BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata drama berasal dari bahasa Yunani, draomai, yang artinya berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi (Waluyo, 2001:2; Dewojati, 2012:7). Drama, sebagai karya sastra, dapat didefinisikan sebagai suatu karya yang menggambarkan kehidupan dan aktifitas manusia yang disajikan dalam bentuk gerakan dan dialog antara masing-masing tokoh dan karakternya (Reaske, 1966:5). Drama sebagai tiruan dan potret kehidupan masyarakat, maka dialog drama berorientasi pada dialog yang ada di lingkungan masyarakat. Dialog atau percakapan yang terjadi tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan pesan drama secara nyata yang akan disampaikan oleh pengarang. Oleh karena itu, bahasa drama hampir sama dengan bahasa sastra. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa ada unsur-unsur pembangun yang lainnya, seperti plot, penokohan, latar, dan tema juga memiliki andil dalam penyampaian pesan atau amanat pengarang di dalam suatu drama. Drama atau teks drama merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa (Waluyo, 2001:2). Drama dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis berdasarkan atas konflik batin dan kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2001 :1). Salah satu kajian psikologi sastra yang berhubungan dengan karya sastra adalah teori psikoanalisa. 1
2 Menurut Freud dalam psikoanalisa terdapat tiga unsur kepribadian, yaitu id, ego, seuperego. Ketiga unsur kepribadian tersebut satu sama lain saling berkaitan serta membentuk pribadi dan tingkah laku manusia yang totalitas. Karya sastra merupakan karya yang dikerjakan berdasarkan interpretasi psikologis yang sebelumnya telah menerima perkembangan watak untuk mengembangkan sebuah alur dalam suatu karya sastra. Oleh karena itu, karya sastra dapat diteliti menggunakan pendekatan psikologi. Psikologi dan sastra sama-sama mempelajari tentang bagaimana memahami kondisi kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Akan tetapi, sifat-sifat atau karakter manusia dalam sastra maupun psikologi sering menunjukkan kemiripan sehingga psikologi sastra dapat digunakan untuk menganalisis sebuah karya sastra (Endraswara, 2013:99). Oleh karena adanya kaitan psikologi dengan unsur tokoh dan penokohannya tersebut, maka sebuah karya sastra yang dapat dianalisis secara psikologis adalah karya sastra yang mengandung aspek psikologisnya. Salah satu karya sastra yang mengandung intensitas aspek psikologisnya adalah drama at- Tirkah karya Najīb Maḥfūz}. Dalam drama tersebut digambarkan tokoh serta penokohannya yang erat kaitannya dengan dinamika psikologis yang mereka alami. Tokoh utama dalam drama tersebut adalah seorang pemuda yang membangkang terhadap orangtuanya. Dia terusir sejak muda dan sudah 10 tahun berpisah dengan orang tuanya. Setelah beberapa tahun ia kembali ke rumahnya,
3 keadaannya berbeda. Orang tua dari pemuda tersebut telah meninggal dunia dan yang tersisa hanyalah sebuah rumah kosong yang tak berpenghuni serta sebuah warisan yang telah diamanahkan untuknya. Dalam drama ini, pengarang menggambarkan bagaimana kondisi kejiwaan tokoh utama saat ia mengetahui harta yang telah diwariskannya telah diambil oleh seorang laki-laki yang berniat untuk menguasai warisan itu serta kecemasan seperti apa yang ia alami dan bagaimana ia menyelesaikan konflik tersebut. Jadi, tokoh utama dalam drama ini mengalami gejala psikologis diantaranya yaitu berusaha menyeimbangkan id, ego, dan superego-nya. Tokoh utama dalam drama at-tirkah ini juga menunjukkan beberapa bentuk pertahanan terhadap dorongan-dorongan yang dapat diterima atau tidak dapat diterima dan upaya untuk menjaga kestabilan antara id, ego, dan superego. Dengan melihat adanya bentuk dan upaya pertahanan dan menjaga kestabilan antara id, ego, dan superego tadi, maka dalam penelitian ini digunakan teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. 1.2 Permasalahan Sesuai dengan latar belakang penelitian ini, maka masalah yang muncul adalah kondisi kejiwaan tokoh utama dalam drama at-tirkah. 1.3 Tujuan Penelitian Setelah adanya permasalahan, maka tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan kondisi kejiwaan tokoh utama dalam drama at-tirkah.
4 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan beberapa pengamatan peneliti, terdapat beberapa tulisan mengenai topik-topik yang berkaitan dengan penelitian ini. a. Kompleksitas masalah psikologi yang dialami tokoh dalam suatu karya sastra. Penelitian yang mengandung topik tersebut sebelumnya pernah dilakukan oleh Sudjatna (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Novel 17 Ramad}a>n karya Jurji> Zaida>n: Analisis Psikologi Sastra. Sudjatna, dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa tokoh utama (protagonis) dan tokoh antagonis yang terdapat dalam novel ini telah mengalami kompleksitas masalah psikologis. Kompleksitas masalah psikologis pada kedua tokoh ini mempunyai sumber yang sama, tetapi memiliki ragam yang berbeda. Disebabkan adanya kompleksitas masalah psikologis tersebut, kedua tokoh ini menjadi selalu berada dalam konflik batin dan kecemasan jiwa masing-masing. Adapun kompleksitas masalah psikologis pada tokoh dalam drama belum ada yang membahas. b. Kondisi (aspek-aspek) kejiwaan tokoh utama. Pembahasan tentang topik ini sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain yang pertama oleh Saraswati (2009) dengan judul penelitian Novel H}adratu al-muh}taram karya Naji>b Mah}fu>z}: Analisis Psikologi Sastra. Dalam penelitiannya Saraswati menyimpulkan bahwa sesuatu yang memotivasi tokoh utama bangkit dari kondisi inferior adalah motivasi pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan dasar dan kebutuhan
5 aktualisasi diri yang terdapat dalam teori kebutuhan bertingkat yang dikembangkan oleh Maslow. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Sasikirono (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Drama Pygmalion karya Taufi<q Al-H}aki>m: Analisis Psikologi Sastra. Dalam penelitiannya digunakan teori humanisme yang dikembangkan oleh Maslow. Sasikirono menyimpulkan bahwa tokoh utama lebih mementingkan aktualisasi dirinya jika dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Jadi, kondisi (aspek-aspek) kejiwaan tokoh utama pada drama yang dianalisis mengunakan teori psikoanalisis Freud belum ada yang melakukan. Sejauh peneliti melakukan studi pustaka terhadap teks drama at-tirkah dalam antologi drama al-masrah{iyya>t karya Najīb Maḥfūz} yang diterbitakan oleh Da>rusy-Syuru>q Mesir pada tahun 2006 ini belum pernah diteliti. Belum adanya suatu penelitian tersebut menjadi salah satu pendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap karya Najīb Maḥfūz}, yaitu teks drama at-tirkah dengan pendekatan psikologi sastra. 1.5 Landasan Teori Telah dijelaskan bahwa yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu tema, tokoh dan penokohan, dan alur yang membangun sebuah cerita dalam drama dan yang lebih ditekankan adalah meneliti kondisi kejiwaan tokoh utama dalam drama at-tirkah. Jadi, dalam penelitian ini digunakan dua landasan teori, yaitu teori struktural dan teori psikologi sastra (psikoanalisa Sigmund Freud).
6 1.5.1 Teori Struktural Teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antar satu dengan yang lain (Sangidu, 2007:16). Dalam penelitian ini, teori struktural digunakan untuk mengetahui tema, tokoh utama dan penokohannya serta alur drama at-tirkah karena unsur-unsur tersebut yang dibutuhkan sebagai dasar penelitian psikologi terhadap tokoh utama drama at-tirkah. Tema merupakan makna dari sebuah pengalaman manusia yang dikandung oleh sebuah cerita (Stanton, 2012:7). Sebagai sebuah makna, tema tidak dituliskan secara langsung akan tetapi secara tersirat (Nurgiyantoro, 2010:68). Eksistensi dan atau kehadiran tema yang secara emplisit dan merasuki keseluruhan cerita, yang merupakan penyebab kecilnya kemungkinan pelukisan tema secara langsung. Hal ini juga menyebabkan penafsiran tema tidaklah mudah. Adapun menurut Esten (1982:92), tema dapat ditentukan dengan cara melihat persoalan yang paling menonjol, persoalan mana yang sering menimbulkan masalah dalam cerita, dan menghitung waktu penceritaan, waktu yang diperlukan untuk menceritakan peristiwa atau tokoh di dalam karya sastra. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam dua jenis antara lain, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah kondisi kejiwaan tokoh utama drama at-tirkah, jadi pembahasan tokoh yang akan dibahas lebih lanjut yaitu tokoh utama saja. Adapun pengertian dari tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah karya sastra. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
7 sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2010:176-177). Kehadiran tokoh utama ini sangat mempengaruhi jalannya alur sebuah cerita, karena tokoh utama selalu muncul di setiap alur suatu cerita. Tokoh utama ini selalu mendominasi sebagian besar cerita. Penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam suatu cerita (Jones via Nurgiyantoro, 2010:165). Pengertian penokohan ini lebih luas daripada tokoh dan perwatakan, karena ia sekaligus mencakup masalah siapa saja tokoh dalam cerita tersebut, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan penggambaran dalam sebuah cerita sehingga mampu memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2010:166). Alur merupakan rangkaian beberapa peristiwa dalam sebuah cerita. Alur hanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang kausalitas. Peristiwa yang kausalitas tersebut merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena keberadaannya akan mempengaruhi keseluruhan karya. Alur juga merupakan tulang punggung cerita karena dapat membuktikan dirinya sendiri daripada unsur-unsur yang lain meskipun jarang diulas secara panjang lebar dalam sebuah analisis. Dalam pembedaan alur berdasarkan kriteria urutan waktu, alur dibagi menjadi dua kategori, yaitu alur kronologis dan alur tak kronologis. Alur kronologis merupakan alur yang penceritaannya dimulai dari awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (peningkatan konflik, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Adapun alur tak kronologis merupakan alur yang penceritaannya
8 tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan dimulai dari tahap tengah ataupun akhir baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan (Nurgiyantoro, 2010:153-154). Berdasarkan teori struktural yang telah dijelaskan, maka dalam penelitian ini akan dianalisis apa tema yang disampaikan, siapa tokoh utama dari drama at- Tirkah serta bagaimana penokohannya, dan bagaimana alur dalam drama at- Tirkah ini. 1.5.2 Teori Psikologi Sastra Manusia sebagai pencipta sastra tentunya selalu berkaitan dengan interaksi jiwanya. Interaksi jiwa tersebut berasal dari gejala-gejala kejiwaan yang lain yang ditangkap dari manusia-manusia di sekitarnya yang kemudian diolah dalam batinnya. Setelah diolah kemudian dipadukan dengan gejala jiwanya sendiri untuk menghasilkan suatu pengetahuan yang baru. Dengan pengetahuan baru tersebut manusia dapat melahirkan wahana bahasa simbol yang dipilih dan diekspresikannya sebagai sebuah karya sastra (Endraswara, 2013:101). Karya sastra yang di dalamnya memuat tokoh, kondisi kejiwaan, dan dinamika-dinamika kehidupan para tokohnya merupakan hal yang menarik untuk diteliti melakukan analisis psikologi sastra dengan menggunakan pendekatan psikologi. Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra (Ratna, 2010:342). Teori psikologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, karena secara spesifik ilmu psikologi yang berhubungan dengan karya sastra adalah teori tersebut.
9 Menurut ilmu psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud ini ada tiga hal yang menjadi unsur kepribadian, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah sistem kepribadian yang asli yang dibawa sejak lahir. Id berada di bawah alam sadar (unconscious), mewakili subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia (Alwisol, 2004:19). Cara kerja id ini berhubungan dengan prinsip kesenangan dan selalu menghindari ketidaknyamanan. Dalam id ini terdapat dua macam naluri, yaitu naluri hidup (eros) dan naluri mati (thanatos). Adapun naluri hidup merupakan naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego the conservation of the individual dan pemeliharaan kelangsungan jenis the conservation of the species (Koeswara, 1991:38). Dengan kata lain naluri hidup adalah naluri yang ditujukan untuk keberlangsungan hidup kepada manusia sebagai individu maupun species. Adapun naluri mati, Freud juga menyebutnya sebagai naluri yang merusak Thanatos, merupakan naluri yang ditujukan sebagai perusakan atau penghancuran atas apa yang telah ada. Freud menyebutkan bahwa naluri mati ini bisa ditujukan kepada dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri dan orang lain (Koeswara, 1991:39). Ego berkembang dari id agar seseorang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle). Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental utama (Minderop, 2011:22). Dalam ego terdapat beberapa cara ekstrim untuk menjalankan tugasnya yang disebut sebagai mekanisme pertahanan. Freud menyebutkan ada tujuh macam mekanisme pertahanan ini, yaitu represi, sublimasi, proyeksi, displacement, rasionalisasi, reaksi formasi, dan regresi
10 (Koeswara, 1991:46-48). Biasanya manusia menggunakan beberapa mekanisme pertahanan tersebut secara bersama-sama dalam satu waktu atau bergantian sesuai dengan bentuk ancamannya. Ketika individu berhadapan dengan realita yang mengancam dan membahayakan dirinya, ia akan merasa cemas. Kecemasan merupakan fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga disiapkan beberapa mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari kecemasan yang sesuai dengan reaksi adaptif. Ada beberapa jenis kecemasan, antara lain kecemasan realistik (kecemasan riil), kecemasan neurotik, dan kecemasan moral. Kecemasan realistik adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya yang berasal dari luar (api, binatang buas, penganiayaan, orang jahat, hukuman). Adapun yang dimaksud dengan kecemasan neurotik adalah kecemasan atas tidak terkendalinya naluri-naluri primitif oleh ego yang nantinya bisa mendatangkan hukuman. Sedangkan yang dimaksud dengan kecemasan moral adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan superego atas ego individu yang sedang atau telah melakukan tindakan yang melanggar moral (Koeswara, 1991:45). Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian. Superego ini beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego (Alwisol, 2009:14-16). Adapun fungsi utama dari superego adalah sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; mengarahkan ego pada tujuan-tujuan
11 yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan mendorong individu kepada kesempurnaan (Koswara, 1991:35). 1.6 Metode Penelitian Ada dua objek yang akan menjadi sumber data dalam penelitian ini, yaitu objek formal dan objek material. Objek formal dalam penelitian ini adalah konflik-konflik tokoh utama yang mengandung aspek-aspek kejiwaan tokoh utama drama at-tirkah, sedangkan objek materialnya adalah teks drama at- Tirkah. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis struktural yang dilanjutkan dengan metode psikologi sastra untuk menganalisis dan mengetahui kondisi kejiwaan tokoh utama yang merupakan tujuan utama di dalam penelitian ini. Dalam penggunaan metode analisis struktural, peneliti akan melakukan analisis terhadap tema, tokoh utama dan penokohannya, serta alur. Menurut Scott (via Sangidu, 2007:30), metode dalam pendekatan psikologi sastra yang biasanya dimanfaatkan untuk menganalisis suatu karya sastra ada tiga macam. Pertama, menguraikan hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca. Kedua, menguraikan kehidupan pengarang untuk memahami karyanya. Ketiga, menguraikan karakter para tokoh yang ada dalam karya sastra yang diteliti. Pada penelitian ini, drama at-tirkah akan dianalisis menggunakan metode psikologi sastra yang ketiga, yaitu menguraikan karakter tokoh yang ada dalam karya sastra yang diteliti. Dalam hal ini, peneliti akan menguraikan kondisi kejiwaan tokoh utama drama at-tirkah, karena kehadiran dari intensitas
12 penceritaan pada drama at-tirkah banyak menyangkut kehidupan tokoh utamanya. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan transliterasi Arab- Latin. Bab II adalah pembahasan meliputi biografi Naji>b Mah{fu>z{ dan sinopsis drama at-tirkah. Bab III adalah analisis tema, tokoh dan penokohannya, alur, serta kondisi psikologis tokoh utama dalam drama at-tirkah. Bab IV adalah kesimpulan. 1.8 Pedoman Transliterasi Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman transliterasi dari keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543b/U/1987. 1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf Latin.
13 No Huruf Arab Nama Huruf Latin 1 ا Alif Tidak dilambangkan 2 ب Ba> B 3 ت Ta> T 4 ث S a> S 5 ج Jim J 6 ح H}a> H{ 7 خ Kha> Kh 8 د Da>l D 9 ذ Z a>l Z 10 ر Ra> R 11 ز Za Z 12 س Si>n S 13 ش Syi>n Sy 14 ص S{a>d S{ 15 ض D{a>d D{ 16 ط Ta> T{ 17 ظ Z>{a> Z{ 18 ع Ain (apostrof) 19 غ Gain G 20 ف Fa> F 21 ق Qa>f Q 22 ك Ka>f K 23 ل Lam L 24 م Mi>m M 25 ن Nu>n N 26 ه Ha H 27 و Wawu W 28 ي Ya Y
14 2. Vokal rangkap: Vokal bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal, vokal panjang, dan vokal Vokal tunggal Vokal rangkap Vokal panjang Arab Latin Arab Latin Arab Latin ـ A...ي Ai...ا a> ـ...ي Au و... I ـ i>... و U ـ u> 3. Ta Marbutah Transliterasi untuk ta marbu>t}ah ada dua: Ta marbu>t}ah yang hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah /t/. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbu>t}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh: روضة األطفال raud}ah al-at}fa>l / raud}atul-at}fa>l Contoh: املدينة املنورة al-madi>nah al-munawwarah al-madi>natul-munawwarah 4. Syaddah (Tasydi>d) Tanda Syaddah ditransliterasikan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Contoh: ر بنا rabbana>.
15 5. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu al. Transliterasi pada kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah. Kata sandang syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Keduanya ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang (-). Contoh: امللك al-maliku Contoh: الر جل ar-rajulu. 6. Hamzah Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof. Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh: تأخذون ta khuz\u>na. 7. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi l, ism maupun h}arf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau h}arakah yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.
16 Contoh: هللا هلو خري الر ازقني Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>na وإن 8. Huruf Kapital Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>na. Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh: وما حممد إل رسول Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>lun Penggunaan huruf awal kapital untuk Allāh hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan. Contoh: نصر من هللا وفتح قريب Nas}run minalla>hi wa fath}un qari>bun