BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

Sintesis dan Karakterisasi Bioselulosa Kitosan Dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

3. Metodologi Penelitian

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

Hasil dan Pembahasan

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

3 Metodologi Penelitian

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

4 Hasil dan Pembahasan

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil analisa FTIR. Penentuan DD kitosan mentah. Dari data di atas diperoleh: T 0 hidroksil = 100.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan pembahasan

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi penelitian

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

3 Metodologi Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada bab ini akan disajikan hasil karakterisasi yang sudah dilakukan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

4 Pembahasan Degumming

3. Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus

4. Hasil dan Pembahasan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sukar kering. Setelah kulit

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. protein dari sampel, sedangkan demineralisasi merupakan proses pemisahan

4 Hasil dan Pembahasan

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah dan cangkang kepiting yang sudah matang (sudah melalui proses pemanasan) dari kotoran dan sisa-sisa daging yang masih menempel pada cangkang. Setelah cangkang kepiting telah bersih dari kotoran dan sisa daging, kemudian cangkang tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering. Pengeringan cangkang kepiting dilakukan untuk mengurangi kadar air pada yang terdapat pada cangkang yang sudah dibersihkan sehingga cangkang kepiting lebih awet dan mempermudah dalam penyimpanan. Setelah cangkang kepiting kering, kemudian ditumbuk hingga halus dan dilakukan penyaringan hasil tumbukan dengan penyaring ukuran 75 μm. Tujuan dari penumbukan ini untuk memperluas permukaan cangkang kepiting sehingga proses isolasi kitin bisa dilakukan secara maksimal dengan larutan pengekstrak sehingga lebih cepat bereaksi. 4.1.2 Isolasi Kitin Dalam penelitian ini proses isolasi kitin dari cangkang kepiting melalui dua tahapan, yaitu tahap deproteinasi (penghilangan protein) dan tahap demineralisasi (penghilangan mineral) 29

30 Tabel 4.1. Data pembuatan kitosan dari cangkang kepiting mentah dan cangkang kepiting matang. Proses Cangkang mentah Cangkang matang (gram) (gram) Awal 50,0113 50,0147 Deproteinasi 34,7511 35,0371 Demineralisasi 15,336 14,427 Deasetilasi 9,329 6,532 Tahap deproteinasi merupakan proses penghilangan protein yang terdapat pada cangkang kepiting dengan menggunakan larutan NaOH. Pada penelitian ini menggunakan larutan NaOH 3,5% dengan suhu sebesar 75 o C selama 2 jam dengan perbandingan berat cangkang kepiting dan volume pengekstrak sebesar 1:10 (w/v) karena didapatkan nilai yang paling optimim (kwarty Sri RS). Dalam proses ini terjadi perubahan warna pada cangkang kepiting yang awalnya berwarna putih agak gelap menjadi agak terang, hal ini disebabkan karena larutan NaOH bersifat korosif sehingga dapat merusak zat warna pada cangkang kepiting. Ion Na + dari NaOH akan mengikat ujung rantai-rantai dari protein yang bermuatan negatif dan akan terekstrak dalam bentuk Na-proteinat. Reaksi yang terjadi pada proses deproteinasi adalah: Serbuk kulit kepiting + NaOH (aq) serbuk kulit bebas protein + Na-proteinat Produk yang diperoleh pada tahap deproteinasi ini disebut dengan crude kitin atau kitin kasar. Dari 50,0113 gram cangkang kepiting mentah diperoleh crude kitin sebesar 34,7511 gram, terjadi pengurangan massa sebesar 30,513% dan untuk 50,0147 gram cangkang kepiting matang dperoleh crude kitin sebesar 35,0371 gram, terjadi pengurangan massa sebesar 29,946%. Pengurangan massa

31 pada tahap ini disebabkan adanya protein yang terkandung dalam cangkang kepiting larut dalam pereaksi. Tahap selanjutnya adalah tahap demineralisasi, yaitu proses penghilangan senyawa anorganik atau mineral yang terkandung dalam cangkang kepiting. Proses penghilangan mineral pada crude kitin menggunakan larutan HCl 2N dengan cara memasukkan crude kitin sedikit demi sedikit sambil diaduk karena proses pemisahan mineral ini akan terbentuk gas CO 2 yang berupa gelembunggelembung udara yang terbentuk pada saat crude kitin dimasukkan dalam larutan HCl 2N pada suhu kamar selama 30 menit dengan perbandingan crude kitin dan volume pengekstrak sebesar 1:15 (w/v). Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini diperoleh 15,336 gram kitin dari 34,7511 gram crude kitin dari cangkang mentah, terjadi pengurangan massa sebesar 55,869% dan diperoleh pula 14,4271 gram kitin dari 35,0371 gram crude kitin dari cangkang matang, terjadi pengurangan massa sebesar 58,823%. Adanya pengurangan massa pada proses demineralisasi disebabkan mineral-mineral tersebut larut dalam pereaksi yang kemudian dihilangkan dalam pencucian. Gambar 4.1. Kitin

32 4.1.3 Transformasi Kitin menjadi Kitosan Proses transformasi kitin menjadi kitosan yang lebih sering dikenal dengan tahap deasetilasi ini menggunakan larutan NaOH 60% selama 2 jam pada suhu 110 o C. Penggunaan NaOH kosentrasi tinggi karena kitin tahan terhadap proses deasetilasi karena unit sel kitin berstruktur kristalin dan juga adanya ikatan hidrogen yang meluas antar atom nitrogen dengan gugus karboksil tetangganya. Pemanasan suhu tinggi bertujuan untuk memisahkan atau memutuskan ikatan antara gugus asetil dengan atom nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH 2 ), reaksi dalam proses ini adalah reaksi hidrolisis, warna kitosan dari hasil deasetilasi ini berwarna lebih putih dari pada kitin. Gambar 4.2. Kitosan Dalam penelitian ini diperoleh 9,329 gram kitosan dari 15,336 gram kitin cangkang mentah, terjadi pengurangan massa sebesar 39,169% dan diperoleh juga 6,532 gram kitosan dari 14,4271 gram kitin cangkang matang, terjadi pengurangan massa sebesar 54,724%. Terjadi pengurangan massa pada proses deasetilasi ini disebabkan adanya gugus asetil yang putus dan terlarut dalam pereaksi.

33 4.1.4 Karakteristik Kitin dan Kitosan 4.1.4.1 Uji kelarutan terhadap asam asetat 0,75% Untuk mengetahui bahwa produk yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin tersebut adalah kitosan, maka dilakukan dahulu uji yang paling sederhana yaitu dengan melarutkan hasil deasetilasi tersebut dalam larutan asam asetat 0,75%. Apabila tidak larut maka dapat dipastikan bahwa produk yang dihasilkan bukan kitosan tetapi masih kitin. Kelarutan kitosan pada larutan asam asetat encer disebabkan karena gugus amina (-NH 2 ) yang terdapat pada kitosan terprotonasi oleh asam asetat menjadi ion amina bermuatan positif (-NH + 3 ). Gugus amina pada kitosan akan membentuk suatu garam ammonium asetat (Fesseden, 1995). Karena itu semakin tinggi derajat deasetilasi dari kitosan, maka kelarutannya dalam asam asetat encer juga akan semakin tinggi. 4.1.4.2 Analisa Spektroskopi IR Uji Spektrokopi IR dilakukan di Laboratorium Polimer Fakuktas Teknik Kimia Universitas Surabaya (UBAYA) menggunakan alat Spektrokopi tipe Buck Scientific 500, alat ini mempunyai sensitifitas daerah serapan 4000-600 cm -1. Sejumlah sampel digerus bersama KBr dengan perbandingan 1:10 (w/w). Digunakan KBr karena sel tempat cuplikan dari sampel harus terbuat dari bahanbahan yang tembus terhadap sinar infra merah, seperti NaCl dan KBr. Campuran kemudian di press dengan menggunakan alat pengepres pada tekanan 10 torr sehingga menjadi pellet yang padat, pellet ini yang kemudian dianalisa dengan menggunakan alat spektrokopi tipe Buck Scientific 500. Hasil IR diperoleh dalam

34 bentuk spektrum yang menggambarkan besarnya nilai % transmitan dan bilangan gelombang untuk kitosan dari cangkang mentah, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 di bawah ini. 3446.21 2878.18 2360.54 1653.09 1420.81 1384.86 1081.66 603.50 Transmittance [%] 0 20 40 60 80 100 120 140 4000 3500 3000 2500 2000 Wavenumber cm-1 1500 1000 500 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Kitosan mentah.0 Kitosan mentah Solid 27/04/2011 Gambar 4.3. Spektrum IR kitosan dari cangkang mentah Page 1/1 Dari spektrum IR di atas terlihat tajam yang khas pada gugus karboksil amida pada daerah 1653,09 cm -1 dan terdapat pita serapan untuk (-N-H) pada 1584,13 cm -1, menunjukkan adanya gugus amida. Selain itu juga terdapat puncak pita serapan gugus hidroksil (-O-H) pada daerah 3446,21 cm -1. Perhitungan derajat deasetilasi menggunakan spektra IR ditentukan dengan absorbansi dari gugus amida dan OH. Dari hasil penelitian berdasarkan analisis spektra IR dengan menggunakan metoda base-line, maka didapatkan nilai perhitungan untuk derajar deasetilasi dari kitosan dari cangkang mentah sebesar 81,829%

35 Sedangkan gambar spektrum IR untuk kitosan dari cangkang matang akan ditunjukan pada Gambar 4.4 dibawah ini. 3446.03 2921.11 1652.78 1420.65 1059.54 568.70 Transmittance [%] 0 20 40 60 80 100 120 140 4000 3500 3000 2500 2000 Wavenumber cm-1 1500 1000 500 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Kitosan mateng.0 Kitosan mateng Solid 27/04/2011 Gambar 4.4. Spectrum IR kitosan dari cangkang matang Page 1/1 Dari spektrum IR di atas terlihat tajam yang khas pada gugus karboksil amida pada daerah 1652,78 cm -1 dan terdapat pita serapan untuk (-N-H) pada 1583,62 cm -1, menunjukkan adanya gugus amida. Selain itu juga terdapat puncak pita serapan gugus hidroksil (-O-H) pada daerah 3446,03 cm -1. Perhitungan derajat deasetilasi menggunakan spektra IR ditentukan dengan absorbansi dari gugus amida dan OH. Dari hasil penelitian berdasarkan analisis spektra IR dengan menggunakan metoda base-line, maka didapatkan nilai perhitungan untuk derajar deasetilasi dari kitosan dari cangkang matang sebesar 71,899 %.

36 Standar nilai untuk derajat deasetilasi kitosan adalah DD>70%. Derajat deasetilasi menentukan banyaknya gugus asetil yang telah dihilangkan selama proses transformasi dari kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat deasetilasi, maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina yang menggantikan gugus asetil, dimana gugus amina lebih reaktif bila dibandingkan dengan gugus asetil karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam struktur kitosan. 4.2 Pembuatan Bioselulosa 4.2.1 Bioselulosa tanpa Kitosan Pembuatan Bioselulosa dengan media nira siwalan dengan penambahan sukrosa sebesar 10 gram sebagai sumber glukosa serta urea 0,5 gram sebagai katalis diasamkan dengan asam asetat hingga ph = 4 serta dipanaskan selama 15 menit, kemudian didinginkan hingga suhu kamar setelah itu diberikan bakteri Acetobacter Xylinum. Masa fermentasi selama 8 hari, setelah 3 hari penambahan bakteri timbul lapisan tipis pada permukaan media yang merupakan pelikel yang akan menjadi Bioselulosa. Proses terbentuknya bioselulosa merupakan isomerisasi glukosa yang berasal dari sukrosa akibat rangkaian aktifitas bakteri Acetobacter Xylinum, yang mana langkah-langkah pembentukan Bioselulosa tersebut digambarkan pada Gambar 4.5, sedangkan untuk reaksi umum terbentuknya digambarkan pada Gambar 4.6.

37 C 12 H 22 O 11 Sukrosa C 6 H 12 O 6 Glukosa + C 6 H 12 O 5 Fruktosa Glukosa-6-fospat Glukosa-1-fospat Bioselulosa UDP-Glukosa Gambar 4.5. Tahapan sintesis Bioselulosa dari sukrosa Gambar 4.6. Reaksi sintesis Bioselulosa 4.2.2 Bioselulosa-Kitosan Dalam media yang sudah dimodifikasi terhadap sukrosa dengan variasi kitosan (1 g; 2 g; 3 g; 4 g dan 5 g) setelah ditambahkan starter acetobacter xylinum difermentasi selama 8 hari. Terbentuk pelikel pada permukaan media setelah 3 hari dan pelikel itu lebih tipis dari pada pelikel yang terjadi pada bioselulosa tanpa kitosan, hal ini terjadi karena adanya interaksi antara Bioselulosa dengan kitosan yang terbukti pada pengujian yang dilakukan. Interaksi ini secara hipotesis digambarkan pada Gambar 4.7 di bawah ini.

38 Gambar 4.7. Interaksi Bioselulosa dengan Kitosan Gugus NH 2 pada kitosan melalui dipol-dipol dan gugus OH pada Bioselulosa melakukan interaksi sehingga terbentuk Bioselulosa-kitosan yang akan terlihat dari karakteristik FTIR, uji tarik, uji swelling dan rata permukaan dari Bioselulosa-kitosan tersebut. 4.3 Karakterisasi Bioselulosa-Kitosan 4.3.1 Analisa Spektrokopi IR Dari analisa ini bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terbentuk akibat dari pencampuran antara Bioselulosa dengan variasi kitosan, spektrum interaksi antara bioselulosa dengan kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.8 sampai dengan Gambar 4.4.13 di bawah ini:

39 577.77 533.34 469.10 Transmittance [%] 0 20 40 60 80 100 120 140 4000 3500 3000 2500 2000 Wavenumber cm-1 1500 1000 500 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 1.0 Bio Selulosa- kitosan 1 Film 30/05/2011 Page 1/1 Gambar 4.8. Spektrum IR Bioselulosa tanpa kitosan 2358.65 551.37 469.95 Transmittance [%] 0 20 40 60 80 100 120 140 4000 3500 3000 2500 2000 Wavenumber cm-1 1500 1000 500 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 0.0 Bio Selulosa- kitosan 0 Film 30/05/2011 Page 1/1 Gambar 4.9. Spektrum IR Bioselulosa dengan 1 gram kitosan

40 2358.58 591.93 548.80 507.67 462.72 Transmittance [%] 0 20 40 60 80 100 120 140 4000 3500 3000 2500 2000 Wavenumber cm-1 1500 1000 500 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 2.0 Bio Selulosa- kitosan 2 Film 30/05/2011 Page 1/1 Gambar 4.10. Spektrum IR Bioselulosa dengan 2 gram kitosan 2359.08 596.01 458.77 Transmittance [%] 0 20 40 60 80 100 120 140 4000 3500 3000 2500 2000 Wavenumber cm-1 1500 1000 500 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa-kitosan 3.0 Bio Selulosa-kitosan 3 Film 26/05/2011 Page 1/1 Gambar 4.11. Spektrum IR Bioselulosa dengan 3 gram kitosan

41 2358.36 592.05 547.52 442.49 Transmittance [%] 0 20 40 60 80 100 120 140 4000 3500 3000 2500 2000 Wavenumber cm-1 1500 1000 500 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 4.0 Bio Selulosa- kitosan 4 Film 30/05/2011 Page 1/1 Gambar 4.12. Spektrum IR Bioselulosa dengan 4 gram kitosan 2358.55 552.61 507.79 442.12 Transmittance [%] 0 20 40 60 80 100 120 140 4000 3500 3000 2500 2000 Wavenumber cm-1 1500 1000 500 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 5.0 Bio Selulosa- kitosan 5 Film 30/05/2011 Page 1/1 Gambar 4.13. Spektrum IR Bioselulosa dengan 5 gram kitosan

42 Analisis spektroskopi IR yang di dapat dari berbagai variasi massa kitosan dapat dilihat bahwa adanya interaksi antara bioselulosa dengan kitosan, hal ini terbukti adanya perubahan serapan yang terjadi pada numberwave 2000-500 dengan serapan yang berbeda-beda. Pada serapan daerah bilangan gelombang 1740-1630 cm -1 menunjukkan adanya gugus karbonil (C=O)amida, sedangkan pada pita serapan daerah bilangan gelombang 1400 cm -1 memperkuat adanya gugus C-N amida, pada pita serapan 1300-1000 cm -1 menunjukkan adanya gugus cincin eter siklik (piranosa) dan ikatan eter (glikosida). Pita serapan pada daerah gelombang 800-666 cm -1 dihasilkan dari kibasan gugus N-H. Hasil di atas dapat memberikan identifikasi pada biosellulosa tanpa kitosan tidak menunjukan adanya pita serapan yang menunjukkan adanya gugus C-N amida pada bilangan gelombang 1400 cm -1. Sedangkan untuk bioselulosa-kitosan dengan variasi dari massa kitosan dapat menunjukkan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1400 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus C-N amida walaupun serapan itu kecil. Perubahan bilangan panjang gelombang pada bioselulosa-kitosan terjadi karena pergeseran antara panjang gelombang pada bioselulosa dengan panjang gelombang pada kitosan sehingga terjadi pemendekan dari panjang gelombang menyebabkan energi dari bioselulosa-kitosan tersebut semakin besar, itu sesuai dengan kekekalan energi bahwa energi berbanding terbalik dengan panjang gelombang, penambahan besarnya energi tersebut kemungkinan timbul karena adanya pengikatan dari bioselulosa dengan kitosan.

43 4.3.2 Uji Ketebalan Bioselulosa-Kitosan Uji ketebalan pada sampel dilakukan dengan menggunakan Coating Thickness Gauge tipe TT 210. Ketebalan Bioselulosa-Kitosan pada variasi komposisi massa kitosan. dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan dibuat grafik dan ditunjukkan pada Gambar 4.14. Tabel 4.2. Data pengukuran tebal Bioselulosa-Kitosan dengan variasi dari komposisi massa kitosan. Variasi massa kitosan Ketebalan (gram) (μm) 0 104 1 97 2 69 3 53,5 4 47,5 5 42 120 100 ketebalan(μm) 80 60 40 20 0 0 1 2 3 4 5 6 variasi massa kitosan(gram) Gambar 4.14. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap ketebalan rata-rata bioselulosa-kitosan

44 Pembuatan bioselulosa-kitosan diawali dengan proses fermentasi dari bakteri Acetobacter Xylinum yang nantinya akan mempolimerisasi dari glukosaglukosa yang berasal dari sukrosa dan fermentasi ini akan muncul pelikel pada permukaan media yang merupakan hasil kinerja dari bakteri tersebut. Berdasarkan Tabel 4.1, Bioselulosa-kitosan dengan variasi komposisi massa kitosan mempunyai ketebalan yang berbeda. Pada Bioselulosa-kitosan dengan variasi penambahan massa kitosan 0 gram, 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram memberikan nilai ketebalan 104 μm; 97 μm; 69 μm; 53,5 μm; 47,5 μm dan 42 μm, ketebalan Bioselulosa-Kitosan menurun seiring dengan peningkatan penambahan massa kitosan. Hal diatas dapat dijelaskan bahwa penambahan variasi massa kitosan menyebabkan penghambatan kegiatan dari bakteri acetobacter xylinum dalam proses isomerisasi dari bioselulosa karena adanya reaksi pengikatan dari kitosan yang bereaksi dengan bioselulosa, proses itu terlihat saat terjadi pelikel pada media terbentuk berbeda-beda yang mana bioselulosa tanpa kitosan lebih cepat terbentuk dari pada pelikel yang terbentuk dalam media yang ditambahkan dengan variasi massa kitosan, semakin banyak massa kitosan yang ditambahkan dalam media pembuatan bioselulosa semakin tipis bioselulosa-kitosan yang terbentuk. 4.3.3 Uji Tarik Bioselulosa-Kitosan Data dari hasil uji tarik Bioselulosa-Kitosan digunakan untuk memperoleh nilai kuat tarik (Ultimate Tensile Strength) dan elongation at break Bioselulosa- Kitosan. Nilai kuat tarik dan elongasi Bioselulosa-Kitosan pada variasi komposisi

45 massa kitosan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan ditunjukkan grafik pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16. Tabel 4.3. Data pengukuran sifat mekanik bioselulsa-kitosan pada variasi komposisi massa kitosan. Komposisi massa kitosan (gram) (N/ cm 2 ) (%) 0 3151,92 15,87302 1 6472,16 12,29508 2 9269,57 6,451613 3 11876,64 3,278689 4 8400 1,5625 5 7976,19 1,439024 elongation(%) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 1 2 3 4 5 6 variasi massa kitosan (gram) Gambar 4.15. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap Elongation bioselulosa-kitosan

46 14,000.00 12,000.00 kuat tarik (N/cm²) 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 2,000.00 0.00 0 1 2 3 4 5 6 variasi massa kitosan (gram) Gambar 4.16. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap kuat tarik bioselulosa-kitosan Pada bioselulosa yang terdiri dari hanya Bioselulosa tanpa penambahan massa kitosan terlihat bahwa nilai elongasinya adalah 15,87302 % sedangkan pada penambahan massa kitosan sebesar 1 gram terjadi penurunan nilai elongasi menjadi 12,29508 %. Pada penambahan variasi massa kitosan sebesar 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram memberikan nilai elongasi sebesar 6,451613 %; 3,278689 %; 1,5625 % dan 1,439024 %. Penambahan massa kitosan 1 gram sampai 5 gram diperoleh nilai elongasi yang semakin menurun terkecuali pada penambahan massa kitosan pada 5 gram naik sedikit dari massa kitosan sebesar 4 gram, tetapi nilai elongation dari beberapa bioselulosa-kitosan tersebut masih jauh dari nilai elongation dari bioselulosa tanpa kitosan. Hal tersebut membuktikan adanya pengaruh penambahan massa kitosan yang dapat mempengaruhi nilai mekanik untuk menurunkan nilai elongasi dari bioselulosa-kitosan selain sebagai penambahan keaktifan dari bioselulosa itu sendiri. Besarnya elongation

47 menentukan keuletan (ductility) suatu material, bila nilainya mendekati nol maka material tersebut merupakan material yang rapuh. Penurunan nilai elongasi bioselulosa-kitosan terjadi karena molekul hidroksil dari bioselulosa berikatan dengan gugus amida pada kitosan, sehingga terjadi interaksi difusi dimana sifat dasar dari bioselulosa yang mempunyai elongation yang tinggi akan menurun seiring dengan banyaknya massa kitosan yang diberikan. Perubahan nilai elongasi itu dipengeruhi oleh gaya yang diberikan pada bahan itu sedangkan penambahan massa mengakibatkan perubahan dari gaya pada bioselulosa-kitosan sehingga nilai elongation akan berubah seiring dengan perubahan gaya dan perubahan gaya dipengaruhi dari variasi massa dari kitosan yang diberikan. Interaksi tersebut mempunyai gaya interaksi yang cukup kuat antara bioselulosa dengan kitosan sehingga molekul kitosan berdifusi kedalam rantai polimer bioselulosa. Hal ini kitosan akan berada diantara rantai polimer (bioselulosa) dan mempengaruhi mobilitas rantai yang dapat mempengaruhi nilai dari elongationnya sampai batas kompatibilitas (sifat yang menguntungan ketika terjadi pencampuran polimer) rantai. Kekuatan tarik merupakan kekuatan tegangan maksimum bahan untuk menahan tegangan yang diberikan. Kekuatan suatu bahan dipengaruhi oleh ikatan kimia penyusunnya. Ikatan kimia yang kuat tergantung pada jumlah ikatan molekul dan jenis ikatannya (seperti ikatan kovalen, ion, hidrogen dan Van der Waals). Ikatan kimia yang kuat sulit untuk diputus karena dibutuhkan energi yang cukup besar untuk memutus ikatan tersebut. Fenomena ini sering disebut dengan

48 affinitas. Affinitas merupakan fenomena dimana atom atau molekul tertentu memiliki kecenderungan untuk bersatu atau berikatan. Pada bioselulosa-kitosan dengan komposisi variasi penambahan massa kitosan 0 gram, 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram, memberikan nilai kuat tarik 3.151,92 N/cm 2 ; 6.472,16 N/cm 2 ; 9.269,5 N/cm 2 ; 11.876,64 N/cm 2 ; 8.400 N/cm 2 dan 7.976,19 N/cm 2. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan variasi massa kitosan dapat mempengaruhi dari sifat tarikan dari bahan tersebut. Adanya perubahan nilai tarik dari bioselulosa-kitosan dengan penambahan massa kitosan 3 gram memberikan nilai kuat tarik yang maksimum, hal ini membuktikan bahwa penambahan dapat mempengaruhi sifat kuat tarik juga. Perubahan kuat tarik diperkirakan juga karena perubahan gaya yang diberikan dan perubahan gaya karena disebabkan oleh perubahan massa kitosan yang ditambahkan pada bioselulosa-kitosan. 4.3.4 Uji Morfologi Bioselulosa-Kitosan Uji morfologi bioselulosa-kitosan dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik. Uji ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bioselulosakitosan yang terdiri dari campuran bioselulosa dengan penambahan variasi komposisi massa kitosan terhadap struktur penampang atas bioselulosa-kitosan. Struktur penampang atas bioselulosa-kitosan yang terdiri dari campuran bioselulosa dan variasi komposisi kitosan, tanpa penambahan kitosan ditunjukkan pada Gambar 4.17(a), sedangkan variasi komposisi massa kitosan 1 gram sampai 5 gram ditunjukkan pada Gambar 4.17(b) sampai dengan Gambar 4.17(f).

49 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 4.17. Hasil uji mikroskop optik permukaan atas bioselulosa-kitosan dengan variasi massa kitosan (a) 0 gram, (b) 1 gram, (c) 2 gram, (d) 3 gram, (e) 4 gram dan (f) 5 gram.

50 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa pada penampang atas bioselulosa-kitosan yang terdiri dari campuran bioselulosa yang bersumber pada sukrosa tanpa penambahan variasi massa kitosan menunjukkan struktur permukaan yang cerah dan banyaknya kerutan-kerutan. Bioselulosa-kitosan dengan penambahan massa kitosan 3 gram menunjukkan struktur permukaan yang rata dan kerutan kecil dan homogenitas yang tinggi bila dibandingkan dengan yang lain. Pada bioselulosa-kitosan dengan penambahan variasi komposisi massakitosan menunjukkan adanya struktur yang berbeda. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kitosan bekerja dengan cara melekatkan dirinya sendiri pada gugus amida di antara rantai-rantai bioselulosa pada gugus hidroksil. Terjadi hal lain ketika bioselulosa tanpa penambahan kitosan menunjukkan pada penampang atas dari bioselulosa-kitosan terdapat banyak kerutan dan permukaan tidak merata yang ditunjukkan dengan serat-serat, untuk penambahan massa kitosan sebesar 1 gram dan 2 gram pada bioselulosa menunjukkan adanya ikatan antara kitosan dengan bioselulosa tetapi ikatan kitosan tidak merata sehingga masih ada gelembung udara yang masih terikat. Sedangkan untuk penambahan massa kitosan sebesar 4 gram dan 5 gram pada bioselulosa terlalu berlebihan sehingga terlalu banyak kitosan yang mengumpul sehingga permukaan dari bioselulosa-kitosan tidak merata. Hal ini terjadi karena penambahan massa kitosan yang melewati taupun kurang dari batas sehingga molekul kitosan yang kurang ataupun berlebih berada pada fase tersendiri di luar fase bioselulosa sehingga mengakibatkan massa kitosan pada

51 bioselulosa-kitosan semakin terlihat tidak merata. Hal tersebut berpengaruh pada sifat mekanik dan ketahanan bioselulosa-kitosan yang berbeda. 4.3.5 Uji Swelling Bioselulosa-Kitosan Uji penyerapan terhadap air (swelling) dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi massa kitosan pada bioselulosa terhadap % air yang diserap bioselulosa-kitosan. Semakin sedikit air yang diserap maka semakin besar daya tahan bioselulosa-kitosan terhadap air, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan ditunjukkan pada grafik Gambar 4.18. Tabel 4.4. Data pengukuran penyerapan (swelling) terhadap air, bioselulsa-kitosan pada variasi komposisi massa kitosan. Variasi massa kitosan (gram) Massa awal (gram) Massa akhir (gram) Penyerapan (%) 0 0,1209 0,4518 273,697 1 0,1989 0,7058 254,852 2 0,2677 0,4517 68,7337 3 0,0727 0,1157 59,1472 4 0,0676 0,0986 45,858 5 0,1636 0,1922 17,4817

52 300 250 penyerapan (%) 200 150 100 50 0 0 1 2 3 4 5 6 Variasi massa kitosan (gram) Gambar 4.18. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap penyerapan (swelling) terhadap air, bioselulosa-kitosan. Dari data gambar di atas dapat di lihat bahwa semakin banyak penambahan massa kitosan semakin kecil penyerapan yang terjadi. Pada bioselulosa tanpa kitosan terjadi penyerapan sebesar 273,697%, sedangkan penyerapan bioselulosakitosan dengan penambahan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram mempunyai persentasi penyerapan sebesar 254,852%; 68,7337%; 59,1472%; 45,858% dan 17,4817%. Dari hasil yang diperoleh bahwa penambahan variasi massa kitosan penyebabkan menurunnya penyerapan terhadap air karena sifat dari kitosan itu sendiri yang merupakan menolak air, sehingga pengikatan pada air tidak terlalu banyak. Hal ini membuktikan adanya pengikatan antara bioselulosa dengan kitosan dan juga dapat memberikan sifat daya tahan bahan terhadap air, yang mana semakin kecil daya penyerapan maka bahan itu semakin tahan terhadap air.