I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi tatanan ekonomi global, regional, maupun ekonomi suatu negara. Penggunaan enerji yang berasal dari minyak mineral di dunia diperkirakan mencapai 140 miliar ton dalam 5 tahun terakhir. Kebutuhan enerji dimasa mendatang akan semakin meningkat, sedang faktor penyediaannya relatif tetap bahkan cenderung menurun dengan faktor harga berfluktuasi atau sulit diprediksi (Kurtubi 2005). Menurut Departemen Enerji dan Sumberdaya Mineral (2002), kebutuhan enerji yang berasal dari minyak mineral nasional semakin meningkat yaitu 1,35 juta barel per hari (bph), sedang rata-rata produksi hanya sekitar 1,1 juta bph minyak mentah. Oleh karena itu, pemerintah harus mengimpor minyak mentah sejumlah 250.000 bph serta mengimpor BBM sejumlah 300.000 bph. Soerawidjaja dan Tahar (2003) memperkirakan konsumsi minyak solar dalam negeri akan semakin meningkat yaitu mencapai 30 miliar liter pada tahun 2006, dimana ketergantungan akan produk solar impor tidak dapat dihindari disebabkan pertambahan kapasitas pengilangan minyak tidak dapat mengimbangi volume pertumbuhan konsumsi yang besar. Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai sekarang, relatif belum ada investasi baru di bidang eksplorasi minyak mineral. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka akan semakin memberatkan beban anggaran pemerintah yang dikeluarkan untuk mensubsidi harga BBM nasional (Kurtubi 2005). Subsidi BBM pada tahun 2004 mencapai 75 triliun rupiah, dan sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini mencapai $ 60 juga akan menyebabkan penambahan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah mencapai lebih dari 100 triliun rupiah sampai dengan kwartal ketiga tahun 2005 (Kurtubi 2005). Dalam rangka mengantisipasi kelangkaan enerji dimasa mendatang, perlu dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui.
2 Indonesia diketahui memiliki berbagai macam sumber enerji yang dapat diperbaharui seperti enerji air, angin, matahari, panas bumi dan enerji biomas. Salah satu sumber enerji biomas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah enerji biomas yang berasal dari minyak kelapa sawit atau disebut Biodisel Kelapa Sawit (BDS). BDS dapat dijadikan alternatif pengganti minyak solar yang banyak digunakan sebagai bahan bakar terutama pada sektor transportasi dan industri. BDS merupakan salah satu produk yang mempunyai prospek dan peluang yang cukup baik untuk dikembangkan terutama ditinjau dari aspek kontinuitas penyediaan bahan baku, sifat produk yang ramah lingkungan, dan merupakan sumber enerji yang dapat diperbaharui (renewable). Potensi bahan baku BDS ditunjukkan oleh besarnya luas areal perkebunan kelapa sawit yaitu mencapai 5,2 juta hektar lahan dengan produksi mencapai 10 juta ton pada tahun 2004. Pengembangan tanaman kelapa sawit secara besarbesaran dilakukan sejak tahun 1980 melalui berbagai macam program perluasan areal atau ekstensifikasi terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Sejak tahun 1994 mulai dikembangkan berbagai macam produk agroindustri sawit (Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan 2002). Minyak kelapa sawit dapat dijadikan berbagai macam produk industri antara (produk oleokimia dasar) atau produk industri hilir seperti minyak goreng, produk kosmetik, sabun/detergen dan lain-lain. Konsumsi minyak sawit dalam negeri berkisar 3,5-4 juta ton per tahun terutama digunakan oleh industri minyak goreng dan makanan serta industri oleokimia, selebihnya minyak sawit tersebut diekspor ke berbagai negara industri, terutama ke negara-negara Eropa, India dan Cina. Umumnya produk tersebut di negara tujuan diolah lebih lanjut menjadi produk-produk oleokimia akhir yang bernilai tambah tinggi ( Biro Data Indonesia 2000 ). Mencermati masalah kelangkaan enerji fosil dan dampak lingkungan akibat emisi yang ditimbulkan oleh kendaraan yang berbahan bakar minyak fosil yang terus meningkat, serta meningkatnya harga minyak mentah, maupun BBM selama ini maka pengembangan enerji alternatif yang ramah lingkungan dan dapat
3 diperbaharui perlu mendapat perhatian yang cukup besar, terutama oleh pemerintah. Selain hal tersebut, konvensi internasional di Rio de Jeneiro tahun 1992, Kyoto tahun 1997, dan Birma tahun 2001 telah menetapkan bahwa strategi pengembangan bioenerji harus diarahkan pada penghematan enerji melalui peningkatan efisiensi teknologi, diversifikasi sumber enerji, dan penambahan enerji yang dapat diperbaharui (Murdiyarso 2003). Pengembangan BDS di Indonesia baru dilakukan oleh beberapa perusahaan dan Lembaga Penelitian dalam skala Pilot plant. Biaya investasi pada industri biodisel terutama industri yang berskala besar, relatif mahal (Korbitz 1997). Sejak tahun 1997, pengembangan investasi dalam bidang enerji mengalami pertumbuhan yang negatif, hal ini terutama ditunjukan oleh meningkatnya jumlah impor BBM nasional akibat adanya perubahan kebijakan struktur industri yang semula vertikal menjadi horizontal, serta kendala lainnya (LIPI 2005). Pengembangan investasi industri biodisel sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah dalam mengimplementasikan program diversifikasi enerji terbarukan. Kendala pengembangan investasi yang dihadapi oleh negara produsen di dunia saat ini adalah mahalnya biaya produksi biodisel terutama disebabkan oleh harga bahan baku yang relatif tinggi (Soerawidjaja dan Tahar 2003 ). Dalam rangka mendukung program pengembangan BDS nasional secara komersial diperlukan suatu pengkajian terhadap keputusan investasi. Diketahui faktor yang mempengaruhi suatu keputusan investasi banyak dan kompleks serta dapat berubah baik besaran maupun nilai menurut waktu dan kondisi yang terjadi. Untuk membantu pengambil keputusan mengetahui keputusan investasi yang tepat dan relatif cepat, maka penelitian ini menyusun model sistem penunjang keputusan investasi pada industri BDS menggunakan model sistem dinamis. Pendekatan model sistem dinamis dinilai tepat untuk digunakan dalam menganalisis keputusan investasi BDS karena faktor yang berpengaruh pada investasi dinilai cukup kompleks dan dapat berubah-ubah menurut waktu dan kondisi. Sistem dinamis telah banyak diterapkan dalam memecahkan persoalan
4 dinamika industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, enerji, dan lingkungan (Muhamadi et al. 2001). Penelitian di bidang investasi biodisel diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku usaha, pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat pengguna yang merupakan motor penggerak bagi pengembangan investasi pada industri BDS. Penggunaan produk tersebut diharapkan dapat mengurangi masalah polusi yang terjadi dan dapat mengatasi masalah kelangkaan sumber enerji mineral dimasa yang akan datang. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model sistem dinamis. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian Biodisel kelapa sawit merupakan sumber energi baru di Indonesia yang belum banyak dikembangkan secara komersial. Mengingat biodisel kelapa sawit merupakan salah satu sumber energi yang dapat terbarukan dan bahan bakunya tersedia didalam negeri maka perlu dikaji potensi dan manfaat serta masalah yang akan dihadapi apabila investasi BDS dilakukan. Untuk menilai kelayakan investasi tersebut perlu disusun suatu model sistem penunjang keputusan investasi biodisel kelapa sawit. Dalam merepresentasikan model digunakan model sistem dinamis, karena model sistem ini dapat merepresentasikan berbagai skenario permasalahan yang bersifat kompleks, stokastik dan bersifat dinamis atau berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Secara garis besar ruang lingkup pada penelitian adalah sebagai berikut : 1. Biodisel kelapa sawit yang dikaji pada penelitian ini adalah biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil) 2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat transportasi. 3. Analisis faktor yang berpengaruh pada pengembangan investasi biodisel kelapa sawit didasarkan atas faktor yang terkait secara langsung atau
5 faktor intrinsik. Faktor tidak langsung seperti kondisi suatu negara atau country risk dan keadaan moneter diasumsikan dalam keadaan tetap. 4. Perhitungan simulasi proses pengolahan biodisel kelapa sawit didasarkan pada proses pengolahan berskala besar dengan kapasitas produksi 100 ribu ton per tahun, dengan hasil biodisel dan gliserin murni. 5. Implementasi Sistem Penunjang Keputusan didesain menggunakan software I Think. 6. Pengolahan data pada sub model dilakukan dengan software Lotus Smartsuite, Microsoft Excel dan Minitab. 7. Validasi model dilakukan dengan landasan teori atau data empiris yang ada. 1.4. Manfaat Penelitian Industri biodisel di Indonesia relatif baru dan belum berkembang secara luas, untuk itu diperlukan sosialisasi dan masukan berupa kajian dan penelitian di bidang biodisel kelapa sawit kepada para pihak yang terkait dalam pengembangannya yaitu pemerintah (sebagai regulator dan fasilitator), pelaku usaha dan masyarakat sebagai pengguna. Pada dasarnya manfaat penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Secara ilmiah menghasilkan suatu model sistem berupa perangkat lunak atau program komputer yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan dalam melakukan penilaian terhadap kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit. 2. Membantu pelaku usaha atau calon investor dalam menyusun perencanaan investasi dibidang biodisel kelapa sawit. 3. Memberi masukan kepada pemerintah dalam memformulasikan kebijakan dibidang enerji terbarukan.