EKONOMI KELAUTAN: POTENSI DAN PEMANFAATANNYA BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB 1. Latar Belakang Permasalahan

Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya. Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. kedua didunia. Wilayah pesisir Indonesia yang luas memiliki garis pantai

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

BAB III PENCURIAN IKAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

Analisis Perkembangan Industri

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

LESTARI BRIEF EKOWISATA INDONESIA: PERJALANAN DAN TANTANGAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Ironi Kebijakan Impor Ikan Indonesia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

RAPAT KOORDINASI NASIONAL KEMARITIMAN TMII - Jakarta, 4 Mei 2017

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

2.5. Nilai Tukar Nelayan dan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, September 2017

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

Ekonomi Pertanian di Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2017

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, Oktober 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2015

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NAWACITA SETENGAH TIANG CATATAN ATAS KEDAULATAN PANGAN VERSI NOTA KEUANGAN RAPBN 2016

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR, IMPOR, DAN NERACA PERDAGANGAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2017

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

EKONOMI KELAUTAN: POTENSI DAN PEMANFAATANNYA BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Oleh: Dr. Tanti Novianti, SP, MSi dan Dian Verawati Panjaitan, SE, MSi Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Selama tiga dasawarsa terakhir, pembangunan kelautan diposisikan sebagai pinggiran (peryphery) dalam pembangunan ekonomi nasional, belum menjadi arus utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Seiring perkembangan lingkungan strategis yang semakin mengglobal, peran laut menjadi semakin dominan dan signifikan dalam mengantar kemajuan suatu negara. Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya The Influence of Sea Power upon History mengemukakan bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara. Jika kekuatan-kekuatan laut dapat diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Namun sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara bahkan dapat meruntuhkan negara tersebut. Tonggak baru pembangunan kelautan di Indonesia mulai dicanangkan kembali pada pemerintahan saat ini sebagai agenda prioritas yang berada pada fokus 1 (pembangunan sektor unggulan) dari 3 fokus, dimana maritim menjadi salah satunya, selain kedaulatan pangan, energi kelistrikan, dan pariwisata. Hal tersebut diperkuat dengan pidato Presiden Joko Widodo pada East Asian Summit 2014 terkait 5 pilar pembangunan Poros Maritim yang mencakup, (1) membangun budaya maritim, (2) menjaga dan mengelola sumber daya laut, (3) mengembangkan infrastruktur dan konektivitas maritim, (4) memperkuat diplomasi maritim, dan (5) membangun kekuatan pertahanan maritim. Pentingnya laut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDB nasional. Tabel 1 menunjukkan bahwa peranan sektor kelautan dan perikanan pada tahun 3 Volume 21 No. 1 Juni 2016

2010 mencapai 2,90%. Kontribusi ini terus mengalami peningkatan, pada tahun 2011 2012 menjadi 2,91% dan 2,97%. Bahkan pada tahun 2013 2014 mengalami pertumbuhan yang jauh lebih cepat dibanding tahuntahun sebelumnya yaitu menjadi 3,06% dan 3,25%. Sementara berdasarkan laju pertumbuhannya menunjukkan bahwa sektor perikanan, walaupun hanya menyumbang sekitar 2 3% dari total PDB Indonesia selama tahun 2010 2014 namun memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari laju pertumbuhan PDB secara keseluruhan, yaitu sebesar 6,86%. Ketika ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 6,17% pada tahun 2011, sektor kelautan dan perikanan juga mengalami pertumbuhan sebesar 7,32%. Ketika perekonomian nasional tumbuh sebesar 6,03% pada tahun 2012, sektor Kelautan dan Perikanan juga tumbuh lebih besar sebesar 6,26%. Bahkan ketika perekonomian Tanti Novianti Dian Verawati P nasional mengalami perlambatan pada tahun 2013 2014 hingga hanya mampu tumbuh sebesar 5,58% dan 5,02%, sektor kelautan dan perikanan tetap mengalami pertumbuhan yang jauh lebih tinggi yaitu sebesar 7,14% dan 7,55% (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Tabel 1. Peranan PDB Perikanan dan Kelautan Atas Dasar Harga Berlaku terhadap Penciptaan PDB Indonesia, Tahun 2010-2014 (Persen) Perikanan a. Tangkap b. Budi daya Uraian 2010 2011 2012 2013* 2014** Ekstraksi Garam Industri pengolahan Kelautan dan Perikanan a. Industri Besar dan Sedang b. Industri Kecil dan Rumah Tangga Kontruksi - Perdagangan Besar dan Eceran a. Hasil Perikanan b. Hasil Ekstraksi Garam c. Hasil Pengolahan Perikanan Jasa Wisata Tirta 0,01 0,01 PDB Kelautan dan Perikanan 2,90 2,91 2,97 3,06 3,25 PDB Indonesia 100 100 100 100 100 * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015) 2,09 1,15 0,94 0,21 0,15 0,06 0,60 0,47 0,14 2,09 1,10 0,99 0,22 0,15 0,07 0,59 0,46 0,13 2,14 1,07 1,07 0,22 0,15 0,07 0,60 0,47 0,13 2,21 1,06 1,15 0,22 0,15 0,07 0,62 0,49 0,13 2,34 1.08 1,2 0,24 0,17 0,07 0,66 0,51 0,14 Volume 21 21 No. No. 1 Juni 1 Juni 2016 2016 4 4

Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDB Kelautan dan Perikanan Atas Dasar Harga Konstan, Tahun 2010 2014 (Persen) Perikanan a. Tangkap b. Budi daya Uraian 2010 2011 2012 2013* 7,65 4,74 11,21 7,29 3,67 9,30 7,24 4,41 10,32 7,66 3,50 11,96 Ekstraksi Garam 3,537,64 74,99-46,86 87,78 Industri pengolahan Kelautan dan Perikanan a. Industri Besar dan Sedang b. Industri Kecil dan Rumah Tangga Kontruksi 169,73 116,17-63,57 Perdagangan Besar dan Eceran a. Hasil Perikanan b. Hasil Ekstraksi Garam c. Hasil Pengolahan Perikanan 5,41 4,64 7,27 6,30 6,49 3,537,64 5,42 4,78 5,50 3,08 6,22 6,62 76,41 4,66 6,84 7,09 6,26 7,07 7,22-46,72 6,75 7,23 8,37 4,48 7,27 7,34 88,68 688 Jasa Wisata Tirta 6,55 6,72 6,92 12,34 PDB Kelautan dan Perikanan 7,32 6,26 7,14 7,55 PDB Indonesia 6,17 6,03 5,58 5,02 * Angka Sementara Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015) Karunia laut yang luas dan strategis tersebut tentunya selain menunjukan potensi juga memberikan konsekuensi tantangan untuk dijaga, dikelola, dan diamankan bagi kepentingan dan kesejahteraan Indonesia. Selain itu, seiring dengan dinamika lingkungan perekonomian yang semakin mengglobal, luasnya laut yang dimiliki dapat menimbulkan potensi ancaman yang semakin kompleks. Oleh karena itu, tentunya menjadi pekerjaan rumah bersama bahwa Indonesia harus memiliki kemampuan yang dapat menjamin keamanan wilayah laut agar seluruh kekayaan alam yang terdapat di perairan Indonesia dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. POTENSI LAUT INDONESIA Potensi laut yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan negara dan masyarakat meliputi potensi fisik dan non fisik. Terkait potensi fisik, seperti yang diatur dalam United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS, 1982), Indonesia dikenal dan diakui dunia sebagai negara kepulauan (Archipelagic state) terbesar yang terdiri dari 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km 2, dan luas mencapai 5,8 juta km 2 atau 2/3 dari luas wilayah NKRI). Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah yurisdiksi yang berdaulat serta mempunyai hak dan wewenang penuh yang diakui dunia internasional, untuk mengatur, mengelola dan memanfaatkan kekayaan laut yang dimilikinya bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas sumber kekayaan alam dan berbagai kepentingan yang berada di atas, di bawah permukaan dan di lapisan bawah dasar laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km² yang mengelilingi laut kedaulatan selebar 200 mil laut. Wilayah laut teritorial Indonesia berbatasan langsung dengan wilayah laut Malaysia, Singapura, Filipina, Palau, India, Thailand, Vietnam dan Australia. Sedangkan terkait ZEE, Indonesia berbatasan dengan Filipina, Palau, India, Thailand dan Australia. Selain itu, Indonesia juga berada pada kondisi geografis yang sangat strategis, karena wilayah Indonesia terletak pada posisi silang dunia, di antara dua benua (Asia-Australia) dan dua samudera (Hindia-Australia). Dengan posisi geografis yang sangat strategis tersebut menyebabkan laut di antara pulau-pulau menjadi alur yang sangat penting bagi lalu lintas pelayaran nasional maupun internasional, sehingga selain menjadikan Indonesia sebagai center of gravity kawasan Asia Pasifik juga berperan menjadi bufferzone, atau daerah penyangga, bagi kedua benua. 5 Volume 21 No. 1 Juni 2016

Sebagai potensi sumber daya non fisik, Kementerian Kelautan dan Perikanan (2014) menyebutkan beberapa hal terkait laut Indonesia, yaitu dikenal sebagai: (1) Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia yang mencakup 8.500 spesies ikan (37% dari spesies ikan dunia), 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies biota terumbu karang; (2) sumber daya perikanan tangkap laut sekitar 6,5 juta ton/tahun, (3) perikanan budi daya payau mencapai 2,96 juta hektar, dan (4) budi daya laut yang mencapai luasan 12,55 juta hektar. Potensi lainnya berupa (5) 80% industri dan 75 kota besar berada di wilayah pesisir, (6) dari total 60 cekungan migas, 70% nya berada di laut, (7) cadangan minyak bumi sekitar 9,1 milyar barel berada di laut, (8) sebagian besar obyek wisata terkait dengan laut, pesisir dan pulaupulau kecil, dan (9) sumber energi yang berasal dari angin, ombak/gelombang, panas dan biomassa. Dahuri (2009) memperkuat bahwa sedikitnya ada 11 sektor ekonomi yang dapat dikembangkan berkaitan dengan laut ini, diantaranya perikanan tangkap, perikanan budi daya, kehutanan, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, transportasi laut, sumber daya pulau-pulau kecil, industri jasa maritim, serta sumber daya alam non konvensional. Besarnya potensi sumber daya kelautan dan perikanan ini secara optimistis sangat menjanjikan harapan di masa depan, akan tetapi dalam pencapaiannya tentunya diperlukan pengelolaan yang baik dan bertanggung jawab (Subagya, 1996; Kusnadi, 2007 dalam Karman AS, 2014). Menurut Kusnadi (2007) dalam Karman AS (2014), agar potensi sumber daya baik manusia maupun sumber daya alam yang tersedia dapat didayagunakan untuk mensejahterakan masyarakat secara berkelanjutan, maka perlu adanya kepedulian besar terhadap pembangunan masyarakat nelayan dan kawasan pesisir laut. PEMANFAATAN DAN KESEJAHTERAAN Kehidupan di negara kepulauan berciri maritim, yaitu perikehidupan yang memanfaatkan laut sebagai sumber hidupnya. Sumber daya laut dari sudut ekonomi mempunyai keunggulan komparatif, sedangkan posisinya dapat menjadi keunggulan positif. Pemanfaatan Laut Apabila kita bicara mengenai pemanfaatan laut, ada 3 hal yang bisa kita telaah, yaitu dari hasil lautnya sendiri maupun dari laut sebagai sarana transportasi baik barang/jasa maupun orang, dan laut sebagai penghubung antar negara/pulau/wilayah. Hasil Laut Berdasarkan Statistik Perikanan dan Akuakultur Tahun 2012 dari Food and Agriculture Organization (FAO), selain Indonesia berada pada peringkat kedua dalam produksi perikanan tangkap dan peringkat keempat dalam produksi perikanan budi daya, juga tercatat sebagai negara kedua terbanyak dalam hal jumlah kapal yang dimiliki setelah Tiongkok. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor perikanan tercatat menampung 2.748.908 tenaga kerja pada tahun 2012, menduduki peringkat keempat dunia. Kekayaan bawah laut merupakan salah satu modal Indonesia untuk menarik wisatawan, baik asing maupun lokal. Volume 21 21 No. No. 1 Juni 1 Juni 2016 2016 6 6

Produksi perikanan Indonesia sampai triwulan III tahun 2015 mencapai 14,79 juta ton, yang merupakan kontribusi dari produksi perikanan tangkap sebesar 4,72 juta ton dan perikanan budi daya sebesar 10,07 juta ton. Produksi perikanan tangkap dihasilkan dari produksi perikanan tangkap di laut mencapai 4,39 juta ton dan produksi perikanan tangkap di perairan umum sebesar 325 ribu ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Ekspor impor merupakan aktivitas ekonomi sebagai konsekuensi dari dianutnya sistem perekonomian terbuka oleh suatu negara termasuk Indonesia. Berdasarkan neraca perdaganganya, yaitu selisih nilai ekspor dan impor pada waktu tertentu, selama tahun 2009 2014 nilai ekspor hasil perikanan Indonesia mempunyai tren yang baik, dengan nilai ekspor yang signifikan dibandingkan nilai impornya. Rata-rata pertumbuhan neraca perdagangan sepanjang 2009 2014 mencapai 14,35% per tahun. Sepanjang tahun 2014 neraca perdagangan hasil perikanan Indonesia mempunyai rata-rata peningkatan sebesar 1,68% per bulan. September dan Oktober merupakan bulan puncak capaian neraca perdagangan komoditas hasil perikanan. Berdasarkan kontribusi masing-masing komoditas, udang dan lobster merupakan komoditas utama yang memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor hasil perikanan yang mencapai US$ 1,37 milyar (41,87%), disusul kemudian oleh tuna, tongkol, cakalang sebesar US$ 492 juta (15,03%), dan kepiting sebesar US$ 266 juta (8,12%). Apabila kita lihat secara detail dari kegiatan ekspor dan impornya, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), peranan ekspor hasil perikanan terhadap total ekspor non migas tahun 2015 adalah sebesar 0,23% (volume) dan 2,98% (nilai), seperti yang dapat dilihat Pada Tabel 3. Dilihat dari volumenya, ekspor produk ikan Indonesia pada tahun 2015 mencapai 974.55 juta kg dengan nilai US$ 33.602,63 juta. Keterangan lebih lengkapnya mengenai peranan ekspor produk perikanan terhadap ekspor non migas selama tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Tahun 2015 Indikator Volume (Juta Kg) Nilai (Juta US$) Ekspor Produk Ikan 974,55 33.602,63 Ekspor Non Migas 423.700,81 121.080,98 Peranan Terhadap Non Migas (%) 0,23 2,98 Jika dilihat dari kontribusi masing-masing komoditas terhadap nilai ekspor perikanan, udang memberikan kontribusi terbesar dengan nilai ekspor sepanjang Januari-Oktober 2015 mencapai US$ 1,37 milyar (41,87%) dari total nilai ekspor perikanan Indonesia, disusul kemudian dengan komoditas tuna, tongkol dan cakalang yang mencapai US$ 492 juta (15,03%), dan kepiting sebesar US 266 juta (8,12%). Negara yang menjadi tujuan ekspor hasil perikanan Indonesia adalah China, Malaysia, Singapura, Italia, dan Hongkong. Sementara jika dilihat dari volumenya ekspor hasil perikanan terhadap ekspor non migas berdasarkan negara tujuan adalah Amerika Serikat, Jepang, China, Malaysia, Singapura, Italia, Hongkong. Melihat kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa ke-5 negara tersebut sangat potensial untuk dijadikan pasar ekspor hasil perikanan Indonesia untuk masa-masa mendatang. Sementara untuk industri pengolahan ikan di Asia Tenggara, Thailand dan Filipina sebagai negara terdepan. Indonesia hanya menduduki posisi ketiga. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya kasus pencurian ikan (illegal fishing) yang terjadi di laut Indonesia. Negara yang sering melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Indonesia antara lain Tiongkok, Filipina, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Hal itu dilihat dari data penenggelaman kapal asing sepanjang 2015. Sementara berdasarkan impor, komposisi komoditas impor hasil perikanan terbesar pada periode Januari- Oktober 2015 adalah jenis tepung, tepung kasar dan pellet dengan volume sebesar 122 ribu ton (47,42%) dari total volume impor perikanan, diikuti kemudian oleh makarel dan ikan sarden, masing-masing sebesar 61 ribu ton (23,61%) dan 19 ribu ton (7,38%). 7 Volume 21 No. 1 Juni 2016

Sarana Transportasi Laut merupakan wilayah perairan yang menghubungkan satu daratan dengan daratan lainnya, baik yang menghubungkan pulau dalam satu negara, antar negara maupun antar benua. Terkait hal ini moda transportasi laut merupakan moda transportasi yang dominan digunakan dalam perdagangan, baik perdagangan antar pulau/wilayah maupun perdagangan antar negara (internasional), yaitu sekitar 90%. Semua kargo, baik yang ukuran besar maupun yang ukuran kecil, mulai dari jenis tepung, curah, bijian, sampai dalam bentuk unit dapat diangkut melalui laut. Lalu lintas kargo dapat dikelompokkan atas aliran kargo konvensional dan aliran kargo kontainer. Aliran kargo konvensional biasa digunakan untuk barang yang diangkut tidak menggunakan kontainer, sedangkan barang yang menggunakan kontainer akan mengikuti aliran kargo kontainer. Menurut Rompas, Indonesia memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi dari bidang transportasi laut, yakni sebesar US$ 20 miliar per tahun termasuk yang berasal dari galangan kapal dan mesin kapal, pelayaran maupun bangunan kelautan seperti pelabuhan. Namun demikian, hasil tersebut masih jauh dari optimal banyak kapal induk barang yang lebih memilih untuk singgah di pelabuhan Singapura atau Malaysia dibanding di pelabuhan Indonesia, dikarenakan Indonesia masih belum memiliki pelabuhan hububungan internasional yang mampu mengakomodasi kebutuhan kapalkapal besar antar benua (large trans-oceanic vessels) sehingga terjadi proses yang sangat panjang serta memakan biaya yang tinggi. Misalnya saja semua produk ekspor dari Sulawesi Utara menuju negara tujuan ekspor, harus dibawa ke pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta) dan Tanjung Perak (Surabaya) lebih dahulu karena barang-barang itu harus masuk ke gudang dan dipindahkan ke kontainer milik Main Line Operator agar mendapatkan registrasi ekspor. Setelah itu, barang-barang tersebut dibawa oleh kapal (feeder) lain ke Singapura untuk kemudian dipindahkan ke kapal induk barang lalu dibawa ke negara tujuan ekspor. Singapura telah menjadi basis perdagangan internasional sehingga memiliki akses atau jaringan ke seluruh pelabuhan dagang di dunia. Demikian halnya dalam hubungan antar pulau dan wilayah, moda transportasi laut relatif banyak digunakan, terlebih karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Salah satu kelebihan dari moda transportasi laut adalah kapasitasnya yang sangat besar yang memungkinkan mengangkut suatu produk dalam jumlah yang sangat besar, mampu melintasi jarak yang sangat jauh dengan biaya yang relatif lebih murah. Namun demikian, biaya transportasi moda transportasi laut relatif lebih murah dibandingkan moda transportasi udara, angkutan laut ini relatif lambat dan aksesibilitasnya terbatas. Selain itu tidak semua pelabuhan dapat disandari semua jenis kapal. Volume 21 No. 1 Juni 2016 8

Kesejahteraan dari Laut Fakta bahwa Indonesia memiliki berbagai potensi bahari yang besar dan melimpah belum tercermin dari kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir. Masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya dari laut mencapai 611 ribu rumah tangga (Sensus Pertanian, 2013) dengan rata-rata pendapatan rumah tangga sebesar Rp28 juta per tahun atau sekitar Rp2,3 juta per bulan dari hasil melaut. Artinya, total seluruh pendapatan rumah tangga nelayan di Indonesia setiap tahunnya sebesar Rp17 triliun. Nilai ini tentu saja sangat kecil mengingat besarnya potensi kelautan yang dimiliki oleh Indonesia. Hasil tangkapan para nelayan tradisional juga sangat terbatas mengingat minimnya peralatan yang digunakan jika dibandingkan dengan perusahaan penangkap ikan yang memiliki kapal dan peralatan lebih canggih. Kalah bersaing, beberapa nelayan kemudian memutuskan untuk berhenti mencari ikan dan menjadi buruh nelayan pada perusahaan ikan yang secara ekonomi tidak membuat mereka lebih baik. Selama 10 tahun terakhir jumlah nelayan berkurang sekitar 287 ribu (Sensus Pertanian, 2013). Namun demikian, terbatasnya kemampuan dan akses menuju pekerjaan yang lebih baik merupakan beberapa alasan para nelayan tetap bertahan. Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan nelayan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan Nilai Tukar Pembudi daya Ikan (NTPi). NTN merupakan rasio antara indeks harga yang diterima nelayan (It) dengan indeks yang dibayar nelayan (Ib) yang dinyatakan dalam presentase. Tahun 2015 NTN nasional bergerak fluktuatif dengan kenaikan ratarata sebesar 0,03%, mengikuti pergerakan kelompok barang/jasa. Rata-rata NTN nasional sebesar 106,14. Artinya, pada tahun 2015 secara rata-rata nelayan mengalami surplus dari usahanya dibandingkan pengeluarannya. Apabila dilihat per bulan Gambar kenaikan tertinggi NTN terjadi pada Bulan Februari sebesar 1,18%, dari 105,48 (Januari) menjadi 106,72 (Februari). Apabila dilihat dari setiap provinsi, NTN dibawah 100 adalah Sumatera Selatan sebesar 96,6 dan Naggroe Aceh Darussalam sebesar 99,97. Sementara provinsi dengan kenaikan NTN tertinggi adalah Banten. Masalah yang dihadapi oleh nelayan Indonesia yaitu biaya produksi untuk melaut sangat tinggi, keterbatasan dan lemahnya akses terhadap sumbersumber pembiayaan usaha yang murah, rendahnya pengetahuan kelautan, manajemen, dan budi daya tangkapan hasil laut, serta rusaknya lingkungan wilayah kawasan tangkapan ikan (Imron A, 2012), sehingga nelayan tidak dapat maksimal dalam menangkap ikan dan memanfaatkan potensi laut Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraanya. 9 9 Volume 21 No. 1 Juni 2016 Volume 21 No. 1 Juni 2016

PERMASALAHAN, ANCAMAN DAN TANTANGAN KELAUTAN Konsekuensi dari negara kepulauan yang sangat luas dan strategis tentunya selain memberikan potensi tetapi juga menimbulkan permasalahan, ancaman, dan tantangan. Permasalahan dan ancaman yang seringkali muncul terkait perikanan tangkap diantaranya : 1. Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing. Perairan Indonesia yang sangat luas dan kaya akan sumber daya perikanan menjadi target-target bagi ribuan kapal setiap tahun untuk melakukan praktik kegiatan perikanan ilegal (illegal fishing), baik dilakukan oleh Kapal Ikan Indonesia (KII) maupun Kapal Ikan Asing (KIA). Beberapa modus illegal fishing yang dilakukan KII antara lain, (1) penangkapan ikan tanpa Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), maupun Surat Ijin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI), (2) memiliki ijin tetapi melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, seperti pelanggaran daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, dan pelanggaran ketaatan berpangkalan, (3) pemalsuan/manipulasi dokumen, (4) transhipment di tengah laut, (5) penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, dan lainnya yang membahayakan kelestarian sumber daya perikanan. Sementara illegal fishing yang biasa dilakukan KIA adalah pencurian dan penjarahan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI). KIA umumnya berasal dari Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Tiongkok, Taiwan dan Kamboja. Sebagian besar pencurian ikan terjadi di ZEEI (Exlusive Economic Zone Indonesia), khususnya di tiga wilayah Laut yaitu Laut Cina Selatan, Laut Arafura, dan Laut Sulu (Sulawesi). Jenis alat tangkap yang digunakan KIA adalah alat-alat tangkap produktif seperti purse seine dan trawl. Latar belakang terjadinya illegal fishing tersebut bermacam-macam, diantaranya industri perikanan Thailand tanpa pasokan ikan yang cukup akan berhenti, sehingga upaya mencukupi kebutuhan tersebut seringkali dilakukan dengan cara mencuri ikan Indonesia. Menurunnya kuantitas ikan di laut China menyebabkan negara tersebut menerapkan sistem open and closed sea bagi nelayannya sehingga mereka mencari ikan ke wilayah negara lain termasuk Indonesia, 30 Sementara, batas wilayah kelautan antara Indonesia dan Malaysia yang belum juga usai menyebabkan seringnya terjadi sengketa perbatasan dan pencurian ikan di wilayah Indonesia. Kerugian ekonomi bagi Indonesia akibat kegiatan tersebut diperkirakan lebih dari Rp100 triliun setahun, dimana sekitar 50 triliun berupa kerugian pajak, sisanya merupakan kerugian yang timbul dari potensi ikan yang hilang. 2. Data stok ikan terkini dan reliable, belum tersedia 3. Beberapa wilayah pengelolaan perikanan telah mengalami overfishing dan overcapacity 4. Hasil tangkapan nelayan skala kecil belum terdata dengan baik, dan 5. Terancam punahnya spesies ikan endemik seperti ikan lemuru di Selat Bali dan ikan belida di Sumatera Selatan. PENUTUP Laut memiliki potensi sumber daya yang sangat besar untuk pengembangan pembangunan ekonomi nasional. terkait hal tersebut pemanfaatannya harus dilaksanakan secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerusakan ekosistem seperti yang terjadi pada sumber daya daratan. Dalam rangka menjadikan laut sebagai sektor unggulan dalam perekonomian nasional, maka diperlukan suatu formulasi kebijakan yang integral dan komprehensif. Volume 21 No. 1 Juni 2016 10 Volume 21 No. 1 Juni 2016 10

IUU (Illegal, Unreported, Unregulated) fishing merupakan isu yang paling kompleks penanganannya dan dampak yang diakibatkannya bisa berskala global dan regional, sehingga harus menjadi kegiatan prioritas dalam lingkup pengawasan pemanfataan sumber daya kelautan dan perikanan. Untuk bisa menjaga dan mempertahankan serta mengolah kekayaan dan potensi maritim di Indonesia untuk kepentingan masyarakat Indonesia, diperlukan perbaikan infrastruktur, peningkatan SDM, modernisasi teknologi dan pendanaan yang berkesinambungan. REFERENSI Bappenas. 2014. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan. Jakarta: Kementerian Bappenas. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudi daya Ikan (NTNP) menurut Provinsi, 2015. https://www.bps.go.id/linktabledinamis/ view/id/1117 Karman AS. 2014. Pengelolaan Sumber daya Laut Antar Bangsa Negara : Tantangan Bagi Indonesia Sebagai Negara Maritim. Antropologi Indonesia. Indonesian Journal of Social and Cultural Anthropology Vol 35 No. 1, Januari-Juni 2014. Departemen Anthropology Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. [KKPa] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Infografis Nilai Tukar Nelayan dan Nilai Tukar Pembudi daya Ikan Bulan Januari 2015. http:// kkp.go.id/2015/03/10/infografis-nilai-tukarnelayan-dan-nilai-tukar-pembudi daya-ikanbulan-januari-2015-2/ [KKPb] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Analisis Data Pokok. Jakarta: Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Maulana R. 2014. Peningkatan Keamanan Teritorial Laut Indonesia Sebagai Upaya Perlindungan Kesejahteraan Nelayan Pribumi. http://www. kompasiana.com/rifqialfian/peningkatankeamanan-teritorial-laut-indonesia-sebagaiupaya-perlindungan-kesejahteraan-nelayanpribumi_54f92077a33311e9018b46f3 Imron A. 2012. Strategi Dan Usaha Peningkatan Kesejahteraan Hidup Nelayan Tanggulsari Mangunharjo Tugu Semarang Dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Riptek 6(I): 27 37. 11 11 Volume 21 No. 1 Juni 2016 Volume 21 No. 1 Juni 2016