MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Singkong Villa Indah Mustika Ratu Ciawi-Bogor untuk penanaman tanaman singkong, sedangkan pembuatan silase dan pengujian kualitas silase dilakukan di Laboratorium Nutrisi Perah, Fakultas Peternakan, IPB. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan (Juni 2011-Februari 2012). Materi Materi yang digunakan adalah cairan rumen sapi, tanaman singkong utuh (seluruh bagian pohon baik daun, batang, dan umbi) dengan umur panen berbeda yaitu 7, 8, dan 9 bulan, serta silase ransum komplit. Silase ransum komplit yang digunakan tersusun dari beberapa bahan pakan. Penyusunan silase ransum komplit disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi sapi perah masa laktasi awal yang terdiri dari rumput lapang 50,00%, onggok 15,00%, jagung 7,07%, bungkil kelapa 15,73%, bungkil kedelai 10,49%, DCP 1,24%, dan CaCO 3 sebanyak 0,47%. Prosedur Kondisi Lahan, Lingkungan, dan Penanaman Pohon Singkong Utuh Lahan yang digunakan dalam penanaman singkong yaitu jenis tanah podsolik coklat, dengan cara tanam tanpa pemupukan. Luas jarak tanam antar pohon singkong yaitu sekitar 1 meter dalam luas lahan 1 hektar. Pengamatan lahan dan lingkungan dilakukan sebelum pemanenan pohon singkong. Teknik Pemanenan Singkong Pohon singkong yang akan dijadikan silase, dipilih secara acak (representatif) dalam satu kebun singkong. Tanaman singkong dipanen dengan cara mencabut batangnya dan umbi yang tertinggal diambil dengan cangkul. Pada pengambilan berikutnya (satu bulan kemudian), tetap dilakukan di kebun yang sama dan dengan teknik yang sama. Persiapan Pengolahan Pohon Singkong dan Pembuatan Silase Singkong Singkong yang digunakan adalah singkong yang berumur sekitar 7, 8, dan 9 bulan. Singkong yang telah dipanen, dipotong-potong perbagiannya dan dipisahkan. 9
Bagian umbi dikupas dan dibersihkan terutama, agar tidak ada tanah yang melekat pada kulit luar umbi singkong. Limbah dari singkongpun tidak dibuang melainkan digunakan juga dalam pembuatan silase. Semua bagian pohon singkong tetap digunakan dalam perlakuan. Setiap bagian singkong kemudian dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil sekitar 1-2 cm dengan menggunakan alat manual. Setelah dipotong-potong, tiap bagian singkong ditimbang lalu dicampurkan hingga homogen. Diambil 2 kg dari campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Setelah itu hasil campuran singkong ditutup rapat hingga tidak ada udara luar yang masuk. Lalu didiamkan hingga terjadi proses fermentasi selama lima minggu pada suhu ruang secara anaerob. Pengukuran Proporsi Botani Pengamatan kondisi awal bahan meliputi proporsi botani, yang diukur dengan membandingkan bobot per bagian tanaman dengan bobot total tanaman. Pengukuran Bahan Kering (BK) Awal Bahan Sebanyak 1 kg bahan segar tanaman singkong yang sudah dicampur dari keseluruhan tanaman sebagai berat segar (a), dikeringkan menggunakan oven 60 o C selama 2 hari kemudian ditimbang kembali (b). Setelah itu, sampel digiling hingga halus. Kemudian sampel ditimbang sebanyak 2-3 g (c) dan dimasukkan kedalam oven 105 o C sampai berat konstan. Setelah kering silase ditimbang sebagai berat akhir (d). BK (%) dihitung menggunakan rumus: d x b BK (%) = x 100% c x a Keterangan: a : Berat sampel segar b : Berat sampel setelah oven 60 ⁰C c : Berat sampel sebelum oven 105 ⁰C d : Berat sampel setelah oven 105 ⁰C Pengukuran Protein Kasar (PK) Awal Bahan Prosedur pengukuran protein kasar awal bahan digunakan metode Kjeldahl (AOAC, 1999). Sampel sebanyak 0,2-0,3 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan sedikit selenium mixture pada ujung sudip. Sebanyak 20 ml asam sulfat 10
ditambahkan ke dalam labu, dipanaskan di atas hot plate hingga warna menjadi bening. Kemudian dilakukan destilasi dengan metode makro kjeldahl dengan cara NaOH kristal disiapkan sebanyak 0,6 g, lalu aquadest 100 ml diencerkan. Asam borat disiapkan dengan dilakukan pengenceran boric acid sebanyak 0,6 g dan aquadest 30 ml. Setelah destilasi dilakukan titrasi dengan larutan HCl 0,0119 N. Pengukuran Water Soluble Carbohydrate (WSC) Awal Bahan Prosedur pengukuran kadar WSC yang digunakan yaitu Metode Fenol (Singleton dan Rossi, 1965). Sebanyak 2 g sampel bahan awal yang sudah dikeringkan, dihaluskan, lalu ditambahkan aquadest yang telah dipanaskan sebanyak 10 ml. Kemudian disaring untuk memisahkan cairan dan padatan sampel. Cairan sampel diambil sebanyak 2 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan fenol. Dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Larutan asam sulfat ditambahkan secepatnya sebanyak 2,5 ml dan divortex, kemudian absorban diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Pengamatan Kadar Asam Sianida (HCN) Awal Bahan Prosedur pengukuran kadar sianida digunakan metode APHA (1985), diawali dengan sampel sebanyak 0,1 ml diambil menggunakan spoit dari tabung perlakuan, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1,9 ml aquadest. Kemudian dimasukkan ke dalamnya 2 ml buffer CN dan 0,5 ml Chloramin T 1%. Larutan divortex dan didiamkan selama 2 menit setelah ditambahkan 0,5 ml larutan asam barbiturate-piridin, kemudian divortex kembali dan siap dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 578 nm. Г Karakteristik Fisik Karakteristik fisik dilakukan dengan menilai atau mendeskripsikan sifat fisik silase meliputi warna, aroma, tekstur, kelembaban, dan keberadaan jamur (spoilage) dengan memisahkan dan menimbang produk silase yang terkontaminasi jamur pada permukaan silo. Penilaian terhadap warna didasarkan pada tingkat kegelapan atau perubahan warna silase yang dihasilkan. Penilaian tekstur dan kelembaban dilakukan dengan mengambil beberapa genggam silase dari beberapa ulangan dan dirasakan 11
dengan meraba tekstur yang dihasilkan (halus, sedang, atau kasar) dan kelembabannya (kering, sedang, atau basah). Kemudian dengan indera penciuman dilakukan penilaian aroma silase (asam seperti susu basi atau bau busuk). Karakteristik Fermentatif Pengukuran ph Silase. Pengukuran dilakukan dengan silase yang baru dibuka ditimbang sebanyak 10 g dan dicampur dengan 100 ml aquadest kemudian dimasukkan ke dalam erlenmayer lalu dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirer selama 5-10 menit. Setelah aquadest dan silase tercampur, disaring untuk mendapatkan supernatannya. Kemudian diukur ph supernatan tersebut dengan menggunakan ph meter yang telah dikalibrasi pada larutan ber ph 4 dan 7. Pengukuran Bahan Kering (BK) Silase. Silase yang telah difermentasi selama 35 hari dikeluarkan dari plastik dan ditimbang sebagai berat awal (a), kemudian dikeringkan menggunakan oven 60 ⁰C selama 2 hari, lalu ditimbang kembali (b). Setelah itu, sampel digiling hingga halus. Kemudian sampel ditimbang sebanyak 2-3 g (c) dan dimasukkan kedalam oven 105 ⁰C sampai berat konstan. Setelah kering silase ditimbang sebagai berat akhir (d). BK (%) dihitung menggunakan rumus: BK (%) = d x b c x a x 100% Keterangan: a : Berat sampel segar b : Berat sampel setelah oven 60⁰C c : Berat sampel sebelum oven 105 ⁰C d : Berat sampel setelah oven 105⁰C Pengukuran Volatile Fatty Acid (VFA) Silase. Prosedur pengukuran kadar VFA digunakan metode Destilasi Uap/ Steam Destilation (General Laboratory Procedure, 1966). Supernatan yang telah disiapkan menggunakan prosedur yang sama dengan penggukuran ph, sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu segera ditambahkan dengan 1 ml H 2 SO 4 15% dan ditutup dengan tutup karet yang mempunyai lubang dan dapat dihubungkan dengan labu pendingin. Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu penyulingan yang berisi air mendidih. Uap air panas akan mendesak campuran supernatan dan H 2 SO 4 dan akan terkondensasi dalam labu 12
pendingin. Air yang terbentuk ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N hingga sampel menjadi 250 ml, kemudian ditambahkan dengan indikator PP (Phenol Pthaline) sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna titrat berubah dari merah jambu menjadi tidak berwarna. Produksi VFA total dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: VFA total (mm) = ( a - b) N HCl 1000 5 gr sampel BK sampel Keterangan : a = volume titran blanko (ml), b = volume titran sampel (ml) Kehilangan Bahan Kering (BK) Setelah Ensilase. Kehilangan bahan kering dihitung dengan membandingkan berat kering bahan setelah ensilase dengan bahan kering awal. BK awal - BKsilase Kehilangan BK (%) = BK awal Pengukuran Protein Kasar (PK) Silase. Sampel silase sebanyak 0,2-0,3 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan sedikit selenium mixture pada ujung sudip. Sebanyak 20 ml asam sulfat ditambahkan ke dalam labu, dipanaskan di atas hot plate hingga warna menjadi bening. Kemudian dilakukan destilasi dengan metode makro kjeldahl dengan cara NaOH kristal disiapkan sebanyak 0,6 g, aquadest 100 ml lalu diencerkan. Asam borat disiapkan dengan dilakukan pengenceran boric acid sebanyak 0,6 g dan aquadest 30 ml. Setelah destilasi dilakukan titrasi dengan larutan HCl 0,0119 N. ml HCl x N HCl x 14 x 24 N (%) = mg sampel PK (%) = % N x 6,25 Pengukuran Amonia (NH 3 ) Silase. Prosedur yang digunakan yaitu metode Conway (1957). Cawan Conway diolesi vaselin, lalu sebanyak 1 ml sampel silase ditempatkan pada ujung jalur cawan Conway tersebut. Kemudian 1 ml larutan Na 2 CO 3 diletakkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel. Sebanyak 1 ml asam borat berindikator ditempatkan di bagian tengah cawan Conway, lalu ditutup rapat. Cawan Conway dimiringkan agar supernatan dan larutan Na 2 CO 3 tercampur hingga 13
rata. Didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar dan setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi menggunakan H 2 SO 4 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Kadar NH 3 dihitung dengan rumus: N amonia (mm) = ml H 2 SO 4 x N H 2 SO 4 (gramx BK) sample x 1000 Kehilangan Protein Kasar (PK). Kehilangan PK dihitung dari banyaknya protein yang dirombak menjadi NH 3 dibandingkan dengan berat PK awal bahan. Kehilangan N (%) = N amonia silase (g N protein N/ g BK bahan silase) x100 % Pengukuran Water Soluble Carbohydrate (WSC) Silase. Pengukuran WSC digunakan Metode Fenol menurut Singleton & Rossi (1965). Sebanyak 2 g sampel silase yang sudah dikeringkan dan dihaluskan, ditambahkan aquadest yang telah dipanaskan sebanyak 10 ml. Kemudian disaring untuk memisahkan cairan dan padatan sampel. Cairan sampel diambil sebanyak 2 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan fenol. Dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Larutan asam sulfat ditambahkan secepatnya sebanyak 2,5 ml dan divortex, kemudian absorban diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 nm. ppm x FP (faktor pengencer) WSC (%) = (bobot x BK) sampel Pengukuran Kadar Asam Sianida (HCN) Silase. Prosedur pengukuran kadar sianida digunakan metode APHA (1985), diawali dengan sampel silase sebanyak 0,1 ml diambil menggunakan spoit dari tabung perlakuan, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 1,9 ml aquadest. Kemudian dimasukkan ke dalamnya 2 ml buffer CN dan 0,5 ml Chloramin T 1%. Larutan divortex dan didiamkan selama 2 menit setelah ditambahkan 0,5 ml larutan asam barbiturate-piridin, kemudian divortex kembali dan siap dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 578 nm. Г 14
Perhitungan Nilai Fleigh. Perhitungan nilai fleigh berdasarkan rumus (Indikut et al., 2009), yaitu NF = 220 + (2 x BK (%) 15) - (40 x ph) Karakteristik Utilitas Pengukuran NH 3 dan VFA Rumen. Prosedur pengukuran NH 3 (Conway, 1957) dan VFA dengan teknik destilasi uap (General Laboratory Prosedure, 1966) rumen sama dengan pengukuran NH 3 dan VFA silase, hanya berbeda dalam prosedur pembuatan sampel (supernatan saat in vitro). Sebanyak 0,5 g silase yang sudah dikeringkan dan digiling, dimasukkan ke dalam tabung fermentor bervolume 50 ml, kemudian ditambahkan 40 ml larutan buffer McDougall dan 10 ml cairan rumen lalu diaduk dengan gas CO 2 selama 30 detik dan ditutup rapat dengan prop karet yang berventilasi, kemudian diinkubasi selama 6 jam dalam shaker water bath dengan suhu 39 ⁰C. Setelah inkubasi, ditambahkan 2-3 tetes HgCl 2 jenuh ke dalam tabung fermentor, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Kemudian diambil supernatannya. Pengukuran KCBK dan KCBO. Pengukuran KCBK dan KCBO mengikuti metode Tilley dan Terry (1963) sebagai berikut: 1) Pencernaan Fermentatif Sebanyak 0,5 g sampel pakan dimasukkan kedalam tabung fermentor, ditambahkan 10 ml larutan buffer McDougall dan 40 ml cairan rumen, diaduk dengan gas CO 2 selama 30 detik dan ditutup rapat. Tabung fermentor ditempatkan pada suhu 39 ⁰C dan fermentasi dibiarkan berlangsung selama 48 jam. Setiap 6 jam, tabung diaduk dengan gas CO 2. 2) Pencernaan Hidrolisis Setelah diinkubasi selama 48 jam, ditambahkan 2-3 tetes HgCl 2 jenuh. Lalu disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatannya dibuang, ke dalam tabung ditambahkan 50 ml larutan pepsin HCl 0,2%. Pencernaan enzimatis berlangsung aerob selama 48 jam. Hasil pencernaan hidrolisis (residu) disaring menggunakan kertas Whatman No. 41 yang dibantu dengan pompa vakum. Kemudian residu tersebut dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan di dalam oven suhu 105 ⁰C selama 24 jam untuk 15
menentukan BK residu. Selanjutnya residu BK dimasukkan ke dalam tanur selama 6 jam. Kemudian KCBK dan KCBO dihitung berdasarkan rumus: BK sampel (g) - (BK residu (g) - BK blanko (g)) KCBK (%) = BK sampel BO sampel (g) - (BO residu (g) - BO blanko (g)) KCBO (%) = BO sampel Rancangan dan Analisis Data Perlakuan Penelitian ini menggunakan 3 beda umur panen tanaman singkong dan penggunaan ransum komplit sebagai kontrol. Perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: SRK : silase ransum komplit SSU7 : silase singkong utuh berumur 7 bulan SSU8 : silase singkong utuh berumur 8 bulan SSU9 : silase singkong utuh berumur 9 bulan Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 3 kali ulangan untuk karakteristik fermentatif silase dan Rancangan Acak Kelompok untuk karakteristik utilitas silase. jika terdapat beda nyata, menggunakan uji lanjut ortogonal. Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Rancangan Acak Lengkap : Y ij = µ + τ j + ε ij Rancangan Acak Kelompok : Y ij = µ + τ i + ß j + ε ij Keterangan : Y ij = Hasil pengamatan pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = Rataan umum τ j = Efek utama perlakuan ke-i ß j ε ij = Efek kelompok ke-j = Error ulangan ke-i dan perlakuan ke-j 16
Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu: 1) Karakteristik awal bahan meliputi proporsi bagian tanaman, kandungan bahan kering, PK, WSC, dan HCN. 2) Kualitas silase diukur berdasarkan karakteristik fisik, fermentatif silase, dan utilitas pada ternak secara in vitro. a) Karakteristik fisik silase meliputi warna, aroma, tekstur, kelembaban, dan keberadaan jamur (spoilage). b) Karakteristik fermentatif silase, yang meliputi ph, BK, VFA, perombakan BK, perombakan protein, NH 3, kandungan asam sianida, Water soluble Carbohydrate (WSC), dan Nilai Fleigh. c) Karakteristik utilitas meliputi fermentabilitas (fermentabilitas bahan organik yang diukur dari konsentrasi VFA cairan rumen dan fermentabilitas protein, yang diukur dari konsentrasi NH 3 cairan rumen) dan kecernaan (kecernaan bahan kering dan bahan organik) in vitro. 17