 1977). Lilit Batang Pendugaan produksi pohon karet dapat dilakukan dengan mengukur besarnya lilit batang dan tebal kulit yang dipakai untuk mengetahui kemampuan produksi maksimum untuk menghasilkan lateks sebanyak mungkin. Maka besar lilit batang dan tebal kulitnya diharapkan produksinya semakin tinggi. Pertumbuhan lilit batang tiap tahun sebelum penyadapan berkisar antara 6,52 10,44 cm dengan nilai rata-rata 9,08/ tahun. Pertambahan lilit batang sesudah tanaman disadap berkisar 1,82-6,64 cm/ tahun dengan nilai rata-rata 3,04 cm/ tahun (Danimihardja, 1988). Tebal Kulit Pertumbuhan tebal kulit merupakan karakteristik pada klon tertentu, namun tebalnya kulit dapat terpengaruh oleh faktor lingkungan. Dalam seleksi tebal kulit dinilai dengan memperbandingkan dengan tebal kulit klon. Pada umumnya kulit yang tipis karena kemungkinan terjadinya luka ketika penyadapan lebih kecil (Lukman, 1983). Anatomi Kulit Kulit perawan atau asli dapat dibedakan 3 lapisan konsentrasi yaitu lunak yang paling dekat dengan kambium terdiri dari silinder-silinder laticiper yang lebih tipis. Lapisan kedua adalah kulit keras juga mengandung tabung-tabung pembuluh floem dan laticifer tetapi keduanya tidak teratur dan tidak berfungsi dengan semakin bertambahnya jarak dari kambium. Lapisan paling luar yaitu
periderm terdiri dari penutup luar sel gabus (fellogen) yang membentuk sel-sel gabus pada sisi bagian luar dan feloderm yaitu suatu jaringan yang mirip dengan perenchym korteks pada sisi bagian dalam (Webster dan Baulkwill, 1989). Sepotong kulit bagian dalamnya yang dekat dengan kambium adalah floem, blast merupakan kulit lunak yang utamanya terdiri dari baris-baris sel yang hampir vertikal dengan dinding-dinding melintang berperforasi (tabung-tabung ayakan) yang mengantarkan bahan-bahan makanan, sel-sel bulat yang lebih kecil (parenchym) yang tersusun terutama berkaitan dengan simpanan bahan makanan, dan baris-baris pembuluh lateks yang merupakan sel-sel penunjang hampir vertikal dimana dinding melintang tak beraturan (Edgar, 1958). Kulit bentukan baru lebih tipis dari kulit semula, disebabkan berkurangnya lapisan-lapisan gabus kulit dan tidak adanya sel-sel batu. Oleh karena itu sebagian lebih besar dari pembuluh-pembulu lateks fungsional pada kulit bentukan baru dan ini bertanggung jawab terhadap hasil yang lebih tinggi yang ada kalanya dapat diperoleh dari kulit bentukan baru. Sebagian kasus, ini dapat mengakibatkan pengeringan prematur bila bentukan baru disadap, disebabkan menipisnya cadangan-cadangan pembentukan lateks (Peries dkk, 1983).