BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini secara observasional analitik. pertumbuhan janin terhambat dan kehamilan normal.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu anestesi dan terapi intensif.

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas?

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional. laboratoris dengan pendekatan potong lintang.

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013

BAB III METODE PENELITIAN

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

III. METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional yakni meneliti kasus BPH yang. Moeloek Provinsi Lampung periode Agustus 2012 Juli 2014.

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratoris

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah neurologi dan psikiatri.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 BAHAN DAN METODE. imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumorinfiltrating

BAB IV METODE PENELITIAN. Dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2015 di klinik VCT RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

PENDAHULUAN METODE HASIL

BAB III METODE PENELITIAN. Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2014.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah merupakan penelitian analitik observasional dengan

NIP : : PPDS THT-KL FK USU. 2. Anggota Peneliti/Pembimbing : Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K)

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi. Penelitian ini dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam sub bagian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang

BAB IV METODE PENELITIAN. Universitas Diponegoro Tembalang dan Lapangan Basket Pleburan, Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan studi potong lintang (cross sectional) yaitu jenis pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Undip pada

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Observasional analitik (Cross-sectional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 4 METODE PENELITIAN

DAFTAR TABEL. Halaman. Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10

BAB IV METODE PENELITIAN. ditetapkan di Ruang Pemulihan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

Transkripsi:

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori NF-KB Inti (+) Sitoplasma (+) Inti (+) Sitoplasma (+) RAF MEK ERK Progresi siklus sel Proliferasi sel Angiogenesis Grading WHO Gambar 3.1 Kerangka teori penelitian. 3.2. Kerangka Konsep Ekspresi NF-κB 1. Derajat WHO 2. Outcome Pasien 3.3. Hipotesis 1. Hipotesis Mayor Terdapat hubungan antara ekspresi NF-κB pada astrositoma dengan sistem klasifikasi WHO dan outcome.

2. Hipotesis Minor a. Terdapat hubungan ekspresi NF-κB inti dengan derajat WHO pada penderita astrositoma di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan b. Terdapat hubungan ekspresi NF-κB sitoplasma dengan derajat WHO pada penderita astrositoma di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan c. Terdapat hubungan ekspresi NF-κB inti dengan luaran pada penderita astrositoma di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan d. Terdapat hubungan ekspresi NF-κB sitoplasma dengan luaran pada penderita astrositoma di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1.Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) yang bertujuan menganalisis hubungan antara ekspresi NF-κB dengan sistem grading WHO dan outcome. 4.2.Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian mulai Januari 2015 s.d September 2016. Tempat peneltian adalah Departemen Ilmu Bedah Saraf RSUP H Adam Malik Medan dan laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran. 4.3.Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Target Populasi yang dilakukan generalisasi/ inferensialnya yaitu seluruh penderita astrositoma intrakranial. 4.3.2. Populasi Terjangkau Kumpulan dari satuan/ unit yang dilakukan pengambilan sampel penelitian, yaitu penderita astrositoma intrakranial yang ditatalaksanai oleh Departemen Ilmu Bedah Saraf di FK USU /RSUP H. Adam Malik Medan. 4.3.3. Sampel Penelitian Bagian dari populasi terjangkau yang diambil untuk dilakukan pengukuran, yaitu penderita astrositoma intrakranial yang ditatalaksanai Departemen Ilmu Bedah Saraf

di FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015. Sampel penelitian diambil dengan cara total sampling. 4.4.Kriteria Sampel Penelitian 4.6.1. Kriteria Inklusi Seluruh penderita astrositoma intrakranial yang diagnosismya ditegakkan dengan histopatologi dan ditatalaksanai oleh Departemen Ilmu Bedah Saraf di FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015. 4.6.2. Kriteria eksklusi - Penderita dengan blok paraffin yang tidak layak untuk dilakukan pemeriksaan IHC - Kejadian berulang (rekurensi) atau kekambuhan (residif) - Menderita tumor lain. 4.5.Besar Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, dimana jumlah sampel sama dengan pasien yaitu sebanyak 25 sampel. Sampel penelitian adalah seluruh kasus yang memenuhi kriteria inklusi yang berada pada tahun 2015.

4.6.Alur Penelitian Pengumpulan blok paraffin astrositoma (seleksi kriteria) Konfirmasi ulang diagnosis astrositoma Pemeriksaan IHC NF-κB 4.7.Cara Kerja Dimulai dengan pengumpulan seluruh blok paraffin dan slide penderita astrositoma antara tahun 2015-2016 yang sudah diwarnai dengan hematoxylin-eosin. Dilakukan pencatatan nama, usia, jenis kelamin, derajat WHO, serta luaran (hidup/meninggal). Astrositoma kembali dikonfirmasi ulang oleh seorang ahli patologi anatomi dan seorang peserta senior program pendidikan dokter spesialis patologi anatomi. Untuk pembuatan slide, blok paraffin ditempelkan pada holder dan dilakukan pemotongan setebal 5-7 μm dengan rotary microtome. Setelah itu dilakukan mounting pada gelas objek dengan dilapisi poly-l-lysine. Selanjutnya, dilakukan pewarnaan immunhistokimia. Slide dicuci menggunakan PBS ph 7,4 satu kali selama 5 menit. Bloking endogenous peroksida menggunakan 3% H2O2 selama 15 menit. Cuci menggunakan PBS ph 7,4 sebanyak tiga kali, masing-masing selama 3 menit. Bloking unspesifik protein menggunakan 5% FBS yang mengandung 0,25% Triton X-100. Cuci menggunakan PBS ph 7,4 sebanyak tiga kali, masing-masing selama 3 menit.

Inkubasi menggunakan antibodi primer (NF-κB) selama 60 menit. Cuci menggunakan PBS ph 7,4 tiga kali, masing-masing selama 3 menit. Inkubasi menggunakan anti mouse biotin conjugated selama satu jam pada suhu ruang. Cuci menggunakan PBS ph 7,4 tiga kali, masing-masing selama 3 menit. Inkubasi menggunakan SA-HRP (Strep-Avidin Horse Radis Peroxidase) selama 10 menit. Cuci menggunakan PBS ph 7,4 tiga kali, masing- masing selama 3 menit. Tetesi dengan DAB (DiaminoBenzidine) dan inkubasi selama 5-15 menit. Cuci menggunakan PBS ph 7,4 tiga kali, masing-masing selama 5 menit. Counter staining menggunakan Mayer Hematoxilen yang diinkubasi selama 1 menit dan cuci menggunakan tap water. Bilas menggunakan H2O dan kering anginkan. Mounting menggunakan entelan dan tutup dengan cover glass. Amati pada mikroskop cahaya. 4.8.Definisi dan Batasan Operasional Definisi Alat ukur Cara ukur Skala ukur Ekspresi Jumlah sel yang Mikroskop cahaya Perhitungan manual Ordinal (+/-) NF-κB mengekspresikan NF- Slide dengan κb pada pewarnaan IHC imunohistokimia, baik pada inti maupun sitoplasma Derajat Klasifikasi glioma Slide yang diwarnai Penilaian individu Nominal (low WHO berdasarkan hematoxyline-eosin berdasarkan grade/high grade) International Mikroskop cahaya gambaran sel pada Classification of slide Diseases - Oncology, versi 3 (ICD-O-3) yang ditetapkan oleh WHO

Luaran Hasil akhir terapi saat - Pencatatan rekam Nominal pulang, dinilai dengan medis (hidup/meninggal) hidup atau meninggal 4.9.Analisis Data Variabel kategorik dianalisis dalam bentuk frekuensi dan persentase yang disajikan baik dalam bentuk tabel maupun grafik. Analisis deskriptif variabel numerik dilakukan dalam bentuk ukuran pemusatan (mean, median) dan ukuran penyebaran (standar deviasi, minimum-maksimum). Jika sebaran data normal, digunakan pasangan mean dan standar deviasi. Jika sebaran data tidak normal, digunakan median dengan minimum-maksimum. Data medis dan demografis dianalisa secara komputerisasi dengan uji statistik Chi square atau Fischer s exact test.

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Hasil Penelitian Sampel penelitian diambil dari bulan Januari 2015 hingga September 2016. Penelitian ini memperoleh 25 spesimen dari pasien-pasien astrositoma intrakranial yang telah menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP. H. Adam Malik Medan. Diagnosis astrositoma berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan histopatologi jaringan yang sesuai dengan gambaran astrositoma. Spesimen astrositoma yang telah berbentuk blok parafin tersebut dilakukan pewarnaan imunohistokimia NF-KB. Hasil lengkap data penderita dapat dilihat pada lampiran. 5.1.1. Distribusi Jenis Kelamin Tabel 5.1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin n % Laki-Laki 15 60 Perempuan 10 40 Total 25 100.0 Pendataan sampel penelitian yang telah dikumpulkan menunjukan bahwa pembagian penderita astrositoma berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan sebanyak 10 orang (40%) dan laki-laki 15 orang (60%). Tabel tersebut menunjukan bahwa penderita meningioma lakilaki lebih banyak dibandingkan daripada perempuan dengan perbandingan 3:2.

5.1.2. Distribusi Usia Tabel 5.2. Analisis Deskriptif Berdasarkan Usia Kelompok Usia n % 0 9 1 4,0 10 19 3 12,0 20 29 4 16,0 30 39 5 20,0 40 49 8 32.0 50 59 3 12,0 60 69 1 4,0 Total 25 100.0 Nilai Mean 35,9 Median 37,0 Std. Deviation 14,6 Minimum 9 Maximum 68 Analisis sampel penelitian ini berdasarkan usia memberikan nilai mean sebesar 35,96 (SD 14,66) tahun dengan rentang usia 9 tahun hingga usia 68 tahun. Nilai mediannya adalah 37,0 tahun. Pada penelitian ini dilakukan klasifikasi usia terhadap sampel yang dikumpulkan per 10 tahun. Pada tabel kelompok usia diperoleh bahwa angka kejadian astrositoma terbanyak

pada kelompok usia 40 49 tahun yaitu sebesar 8 kasus (32%). Sedangkan frekuensi kejadian paling sedikit ditemukan pada kelompok usia 0-9 dan 60-69 yaitu 1 kasus (4%) 5.1.3. Distribusi Berdasarkan Klasifikasi WHO Pembagian klasifikasi astrositoma berdasarkan grade WHO menunjukan bahwa frekuensi terbanyak adalah tipe astrositoma grade I yaitu sebanyak 9 (36,0%) kasus. Kemudian diikuti oleh astrositoma grade II dan grade IV masing-masing sebanyak 6 kasus (24,0%) dan astrositoma grade III sebanyak 4 kasus (16,0%). Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Penderita Astrositoma Intrakranial Berdasarkan Klasifikasi WHO Grade WHO n % Grade I 9 36,0 Grade II 6 24,0 Grade III 4 16,0 Grade IV 6 24,0 Total 25 100.0

5.1.4. Distribusi Pewarnaan Imunohistokimia NF-κB Berdasarkan Klasifikasi WHO Tabel 5.4 Distribusi Pewarnaan Imunohistokimia NF-κB Berdasarkan Klasifikasi WHO Ekspresi NF-ΚB Positif Negatif P Sitoplasma 22 3 0,543* Inti 10 15 0,442** *Fisher s Exact Test; **Chi Square Test Dalam penelitian ini, terdapat tiga subjek yang tidak mengekspresikan NF-ΚB pada sitoplasma, dimana satu subjek diantaranya tidak mengekspresikan NF-ΚB pada inti maupun pada sitoplasma, subjek tersebut menderita low grade astrositoma. Dalam penelitian ini, didapati 22 sampel dengan ekspresi NF-ΚB (+) pada sitoplasma dengan kategori pasien Low grade sebanyak 14 orang dan kategori High grade sebanyak 8 orang. 3 sampel dengan ekspresi NF-ΚB (-) di sitoplasma terdiri dari 1 responden Low grade dan 2 responden High grade berdasarkan uji Fisher s exact, perbedaan tersebut tidak signifikan (p = 0,543); dimana 10 sampel dengan ekspresi NF-ΚB (+) pada inti yang dibagi atas 5 kategori Low grade dan 5 kategori High grade, serta 15 sampel dengan ekspresi NF-ΚB (-) di inti dengan pembagian 10 kategori Low grade dan 5 kategori High grade, sesuai dengan nilai p = 0,442 pada Chi Square Test. 5.1.5. Distribusi Pewarnaan Imunohistokimia NF-κB Berdasarkan Luaran Tabel 5.5: Distribusi Pewarnaan Imunohistokimia NF-κB Berdasarkan Luaran Ekspresi NF-ΚB Luaran Hidup Meninggal P Sitoplasma (+) 17 5 (-) 1 2 0,180*

Inti (+) 6 4 (-) 12 3 *Fisher s Exact Test 0,378* Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa luaran pasien dengan ekspresi NF-ΚB (+) di sitoplasma lebih baik dari pasien dengan ekspresi NF-ΚB (-) di tempat yang sama dengan hasil yang hidup 17 dan yang meninggal 5 pasien pada Sitoplasma (+) dimana hasil di sitoplasma (-) menunjukkan yang hidup 1 pasien dan yang meninggal 2 pasien (p = 0,180). Dimana pada ekspresi NF-ΚB (+) di inti menunjukkan angka 10 pasien dengan pembagian yang hidup 6 orang dan yang meninggal 4 orang sedangkan ekspresi NF-ΚB (-) di tempat yang sama menghasilkan responden yang hidup sebanyak 12 orang dan yang meninggal sebanyak 3 orang (nilai p = 0,378). 5.1.6. Distribusi Klasifikasi Astrositoma Menurut WHO Berdasarkan Luaran. Berdasarkan data dari penelitian ini didapatkan 9 orang penderita astrositoma grade I dan 6 orang penderita astrositoma grade II seluruhnya hidup. Pada penderita astrositoma grade III didapatkan 2 orang hidup dan 2 orang meninggal. Pada penderita astrositoma grade IV didapatkan 1 orang hidup dan 5 orang meninggal. Tabel 5.6. Distribusi Klasifikasi Astrositoma Menurut WHO Berdasarkan Luaran Grade WHO Hidup Meninggal Total Grade I 9 (100%) 0 (0%) 9 (36%) Grade II 6 (100%) 0 (0%) 6 (24%) Grade III 2 (50%) 2 (50%) 4 (16%) Grade IV 1 (16,6%) 5 (83,3%) 6 (24%) Total 18 (72%) 7 (28%) 25 (100%) Chi square

Berdasarkan tabel diatas, nilai korelasi yang didapat pada hubungan antara klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO dengan outcome adalah p = 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO dengan outcome penderita astrositoma intrakranial.

BAB VI PEMBAHASAN Astrositoma merupakan jenis tumor glioma terbanyak yaitu sebesar > 75% dari seluruh glioma. Glioma sendiri merupakan tumor reuroektodermal yang berasal dari sel neuroglia sustentakular (Thotakurta et al, 2014). Astrositoma diklasifikasikan menjadi empat grade dimana grade I dan grade II digolongkan menjadi low grade astrositoma, sedangkan grade III dan grade IV digolongkan menjadi high grade glioma (Omuro, 2013). High grade astrositoma bisa didapati pada segala usia dan lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 1,5:1. Pada astrositoma anaplastik, ratarata usia saat terdiagnosa adalah sekitar 40 tahun. Untuk glioblastoma, rata-rata usia saat muncul adalah 62 tahun. Bahkan dengan terapi yang optimal, rata-rata angka keselamatan hanya kurang dari 2 tahun pada glioblastoma dan antara 2 hingga 5 tahun pada gliosarkoma (Ostrom et al., 2013). Pada penelitian ini diperoleh dari 25 sampel penderita astrositoma intrakranial yang berobat ke RSUP H Adam Malik Medan. Dari 25 sampel tersebut, 10 sampel perempuan dan 15 sampel laki-laki. Jika dilakukan perbandingan pada kedua jenis kelamin ini didapatkan perbandingan sebesar laki-laki:perempuan sama dengan 1,5:1. Pada tahun 2014 Thotakura melalui studinya memaparkan hal yang sama bahwa insidensi astrositoma lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan pada perempuan dengan perbandingan laki-laki:perempuan = 1,84:1. Hal ini mendukung literatur-literatur yang sebelumnya menyebutkan bahwa astrositoma lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. High grade astrositoma pada perempuan lebih sering dijumpai pada usia menopause sehingga terdapat spekulasi bahwa hormon perempuan memiliki efek protektif terhadap astrositoma (Ostrom et al., 2013).

Usia penderita astrositoma terbanyak pada rentang 40-49 tahun (32%) dengan median 37, usia termuda 9 tahun dan usia tertua 68 tahun.cbtrus mengemukakan hal yang serupa dimana pada studinya ditemukan angka kejadian astrositoma terbanyak ditemukan pada dekade keempat dan kelima yaitu meliputi 49,52 dari seluruh sampel (Ostrom et al., 2013). Pada penelitian ini ditemukan bahwa astrositoma grade I berdasarkan klasifikasi WHO merupakan jenis astrositoma yang terbanyak yaitu sebesar 36%, diikuti dengan grade II dan grade IV masing-masing sebesar 24%, dan grade III sebesar 14%. Hasil ini tidak menyerupai studi sebelumnya dimana insidensi terbanyak ditemukan pada astrositoma grade II sebesar 39,9% diikuti astrositoma gr IV sebesar 36,2%, astrositoma grade III sebesar 14,3% dan astrositoma grade I sebesar 9,5% (Ostrom et al., 2013). Sedangkan untuk melihat apakah Klasifikasi WHO memiliki peranan pada prognosis pada studi ini maka dilakukan uji Chi-square dengan hasil p=0,001 (p,0,05). Hal ini menunjukkan terdapat ada hubungan yang signifikan antara klasifikasi WHO dengan prognosis dari pasien.pada penelitian ini didapatkan 9 orang penderita astrositoma grade I dan 6 orang penderita astrositoma grade II seluruhnya hidup. Pada penderita astrositoma grade III didapatkan 2 orang hidup dan 2 orang meninggal. Pada penderita astrositoma grade IV didapatkan 1 orang hidup dan 5 orang meninggal. Banyak penelitian menyatakan bahwa luaran akan semakin buruk jika grade semakin tinggi (Colen & Allcut, 2012). Pada penelitian ini, ekspresi NF-KB, baik pada inti maupun sitoplasma terlihat pada 96% kasus. Pada literature sebelumnya, ekspresi ini dilaporkan berkisar antara 71%-100% (Korkolopoulou et al., 2008). Perbedaan hasil ini kemungkinan berhubungan dengan permasalahan metodologi (apakah sediaan beku atau paraffin), jenis antibodi yang digunakan, serta perbandingan antara high grade dengan low grade.

Meskipun demikian, kami tidak menemukan hubungan antara derajat astrositoma dengan ekspresi NF-KB. Hal ini sangat berbeda dengan peneltiian-penelitian sebelumnya. Dalam sebuah peneltiian berskala kecil, Hayashi melaporkan bahwa ekspresi NF-KB pada inti berhubungan erat dengan derajat astrositoma (HAYASHI et al., 2001). Hal ini juga didukung oleh penelitian selanjutnya yang melibatkan subjek penelitian lebih banyak (Korkolopoulou et al., 2008). Serupa dengan hal di atas, kami menduga ini terjadi sehubungan dengan masalah metodologi. Hal yang menarik terjadi saat kami melakukan analisis mengenai hubungan derajat WHO dengan luaran. Pada penelitian ini, kami menilai luaran dalam bentuk hidup atau meninggal. Kami menemukan hubungan yang signifikan antara luaran dengan derajat WHO. Meskipun demikian, kami tidak menemukan hubungan yang sama saat menilai hubungan ekspresi NF-KB dengan luaran. Hal ini berbeda dengan temuan peneliti sebelumnya (Korkolopoulou et al., 2008). Keterbatasan utama dalam penelitian ini adalah penilaian ekspresi NF-KB yang dilakukan hanya dalam bentuk positif atau negatif. Selain itu, proprosi jumlah subjek penelitian yang tidak seimbang antarkelompok derajat WHO juga menjadi kelemahan.

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Penderita meningioma laki-laki lebih banyak dibandingkan daripada perempuan dengan perbandingan 3:2 2. Penelitian ini menunjukkan frekuensi terbanyak untuk derajat astrositoma adalah grade I yaitu sebanyak 9 (36,0%) kasus. 3. Tidak terdapat hubungan bermakna antara ekspresi NF-KB inti dan sitoplasma dengan klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO (p=0,442 dan p=0,543). 4. Tidak terdapat hubungan antara ekspresi NF-KB pada inti dan sitoplasma dengan prognosis penderita astrositoma (p=0,378 dan p=0,180). Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya NF-KB tidak dapat digunakan sebagai prediktor prognosis pada pasien dengan astrositoma 7.2. Saran 1. Diharapkan penelitian selanjutnya dilakukan dengan berfokus pada high grade astrocytoma saja (Grade III dan Grade IV) agar peranan NF-KB dapat lebih jelas terlihat 2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya, penilaian tidak hanya dilakukan pada NF- KB, tetapi juga pada inhibitor dan faktor-faktor pemicunya yang terkait jalur EGFR.