Produksi Biodiesel dari Dedak Padi secara In-Situ dalam Air dan Metanol Subkritis

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Dedak Padi Tanpa Katalis dengan Air dan Methanol Subkritis

MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI

MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO

Oleh: Nufi Dini Masfufah Ajeng Nina Rizqi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

ANALISIS ENERGY PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE METANOL SUPER KRITIS

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 3 (Desember 2010)

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK DEDAK DAN METANOL DENGAN PROSES ESTERIFIKASI DAN TRANSESTERIFIKASI

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi 1

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP

III. METODE PENELITIAN

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

Indonesian Journal of Chemical Science

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.M. Rachimoellah, Dipl.EST Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

SKRIPSI TK Oleh : Fermi Dio Alfaty NRP Hanindito Saktya Pradipta NRP

PENGARUH KONSENTRASI, WAKTU, PENGADUKAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP YIELD BIODIESEL DARI MINYAK DEDAK PADI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010

Pembuatan Gliserol Karbonat Dari Gliserol (Hasil Samping Industri Biodiesel) dengan Variasi Rasio Reaktan dan Waktu Reaksi

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. DESKRIPSI PROSES

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima) DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

LAMPIRAN A ANALISA MINYAK

o C sampai berat tetap. Bahan disimpan dalam refrigerator.

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 7 No. 2 Februari 2015

KINERJA REAKTOR PACKEDDALAM PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK CURAH

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU AGING

BIODIESEL DARI MINYAK BIJI PEPAYA DENGAN TRANSESTERIFIKASI INSITU BIODIESEL FROM PAPAYA SEED OIL WITH INSITU TRANSESTERIFICATION

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

4 Pembahasan Degumming

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD)

Bab III Metodologi Penelitian

Lampiran 1 Data metode Joback

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

OPTIMASI PERBANDINGAN MOL METANOL/MINYAK SAWIT DAN VOLUME PELARUT PADA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN PETROLEUM BENZIN

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH

KAJIAN AWAL SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK DEDAK DAN METANOL MELALUI EKSTRAKSI DAN PROSES ESTERIFIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DARI GLISEROL (HASIL SAMPING INDUSTRI BIODIESEL) DENGAN VARIASI RASIO REAKTAN DAN TEMPERATUR REAKSI

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DARI GLISEROL (HASIL SAMPING INDUSTRI BIODIESEL) DENGAN VARIASI RASIO REAKTAN DAN TEMPERATUR REAKSI

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

PENGARUH STIR WASHING

APLIKASI SUPERCRITICAL FLUIDS (SCF) PADA REAKSI TRANS-ESTERIFIKASI PROSES PEMBUATAN BIODIESEL

Jurnal Bahan Alam Terbarukan

Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan Suhu Reaksi terhadap Konstanta Kecepatan Reaksi Esterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi Berkandungan Asam Tinggi

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Melalui Proses Transesterifikasi dengan Menggunakan CaO sebagai Katalis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam kehidupan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

28/07/2011 LATAR BELAKANG DEGRADASI GLISEROL TUJUAN PENELITIAN DEGRADASI GLISEROL PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DARI GLISEROL (HASIL SAMPING INDUSTRI BIODIESEL) DENGAN VARIASI RASIO REAKTAN DAN TEMPERATUR REAKSI

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Produksi Biodiesel dari Dedak Padi secara In-Situ dalam Air dan Metanol Subkritis Erick Z.Simatupang, Ricardo G. Siregar, M. Rachimoellah, Siti Zullaikah Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: prof_rachimoellah@yahoo.com ; szulle@chem-eng.its.ac.id Abstrak Pada penelitian ini biodiesel berhasil didapatkan dari dedak padi secara in-situ dalam air dan metanol subkritis dengan penambahan gas CO 2 sebagai katalis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan biodiesel (kemurnian dan yield) dari dedak padi secara insitu dalam air dan metanol subkritis seperti waktu reaksi, suhu pemanas, dan penambahan CO 2 akan dipelajari secara sistematis. Campuran dedak padi, air, dan metanol dengan perbandingan 1:4:1 (gram/ml/ml) dimasukkan kedalam reaktor hydrothermal yang dilengkapi dengan pemanas, kontrol suhu, dan pressure gauge kemudian diberi tekanan dengan gas CO 2 (0 dan 5 bar). Setelah suhu pemanas mencapai suhu yang diinginkan (200 o C dan 225 o C) maka waktu reaksi mulai dihitung dan dihentikan setelah waktu reaksi yang diinginkan (1, 3, dan 5 jam). Kemudian didapatkan produk dan dipisahkan dari campuran dengan cara ekstraksi menggunakan larutan n- hexane. Selanjutnya n-hexane dipisahkan dengan cara destilasi crude biodiesel. Dari hasil penelitian didapatkan kemurnian biodiesel tertinggi sebesar 89,07% pada kondisi operasi 200 o C dengan penambahan CO 2 (5bar) dan waktu reaksi 3 jam. Sedangkan untuk Yield biodiesel tertinggi didapat sebesar 94,16% pada kondisi operasi 200 o C dengan penambahan CO 2 (5 bar) dan waktu reaksi 1 jam. Kata Kunci Dedak padi, in-situ, air subkritis, metanol subkritis, yield. I. PENDAHULUAN RISIS energi yang terjadi di dunia, khususnya bahan Kbakar fosil yang bersifat tak terbaharukan (nonrenewable) disebabkan menipisnya cadangan minyak bumi dan gas alam yang terkandung di bumi. Berangkat dari hal tersebut, pemerintah berusaha mendorong penggunaan berbagai macam energi alternatif salah satunya adalah biodiesel. Masalah utama dalam pembuatan biodiesel adalah biaya produksi untuk biodiesel lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan gasoline. Hal ini dikarenakan biaya bahan baku (minyak dan lemak) mencapai 60-75% dari total biaya produksi (Zullaikah dkk., 2005). Beras adalah biomassa yang sangat berguna. Hampir 610 juta ton beras diproduksi tiap tahun didunia. Dedak padi adalah by-product dari penggilingan beras yang merupakan 8% dari hasil penggilingan padi. Dedak padi mengandung protein, minyak/lemak, vitamin, antioksidan dan mineral seperti silika, zat besi, kalsium dan zinc. Di Jepang, sekitar 34% dari dedak padi digunakan untuk diekstak minyaknya, tergantung kualitasnya, yang bisa digunakan untuk memasak atau untuk industri. Dengan melimpahnya bahan baku maka produksi biodiesel dari dedak padi amatlah menjanjikan. (Ju dan Vali 2005) Dewasa ini, produksi biodiesel pada kondisi superkritis telah banyak diteliti. Pada kondisi superkritis minyak dedak padi dan metanol menjadi satu fase jadi pencampuran sempurna telah tercapai untuk membuat biodiesel dan konversi tinggi (>95%) didapatkan dalam beberapa menit tanpa membutuhkan katalis (Saka and Kusdiana, 2001; Demirbas, 2008). Namun pada proses superkritis, temperatur tinggi (300⁰C - 350⁰C) dan tekanan tinggi (20-35 Mpa) memerlukan alkohol berlebih, rasio molar alkohol dan minyak 40:1-42:1 (kasim, 2009). Kemudian ketika kondisi operasi ini diturunkan dari 250⁰C - 280⁰C dan pada tekanan 15 20 Mpa, rasio molar alkohol dan minyak menjadi 24:1 dan 30:1 dengan menambahkan cosolvent. Akan tetapi penambahan co-solvent memberikan dampak negatif pada lingkungan dan kemurnian biodiesel yang dihasilkan (Trentin, 2011). Teknik superkritis juga memerlukan energi yang besar sehingga biaya yang dibutuhkan juga besar. Pengolahan air subkritis adalah teknik ramah lingkungan. Air subkritis didefinisikan sebagai air panas pada suhu antara 100-374⁰C pada kondisi tekanan tinggi untuk menjaga air dalam kondisi cair. Penggunaan air subkritis dalam penelitian ini adalah sebagai pelarut atau solvent kemudian secara insitu metanol subkritis diharapkan dapat mereaksikan minyak dedak padi yang terbentuk menjadi biodiesel secara langsung. (Ju, 2012). II. URAIAN PENELITIAN Untuk memproduksi biodiesel dari dedak padi secara insitu dalam air dan metanol subkritis dilakukan percobaan menggunakan seperangkat alat hydrothermal. Dedak padi yang digunakan adalah dedak padi yang berasal dari Jember yang memiliki kandungan FFA sebesar 63,69% dan kandungan minyak sebesar 9,521%. Langkah pertama yang dilakukan pada produksi biodiesel secara in-situ dalam air dan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 2 metanol subkritis adalah memasukkan 5 g dedak padi, 5 ml metanol, dan 20 ml aquades kedalam reaktor dan menutupnya dengan rapat. Kemudian menambahkan gas CO 2 kedalam reaktor untuk variabel dengan penambahan CO 2 sedangkan variabel tanpa CO 2 tidak perlu ditambahkan gas CO 2. Reaktor kemudian dimasukkan kedalam pemanas yang sebelumnya telah dipanaskan sampai suhu sekitar 100 o C. Setelah suhu pemanas mencapai variabel yang diinginkan maka variabel waktu reaksi mulai dihitung. Setelah variabel waktu tercapai, reaktor diangkat dari pemanas dan didinginkan sampai mencapai suhu ambient menggunakan air dingin. Berikut skema dari alat Produksi Biodiesel dari Dedak Padi secara In- Situ dalam Air dan Metanol Subkritis menunggu sampai cairan di dalam labu destilasi tidak lagi mengeluarkan gelembung. Memisahkan labu destilasi dari rangkaian dan meng-oven labu destilasi pada suhu 78-80 o C selama 2 jam. Mendinginkan labu destilasi tadi di dalam desikator sampai suhu ambient kemudian menimbang di dalam neraca analitik dan memisahkan biodiesel dalam labu destilasi ke dalam botol sample. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan dedak padi yang berasal dari daerah Jember. Dedak padi ini dianalisa terlebih dahulu kandungan minyak serta kandungan airnya. Kadar minyak diperoleh dengan cara metode soxhlet. Massa minyak dedak padi yang didapat adalah 0,9521 gram ( 9,521% kandungan minyak dalam dedak padi Jember). Sedangkan untuk kadar air diperoleh sebesar 7,89%. A. Pengaruh Waktu Reaksi dan Penambahan CO 2 pada Massa Crude Biodiesel penambahan CO 2 didapatkan massa crude biodiesel masingmasing 0,4355 gram; 0,4672gram; dan 0,4796 gram. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 200 C dengan penambahan CO 2 didapatkan massa crude biodiesel masing-masing 0,5377 gram; 0,4614 gram; dan 0,4437 gram. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 1. Skema alat alat Produksi Biodiesel dari Dedak Padi secara In-Situ dalam Air dan Metanol Subkritis. Setelah suhu reaktor sudah mencapai suhu ambientnya maka reaktor dibuka dan mengeluarkan semua produk didalam reaktor dikeluarkan dan ditampung dalam erlenmeyer. Jika masih terdapat sisa dedak padi pada dinding reaktor maka dicuci dengan air dan hasil pencucian dimasukkan/ditambahkan semuanya ke dalam beaker glass tempat produk tadi. Memasukkan hexane ke dalam beaker glass tersebut sampai seluruh dedak padi terendam sempurna. Mengaduk seluruh campuran dalam beaker glass dengan stirrer selama 10 menit dan mendiamkannya selama 10 menit. Memipet fase hexane ke dalam Erlenmeyer penampung fase hexane dan langsung menutup Erlenmeyer tersebut dengan menggunakan aluminium foil. Langkah ini dilakukan sebanyak 5 kali. Membasuh dedak padi pada kertas saring menggunakan hexane dengan bantuan vacuum pump sampai terpisah seluruh fase air dan fase hexane dari dedak padi. Langkah ini dilakukan 3 kali. Fase hexane ditambahkan kedalam fase hexane yang sebelumnya. Mengeringkan kertas saring yang telah terpakai di dalam oven dengan suhu 100 o C selama 2 jam. Memasukkan hexane pada fase air dan memipet fase hexane dari fase air ke dalam Erlenmeyer penampung fase hexane. Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali. Memasukkan seluruh fase hexane ke dalam labu destilasi yang sebelumnya sudah dirangkai. Mengeset suhu waterbath sehingga terjaga suhu pada labu destilasi sekitar 76 o C dan Gambar. 2. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan massa crude biodiesel (%) pada suhu 200 C penambahan CO2 didapatkan massa crude biodiesel masingmasing 0,3450 gram; 0,3971 gram; dan 0,4628 gram. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 225 C dengan penambahan CO2 didapatkan massa crude biodiesel masing-masing 0,4102 gram; 0,3683 gram; dan 0,3467 gram. Hasilnya dapat dilihat pada grafik IV.2. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 3 Gambar. 3. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan massa crude biodiesel (%) pada suhu 225 C Hasilnya seperti tampak pada gambar 2 dan 3 dimana pada saat tanpa penambahan CO 2 kedalam reaktor, semakin lama waktu reaksi maka massa crude biodiesel yang diperoleh semakin besar baik pada suhu 200 C maupun 225 C. Sedangkan untuk penambahan CO 2 semakin lama waktu reaksi maka massa crude biodiesel yang diperoleh semakin kecil baik pada suhu 200 C maupun 225 C. Peningkatan waktu reaksi memiliki efek positif pada jumlah massa crude biodiesel yang dapat diproduksi dari dedak padi. Waktu yang semakin lama penting untuk mendapatkan massa crude biodiesel yang tinggi selama proses in situ. Yeshitila, dkk melaporkan bahwa dengan semakin lamanya waktu reaksi maka akan semakin baik massa crude biodiesel yang di dapatkan dari Chlorella vulgaris. Ini dikarenakan waktu yang semakin lama dibutuhkan untuk memecah dinding sel dan mengeluarkan kandungan lipid di dalam sel sehingga lipid dapat bereaksi dengan metanol dalam kondisi subkritis tanpa menggunakan katalis asam. Sama hal nya juga dengan penelitian ini, semakin lama waktu reaksi maka massa crude biodiesel yang di dapatkan juga semakin tinggi. Ini dikarenakan semakin lama waktu reaksi maka minyak yang bereaksi akan semakin banyak pada kondisi air subkritis. Sedangkan untuk kondisi operasi dengan penambahan CO 2 didapatkan massa crude biodiesel yang semakin menurun dengan waktu yang semakin lama. Hal ini disebabkan karena pada penambahan CO 2 saat waktu reaksi diatas 3 jam baik pada suhu 200 C maupun 225 C didapatkan kondisi dedak padi yang gosong. Sehingga air subkritis belum sepenuhnya mengekstrak kandungan minyak didalam dedak padi karena kondisi dedak padi yang sudah gosong. B. Pengaruh Waktu Reaksi dan Penambahan CO 2 pada Kemurnian FAME penambahan CO 2 didapatkan kemurnian FAME-nya masingmasing 61,91%; 53,54%; dan 62,69%. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 200 C dengan penambahan CO 2 didapatkan kemurnian FAME-nya masing-masing 83,36%; 89,07%; dan 60,44%. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4. Gambar. 4. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan kemurnian FAME pada suhu 200 C penambahan CO 2 didapatkan kemurnian FAME-nya masingmasing 62,18%; 69,74%; dan 20,56%. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 225 C dengan penambahan CO 2 didapatkan kemurnian FAME-nya masing-masing 70,62%; 83,84%; dan 87,19%. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 5. Gambar. 5. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan kemurnian FAME pada suhu 225 C Pada gambar 4, dapat dilihat bahwa pada kondisi operasi 200 C tanpa penambahan CO 2 kemurnian FAMEnya mengalami penurunan saat waktu operasi 3 jam kemudian naik kembali saat waktu operasi 5 jam. Karena perubahan kemurniannya tidak terlalu signifikan maka pada kondisi operasi ini belum dapat disimpulkan waktu reaksi tersebut terjadi kesetimbangan. Untuk kondisi operasi 200 C dengan penambahan CO 2 kemurnian FAMEnya mengalami peningkatan sampai pada waktu reaksi 3 jam tetapi mengalami penurunan pada saat waktu reaksi mencapai 5 jam. Hal ini disebabkan karena kesetimbangan reaksi sudah tercapai dalam waktu kurang lebih 3 jam, sehingga dalam waktu yang lebih lama dari 3 jam tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil dan karena reaksi yang terjadi adalah reversible (bolak- balik), maka apabila sudah terjadi kesetimbangan, reaksi akan bergeser ke kiri, dan akan memperkecil produk yang diperoleh. Pada gambar 5 dapat dilihat untuk kondisi operasi 225 C tanpa penambahan CO 2 kemurnian FAMEnya mengalami peningkatan sampai pada waktu reaksi 3 jam tetapi mengalami penurunan pada saat waktu reaksi 5 jam. Hal ini disebabkan karena kesetimbangan reaksi sudah tercapai dalam waktu

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 4 kurang lebih 3 jam, sehingga dalam waktu yang lebih lama dari 3 jam tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil dan karena reaksi yang terjadi adalah reversible (bolak- balik), maka apabila sudah terjadi kesetimbangan, reaksi akan bergeser ke kiri, dan akan memperkecil produk yang diperoleh. Sedangkan untuk kondisi operasi 225 C dengan penambahan CO 2 kemurnian FAME-nya terus meningkat bahkan ketika sudah mencapai waktu reaksi 5 jam. Hal ini disebabkan karena kesetimbangan reaksi belum terjadi pada waktu reaksi kurang dari 5 jam sehingga reaksi terus berlanjut. C. Pengaruh Waktu Reaksi dan Penambahan CO 2 pada Yield Biodiesel penambahan CO 2 didapatkan yield biodiesel masing-masing 56,64%; 52,54%; dan 63,16%. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 200 C dengan penambahan CO 2 didapatkan yield biodiesel masing-masing 94,16%; 86,33%; dan 56,33%. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 6. Yield biodiesel merupakan jumlah FAME (gram FAME) yang didapatkan pada crude biodiesel dibandingkan dengan jumlah minyak dedak padi yang dihasilkan dari ekstraksi konvensional. Dari gambar 6 dan 7, diperoleh yield biodiesel dengan penambahan CO 2 lebih tinggi daripada tanpa penambahan CO 2. Pada suhu 200 o C, yield biodiesel tanpa penambahan CO 2 mengalami peningkatan dan dengan penambahan CO 2 mengalami penurunan. Pada suhu 225 o C, yield biodiesel tanpa penambahan CO 2 mengalami penurunan dan dengan penambahan CO 2 mengalami peningkatan. Hal ini sebanding dengan peningkatan dan penurunan kemurnian FAME pada masing-masing suhu sehingga mempengaruhi yield biodiesel yang dihasilkan. Semakin tinggi kemurnian FAME maka semakin tinggi pula yield biodiesel yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya. D. Pengaruh Waktu Reaksi dan Penambahan CO 2 pada % Free Fatty Acid penambahan CO 2 didapatkan persen FFA masing-masing 15,09%; 13,99%; dan 13,58%. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 200 C dengan penambahan CO 2 didapatkan persen FFA masing-masing 12,44%; 9,98%; dan 9,12%. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 8. Gambar. 6. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan yield biodiesel pada suhu 200 C penambahan CO 2 didapatkan yield biodiesel masing-masing 45,06%; 58,17%; dan 19,97%. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 225 C dengan penambahan CO 2 didapatkan yield biodiesel masing-masing 64,65%; 73,49%; dan 68,37%. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 7. Gambar. 8. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan %FFA pada suhu 200 C penambahan CO 2 didapatkan persen FFA masing-masing 14,78%; 13,51%; dan 12,61%. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 225 C dengan penambahan CO 2 didapatkan persen FFA masing-masing 17,09%; 12,34%; dan 11,11%. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 9. Gambar. 7. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan yield biodiesel pada suhu 225 C

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 5 Gambar. 9. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan %FFA pada suhu 225 C Dari gambar 8 dan 9, dapat dilihat kandungan FFA akan menurun seiring lamanya waktu reaksi baik pada kondisi operasi 200 C dan 225 C dengan penambahan CO 2 ataupun tanpa CO 2. Hal ini disebabkan karena pada proses in-situ dalam air dan metanol subkritis mengubah FFA yang terlarut dalam metanol menjadi biodiesel (Ozgul, 1993). Menurut hasil penelitian Tsigie, yang menggunakan microalga menjadi biodiesel dalam kondisi subkritis menyatakan bahwa semakin lama waktu reaksi maka %FFA semakin menurun walaupun dalam kondisi tanpa diaduk, hal ini disebabkan gliserida akan terhidrolisa. Dapat juga dilihat pada gambar bahwa dengan penambahan CO 2 dapat mengurangi kandungan FFA-nya jika dibandingkan dengan kondisi operasi tanpa penambahan CO 2. Hal ini disebabkan oleh CO 2 yang bersifat oksida asam sehingga dapat berfungsi sebagai katalis saat reaksi Esterifikasi yang mengubah asam lemak bebas (FFA) menjadi biodiesel. E. Pengaruh Waktu Reaksi dan Penambahan CO 2 pada Massa Sisa Dedak Padi penambahan CO 2 didapatkan persen dedak padi sisa masingmasing 46,18%; 45,87%; dan 45,66%. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 200 C dengan penambahan CO 2 didapatkan persen dedak padi sisa masing-masing 32,48%; 31,35%; dan 26,51%. penambahan CO 2 didapatkan persen dedak padi sisa masingmasing 34,15%; 31,45%; dan 30,30%. Untuk waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam pada 225 C dengan penambahan CO 2 didapatkan persen dedak padi sisa masing-masing 33,90%; 30,47%; dan 28,87%. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 9. dan kondisi operasi 200 C. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Biodiesel telah didapatkan dari dedak padi dengan proses in-situ dalam air dan metanol subkritis tanpa penambahan katalis serta pengadukan. 2. Dengan penambahan CO 2 dihasilkan FAME (biodiesel) yang lebih banyak baik pada suhu 200 o C maupun 225 o C. 3. Pada kondisi operasi 200 o C tanpa penambahan CO 2, yield dan kemurnian biodiesel mengalami penurunan dengan semakin lamanya waktu reaksi. Sedangkan dengan penambahan CO 2, yield dan kemurnian biodiesel mengalami peningkatan seiring semakin lamanya waktu reaksi. Pada kondisi 225 o C tanpa penambahan CO 2, yield dan kemurnian biodiesel mengalami peningkatan dengan semakin lamanya waktu reaksi. Sedangkan dengan penambahan CO 2, yield dan kemurnian biodiesel mengalami penurunan seiring semakin lamanya waktu reaksi. 4. Yield biodiesel tertinggi didapat sebesar 94,16% pada kondisi operasi 200 o C dengan penambahan CO 2 dan waktu reaksi 1 jam. Sedangkan kemurnian FAME tertinggi sebesar 89,07% pada kondisi operasi 200 o C dengan penambahan CO 2 dan waktu reaksi 3 jam. 5. Produksi biodiesel pada suhu operasi 200 o C lebih baik daripada 225 o C. Untuk penelitian selanjutnya sebaiiknya dilakukan pada suhu pemanas diantara 200 o C sampai 225 o C karena pada rentang suhu tersebut didapatkan dedak padi yang tidak gosong. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak M. Rachimoellah dan ibu Siti Zullaikah yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama pengerjaan penelitian ini serta kepada bapak Zoelriadi dan Kaliawan dari POLINEMA yang membantu dalam analisa sampel. Gambar. 10. Grafik hubungan antara waktu reaksi (jam) dengan massa sisa dedak padi Dari gambar 10 dapat dilihat massa sisa dedak padi yang sisa setelah waktu reaksi 1, 3 dan 5 jam tidak mengalami perubahan yang begitu signifikan pada semua kondisi operasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Omid Pouralia (2010; Production of phenolic compounds from rice bran biomass under subcritical water conditions). Menurut hasil penelitian Omid Pouralia, massa sisa dedak padi cenderung konstan di sekitaran 40% ketika waktu reaksi sudah melebihi 15 menit DAFTAR PUSTAKA [1] Ju, Y.H., Vali, S.R., 2005. Rice bran oil as a potential resource for biodiesel: a review. J. Sci. Ind. Res. 64, 868 882. [2] Ju, Y.H., Huynh, L.H., Tsigie, Y.A., Ho, Q.P., 2012. Synthesis of biodiesel in subcritical water and methanol. Fuel [3] Juliano, B.O., 1985. Rice Bran In: Rice: Chemistry and Technology. 2 nd Ed., American Association of Cereal Chemist, St. Paul, MN, p 647-687 [4] Kasim, N.S., Tsai, T.H., Gunawan, S., Ju, Y.H., 2009. Biodiesel production from rice bran oil and supercritical methanol. Bioresour. Technol. 100, 2007 2011. [5] Lai, C.C., Zullaikah, S., Vali, S.R., Ju, Y.H., 2005. Lipase-catalyzed production of biodiesel from rice bran oil. J. Chem. Technol. Biotechnol. 80, 331 337. [6] Lei, H., Ding, X., Zhang, H., Chen, X., Li, Y., Zhang, H., Wang, Z., 2009. In situ production of fatty acid methyl ester from low quality rice bran: An economical route for biodiesel production. Fuel

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 6 [7] Lin, L., Ying, D., Chaitep, S., Vittayapadung, S., 2008. Biodiesel production from crude rice bran oil and properties as fuel. Applied Energy. 86, 681 688 [8] Pourali, O., Asghari, F.S., Yoshida, H., 2008. Sub-critical water treatment of rice bran to produce valuable materials. Food Chemistry. 115 (2009), 1-7. [9] Schacht, C., Zetzl, C., Brunner, G., 2008. From plant materials to ethanol by means of supercritical fluid technology. J. Of Supercritical Fluids 46 (2008) 299-321. [10] Shiu, P. J., Gunawan, S., Hsieh, W.H., Kasim, N.S., 2009. Biodiesel production from rice bran by a two-step in-situ process. Bioresour. Technol. 101, 984-989. [11] Sinha, Shailendra, Avinash Kumar A., sanjeev Garg, 2006, Biodiesel development from rice bran oil: Transesterification process optimization and fuel characterization, Energy Conversion and Management 49 (2008) 1248 1257 [12] Toor, S.S., Rosendahl, L., Rudolf, A., 2010. Hydrothermal liquefaction of biomass : A review of subcritical water technologies. Energy 36 (2011) 2328-2342 [13] Trentin CM, Lima AP, Alkimim IP, da Silva C, de Castilhos F, Mazutti MA, et al. Continuous catalyst-free production of fatty acid ethyl esters from soybean oil in microtube reactor using supercritical carbon dioxide as co-solvent. J. Supercritical Fluids 2011;56:283 91. [14] Zullaikah, S., Lai, C.C., Vali, S.R., Ju, Y.H., 2005. A two-step acidcatalyzed process for the production of biodiesel from rice bran oil. Bioresour. Technol. 96, 1889 1896.