BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAKTERI DAN LEUKOSIT DALAM URIN IBU HAMIL YANG BEKERJA DI PABRIK ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah

BAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih

BAB I PENDAHULUAN. (Morgan, 2003). Bakteriuria asimtomatik di definisikan sebagai kultur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSKATA. dijumpai wanita maupun pria. Wanita lebih sering menderita infeksi saluran

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Pembimbing II : Triswaty Winata,dr,M.Kes.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI TERSERING PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KENCING DI LABORATORIUM KLINIKA SURABAYA

BAB I Pendahuluan UKDW. penyebab keempat dari disabilitas pada usia muda (Gofir, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih : 1. Infeksi saluran kemih tanpa gejala (Bakteriuria asimptomatik).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme di dalam saluran kemih. angka prevalensi ISK sebesar 20% (Paul Bukitwetan, 2004).

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan host. ISK berhubungan dengan interaksi antara bakteri patogen dan

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki angka yang cukup tinggi di Indonesia.Berdasarkan Riset. Bayi Lahir Rendah (BBLR) mencapai 11,5%, meskipun angka ini tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

I S O L A S I DAN E N U M E R A S I K U M A N P A T O G E N

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simtomatik, sedangkan bila tidak bergejala, disebut bakteriuria

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh. 11

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BATU SALURAN KEMIH. Dr. Maimun Syukri, Sp.PD

INFEKSI SALURAN KEMIH

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi (Suyono, 2009). Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) prevalensi diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB XXIII KULTUR URIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu survey yang dilakukan oleh World Heatlh. Organization (WHO) dilaporkan bahwa lebih dari 80%

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi

BAB I PENDAHULUAN (Watson, 2002; Gandasoebrata, 2007). Urin merupakan larutan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

PENUNTUN KETRAMPILAN KLINIK 5 BAGIAN 1 BLOK 3.1 SEMESTER 5

BAB 1 PENDAHULUAN. bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi, (seperti : Bacteroides sp., Mobilluncus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

Referat Fisiologi Nifas

SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui jalan lahir namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS KEDOKTERAN SEMARANG 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Bakteriuria Asimtomatik lnfeksi saluran kemih merupakan gangguan yang sering timbul baik pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita hamil perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh karena dapat menimbulkan gangguan pada ibu dan janin. Bakteriuria asimtomatik merupakan suatu keadaan adanya bakteri 5 dalam urin dengan jumlah 100.000 / ml tanpa disertai gejala -gejala infeksi saluran kemih. Sebagian besar pemahaman tentang bakteriologi dalam infeksi saluran kemih diawali oleh upaya dari Kass (Harvard Medical School). Ia memberikan perhatian khusus pada pasien-pasien dengan infeksi saluran kemih asimtomatik. Beliau dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dengan kultur urin secara kwantitatif dapat dibedakan antara bakteriuria yang berasal dari saluran kemih dan kontaminasi. Melalui penelitiannya dalam bidang ini di Amerika Serikat (Harvard MS), memperlihatkan pada 95% kasus klinik pyelonefritis ditemukan lebih dari 100.000 bakteri per ml urin. Sedangkan urin yang terkontaminasi jarang melebihi 1.000 bakteri per ml urin. 15,16 2,3,5 Insiden bakteriuria asimtomatik pada wanita hamil di negara-negara maju berkisar 2-12%, dan tergantung paritas, ras, dan keadaan sosio ekonomi, sementara di RSCM Jakarta insidennya cukup tinggi yakni 25%,

7 dan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Yushar dkk mendapatkan insiden bakteriuria asimtomatik pada tahun 1982-1983 sebesar 10-17%. Bakteriuria asimtomatik pada wanita hamil, insidennya Iebih tinggi dibanding wanita tidak hamil. Olusanya dkk (1992) mendapatkan insiden 122 (23,9%) pada wanita hamil dan 37 (12,2%) pada wanita tidak hamil (p<0,001). Ada hubungan antara piuria dan bakteriuria signifikan dalam 45 (8,8%) perempuan hamil dan 11(3,6%) dari wanita yang tidak hamil, bakteriuria signifikan terkait dengan nulipara. Sebagian besar wanita hamil dengan bakteriuria signifikan adalah kelompok sosial ekonomi rendah, organisme yang paling lazim dalam penelitian ini adalah staphylococcus aureus. Tingginya insiden masalah dalam lingkungan dari urin untuk bakteriuria signifikan harus menjadi bagian dari antenatal pada layanan klinik setidaknya pada kunjungan pertama ibu hamil. 2,4,7,8 Gebre (1998) dalam penelitiannya dalam studi ini, 326 wanita hamil dan 100 wanita yang tidak hamil di skrining untuk bakteriuria asimtomatik yang signifikan dari penyakit dan penilaian mikrobiologis dari agen penyebab Skrining bakteriologis midstream menggungkapkan bahwa 24/326 (7%) dan 3/100(3%) positif untuk bakteriuria asimtomatik dalam kelompok studi dan control, masing-masing (P 0,05). Identifikasi spesies menunjukkan bahwa Escherichia coli ditemukan 24/11(46%) staphylococcus 8/24 (33%) dan Citrobacter freundii 2/24 (8%) juga ditemukan dalm jumlah yang lebih kecil masing-masing 1/24(4%) termasuk staphylococcus aureus, Enterobacter cloacae dan proteus tanpa bakteri.uji kerentanan antimikroba menunjukkan bahwa 10/11(91%) dari 18

8 isolate Escherichia coli resisten terhadap ampicillin dan amoxicillin dan 10/11(91%) sensitive terhadap nitrofurantoin. 19 Sebagian besar wanita hamil yang menderita bakteriuria asimtomatik tanpa diobati tetap tidak menunjukkan gejala, namun 30% berkembang menjadi suatu infeksi saluran kemih simtomatik yang akut Meskipun bakteriuria asimtomatik dalam kehamilan berhubungan dengan peningkatan timbulnya pyelonefritis, tetapi efektifitas dan program penapisan (screening) untuk mengurangi resiko masih kontraversi. Gratacos dkk (1994) dalam penelitiannya mendapatkan suatu penurunan drastis insiden pyelonefritis (1,8% menjadi 0,6% P<0,001), terjadi setelah pengenalan program penapisan dan pengobatan terhadap bakteriuria asimtomatik pada wanita hamil. Bakteriuria asimtomatik pada wanita hamil disamping berhubungan dengan timbulnya pyelonefritis, juga berkaitan dengan terjadinya abortus, partus prematurus, dan bayi dengan berat badan lahir rendah, kematian janin dalam kandungan, ketuban pecah dini, dan pre eklamsia. 20 Bakteriuria asimtomatik juga dapat berguna sebagai pertanda dari adanya gangguan ginjal yang tersembunyi. Abboth menjumpai 57,14% kasus bakteriuria asimtomalik mengalami refluks vesikoureteral. Liddenberg dkk mendapatkan kelainan atau refluks pada 21,55% wanita dengan bakteriuria asimtomatik. 1 3,21,22,23 2

9 2.2. Patogenesa Bakteriuria Asimtomatik Beberapa faktor predisposisi terjadinya bakteriuria asimtomatik, di antaranya adalah : 1. Uretra wanita terlalu pendek, sehingga kontaminasi bakteri dari vagina dan rektum sering kali terjadi. 2. Obstruksi mekanis akibat pembesaran uterus sehingga ureter menjadi melekuk (kinking), dan aliran urin dan ginjal ke vesika urinaria menjadi lambat. Bahkan kadang-kadang bisa terjadi stagnasi sehingga menimbulkan hidronefrosis. Keadaan-keadaan seperti ini dapat memperbesar kemungkinan infeksi. 3. Efek progesteron terhadap aktifitas dan tonus otot, yang menyebabkan dilatasi traktus urinarius dan penurunan tonus otot, sehingga pengosongan kandung kemih menjadi tidak sempurna. Hansson dkk (1990) menyatakan bahwa gangguan pengosongan kandung kemih merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi saluran kemih, dan hal ini akan menyebabkan kekambuhan meskipun telah diberikan antibiotik. Dalam penelitiannya didapati 42% dari wanita yang bakteriuria asimtomatik mengalami gangguan pengosongan kandung kemih dan 71% di antaranya dengan urin residu > 5 ml. 2,21,26 2.3. Diagnostik Beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya bakteriuria asimtomatik, di antaranya adalah :

10 1. Pemeriksaan urin segar tanpa di sentrifus positif apabila satu atau lebih bakteri perlapang pandang dengan minyak emersi. 2. Kultur Urin, pemeriksaan ini dapat mengetahui jumlah bakteri per ml urin, sekaligus jenis kuman penyebab dan bakteriuria asimtomatik. Dengan pemeriksaan kultur urin, dikatakan bakteriuria bermakna bila dijumpai 100.000 bakteri per ml urin, dan pemeriksaan kultur unin ml merupakan baku emas untuk mendiagnosis bakteriuria. Simanjuntak dkk (1982-1983) menjumpai kuman penyebab bakteriuria asimtomatik pada wanita hamil : Klebsiella 45%, Escherichia coii 32%, Proteus 12%, Pseudomonas 7%, dan Alcaligenes 4%. Sedangkan Gebre (1998) menemukan: Escherichia coli 46%, Staphylococcus 33%, Citrobacter freundii 8%. 2,19,21 3. Uji Nitrit, berdasarkan prinsip bahwa sebagian besar bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit (reaksi Griess). Uji ini memerlukan beberapa kondisi lagi selain bakteri, yaitu lamanya bakteri dalam kandung kemih paling sedikit 4 jam, dan dalam urin terdapat cukup nitrat. Uji nitrit memiliki sensitivitas 0,05 mg/dl ion nitrit dalam urin dengan berat jenis yang normal dan kadar asam askorbat yang sedang. Pemeriksaan ini khusus untuk nitrit dan tidak dipengaruhi oleh ph urin ataupun zat-zat lainnya yang biasa dikeluarkan oleh urin. Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya negatif palsu pada uji nitrit di antaranya kemungkinan bakteri penyebabnya tidak menghasilkan enzim nitrat reduktase sehingga

11 tidak dapat mengubah nitrat menjadi nitrit, waktu bakteri dalam kandung kemih terlampau pendek (kurang dari 4 jam), atau tidak adanya nitrat dalam urin. Sensitivitas uji nitrit juga dapat terganggu bila berat jenis urin tinggi atau konsentrasi asam askorbat 25 mg/dl. Sedangkan hasil positif palsu pada uji nitrit dapat ditimbulkan bila urin dalam keadaan sudah basi, dimana nitrit telah terbentuk oleh kontaminasi sekunder. 16,28,2 4. ph urin, Dzen (1987) menyatakan bahwa sulit untuk menentukan adanya bakteriuria hanya dengan pemeriksaan ph urin saja, namun bila didapatkan ph urin < 5 pada pemeriksaan beberapa kali dalam waktu 24 jam hasilnya tetap < 5, maka adanya infeksi saluran kemih tidak diragukan lagi. Namun Harlass dkk, dari penelitiannya terhadap wanita hamil dengan bakteriuria asimtomatik, ternyata bahwa pemeriksaan ph urin tidak mempunyai nilai diagnostik untuk mendeteksi bakteriuria asimtomatik. 5. Leukosit esterase, uji ini menunjukkan adanya reaksi enzim granulosit esterase. Enzim esterase memecah derivat asam amino ester tiazol menjadi derivat bebas hidroksi tiazol. Tiazol ini bersama dengan garam diazonium akan menghasilkan warna ungu. Uji ini umumnya dapat 30,31 mendeteksi sedikitnya 5-15 hitung lekosit / µl. 6. BD spesifik gravity < 1,00 3 28

12 2.3.1.Cara pengambilan urin untuk pemeriksaan kultur : Beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengambilan urin yang akan dikultur, di antaranya adalah : 1. Spesimen acak (random), urin dikumpulkan pada sembarang waktu tapi dengan satu kali pengambilan. 2. Urin Porsi Tengah (Midstream), spesimen diambil selama pertengahan proses miksi, sedangkan bagian awal dan akhir dari miksi dibuang. Cara ini dilakukan saat kandung kemih penuh, sebaiknya urin pagi hari. Sedikitnya 200 cc urin keluar terlebih dahulu untuk membersihkan urethra sebelum diambil untuk pemeriksaan. 3. Clean catch method, pada prosedur ini genitalia eksterna dicuci terlebih dahulu dengan dan air tidak boleh menggunakan sabun atau antiseptik, lalu kedua labia dikuakkan agar urin tidak menyentuh kulit guna mencegah kontaminasi. Kemudian urin disimpan dalam tabung steril. 4. Katerisasi, sering dipakai untuk pemeriksaan mikrobiologis, namun belakangan diketahui bahwa kateterisasi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih, sehingga kini cara ini tidak dianjurkan. 5. Aspirasi jarum suprapubik, dengan anestesi lokal dilakukan pengambilan urin menggunakan spuit 20 G. Cara ini sederhana dan aman, juga dilakukan saat kandung kemih penuh. Tehnik ini bebas dari kontaminasi. 34 6. Urin 24 jam, berguna untuk pemeriksaan kimiawi, dan kurang bermanfaat untuk pemeriksaan mikrobiologis.

13 7. Urin pagi hari, urin telah tertahan di kandung kemih untuk beberapa jam 8. Aspirasi Kandung Kemih Transvaginal (Simpson dkk). Cara ini dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Dari 2.480 kasus hanya 2 kasus yang mengalami efek samping hematuria. Lokasi punksi pada dinding vagina depan sedikit ke proksimal dari sambungan urethrovesikal, dengan angka kegagalan 2,5%, namun cara ini tidak nyaman karena dapat menyebabkan perdarahan. 35 2.4. Penatalaksanaan Jika kulturnya positif maka pasien harus diberi pengobatan yang tepat sesuai kuman penyebabnya dan uji kepekaan, pemeriksaan kultur urin ulangan secara periodik diperlukan selama kehamilannya untuk mengetahui adanya kekambuhan. Wanita dengan bakteriuria asimtomatis yang persisten membutuhkan supressi antibiotik hingga persalinan dan perlu melakukan pemeriksaan urologis setelah persalinan. Semua kasus bakteriuria asimtomatik harus diobati,sebab jika tidak 25-40% akan menjadi pyelonefritis akut. 2,36,37,38 Setelah hasil kultur urin negatif, < 1,5% pasien yang mendapatkan lagi infeksi saluran kemih selama bulan-bulan berikutnya sebelum melahirkan. 2 25,39,40,41 Escherichia coli merupakan kuman terbanyak yang dijumpai pada bakteriuria asimtomatik, maka terapi selaiu dimulai dengan antibiotik sensitif terhadap Escherichia.coli, antara lain Sulfosoxazole, Ampicillin.

14 2.5. Prognosis Eradikasi bakteriuria dengan obat antibiotik telah terbukti efektif sebagai pencegahan terhadap hampir semua infeksi dengan bukti klinis. 2,45 Pengobatan terhadap bakteriuria asimtomatik mencegah > 80% kasus-kasus pyelonefritis, dan mengurangi resiko terjadinya partus prematurus. Wanita dengan bakteriuria asimtomatik yang persisten selama kehamilannya, harus mendapatkan pemeriksaan urografi intra venous setelah melahirkan. Sekitar 20% dari kelompok ini dapat dijumpai kelainan struktural dari ginjal, ureter, atau kandung kemih 37,. 41

15 2.6.Kerangka teori Gambar 2.1. Kerangka Teori Wanita Uretra pendek Obstruksi Efek progesteron Kontaminasi Aliran lambat/stagnansi Pengosongan vesika urinaria terganggu Pertumbuhan bakteri Bakteriuria asimtomatik