CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam*

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

BAB 5 PENUTUP. Pembaruan hukum..., Richo Wahyudi, FH UI, Universitas Indonesia

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA,

EKSISTENSI DAN PROSPEK UUPA SEBAGAI PERATURAN DASAR AGRARIA NASIONAL

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2003 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL DI BIDANG PERTANAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat

oleh: Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEMUNGKINAN PENERAPAN REFORMA AGRARIA PADA TANAH TERINDIKASI TERLANTAR

RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

Total Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Hubungan

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA PENYUSUNAN RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal.

SURAT KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 522.1/K.309/2001 T E N T A N G

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

BEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

E. KAJIAN HUKUM TENTNAG PENGELOLAAN SDA: PERATURAN PER-UUYANG BERKAITAN DENGAN SDA

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

LAPORAN TAHUNAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Tahun 2016

bahan sajian dalam Lokakarya Nasional Background Study RPJMN Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pengukuran Desa Lengkap.

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

Masyarakat Adat di Indonesia dan Perjuangan untuk Pengakuan Legal

MEMBACA ARAH POLITIK HUKUM. RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANAHAN 1 Yance Arizona, SH, MH.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ponorogo

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KERJA BIDANG PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari/Tanggal : Selasa, 29

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBAHARUAN AGRARIA SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V KESIMPULA DA SARA

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

DARI REFORMASI KEMBALI KE ORDE BARU

LAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

Transkripsi:

Chalid Muhammad & Hariadi Kartodihardjo CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN Pada saat ini DPR RI melalui Komisi II sedang menyiapkan RUU Pertanahan untuk dibahas bersama dengan Pemerintah RI. DPR RI telah menyerahkan RUU Pertanahan dan Naskah Akademik sejak 18 Juli 2016 dan telah dibahas bersama Pemerintah RI. Mulai bulan Mei 2017 pembahasan RUU Pertanahan ini kemudian dipercepat. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil menargetkan RUU Pertanahan bisa diselesaikan pertengahan tahun depan (2018). Sejumlah kalangan mulai mencermati dan mengkritisi proses maupun materi yang berkembang dalam pembahasan RUU Pertanahan ini. Mendasarkan pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah tertanggal 13 Juni 2017, berikut ini beberapa catatan kritis terhadap materi RUU Pertanahan tersebut: 1. RUU Pertanahan perlu menekankan kepada aspek penyusunan peruntukan, penggunaan, pemanfaatan dan pemeliharaan tanah sebelum melakukan pengaturan tentang pengadministrasian ha katas tanah. Sebagaimana diketahui bahwa tanah tidak dapat dipisahkan dengan karakteristiknya sebagai bagian dari suatu ekosistem. Oleh karena itu sebelum mengatur tentang pembenahan hak atas tanah peting bagi RUU Pertanahan untuk melakukan invetarisasi tanah yang meliputi: a. kondisi atau fungsi tanah berdasarkan karakteristiknya, misalnya tanah mineral, tanah gambut, karst yang akan menentukan peruntukan, penggunaan, pemanfaatan hingga pemeliharaan tanah. b. penguasaan tanah secara de facto (kenyataan) maupun de jure (secara hukum); c. konflik tanah; d. penelantaran tanah; e. dan seterusnya. 1

Inventarisasi di atas perlu dilakukan mengingat kondisi riil tanah saat ini bukanlah dalam kondisi yang ideal. Sudah banyak persoalan yang muncul dan ini harus diidentifikasi. Jadi rumusan norma dalam RUU Pertanahan tidak dapat seolah-olah kondisi pertanahan kita dalam keadaan yang normal lagi. 2. Saat ini telah banyak terjadi konflik penguasaan tanah antara negara dengan masyarakat. Oleh karena itu pendefinisian terkait dengan tanah negara yang mendasarkan pada kriteria (Pasal 7): a. Dikuasai langsung oleh negara b. Tanah bukan merupakan: i. Tanah ulayat masyarakat hukum adat; ii. Tanah wakaf; iii. Barang milik negara/daerah/desa; iv. Asset BUMN/D c. Tanah yang telah ada penguasaan dan belum dilekati dengan sesuatu hak atas tanah. Ketentuan tersebut berpotensi menimbulkan konflik baru, mengingat faktanya bahwa saat ini masih banyak penguasaan ha katas tanah yang belum tuntas, terutama bagi masyarakat adat. Di sisi lain pengaturan tentang hak atas tanah untuk masyarakat adat pada RUU Pertanahan ini tidak jelas mengambil pilihan proaktif bagi pemerintah untuk melakukan inventarisasi tanah ulayat (Pasal 8). Hal ini akan menimbulkan penafsiran bahwa skema pengakuan hak atas tanah oleh masyarakat ada masih diatur dalam bentuk negatif dimana membutuhkan sikap proaktif masyarakat adat untuk mengajukan permohonan hak atas tanah. Secara konnstitusi, negara lah yang seharusnya proaktif memberikan pengakuan tersebut. 3. Terkait dengan ketentuan pembatasan maksimum penguasaan/pemilikan tanah (Pasal 16). Ketentuan pembatasan ha katas tanah sebaiknya diatur dalam UU. Hal ini sebagai konsekuensi dari pembatasan hak warga negara yang harus diatur dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa.setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.. Selain itu ketentuan pembatasan dalam RUU Pertanahan sangat mungkin untuk disimpangi berdasarkan alasan yang masih sumir (Pasal 16 ayat 2), yaitu: (a) skala ekonomi; (b) partisipasi masyarakat yang lebih luas; (c) kepentingan strategis nasional. Ketiga kriteria tersebut masih berorientasi pada aspek teknis ekonomi. Selain itu 2

belum diakomodir pembatasan dalam aspek hak nya dengan pendekatan fungsi, misalnya bagaimana pembatasan hak-hak pemanfaatan tanah yang mendasarkan pada aspek ekologis, misalnya penguasaan tanah yang ada di kawasan fungsi lindung tertentu, contoh lahan gambut fungsi lindung yang tidak dapat disamakan dengan lahan lainnya dalam aspek pemanfaatan. Perlu juga diatur prosedur pengambilalihan jika melanggar batas maksimal atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan fungsinya. 4. Pengaturan tentang penyelenggaraan Reforma Agraria, mulai penyelenggaraan reforma agraria, akses reform, hak dan kewajiban penerima TORA (Pasal 43-50) perlu diatur dalam RUU Pertanahan. Penyelenggaran reforma agraria perlu diatur mengingat manyangkut kewenangan dan kelembagaan pelaksana reforma agraria, akses reform perlu diatur untuk memastikan bagaimana masyarakat dapat mengakses kebijakan reforma agaria secara baik termasuk mengelola TORA, dan hak serta kewajiban yang seharusnya diatur dalam level UU guna memastikan reforma agraria sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Selain itu kegiatan reforma agraria perlu dipastikan tidak hanya sekedar menata hubungan pengusaaan lahan melainkan lebih komprehensif sesuai dengan mandat TAP MPR No. IX/MPR/2001, yaitu, Arah kebijakan pembaruan agraria adalah : a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini. b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan mempertahankan kepemilikan tanah untuk rakyat. c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakkan hukum dengan didasarkan atas prinsipprinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini. 3

e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi. f. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agrarian yang terjadi 5. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan pengalihfungsian tanah sebaiknya diatur dalam RUU Pertanahan dengan mengkoreksi UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, khususnya terkait dengan kriteria pembanguann untuk kepentingan umum, yang seharusnya diterjemahkan perencanaan pembangunan tersebut telah mendasarkan pada aspek tata kelola yang baik serta akses bagi keadilan masyarakat. 6. Kelembagaan Badan Pengelola Bank Tanah (Pasal 61). Keberadaan Bank Tanah sebaiknya diantisipasi agar kelembagaan ini tidak menjadi alat untuk mengkomoditaskan tanah. Pengaturan bahwa Bank Tanah dapat memperoleh keuntungan perlu dihindari. Jika tujuan Bank Tanah ini untuk menyediakan obyek tanah untuk kepentingan pembangunan, seharusnya pemerintah melalui BPN apabila sistem registrasinya/data base nya berjalan baik maka tidak diperlukan. Apalagi Bank Tanah ini diberikan kewenangan seperti hal nya pemerintah dalam dalam perencanaan, perolehan, pengelolaan, dan pemanfaatan tanah, serta pengelolaan keuangan dan aset lainnya, yang ditambahkan dengan fungsi mencari keuntungan. 7. Penyelesaian konflik tanah. Tidak ditemukan pengaturan yang komprehensif tentang penyelesaian konflik tanah sebagaimana juga mandat dari reforma agraria. RUU Pertanahan mengatur penyelesaian sengketa pertanahan melalui Badan Peradilan Khusus Pertanahan dalam lingkup peradilan umum (Pasal 67). Penyelesaian sengketa pertanahan tidak mengadopsi pendekatan yang tepat untuk penyelesaian konflik, terutama yang selama ini terjadi akibat ketimpangan pengaturan terkait dengan pertanahan. Pendekatan melalui pengadilan seperti ini akan mengakibatkan pendekatan yang legal positifistik dimana kurang compatible dengan persoalan-persoalan konflik pertanahan. Oleh karena itu sebaiknya RUU 4

Pertanahan ini mengadopsi prosedur dan kelembagaan penyelesaian konflik yang lebih tepat daripada menggunakan pendekatan peradilan. Pendekatan peradilan dapat digunakan untuk sengketa pertanahan yang tidak berdimensi konflik pertanahan yang selama ini terjadi dan sifatnya atau dimensinya keperdataan. 8. RUU Pertanahan belum diatur tentang mekanisme penegakan hukum, khususnya adminsitrasi bagi pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang hak/izin. Secara praktek, banyak persoalan pelanggaran yang terjadi dilakukan oleh para pemegang hak/izin yang dapat mengancam kelestarian/perlindungan tanah, misalnya penggunaan ha katas tanah tidak sesuai dengan ketentuan yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan. Ketentuan penegakan hukum administrasi dalam RUU Pertanahan hanya menyangkut pelanggaran penaftaran tanah dan batas maksimum (Pasal 86). Padahal prinsip dari RUU Pertanahan salah satunya adalah fungsi social dan ekoslogis (Pasal 2). 5