BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. cukup berat. Peningkatan akan kualitas dan kuantitas serta persaingan

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting pada proses penyambungan logam. Pada hakekatnya. diantara material yang disambungkan. Ini biasanya dilakukan

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

I. PENDAHULUAN. Salah satu cabang ilmu yang dipelajari pada Teknik Mesin adalah teknik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. luas, seperti pada kontruksi bangunan baja dan kontruksi mesin.

ANALISIS PENGARUH SISI PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Gambar 2.1.(a) Geometri elektroda commit to Gambar user 2.1.(b) Model Elemen Hingga ( Sumber : Yeung dan Thornton, 1999 )

PENGARUH BENTUK PROBE PADA TOOL SHOULDER TERHADAP METALURGI ALUMINIUM SERI 5083 DENGAN PROSES FRICTION STIR WELDING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

I. PENDAHULUAN. terjadinya oksidasi lebih lanjut (Amanto & Daryanto, 2006). Selain sifatnya

BAB IV DATA DAN ANALISA

PENGARUH DIAMETER SHOULDER DAN BENTUK PIN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA FRICTION STIR WELDING DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN CFD TIGA DIMENSI

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Data input simulasi. Shear friction factor 0.2. Coeficient Convection Coulomb 0.2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB IV PROSES SIMULASI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

ANALISIS PENGARUH IN SITU COOLING TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADAKAPAL KATAMARAN

PENGARUH KECEPATAN SPINDLE DAN FEED RATE TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN LAS TIPE FRICTION STIR WELDING UNTUK ALUMINIUM SERI 1100 DENGAN TEBAL 2 MM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI KEAUSAN. 2.1 Pengertian keausan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH IN SITU COOLING TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN

PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

PENGARUH KECEPATAN PUTARAN TOOL DAN PEMANAS TAMBAHAN TERHADAP KEKUATAN MEKANIK POLYPROPYLENE HASIL LAS FRICTION STIR WELDING

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

ANALISIS PENGARUH SUDUT KERJA TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 KAPAL KATAMARAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

BAB IV VALIDASI SOFTWARE. Validasi software Ansys CFD Flotran menggunakan dua classical flow

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dengan pesat. Ditemukannya metode-metode baru untuk mengatasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

METODOLOGI PENELITIAN

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

BAB II RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING SLIDING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN ANALISIS

PENGARUH KECEPATAN PUTAR TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN ALUMINIUM 1XXX DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING. Tri Angga Prasetyo ( )

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

Pengaruh Plunge Depth dan Preheat Terhadap Sifat Mekanik Sambungan Friction Stir Welding Polyamide

PENGARUH PENGELASAN ALUMINIUM 5083

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN PELAT AA5083 PADA PROSES FRICTION STIR WELDING

Tulisan pada bab ini menyajikan simpulan atas berbagai analisa atas hasil-hasil yang telah dibahas secara detail dan terstruktur pada bab-bab

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH DIAMETER TOOL SHOULDER TERHADAP METALURGI ALUMINIUM SERI 5083 DENGAN PROSES FRICTION STIR WELDING

ANALISIS LAPISAN BATAS ALIRAN DALAM NOSEL STUDI KASUS: NOSEL RX 122

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIAMETER TOOL SHOULDER TERHADAP SIFAT MEKANIK HIGH DENSITY POLYETHYLENE (HDPE) DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING

ANALISA KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 6110

DASAR-DASAR PENGELASAN

STUDI PERBANDINGAN SIFAT MEKANIK PADA PENGELASAN SATU SISI DAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 KAPAL KATAMARAN

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

Tugas Akhir ANALISA PENGARUH LAS TITIK DAN URUTAN PENGELASAN TERHADAP DISTORSI DAN TEGANGAN SISA PADA PENGELASAN SAMBUNGAN PIPA ELBOW DENGAN METODE

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERHITUNGAN PARAMETER PENSTOCK

PENGARUH PENGUNAAN PIN TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALMUNIUM (Al)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT

PENGARUH PROFIL PIN DAN TEMPERATUR PREHEATING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN MATERIAL AA5052-H32 FRICTION STIR WELDING

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

Boundary condition yang digunakan untuk proses simulasi adalah sebagai berikut :

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate.

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Bab IV Analisis dan Pengujian

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Studi Eksperimen Pengaruh Durasi Gesek, Tekanan Gesek Dan Tekanan Tempa Pengelasan Gesek (FW) Terhadap Kekuatan Tarik dan Impact Pada Baja Aisi 1045

ANALISIS PENGARUH BACKING PLATE MATERIAL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING TERHADAP SIFAT MEKANIK ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Friction stir welding (FSW) adalah salah satu teknologi penyambungan las yang terjadi dalam keadaan padat (solid state) dan dalam proses penyambungan tersebut tidak menggunakan bahan tambahan. Konsep dasar pengelasan FSW yaitu penyambungan dua material dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari gesekan putaran tool dengan permukaan material yang disambung, sampai mencapai titik leleh dari material tersebut. (Thomas, dkk, 1991). Teknik pengelasan FSW umumnya digunakan pada material logam karena nilai konduktivitas termal yang tinggi dari suatu logam. Hal tersebut akan meningkatkan kecepatan pelumeran logam, tetapi pada saat ini pengelasan FSW juga dikembangkan untuk menyambung material non logam seperti material polimer (Kiss & Czigány, 2007). Pada proses pengelasan material non logam khususnya material polimer, proses penyambungan material menemui beberapa kesulitan. Hal ini dikarenakan material polimer memiliki konduktivitas thermal yang rendah, selain itu material polimer juga termasuk ke dalam material isolator murni (Sercer & Raos, 2010). Konsep pengelasan FSW yaitu tool pin berputar yang dipenetrasikan pada workpiece. Kemudian tool pin bergerak translasi sepanjang material workpiece yang saling kontak. Proses utama pada FSW adalah kecepatan putar tool, kecepatan translasi tool dan geometri tool (Çam & Mistikoglu, 2014). Proses pengelasan FSW merupakan proses penggabungan yang masih relatif baru yang melibatkan penyambungan logam tanpa fusi dan material pengisi. Jumlah panas yang mengalir pada workpiece akan menentukan kualitas hasil las, bentuk, dan sruktur mikro dari area kontak, serta tegangan sisa dan distorsi benda kerja (Prasanna, dkk, 2010). Jumlah panas yang mengalir pada tool akan menentukan umur tool dan kemampuan dalam proses penyambungan. Sebagian besar panas yang dihasilkan dari gesekan yaitu sekitar 95% akan ditransfer ke workpiece dan 5

digilib.uns.ac.id 6 sisanya 5% akan mengalir ke tool. Sedangkan untuk fraksi dari laju kerja plastis yang hilang menjadi panas adalah sekitar 80% (Chao, dkk., 2003). Panas yang dihasilkan selama proses pengelasan FSW sangat bergantung pada rotational speed dan transverse speed. (Cartigueyen, dkk., 2014). Gambar 2.1 Grafik hubungan temperatur dengan kecepatan (a) kecepatan tangensial, (b) kecepatan transverse Panas yang dihasilkan pada area kontak antara tool dan workpiece merupakan salah satu elemen kunci keberhasilan dalam proses pengelasan FSW. Fluks panas menjaga workpiece pada suhu maksimum sehingga material workpiece cukup lunak untuk diaduk oleh pin, tetapi material tidak sampai meleleh. Suhu maksimum yang dihasilkan oleh proses pengelasan FSW berkisar antara 70% sampai 90% dari titik leleh material las (Colegrove, dkk., 2005 ; Tang, dkk., 1998). Pengelasan FSW pada plat polypropylene (PP) yang telah diteliti oleh Jaiganesh, dkk., (2014) menggunakan beberapa variasi model tool pin. Inspeksi visual dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tool pin silindris memberikan bentuk terbaik pada hasil las dibandingkan dengan bentuk silindris maupun silinder beralur. Menurut Ji, dkk., (2013), perbedaan profil tool pin berimbas pada perilaku aliran material. Perilaku tersebut menghasilkan profil aliran material yang berbeda, selain itu juga menghasilkan perbedaan pada hasil pengelasan. Pemodelan FSW dengan software ANSYS telah berhasil dilakukan dari peneliti sebelumnya. Hasil simulasi yang telah dilakukan menunjukkan kecocokan

digilib.uns.ac.id 7 pemodelan ANSYS dengan hasil eksperimental (Cartigueyen dkk., 2014 ; Prasanna dkk., 2010). FSW pada material AA6061 menggunakan kehilangan panas dihasilkan dari seluruh permukaan tanpa menggunakan properties temperatur. Kedua jenis model diimplementasikan dalam model turbulen dan laminar. Kecepatan aliran material yang terjadi pada pengelasan mempunyai peranan penting terhadap persebaran panas yang terjadi, dimana pada sisi advance (AS) distribusi panas lebih besar dibandingkan pada sisi retreat (RS) (Kadian & Biswas, 2015). 2.2. Dasar Teori Friction stir welding ditemukan di The Welding Institute (TWI) Inggris pada tahun 1991 merupakan teknik pengelasan pada kondisi padat (solid state), sehingga memiliki keuntungan seperti tingkat deformasi yang rendah serta rida ada material yang terbakar sehingga kadar asap yang dihasilkan rendah. Pengelasan dan penyambungan material merupakan salah satu elemen kunci pada proses manufaktur. Pemilihan teknik penyambungan pada pengelasan didasarkan pada struktur dan desain yang direncanakan. Proses penyambungan logam dapat dibagi menjadi 4 kategori dasar sesuai Gambar 2.3, yaitu fusion welding, brazing & soldering, adhesive bonding, dan solid state bonding. Gambar 2.2 Proses manufaktur dan penyambungan (Mishra, dkk, 2014) Pada fusion welding, sebagian logam induk akan meleleh dan filler metal akan masuk, kemudian logam akan tersambung setelah proses solidifikasi. Brazing & soldering berbeda dengan fusion welding dimana hanya filler metal yang meleleh. Filler metal akan commit masuk to user pada celah antara logam induk,

digilib.uns.ac.id 8 kemudian setelah solidifikasi maka akan terbentuk ikatan. Pada adhesive bonding, filler metal lebih sebagai perekat dibanding molten metal. Sedangkan proses solid state bonding mengandalkan deformasi atau difusi atom untuk menciptakan ikatan tanpa adanya logam induk yang meleleh maupun filler metal (Mishra, dkk. 2014) 2.2.1. Solid State Welding Tekanan dan deformasi pada proses solid state welding memberikan pengaruh yang besar pada ikatan sambungan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya logam induk yang meleleh dan tidak memerlukan filler metal. Pada temperatur tinggi di bawah titik leleh material benda kerja, terjadi difusi atom antar permukaan benda kerja. Proses penyambungan benda kerja terjadi pada saat atom-atom saling mengisi void yang muncul. Jika dilakukan dengan benar, pengelasan akan mengarah pada sifat sambungan yang luar biasa dan akan menjadi alasan utama yang diimplementasikan dalam berbagai aplikasi aerospace, otomotif dan galangan kapal (Mishra, dkk. 2014). 2.2.2. Friction stir welding Proses penggabungan material yang relatif baru yaitu friction stir welding (FSW), diciptakan di The Welding Institute (Cambridge, Inggris) pada tahun 1991. Konsep pengelasan ini yaitu menggabungkan logam tanpa fusi atau bahan pengisi. Pada awalnya FSW memiliki dasar solid state, yaitu tanpa meleleh. Kualitas las umumnya dapat dibuat dengan tidak adanya pemadatan retak, porositas, oksidasi, dan cacat lainnya (Prasanna, dkk. 2010). Gambar 2.3commit Skema to FSW user (Bres, dkk., 2010)

digilib.uns.ac.id 9 Proses pengelasan FSW memiliki konsep dasar yang sederhana, yaitu berputarnya tool dengan desain pin khusus dan shoulder, dimasukkan ke permukaan lembaran atau piringan yang akan disambung dan bergerak tegak lurus sepanjang garis sambungan. Gambar 2.4 adalah illustrasi dari definisi tool dan benda kerja, proses pengelasan FSW dimulai dengan tool berputar berlawanan arah jarum jam dan bertranslasi dari kiri ke kanan. Sisi advancing berada pada daerah kanan, dimana vektor kecepatan aliran logam cair searah dengan welding direction. Sementara itu sisi retreating berada pada sisi kiri, daerah dimana vektor kecepatan aliran logam cair berlawanan arah dengan welding direction (Mishra & Mahoney, 2007). Tiga fungsi utama Tool, yaitu memanaskan benda kerja, memindahkan material untuk menghasilkan sambungan dan sebagai penahan logam panas di bawah tool shoulder. Panas yang dihasilkan pada FSW dihasilkan baik dari hasil gesekan antara tool pin dan benda kerja, serta deformasi plastis dari benda kerja. Panas yang terlokalisir akan melunakkan material di sekitar pin dan kombinasi antara putaran tool dan pergeseran benda kerja memungkinkan untuk menggerakkan material dari depan ke belakang pin, sehingga mengisi lubang di tool sesaat setelah tool bergerak maju. Tool shoulder membatasi aliran material hingga batas posisi shoulder. Pengelasan dengan metode ini, apabila berjalan sesuai maka menghasilkan sambungan berwujud padat (solid state), dengan kata lain tidak ada pelelehan material (Mishra & Mahoney, 2007). Secara garis besar tahapan proses FSW ini dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.5, yaitu start, plunging, moving dan finishing (Megantoro, dkk., 2012). Berikut ini adalah tahapan proses pengelasan FSW menurut Megantoro, dkk., (2012). 1. Pin memutar dan menekan material lalu shoulder terkena permukaan benda kerja sampai pin berada di dalam permukaan benda kerja. 2. Pin berada di dalam benda kerja (benda kerja berada pada kondisi plastis karena pemanasan akibat dari sentuhan gesekan antara pin dan shoulder dengan permukaan benda kerja). 3. Benda kerja digerakkan maju untuk memulai proses pengelasan (joining process).

digilib.uns.ac.id 10 4. Proses pengangkatan pin dengan cara memutar pin dan mengangkat pin ke arah atas berlawanan dengan benda kerja. Gambar 2.4 Proses pengelasan FSW (Megantoro, dkk., 2012) 2.2.3. Istilah dalam FSW Berikut ini adalah beberapa istilah pada pengelasan friction stir welding menurut Mishra, dkk,. (2014). a. Tool Shoulder yaitu bagian tool yang bersentuhan dengan permukaan benda kerja. Untuk meningkatkan aliran material tool shoulder harus memiliki gulungan negatif dan positif. b. Tool pin disebut juga probe dalam beberapa literatur. Bagian tool yang masuk ke dalam benda kerja dan berpengaruh terhadap aliran material baik horizontal (dari depan ke belakang) maupun vertikal (dari atas ke bawah) c. Advancing side yaitu sisi dimana arah rotasi tool (kecepatan tangensial) searah dengan arah pengelasan (Welding direction). Karena tool bergerak ke depan, material workpiece akan mengalir ke belakang. Tetapi rotasi pada tool pin memiliki arah yang berlawanan dengan aliran pada sisi ini. d. Retreating side yaitu sisi dimana arah rotasi tool (kecepatan tangensial) berlawanan dengan arah pengelasan (Welding direction). Aliran material

digilib.uns.ac.id 11 pada sisi ini lebih mudah mengalir karena arah permukaan pin yang membantu mengalirkan ke belakang. e. Leading edge yaitu bagian sisi depan pada tool. Pada sisi ini tool shoulder bertemu dengan material dingin benda kerja. Sisi ini akan menjaga panas pada workpiece akibat gesekan dengan tool pin. Tool shoulder akan menyapu material menuju retreating side dan akan memperlihatkan implikasi keseluruhan dalam pengelasan. f. Trailing edge yaitu bagian sisi belakang pada tool. Bagian yang akan meneruskan panas yang terjadi pada benda kerja setelah tool melewati daerah tersebut. g. Tool rotational rate merupakan kecepatan rotasi pada tool dan berkontribusi besar pada input panas dan aliran material. h. Tool transverse speed merupakan kecepatan travel tool dan berpengaruh terhadap siklus panas FSW. i. Tilt angle yaitu sudut antara bidang normal benda kerja dengan poros spindle. Biasanya sudut yang dipilih berkisar antara 0 sampai 30. j. Work angle yaitu sudut antara poros spindle dengan sumbu normal benda kerja pada plane z-y k. Plunge rate adalah laju pada saat tool masuk ke dalam benda kerja dan berpengaruh terhadap laju pembangkitan panas dan tekanan yang diberikan selama awal proses. l. Plunge depth adalah kedalaman bagian bawah pin terhadap permukaan atas benda kerja. m. Plunge force yaitu Gaya vertikal yang diberikan pada tool ketika shoulder bertemu permukaan atas benda kerja. 2.2.4. Computational Fluid Dynamics (CFD) Pemodelan aliran fluida didasari oleh hukum kekekalan massa dan energi. Berikut beberapa persamaan yang mendasari dasar pemodelan aliran. a. Steady flow Aliran dikatakan steady apabila laju aliran massa tidak berubah terhadap waktu. b. Incompressible flow

digilib.uns.ac.id 12 Aliran dikatakan incompressible apabila densitas fluida kerja sama disetiap titik. (2.1) = 0; = 0; = 0 dimana ρ tidak mengalami perubahan pada arah x, y, dan z. c. Continuity equation Berdasarkan pada hukum konservasi massa muncul persamaan kontinuitas sebagai berikut : (2.2) + + = 0 Dimana u, v, dan w komponen kecepatan aliran pada arah x, y, dan z. d. Navier-Stokes Aliran fluida persamaan ini berlaku untuk fluida newtonian dengan densitas konstan (viscous) dimana pada aliran incompressible dengan kecepatan konstan dapat dinyatakan dengan : (2.3) + + + = + + + + + + (2.4) = + + + + + + (2.5) = + + + + + + = + (2.6) e. Turbulensi Turbulensi terdiri dari fluktuasi dalam medan aliran dalam ruang dan waktu. Hal ini dapat memiliki efek yang signifikan pada karakteristik aliran. Turbulensi merupakan salah satu elemen penting dalam CFD karena dapat meningkatkan nilai perpindahan panas yang terjadi akibat gesekan 2 aliran

digilib.uns.ac.id 13 atau lebih aliran fluida. Jenis-jenis pemodelan turbulensi pada ANSYS CFX (ANSYS CFX-Solver Modeling Guide, 2012): 1. K-epsilon Model ini paling banyak digunakan dalam pemodelan CFD dan cocok diterapkan pada berbagai model simulasi. Tetapi pemodelan ini tidak cukup baik untuk aliran yang menyertakan curvature, swirl, percepatan seketika, pemisah, dan daerah reynold rendah. 2. RNG k-epsilon Merupakan pengembangan dari model k-epsilon, prinsipnya hampir sama dengan model k-epsilon. 3. K-omega Berfungsi sangat baik pada daerah reynold rendah tetapi membutuhkan mesh yang baik pada daerah dekat dinding. 4. Shear stress transport (SST) Digunakan untuk akurasi yang tinggi pada simulasi boundary layer. Menggunakan k-epsilon pada aliran bebas dan k-omega pada dekat dinding. Membutuhkan mesh yang baik pada daerah dekat dinding. f. Fluid and Solid Domain Pembagian domain pada pemodelan bertujuan untuk membagi daerah yang akan dimodelkan. Pada pemodelan FSW ada 2 tipe domain, yaitu : 1. Domain benda kerja : Fluid 2. Domain Tool : Solid g. Boundary condition Boundary condition atau kondisi batas, diberikan pada pemodelan untuk memberikan harga pada daerah yang ditentukan. Pemodelan FSW terdapat pada sisi dibawah ini, 1. Inlet Kondisi batas ini memberikan harga besar laju kecepatan di daerah masuk aliran 2. Outlet Kondisi batas ini memberikan harga besar tekanan di daerah keluar aliran

digilib.uns.ac.id 14 3. Wall Kondisi batas ini memberikan ada tidaknya harga di daerah dinding. h. Meshing Pengaturan pemodelan selanjutnya yaitu pengaturan meshing. Meshing pada pemodelan memilik tujuan untuk membagi solution domain menjadi beberapa lokasi ataupun titik. Jumlah pembagian lokasi ini yang akan menentukan keakuratan hasil. Setiap model meshing mempunyai karakteristiknya masing-masing, sehingga dalam penentuan meshing pada pemodelan membutuhkan ketelitian sehingga mencapai hasil yang sesuai. Kesalahan pemilihan bentuk meshing akan berimbas pada tidak akuratnya hasil pembacaan bahkan hasil simulasi tidak muncul. Proses pembagian meshing memiliki parameter dimana tingkat kerapatan meshing dan pemilihan bentuk meshing menjadi parameter yang dipilih. Pemilihan kerapatan meshing bertujuan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan pada proses simulasi, dimana kerapatan bentuk meshing berpengaruh terhdap keakuratan pada hasil pembacaan pada simulasi. Macam-macam bentuk meshing pada ANSYS CFX dapat dilihat pada Gambar 2.5. Tetrahedrons (unstructured) Hexahedrons (usually structured) Pyramids (where tet. and hex. cells meet) Prisms (formed when a tet mesh is extruded) Gambar 2.5 Bentuk meshing (ANSYS training manual, 2009) Pada area dengan tingkat kerumitan meshing yang tinggi, hasil yang dihasilkan tidak selalu sesuai yang diharapkan karena di satu sisi dapat

digilib.uns.ac.id 15 muncul penyimpangan. Gambar 2.6 menunjukkan berbagai macam skala kualitas meshing dari yang sangat buruk sampai yang paling bagus. Gambar 2.6 Skala kualitas skewness meshing (ANSYS training manual, 2009) Pemilihan model meshing pada pengelasan FSW menggunakan pilihan sizing. Sizing digunakan untuk menentukan panjang mesh pada permukaan maupun tepi yang dipilih. Gambar 2.7 menunjukkan model meshing dengan pengaturan sizing pada bagian tepi (edge sizing). Pengaturan meshing pada pemodelan FSW menggunakan beberapa pengaturan. Hal tersebut diberikan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dan akurat dalam pembacaan simulasi. Beberapa pengaturan pada meshing adalah sebagai berikut. 1. Bentuk dasar volume meshing dominan tetrahedrons. 2. Pengaturan edge sizing dengan kontrol meshing skewness kurang dari 0.95. Gambar 2.7 Meshing commit dengan to user pengaturan edge sizing