14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil pemeriksaan karakteristik semen domba segera disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik semen segar setelah koleksi Karakteristik Rata-rataan Makroskopis Warna Putih susu- Kream Kosistensi Kental Volume (ml) 0.63±0.25 ph 6.8± 0.12 Mikroskopis Motilitas (%) 75±0 Viabilitas (%) 82.3±6.18 Abnormal (%) 1.2 ± 1.07 MPU (%) 88.8 ± 4.26 Hasil pemeriksaan makroskopis menunjukan warna semen domba berwarna putih susu-krem, hal ini sesuai dengan penelitian Qomariyah et al. (2001) yang menyatakan warna semen domba berwarna putih susu atau krem. Konsistensi dari semen domba yang diperoleh dari penelitian ini mempunyai konsistensi yang kental sama halnya dengan penelitian Hastono et al. (2001). Menurut Garner & Hafez (2000) volume semen domba perejakulasi berkisar 0.8-1.2 ml, sehingga dilihat dari hasil yang diperoleh volume semen dalam penelitian ini lebih rendah. Adanya perbedaan volume semen bisa dikarenakan oleh perbedaan umur, ukuran badan, tingkat makanan, frekuensi penampungan, dan cara penampungan (Murtidjo 1993). Derajat keasaman (ph) dalam penelitian ini masih dalam kisaran normal nilai semen domba yaitu 5.9-7.3 (Garner & Hafez 2000). Hasil evaluasi pemeriksaan semen domba secara mikroskopis diperoleh persentase motilitas 75± 0, dengan persentase rataan dari viabilitas semen domba pada penelitian ini 82.3± 6.18. Sedangkan persentase abnormal dari semen domba
15 yang diperoleh dari penelitian ini adalah 1.2 ± 1.07. Menurut Garner & Hafez (2000) bahwa kisaran abnormal spermatozoa domba antara 5-20%, sehingga dilihat dari hasil penelitian ini maka nilai abnormal spermatozoa yang didapatkan masih di bawah kisaran normal. Hasil rata-rataan persentase MPU pada penelitian ini 88.8 ± 4.26. Dari hasil evaluasi tersebut di atas, semen domba yang dikoleksi layak untuk dibekukan karena memenuhi syarat motilitas progresif lebih dari 65% dan abnormalitas kurang dari 20%. Persentase Motilitas Spermatozoa Motilitas spermatozoa berperan dalam penentuan kualitas semen karena berkaitan erat dengan kemampuan spermatozoa untuk fertilisasi. Pengukuran persentase motilitas dilakukan secara subjektif yang dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 X dengan cara membandingkan spermatozoa yang bergerak progresif dengan semua spermatozoa yang teramati dinyatakan dalam nilai persentase dari nol sampai seratus persen (0-100%) (Bearden et al. 2004). Persentase motilitas spermatozoa penelitian ini disajikan dalam Tabel 2. domba selama proses pembekuan dalam Tabel 2 Persentase motilitas spermatozoa domba selama proses pembekuan Kelompok Persentase motilitas± SD Segera Setelah Post -thawing setelah ekuilibrasi 0 jam 3 jam 6 jam diencerkan K 75±0 67.5±2.9 38.8±2.5 30±0 21.3±6.3 a GSH 1 mm 75±0 71.1±2.5 42.5±2.9 33.8±2.5 22.5±2.9 a GSH 3 mm 75±0 71.1±2.5 40±4.1 33.8±2.5 28.8±4.8 b Ket: (K) Kontrol, (GSH 1 mm) penambahan glutation dengan konsentrasi 1 mm, (GSH 3 mm) penambahan glutation dengan konsentrasi 3 mm. Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (p< 0.05). Persentase motilitas spermatozoa segera setelah diencerkan dan setelah ekuilibrasi tidak berbeda diantara kelompok perlakuan (p>0.05). Terjadi penurunan motilitas yang signifikan antara spermatozoa sebelum dan setelah dibekukan. Motilitas spermatozoa segera setelah semen beku dicairkan kembali 0
16 jam dan 3 jam tidak berbeda diantara kelompok perlakukan (p>0.05), akan tetapi 6 jam setelah thawing, motilitas spermatozoa pada kelompok GSH 3 mm lebih tinggi dari kontrol dan kelompok GSH 1 mm (p<0.05). Hasil penelitian ini menunjukan penambahan GSH dalam pengencer semen domba selama proses pembekuan memberikan pengaruh yang baik terhadap motilitas spermatozoa 6 jam setelah thawing pada konsentrasi 3 mm. Glutation merupakan antioksidan yang mampu menetralisirkan reaksi radikal bebas hidroksil yang bersifat sangat reaktif. Radikal hidroksil dapat merusak 3 jenis komponen penting yang diperlukan untuk mempertahankan integritas membran sel yakni 1) asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid plasma dalam penyusun membran plasma sel; 2) deoxyribo nucleid acid (DNA) yang merupakan perangkat genetik sel; 3) protein yang mempunyai peran penting sebagai enzim, pembentuk matriks, dan sitoskeleton (Suryohudoyo 2000). Penambahan glutation dapat meminimalkan kerusakan membran plasma spermatozoa akibat reaksi rantai peroksidasi lipid serta dapat mempertahankan persentase motilitas spermatozoa selama proses pembekuan (Holt 2000; Triwulanningsih et al. 2003). El-kon II & Darwish (2011) juga melaporkan bahwa penambahan GSH dalam semen cair kerbau dapat membantu menjaga integritas normal akrosom dan menstabilkan membran plasma spermatozoa sehingga meningkatkan motilitas spermatozoa. Persentase Integritas Membran Plasma Spermatozoa Integritas membran plasma atau keutuhan membran plasma spermatozoa merupakan faktor yang penting untuk kelangsungan hidup spermatozoa karena kerusakan membran plasma akan berpengaruh terhadap proses metabolisme spermatozoa yang berhubungan dengan daya hidup spermatozoa yang dihasilkan (Rizal 2005). Metabolisme dapat berlangsung dengan baik apabila membran plasma berada dalam keadaan utuh, sehingga dapat mengatur lalu lintas masuk dan keluar semua elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme (Herdis et al. 2003). Selain itu, integritas membran plasma mempunyai fungsi untuk kapasitasi dan membantu spermatozoa menembus membran sel telur selama proses fertilisasi (Ansari et al. 2010).
17 Persentase integritas membran plasma spermatozoa selama proses pembekuan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Persentase integritas membran plasma spermatozoa selama proses pembekuan Kelompok Persentase integritas membran plasma ± SD Segera setelah diencerkan Setelah ekuilibrasi Post thawing 0 jam 3 jam 6 jam K 85.1±5.9 79.3±4.6 74.7±8.8 a 57.4±3.2 a 50.1±6.8 GSH 1 mm 89.1±1.6 85.6±6.9 79.8±12.9 b 59.1±8.8 a 57.1±9.1 GSH 3 mm 86.1±7.9 85.1±4.6 73.1±11.8 a 62.7±6.2 b 54.5±11.0 Ket: (K) Kontrol, (GSH 1 mm) penambahan glutation dengan konsentrasi 1 mm, (GSH 3 mm) penambahan glutation dengan konsentrasi 3 mm. Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (p< 0.05). Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa integritas membran plasma spermatozoa segera setelah semen diencerkan dan setelah diekuilibrasi tidak beda diantara perlakuan (p>0.05). Integritas membran plasma segera setelah thawing pada kelompok GSH 1 mm lebih tinggi dari kelompok kontrol dan kelompok GSH 3 mm (p<0.05). Tiga jam setelah thawing, integritas membran plasma spermatozoa pada kelompok GSH 3 mm lebih tinggi dari kontrol dan GSH 1 mm (p<0.05), tetapi 6 jam setelah thawing integritas membran plasama spermatozoa tidak berbeda diantara kelompok perlakuan (p>0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan GSH ke dalam pengencer selama proses pembekuan dapat melindungi keutuhan membran plasma spermatozoa. Ansari et al. (2010) melaporkan bahwa pemberian GSH sebanyak 2 mm pada pengencer semen kerbau dapat melindungi membran plasma dari stres oksidatif akibat produksi ROS berlebihan sehingga menyebabkan peroksidasi lipid, sedangkan penelitian Triwulanningsih et al. (2003) menemukan bahwa penambahan GSH sebanyak 0.5 mm ke dalam pengencer semen sapi dapat meningkatkan keutuhan membran plasma spermatozoa sapi dengan cara mempertahankan membran plasma akibat adanya radikal bebas, melindungi membran plasma, dan menyebabkan kerusakan tersebut tertunda atau belum terjadi.
18 Larutan hypoosmotic swelling test (HOS-Test) dalam penelitian ini digunakan untuk melihat integritas membran plasma utuh. Spermatozoa dengan membran plasma yang masih utuh akan ditandai dengan ekor spermatozoa mengalami pengembunggan (swollen) atau yang ditandai dengan melingkarnya ekor spermatozoa (gambar 1a) sedangkan membran plasma tidak utuh ditandai dengan ekor yang lurus (gambar 1b) (Gordon 2003). Melingkarnya ekor spermatozoa merupakan reaksi yang diberikan oleh spermatozoa untuk mencapai keseimbangan osmotik akibat masuknya air ke dalam spermatozoa yang meningkatkan volume spermatozoa (Fonseca et al. 2005). Gambar 1 Gambaran integritas membran plasma spermatozoa domba. Spermatozoa dengan membran plasma utuh (a) dan spermatozoa dengan membran plasma tidak utuh (b). Persentase Viabilitas Spermatozoa Viabilitas spermatozoa dalam penelitian ini dievaluasi dengan pewarnaan eosin-nigrosin. Pewarnaan eosin-nigrosin akan memberikan perubahan warna pada spermatozoa yang memiliki membran plasma yang rusak atau sel yang mati sehingga bagian kepala terlihat merah seperti pada gambar 2a, sedangkan gambar 2b menunjuk spermatozoa yang hidup ditandai dengan bagian kepala trasparan atau putih.
19 Gambar 2 Contoh gambaran spermatozoa domba setelah diwarnai dengan eosinnigrosin. Spermatozoa mati (a). Spermatozoa hidup (b). Spermatozoa ekor melingkar atau membengkok (c). Viabilitas spermatozoa domba selama proses pembekuan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Persentase viabilitas spermatozoa selama proses pembekuan Kelompok Segera setelah diencerkan Setelah ekuilibrasi Persentase viabilitas±sd Post thawing 0 jam 3 jam 6 jam K 76.5± 4.5 a 77.4±6.3 51.8±11.2 32.1±4.5 26.4±11.2 GSH 1mM 80.4±4.5 b 77.6±4.5 57.8±12.0 34.7±4.3 25.9±9.9 GSH 3mM 81.3±3.6 b 80.0±8.9 51.5±14.9 38.7±4.9 30.8±5.3 Ket: (K) Kontrol, (GSH 1 mm) penambahan glutation dengan konsentrasi 1 mm, (GSH 3 mm) penambahan glutation dengan konsentrasi 3 mm. Superskrip pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (p< 0.05). Data dalam Tabel 4 menunjukan bahwa terjadi penurunan viabilitas spermatozoa setelah semen dibekukan. Walaupun terjadi perbedaan viabilitas spermatozoa diantara kelompok perlakuan segera setelah semen diencerkan (p<0.05), tetapi tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata pada viabilitas antara spermatozoa diantara kelompok perlakuan setelah waktu ekuilibrasi, segera setelah thawing (0 jam), 3 jam setelah thawing, dan 6 jam setelah thawing (p>0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan GSH tidak berpengaruh terhadap viabilitas spermatozoa domba dalam penelitian ini.
20 Terdapat dua faktor yang dapat menurunkan viabiltas spermatozoa yaitu, adanya kejutan dingin (cold-shock) dan perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berkaitan dengan pembekuan kristal es (Gazali & Tambing 2002). Faktor pertama adanya kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu yang terjadi secara mendadak yang bisa mencapai di bawah 0 C yang dapat menurunkan viabilitas sel, hal ini dapat disebabkan dalam tahap transisi dari membran lipid yang mana menyebabkan terjadinya tahap pemisahan dan penurunan sifat permeabilitas dari membran biologi sel hidup (Watson 1995). Faktor kedua yang menyebabkan penurunan viabilitas sel yaitu terjadinya pembekuan kristal es selama proses kriopreservasi adalah adanya penumpukan elektrolit di dalam sel. Penumpukan elektrolit ini akan merusak dari dinding membran sel sehingga pada waktu pencairan kembali permeabilitas membran plasma akan menurun dan sel akan mati (Gazali & Tambing 2002). Pemberian GSH adalah melindungi viabilitas spermatozoa dari reaksi lipid peroksidasi yang dapat merusak membran plasma sel (Ansari et al. 2010). Persentase Morfologi Abnormal Spermatozoa Persentase abnormal spermatozoa domba selama proses pembekuan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Persentase abnormal spermatozoa domba selama proses pembekuan Kelompok Segera setelah diencerkan Persentase abnormal spermatozoa ±SD Setelah ekuilibrasi Post- thawing 0 jam 3 jam 6 jam K 0.6±0.8 1.2±0.9 1.6±1.1 1.3±1.1 2.1±1.9 GSH 1 mm 0.8±1.2 1.9±1.7 1.7±0.9 2.2±0.5 2.5±0.5 GSH 3 mm 1.9±1.1 0.9±1.4 0.9±1.2 2.5±1.6 1.6±1.2 Ket: (K) Kontrol, (GSH 1 mm) penambahan glutation dengan konsentrasi 1 mm, (GSH 3 mm) penambahan glutation dengan konsentrasi 3 mm Data dalam Tabel 5 menunjukan tidak ditemuakan adanya perbedaan abnormalitas spermatozoa diantara kelompok perlakuan baik sebelum dan setelah dibekukan, setelah waktu ekuilibrasi, segera setelah thawing (0 jam), 3 jam setelah thwing, dan 6 jam setelah thawing (p>0.05). Dari hasil yang diperoleh
21 dalam penelitian ini dapat dinyatakan penambahan GSH tidak mempengaruhi hasil persentase abnormalitas spermatozoa. Menurut Garner & Hafez (2000) bahwa kisaran abnormal spermatozoa domba antara 5-20%, sehingga dilihat dari hasil penelitian ini maka nilai abnormal spermatozoa yang didapatkan masih di bawah batas normal. Menurut Barth & Oko (1989) bentuk-bentuk abnormalitas spermatozoa diklasifikasikan menjadi dua yaitu abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer terjadi karena adanya kegagalan dalam proses spermatogenesis ditubuli seminiferi. Abnormalitas primer dapat dikarenakan faktor keturunan dan pengaruh lingkungan yang buruk. Bentuk dari abnormalitas primer meliputi kepala besar (macrocephalus) atau kepala kecil (microchepalus), kepala pendek, lebar, dan ekor ganda. Abnormalitas sekunder terjadi selama proses penyimpanan atau kriopreservasi spermatozoa dan kemungkinan besar disebabkan perlakuan pada saat pewarnaan dalam proses pembuatan preparat ulas (Garner & Hafez 2000). Bentuk abnormalitas sekunder meliputi bagian ekor yang melipat, adanya butiran-butiran sitoplasmik proksimal atau distal, dan selubung akrosom yang terlepas kepala tanpa adanya ekor, dan ekor yang terputus. Abnormalitas yang teramati dalam penelitian ini adalah abnormalitas sekunder yang dapat dilihat bagian dari ekor spermatozoa melingkar atau membengkok (gambar 2c).