PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

MODIFIKASI SELULOSA AMPAS TEBU DENGAN ASETILASI WIDA LESTARI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

4. Hasil dan Pembahasan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

4 Hasil dan pembahasan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

4. Hasil dan Pembahasan

4 Pembahasan Degumming

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.)

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L)

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

Penentuan struktur senyawa organik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

4. Hasil dan Pembahasan

Penambatan kompleks pada silika Oksidasi alkohol sekunder HASIL DAN PEMBAHASAN Penyiapan silika terfungsionalisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

Latar Belakang. Latar Belakang. Ketersediaan Kapas dan Kapuk. Kapas dan Kapuk. Komposisi Kimia Serat Tanaman

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sintesis 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il) propenon

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

III. BAHAN DAN METODA

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

Transkripsi:

PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung 52.7% selulosa, 20% hemiselulosa, dan 24.2% lignin (berdasarkan bobot kering). Target utama proses asetilasi adalah senyawa selulosa, sehingga senyawa lainnya perlu dihilangkan. Salah satunya melalui proses delignifikasi dengan NaOH dan NaClO 2. Sebelum dilakukan delignifikasi, ampas tebu dicuci dengan air untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang larut dalam air (A 1 ). Pencucian tersebut menyebabkan warna ampas tebu yang cokelat menjadi berwarna lebih pudar dibandingkan dengan dengan sebelum pencucian. Bobot contoh ampas tebu hasil pencucian air juga berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa pencucian telah menghilangkan senyawasenyawa yang larut dalam air. Produk delignifikasi dengan larutan NaOH (A 2 ) menghasilkan serat yang berwarna kuning muda dan teksturnya sedikit lebih keras sehingga sulit untuk dihaluskan. Warna serat yang pucat menunjukkan hilangnya lignin selama proses delignifikasi. Lignin larut dalam NaOH pada suhu tinggi (70 80 C) (Bhattacharya et al. 2008). Tekstur yang sedikit lebih keras disebabkan oleh terbukanya bagian kristalin selulosa sehingga rongga kosong pada serat selulosa akan runtuh yang menyebabkan bahan menjadi lebih padat. Menurut Stevens (2007), ion-ion hidroksida dari NaOH diikat oleh ikatan hidrogen sehingga terbentuk interaksi baru yang lebih kuat antara gugus hidroksil selulosa dan NaOH yang membuka bagian kristalin selulosa. Produk delignifikasi dengan larutan NaClO 2 (A 3 ) menghasilkan serat yang lebih pucat, tetapi masih berwarna kuning muda dan lebih keras, jika dibandingkan dengan produk sebelumnya, yaitu hasil delignifikasi dengan NaOH. Tahapan ini tampaknya dapat menghilangkan sisa-sisa lignin yang tidak hilang dengan larutan NaOH (A 2 ). Senyawa NaClO 2 merupakan oksidator yang lazim digunakan dalam pemucatan pulp di industri kertas. Dalam suasana asam, NaClO 2 akan membentuk senyawa ClO 2 yang dapat mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. A 0 A 1 A 2 A 3 A 4 Gambar 1 Ampas tebu dengan berbagai perlakuan. Sebelum pencucian air (A 0 ), tercuci air (A 1 ), terdelignifikasi NaOH (A 2 ), terdelignifikasi NaClO 2 (A 3 ), dan teraktivasi H 2 SO 4 (A 4 ). Serat selulosa yang diperoleh dari proses delignifikasi diaktivasi dengan H 2 SO 4 pada suhu 60 C (A 4 ). Sebelum diaktivasi, serat selulosa disuspensikan dalam air panas dan disonikasi untuk menghomogenkan suspensi tersebut. Setelah diaktivasi, selulosa berwarna cokelat, padat, dan rapuh. Mikrograf SEM memperlihatkan adanya perbedaan morfologi permukaan serat selulosa setelah dan sebelum aktivasi asam (Gambar 2). Morfologi permukaan produk sebelum diaktivasi menggunakan H 2 SO 4 berupa serat selulosa kasar dengan ukuran lebih besar dan permukaan serat berselaput (Gambar 2a), sedangkan morfologi permukaan serat selulosa setelah diaktivasi memperlihatkan adanya fragmen-fragmen dengan ukuran yang lebih kecil dan permukaan tidak berselaput (Gambar 2b). Menurut Bhattacharya et al. (2008), serat selulosa berkisar 20 200 nm dan sering menggumpal sehingga ukuran seratnya terlihat lebih besar, sedangkan serat selulosa tunggal yang berukuran mikro berkisar 3 20 nm. Untuk melihat pengaruh aktivasi terhadap kristalinitas serat selulosa dibutuhkan analisis lebih lanjut menggunakan mikroskopi gaya atom (AFM). Analisis ini dapat menunjukkan bahwa proses aktivasi dengan asam akan menghilangkan sebagian besar bagian amorf dari selulosa tanpa merusak struktur kristal selulosa.

sedangkan produk asetilasi dari contoh yang diaktivasi H2SO4 (SA4) berbentuk butiran yang rapuh sehingga mudah untuk dihaluskan. SA2 a SA3 SA4 Gambar 3 Produk asetilasi ampas tebu dari berbagai perlakuan. Delignifikasi dengan NaOH (SA2), delignifikasi dengan NaClO2 (SA3), dan aktivasi H2SO4 (SA4). b Gambar 2 Morfologi serat selulosa sebelum aktivasi (a) dan setelah aktivasi (b) perbesaran 100. Keberhasilan modifikasi dengan asetilasi dapat dipantau secara gravimetri. Produk asetilasi seharusnya memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dengan sebelum asetilasi. Hal ini disebabkan adanya substitusi gugus hidroksil ( OH) dengan gugus asetil Hasil yang diperoleh (CH3COO-). menunjukkan adanya penurunan bobot produk (Lampiran 4). Penurunan bobot produk ini disebabkan kendala-kendala teknis yang terjadi selama proses pencucian produk. Oleh karena itu, evaluasi keberhasilan modifikasi dilakukan dengan menentukan derajat substitusi. Derajat Substitusi, Bobot Molekul, dan Derajat Polimerisasi Modifikasi Selulosa Modifikasi selulosa ampas tebu dilakukan dengan cara asetilasi. Contoh yang digunakan untuk modifikasi adalah contoh yang diperoleh dari tahapan delignifikasi dengan NaOH, hasil delignifikasi dengan NaClO2, dan hasil aktivasi dengan H2SO4. Semua produk asetilasi berwarna pucat (Gambar 3). Sementara itu, tekstur produk yang dihasilkan berbeda-beda. Tekstur produk asetilasi dari contoh yang didelignifikasi NaOH (SA2) dan NaClO2 (SA3) masih berbentuk serat kasar dan sedikit keras, Derajat substitusi (DS) diperoleh dengan menentukan kadar asetil produk-produk asetilasi. Penentuan kadar asetil dilakukan secara titrimetri berdasarkan kebutuhan NaOH dalam penyabunan gugus ester selulosa asetat pada medium etanol. Tabel 1 menyajikan derajat substitusi, bobot molekul, dan derajat polimerisasi beberapa produk asetilasi. Tabel 1 Derajat substitusi, bobot molekul, dan derajat polimerisasi berbagai produk asetilasi Jenis Produk SA2 SA3 SA4 Kadar air (%) 14.12 18.13 7.63 Kadar asetil (%) 1.83 21.20 38.91 DS [η] (ml/g) 0.07 1.01 2.37 139.41 149.03 172.59 M (g mol-1) 58,577 62,616 72,516 DP 509 367 289 Ket: SA2=produk asetilasi dari contoh hasil delignifikasi NaOH, SA3=produk asetilasi dari conth hasil delignifikasi NaClO2, dan SA4=produk asetilasi dari contoh hasil aktivasi H2SO4, DS=derajat substitusi, η=viskositas intrinsik, M=bobot molekul, dan DP=derajat polimerisasi

DS berbagai produk asetilasi memiliki nilai yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap derajat subsitusi. Nilai DS suatu bahan dapat digunakan untuk melihat kelarutan bahan tersebut dalam berbagai pelarut (Brandrup & Immergut 1975, Steinmeier 2004). Derajat substitusi produk asetilasi dari contoh hasil delignifikasi dengan NaOH adalah 0.07. Hal ini disebabkan kandungan lignin dalam contoh masih tinggi. Keberadaan lignin dalam ampas tebu menghalangi proses asetilasi sehingga pereaksi sulit untuk menjangkau gugus hidroksil selulosa yang akan disubstitusi dengan gugus asetil. Produk asetilasi dari contoh hasil delignifikasi dengan NaClO 2 (A 3 ) memiliki DS=1.01. Kandungan lignin yang terdapat dalam contoh ini diharapkan lebih kecil jika dibandingkan dengan contoh hasil delignifikasi dengan NaOH, sehingga derajat substitusi produk asetilasinya lebih tinggi daripada produk asetilasi contoh hasil delignifikasi dengan NaOH. Derajat substitusi produk asetilasi hasil aktivasi dengan asam adalah 2.37. Hal ini didukung oleh mikrograf SEM. Tekstur contoh hasil aktivasi memiliki banyak fragmen serat selulosa yang berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan contoh hasil delignifikasi dengan NaClO 2 (contoh sebelum aktivasi asam) yang berbentuk serat kasar berukuran besar. Fragmen-fragmen kecil serat selulosa pada contoh hasil aktivasi H 2 SO 4 menyebabkan tapak aktif selulosa menjadi lebih banyak, sehingga probabilitas substitusi gugus asetil pada contoh ini menjadi lebih besar. Keberhasilan modifikasi selulosa dengan asetilasi juga dapat dipantau melalui penentuan kadar air produk asetilasi. Modifikasi dengan asetilasi menyebabkan gugus hidroksil pada selulosa ampas tebu akan tersubstitusi oleh gugus asetil yang bersifat lebih nonpolar sehingga produk asetilasinya menjadi kurang higroskopis karena kemampuan menjerap air dari gugus ester pada selulosa asetat tidak sebaik gugus alkohol pada selulosa. Secara umum, kadar air produk asetilasi sesuai dengan nilai derajat substitusinya. Semakin besar derajat substitusi maka kadar airnya semakin kecil. Nilai derajat substitusi menunjukkan perubahan molekul produk modifikasi. Semakin tinggi nilai derajat substitusi semakin besar molekul produk asetilasi, sehingga hambatan alir molekul tersebut lebih tinggi. Molekul besar memiliki substitusi polimerisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan dengan molekul berbobot kecil. Oleh karena itu, derajat polimerisasi produk asetilasi menurun dengan meningkatnya derajat substitusi. Pencirian Spektrum FTIR Spektrum inframerah contoh ampas tebu hasil pencucian dengan air (A 1 ) dan aktivasi dengan asam (A 4 ) menunjukkan pola spektrum khas selulosa (Gambar 4). Delignifikasi menurunkan intensitas serapan OH pada bilangan gelombang 3356 3361 cm -1. Keberadaan lignin pada contoh hasil pencucian dengan air (A 1 ) dan delignifikasi dengan NaOH (A 2 ) ditandai dengan serapan pada bilangan gelombang 1470 dan 1651 cm -1 yang merupakan pita serapan vibrasi ulur kerangka aromatik (Silverstein et al. 2005). Hal ini menunjukkan bahwa selulosa pada A 2 masih terlindungi oleh lignin sehingga proses asetilasi terhambat (DS=0.07). Ketidakberadaan serapan lignin pada contoh ampas tebu A 3 dan A 4 menunjukkan bahwa proses delignifikasi dengan NaClO 2 dan aktivasi H 2 SO 4 dapat menghilangkan lignin. Keberhasilan modifikasi asetilasi pada contoh A 4 ditunjukkan dengan adanya serapan C=O pada bilangan gelombang 1759 cm -1. Hal ini diperkuat dengan adanya serapan C O pada bilangan gelombang 1244 1267 cm -1 (Gambar 5). Kekuatan serapan ulur C=O sesuai dengan besarnya nilai derajat substitusi. Spektrum produk SA 2 dan SA 3 memiliki serapan OH pada bilangan gelombang 3200 cm -1 yang menunjukkan bahwa gugus OH pada struktur selulosa tidak terasetilasi semua. Hal ini dibuktikan dengan nilai derajat substitusi yang diperoleh SA 2 dan SA 3, yaitu berturut-turut 0.07 dan 1.01. Spektrum semua produk asetilasi ampas tebu tidak menunjukkan keberadaan anhidrida asetat yang memiliki serapan pada bilangan gelombang 1800, 1750, dan 1020 cm -1 (Pavia et al. 2001 & Silverstein et al. 2005). Pemisahan Ekstrak Temu Lawak Komponen dalam ekstrak temu lawak dipisahkan dengan cara kromatografi kolom. Fase diam yang digunakan adalah produk asetilasi ampas tebu hasil aktivasi H 2 SO 4 (SA 4 ), karena memiliki derajat substitusi yang mendekati pustaka, yaitu 2.46 (Bandrup & Immergut 1975). Fase gerak yang digunakan merupakan fase gerak terbaik, yaitu toluena.

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 3871 3582 3292 3003 2714 2425 2135 1846 1557 1267 978 689 399 cm -1 Gambar 4 Spektrum FTIR ampas tebu: biru=tercuci air, merah muda=delignifikasi dengan NaOH, merah=delignifikasi dengan NaClO 2, biru muda=aktivasi dengan H 2 SO 4. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 3871,13 3485,37 3099,61 2713,84 2328,08 1942,32 1556,55 1170,79 785,028 399,265 cm -1 Gambar 5 Spektrum FTIR produk asetilasi: merah muda=delignifikasi dengan NaOH, biru=delignifikasi dengan NaClO 2, merah=aktivasi dengan H 2 SO 4.

Pemilihan fase gerak terbaik dilakukan dengan melarutkan SA 4 dalam beberapa pelarut organik yang memiliki sifat kepolaran berbedabeda, di antaranya heksana, toluena, kloroform, dietil eter, etil asetat, etanol, air, aseton, metanol, piridin, dan xilena. Dari semua pelarut organik tersebut, hanya heksana, toluena, piridin, dan xilena yang tidak melarutkan SA 4 (Lampiran 5a). Karena itu, keempat pelarut tersebut dijadikan fase gerak dalam mengelusi ekstrak etanol temu lawak dan standar kurkuminoid dengan KLT. Fase gerak terbaik memiliki daya pisah komponen contoh yang baik, di antaranya menghasilkan bercak banyak dan teratur. Pelarut toluena menghasilkan bercak lebih banyak daripada keempat pelarut yang tidak melarutkan SA 4 tersebut (Gambar 6). a b c d Gambar 6 Kromatog KLT dengan fase gerak (a) heksana, (b) toluena, (c) piridin, (d) xilena. Standar kurkuminoid yang digunakan memiliki konsentrasi 20 mg/25 ml. Berdasarkan Batubara et al. (2004) standar kurkuminoid menghasilkan 3 puncak terpisah dalam analisis kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT). Hal ini menunjukkan bahwa dalam standar kurkuminoid terdapat 3 senyawa, yaitu kurkuminoid, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin. Berdasarkan struktur ketiga senyawa tersebut, senyawa kurkuminoid yang memiliki 2 gugus metoksi ( OCH 3 ) bersifat lebih polar daripada senyawa desmetoksikurkumin yang memiliki satu gugus metoksi dan senyawa bis-desmetoksikurkumin yang tidak memiliki gugus metoksi. Oleh karena itu, senyawa kurkuminoid akan tertahan lebih lama di dalam fase diam sehingga menghasilkan bercak dengan nilai R f lebih rendah. Hasil elusi kolom baik SA 4 maupun silika gel menunjukkan bahwa senyawa kurkuminoid tidak terpisahkan sempurna (Tabel 3 dan 4). Hal ini dimungkinkan fase gerak yang digunakan bukan fase gerak terbaik untuk memisahkan senyawa kurkuminoid dari senyawa lain yang ada pada ekstrak etanol temu lawak. Data tersebut diperkuat dengan hasil elusi toluena pada plat KLT silika gel yang menunjukkan bahwa standar kurkuminoid memiliki 2 bercak. Tabel 2 Hasil KLT eluat kromatografi kolom ekstrak temu lawak dengan fase diam SA 4 Tabung Nilai R f Bercak Ke- 1 2 3 4 5 6 7 Ekstrak 0.03 0.12 0.21 0.44 0.49 0.53 0.90 standar 0.03 - - 0.43 - - - 8 - - 0.38 0.43 - - - 11 - - 0.18 - - - - 14 - - 0.29 - - - - 20 - - - - - 0.70-23 - - - - - - - 33 - - 0.28 - - - 0.85 Fase gerak - - - - - - - Hasil kolom SA 4 memiliki pengotor yang ditunjukkan pada tabung 14 sampai 20 (Tabel 2). Selain itu, penggunaan toluena sebagai fase gerak menyebabkan sebagian komponen ekstrak etanol temu lawak tidak terelusi pada fase diam SA 4. Hal ini ditunjukkan dengan ketidakberadaan bercak dengan nilai R f terendah pada semua tabung dan hasil analisis UV-tampak pada Gambar 7b. Tabel 3 Hasil KLT eluat kromatografi kolom ekstrak temu lawak dengan fase diam silika gel Tabung Nilai R f Bercak Ke- 1 2 3 4 5 6 7 Ekstrak 0.04 0.13 0.18 0.26 0.39 0.53 0.93 Standar 0.04 - - 0.21 - - - 7 - - - - 0.37 - - 8 - - - 0.20-0.50-9 0.04-0.16 - - - - 11 0.04 0.11 - - - 0.53-13 0.04 - - - - - - 18 0.05 - - - - - - 24 - - - - - - - 30 - - - - - 0.53 0.67

Kolom silika gel berhasil mengeluarkan hampir semua komponen yang ada pada ekstrak etanol temu lawak. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan semua bercak dengan nilai R f terendah sampai tertinggi (Tabel 3). Walaupun demikian, kedua fase diam tersebut masing-masing menghasilkan 3 fraksi, yaitu pada tabung 8, 11, dan 33 untuk fase diam SA 4 (DS=2.37) dan pada tabung 7, 13, dan 30 untuk silika gel. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut mengenai fase gerak terbaik untuk menghasilkan pola pemisahan komponen ekstrak etanol temu lawak yang lebih baik. Sebagai perbandingan, pola pemisahan produk asetilasi pada pemisahan komponen ekstrak etanol temu lawak dengan derajat substitusi kurang dari 2 yang menggunakan kloroform:etil asetat (85:15) sebagai fase gerak tidak menghasilkan komponen tunggal (Irfana 2010 & Cahyani 2010). a Analisis UV-tampak Analisis UV-tampak dilakukan terhadap fase diam sebelum dan sesudah elusi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan komponen ekstrak etanol temu lawak yang tertahan dalam fase diam SA 4. Etanol digunakan untuk melarutkan pengotor dan ekstrak etanol temu lawak yang mungkin tertahan di fase diam. Fase diam SA 4 sesudah elusi menunjukkan kenaikan serapan dari sebelum elusi pada panjang gelombang 300 480 nm (Gambar 7a dan 7b). Serapan tersebut menunjukkan keberadaan ekstrak etanol temu lawak dalam fase diam SA 4. Ekstrak etanol temu lawak memiliki serapan pada panjang gelombang 220 500 nm (Cahyani 2010). Hal ini membuktikan bahwa sebagian komponen ekstrak etanol temu lawak pada fase diam SA 4 tidak terelusi. b Gambar 7 Spektrum UV-tampak ekstrak etanol fase diam produk asetilasi ampas tebu teraktivasi H 2 SO 4 (a) sebelum elusi, (b) sesudah elusi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Modifikasi selulosa ampas tebu dengan cara asetilasi dipengaruhi oleh keberadaan senyawa-senyawa selain selulosa dan morfologi permukaan serat selulosa. Bobot molekul meningkat sedangkan derajat polimerisasi menurun dengan meningkatnya derajat substitusi. Bobot molekul berkisar antara 58,577 72,516 g mol -1 dan derajat polimerisasi berkisar antara 289 509. Produk asetilasi dari ampas tebu dapat digunakan sebagai media separator pada kromatografi kolom.