BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

KARAKTERISTIK PENDERITA KONJUNGTIVITIS RAWAT JALAN DI RSUD.DR.PIRNGADI MEDAN TAHUN Pivit Yunisyah Hutagalung 1, Hiswani 2, Jemadi 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB I PENDAHULUAN. dengan dunia luar, sehingga lebih beresiko terjadi peradangan atau

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit hati di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

KARAKTERISTIK KLINIS DAN DEMOGRAFIS PENDERITA KONJUNGTIVITIS YANG BEROBAT

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB I PENDAHULUAN. usia, jenis kelamin, dan strata sosial serta dapat dijumpai diseluruh dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN PADA PASIEN TENTANG PERAWATAN KONJUNGTIVITIS DI POLIKLINIK MATA RUMAH SAKIT TK.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

MILIK UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, sepeda motor menjadi alat transportasi

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat membantu. mengeliminasi organisme dari mata (Muzakkar, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

BAB I PENDAHULUAN. mencapai derajat Kesehatan Masyarakat yang setinggi-tingginya. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan bangsa yang signifikan tidak terlepas dari Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

berkas cahaya, sehingga disebut fotoreseptor. Dengan kata lain mata digunakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masyarakat, termasuk di Indonesia. Bangsa Indonesia yang sedang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma akibat Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) atau yang

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, diperkirakan ibu meninggal karena komplikasi

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

pendidikan dan penelitian yang erat hubungannya dengan kehidupan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) pada tanggal 12

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. di daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis (Simadibrata, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

Diagnosa banding MATA MERAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan yang dilaksanakan masih menghadapi masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi. 1 Indra penglihatan merupakan panca indra yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap proses peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta kualitas harapan hidup, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. 2 Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di dunia. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen tetapi bisa juga endogen. 3 Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti konjungtivitis gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum contagiosum. 4

Di negara maju seperti Amerika (2005), insidens rate konjungtivitis bakteri sebesar 135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa. 5 Sebanyak 112.570 pasien kunjungan di departemen penyakit mata di Amerika, 30% adalah keluhan konjungtivitis akibat bakteri dan virus, dan 15% adalah keluhan konjungtivitis alergi. 6 Konjungtivitis juga salah satu penyakit mata yang paling umum di Nigeria bagian timur, dengan insidens rate 32,9% dari 949 kunjungan di Departemen Mata Aba Metropolis, Nigeria, pada tahun 2004 hingga 2006. 7 Penelitian yang dilakukan di Philadelphia, menunjukkan insidens rate konjungtivitis bakteri sebesar 54% dari semua kasus di departemen mata pada tahun 2005 hingga 2006. 8 Di Provinsi Yunnan, Cina, antara Agustus dan September tahun 2007 telah terjadi wabah konjungtivitis hemoragik akut (AHC). Sebanyak 3.597 kasus yang dilaporkan secara resmi dan tingkat kejadian mencapai 1391/100.000 penduduk. 9 Berdasarkan Bank Data Departemen Kesehatan Indonesia (2004), distribusi penyakit mata dan adneksa pasien rawat inap menurut golongan sebab sakit adalah konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (12,6%), katarak dan gangguan lain lensa (56,8%), glaukoma (6,7%), penyakit mata dan adneksa lainnya (23,8%). Distribusi penyakit mata dan adneksa pasien rawat jalan menurut golongan sebab sakit adalah konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (28,3%), katarak dan gangguan lain lensa (12,8%), glaukoma (2,4%), penyakit mata dan adneksa lainnya (56,3%). 10

Di Indonesia (2009) dari 135.749 kunjungan ke poli mata, total kasus konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva (73%) dan yang tersering diderita adalah konjungtivitis kataralis epidemika yaitu sebesar 80%. 11 Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009, tetapi belum ada data statistik yang akurat mengenai jenis konjungtivitis yang paling banyak di derita. 11 Konjungtivitis kataralis epidemika sering juga disebut mata merah atau pink eye oleh kebanyakan orang awam. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemi konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. Penyebab paling umum adalah Streptokokus pneumonia pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim panas. Penyebab yang kurang umum adalah Stapilokokus dan Streptokokus lain. Konjungtivitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan Haemophilus aegyptius mungkin disertai perdarahan sub konjungtiva. 3 Penelitian yang dilakukan Rizki Arrizal pada Juni 2009 sampai April 2010 di RS.PKU Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh penderita konjungtivitis sebanyak 102 orang. 12 Menurut hasil Riset Kesehatan Daerah Sumatera Utara (2007), prevalensi gangguan pengelihatan berupa low vision sebesar 4,5% dan kebutaan sebesar 0,7%. 13 Penelitian yang dilakukan oleh Alloyna, D. pada tahun 2009-2010 di RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh penderita konjungtivitis sebanyak 285 orang. 14 Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di bagian Rekam medik RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011 ditemukan penderita konjungtivitis rawat jalan sebanyak 355 orang, dari latar belakang diatas, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai karakteristik penderita konjungtivitis rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011. 1.1. Rumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita konjungtivitis rawat jalan di RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2011. 1.2. Tujuan Penelitian 1.2.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik penderita konjungtivitis di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan tahun 2011. 1.2.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui jumlah kunjungan penderita konjungtivitis per bulan. b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita konjungtivitis berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal). c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita konjungtivitis berdasarkan keluhan utama. d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita konjungtivitis berdasarkan lokasi konjungtivitis. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita konjungtivitis berdasarkan jenis konjungtivitis.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita konjungtivitis vernal berdasarkan jenis konjungtivitis. g. Untuk mengetahui ditribusi proporsi penderita konjungtivitis berdasarkan kunjungan rata-rata. h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita konjungtivitis berdasarkan sumber biaya. i. Untuk mengetahui proporsi jenis konjungtivitis berdasarkan bulan kejadiaannya. j. Untuk mengetahui proporsi umur berdasarkan jenis konjungtivitis. k. Untuk mengetahui proporsi jenis kelamin berdasarkan jenis konjungtivitis. l. Untuk mengetahui proporsi lokasi konjungtivitis berdasarkan jenis konjungtivitis. m. Untuk mengetahui kunjungan rata-rata berdasarkan jenis konjungtivitis. n. Untuk mengetahui kunjungan rata-rata berdasarkan sumber biaya. o. Untuk mengetahui kunjungan rata-rata berdasarkan keluhan utama. p. Untuk mengetahui umur penderita konjungtivitis vernal berdasarkan ciri khas (cobble stones) q. Untuk mengetahui tempat tinggal berdasarkan sumber biaya 1.3. Manfaat 1.3.1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan tentang penderita konjungtivitis dalam upaya perencanaan pencegahan dengan mengenal secara dini karakteristik penderita konjungtivitis.

1.3.2. Sebagai bahan masukan/informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan/melanjutkan penelitian tentang penderita konjungtivitis. 1.3.3. Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis mengenai konjungtivitis dan merupakan kesempatan bagi penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di FKM USU.