BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

BAB IV TUGAS PEMBANTUAN

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

L E G E N D A TELUK BANGKA J A M B I SUMATRA SELATAN B E N G K U L U S A M U D E R A H I N D I A L A M P U N G. Ibukota Propinsi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya yang sangat penting untuk menunjang segala kebutuhan hidup semua mahluk hidup. Sehingga dalam pengelolaannya, lahan tersebut harus sesuai dengan kemampuannya agar tidak menurunkan produktivitas lahan itu sendiri (Nurcahyono,2008:1). Disamping itu, keberadaan sumber daya air juga sangat penting untuk memenuhi segala jenis kebutuhan mahluk hidup karena sumber daya air sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia, flora dan fauna, oleh sebab itu sumber daya air perlu dikelola secara baik, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pembangunan (Direktorat Pengkajian Sosbud,2013:1). Selain itu air adalah unsur yang sangat penting dalam kehidupan dan sebagai unsur penunjang menjaga kelestarian dan ketersediaan air pada lahan, agar lahan dapat dimanfaatkan secara optimal. Keberadaan lahan dan sumber daya air, tidak dapat dipungkiri merupakan aspek penting dan strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. akan tetapi persoalan lahan kritis dan sumber daya air (SDA) di Indonesia sampai saat sekarang terus terjadi seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berlangsungnya kegiatan pembangunan. Data Direktorat Perencanaan dan Evaluasi PDAS, Kementerian Kehutanan (2011) menunjukkan bahwa luas areal lahan kritis di Indonesia mencapai 78.429.550 ha, dengan 48.707.516 ha berada di dalam kawasan hutan, dan 29.722.034 ha berada di luar kawasan hutan. Kategori lahan sangat kritis ada 5.269.259 ha, kritis 22.025.581 ha, dan agak kritis 51.134.710 ha. Lahan kritis terjadi karena tidak sesuainya kemampuan lahan dengan penggunaan lahannya, sehingga mengakibatkan kerusakan lahan secara fisik, kimia, maupun biologis (Arsyad, 2006). Berdasarkan data penelitian Matatula, (2009:2) pertambahan lahan kritis di Indonesia semakin meningkat. Hutan yang sudah dalam keadaan kritis seluas 48,5 juta ha dari 120,35 juta ha hutan yang ada di Indonesia dan 71,85 juta ha merupakan hutan yang masih sisa. Luas lahan kritis di seluruh Sumatera Barat saat ini mencapai

2 luas551.387 ha namun yang telah disurvei baru 214.580 hektar (Bappeda Sumatera Barat dalam Laporan Profil Program PLKSDA-BM,2014 :3). Salah satu penyebab terjadinya lahan kritis adalah adanya tekanan penduduk untuk memanfaatkan lahan sebagai lahan budidaya pertanian yang diusahakan dengan tidak memperhatikan prinsip-prinsip konservasi lahan dan sumber daya air. Disamping itu, peningkatan jumlah penduduk sejalan pula dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan peruntukan permukiman bagi tempat tinggal manusia, industri, maupun lahan pertanian sebagai sarana pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Hal ini mendorong timbulnya lahan-lahan kritis baru. Peningkatan lahan kritis dan berkurangnya potensi sumber daya air telah berdampak pada munculnya beberapa konflik sosial, terutama yang berkaitan dengan penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, dan industri. Berdasarkan hasil studi LP3ES (2002), tercatat lebih dari 157 kasus konflik dalam penggunaan air yang terjadi antar petani, swasta dan pemerintah. Untuk itu penanganan lahan kritis dan sumber daya air perlu dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat supaya memberikan hasil yang optimal untuk konservasi dan peningkatan kesejahtaraan (Bappeda, 2013:1). Salah satu syarat untuk tercapainya pembangunan pertanian yang berkelanjutan yaitu terjaminnya ketersediaan lahan dan sumberdaya air. Dengan demikian perlu dilakukan upaya pengolahan lahan. Pengolahan lahan yang baik adalah pengelolaan yang berkelanjutan yang berdasarkan pada azas manfaat dan azas kelestarian. Pengelolaan lahan dengan memperhatikan kedua azas tersebut akan dapat melestarikan fungsi lahan, sehingga kegiatan usahatani dapat berkelanjutan dan petani sebagai masyarakat tani dapat terus beraktivitas. Dalam pengelolaan lahan berkelanjutan, seluruh aspek baik aspek ekologis, ekonomi maupun aspek sosial perlu dipertimbangkan. Pada dasarnya prinsip pertanian yang berkelanjutan adalah mengelola lahan dengan keseimbangan ekologi yang sehat, sesuai dengan kemampuan lahan yang ada, dengan menggunakan teknologi dan praktek-praktek bertani yang mempunyai dampak negatif yang sekecil mungkin tetapi mampu mempertahankan ataupun meningkatkan tingkat produksi pertanian yang menguntungkan.

3 Untuk itu dirancang model pengelolaan lahan kering (lahan kritis) serta sumber daya air yang berkelanjutan yang dapat melestarikan fungsi lahan dan kegiatan agribisnis pada suatu daerah dapat dilakukan secara berkelanjutan. Direktorat Jenderal Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri telah melaksanakan Program Pengembangan Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PPLKSDA-BM) sejak tahun 2012. Pengembangan penanganan lahan kritis tidak hanya memperhatikan aspek lingkungan ekologis, tanah dan air saja, akan tetapi memperhatikan juga aspek masyarakat yang berada dalam lingkar lingkungan tersebut. Jika perilaku pelaku ekosistem tidak dilibatkan sejak awal dalam pengembangan penanganan lahan kritis, maka pemanfaatan sumber daya air yang melampui daya dukung lahan akan mengalami kerusakan dan terjadi degradasi lapisan tanah yang pada akhirnya dapat membahayakan fungsi hidrologi, produktivitas lahan, tata air dan dapat mempengaruhi sosial ekonomi sehingga pengentasan kemiskinan akan sulit untuk dilakukan (Profil PLKSDA- BM Sumbar,2013:2-3). Sebagai solusi dari permasalan tersebut, tujuan dari Program PLKSDA- BM adalah untuk memperbaiki lahan berpotensi kritis menjadi lahan produktif yang menghasilkan nilai ekonomis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dengan melibatkan kerjasama dengan multi pihak (pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dan LSM) dengan sasaran, meliputi : a) Meningkatnya produktivitas lahan pada lokasi pilot project, b) Terciptanya area resapan air, c) Meningkatnya pendapatan masyarakat / petani peserta program dan pihak lain yang terlibat program dalam jangka panjang, d) Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Kelompok Tani pengelola lahan kritis, e) Meningkatkan kerjasama multi pihak dan meningkatkan partisipasi masyarakat pada program pemerintah, f) Meningkatnya pendapatan asli daerah dari hasil produktifitas lahan (Profil PLKSDA-BM Sumbar,2013:2-3). Beberapa hal yang menjadi dasar hukum pelaksanaan kegiatankegiatan yang bertujuan peningkatan penanganan lahan kritis dan peningkatan kesejahteraan rakyat, antara lain Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33, dan Undang-undang no 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

4 Suatu program sangat penting dinilai apakah program tersebut berjalan sesuai rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak. Memantau dan menilai program PLKSDA-BM menjadi penting untuk melihat dan menilai bagaimana program tersebut dijalankan dilapangan, apakah program tersebut berhasil dijalankan dilapangan, dan apakah program tersebut menimbulkan manfaat bagi pihak yang menjalankannya. Oleh sebab itu, penelitian mengenai evaluasi pelaksanaan program PLKSDA-BM di Nagari Paninjauan Kabupaten Tanah Datar penting dilakukan. B. PerumusanMasalah Program PLKSDA-BM merupakan bentuk replikasi Program Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Semarang Atas (PKLPKSA) yang sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 di danai oleh Hibah Pemerintah Jepang yaitu Japan Sosial Development Fund (JSDF). Tujuan Program adalah untuk meningkatkan penanganan lahan kritis yang bermuara pada perbaikan lingkungan dan peningkatan ketersediaan sumber air, selain juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Pelaksanaan Program PLKSDA-BM menitik beratkan pada penguatan kelembagaan secara partisipatif dengan melibatkan stake holder baik dari pemerintah (pusat dan daerah), dan masyarakat pelaksana program serta LSM dan Pergurunan Tinggi guna menciptakan perubahan lingkungan, dan ketersediaan air serta peningkatan masyarakat dan peningkatan pendapatan asli daerah (Pemda). Di Sumatra Barat, Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu daerah yang ditunjuk untuk menjalankan program PLKSDA-BM. Jumlah lahan kritis di Kabupaten Tanah Datar 27.210 hektar (Profil PLKSDA-BM Sumbar,2013). Salah satu lokasi PLKSDA-BM di Kabupaten Tanah Datar untuk tahun anggaran 2013 adalah Nagari Paninjauan Jorong Tabu Baraie Kecamatan X Koto. Dimana lahan yang akan dijadikan sebagai tempat pelaksanaan program adalah milik 8 orang anggota kelompok tani Talago Katiak. Lahan dikelola oleh Kelompok Tani Talago Katiak dengan jumlah anggota Kelompok tani berjumlah 25 orang dengan 1 orang ketua kelompok tani. Luas lahan program Penanganan Lahan Kritis dan

5 Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM) seluas 5 Ha (BAPPEDA Tanah Datar, 2013: 19). Berdasarkan hasil survei pendahuluan (Agustus 2015), menurut informasi yang diperoleh dari ketua Kelompok Tani Talago Katiak yang menjalankan program PLKSDA-BM, diketahui bahwa proses pelaksanaan program PLKSDA- BM yang dikontrol oleh BAPPEDA dan Dinas Pertanian Kab. Tanah Datar belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh sistem manajemen perencanaan program PLKSDA-BM yang tidak tepat sasaran dan terlambat dalam menyusun rencana pengerjaan kegiatan program PLKSDA-BM dilapangan. Contoh permasalahan yang muncul akibat manajemen waktu yang buruk dari dinas teknis pelaksana PLKSDA-BM, yaitu: 1) Pemberian jenis bibit tanaman oleh dinas tidak sesuai dengan harapan petani pelaksana program, 2) Pemberian pupuk, pestisida dan bibit tanaman tidak sesuai dengan jadwal pengerjaan kegiatan yang telah dirancang sebelumnya, akibatnya lahan yang telah diolah sebelumnya oleh petani untuk ditanami tanaman menjadi semak belukar kembali karena keterlambatan penyediaan, bibit, pupuk dan pestisida, 3) Keterlambatan pemberian bantuan saprodi/saprotan oleh dinas pelaksana kepada petani pelaksana,akibatnya pengerjaan kegiatan program PLKSDA-BM tersendatsendat dan tidak tepat waktu. Dalam banyak program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, banyak pula contoh-contoh pelaksanaan program yang tidak berhasil dilaksanakan sepenuh nya sesuai rencana, sehingga tujuan program menjadi tidak tercapai Diantaranya, Hasanah (2009), menemukan bahwa pelaksanaan program penguatan modal usaha kelompok (PMUK) secara umum pada penyaluran dan pengawasan dana sudah sesuai dengan petunjuk teknis, namun dalam hal pembinaan dan pengendalian dana masih belum sepenuhnya sesuai dengan petunjuk teknis. Pihak dinas hanya mengawasi sampai pelaksanaan dana ke kelompok, sehingga pemanfaatan dana tidak sesuai dengan perencanaan dan perguliran dana masih terjadi pada individu yang berada dalam kelompok, Penelitian Frihana (2010), juga mendapatkan ketidak sesuaian pelaksanaan program kredit mikro nagari (KMN) dengan juknis. Hal ini disebabkan karena juknis yang telah dibuat oleh kabupaten tidak sesuai dengan kondisi nagari yang

6 berbeda beda, sehingga aturan-aturan yang ada dalam juknis memang tidak bisa di implementasikan di lapangan. Selanjutnya, Azhari (2010), menyatakan bahwa pelaksanaan program Pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) tidak berjalan dengan baik, karena tidak semua petunjuk teknis dilaksanakan di lapangan. Ketidak sesuaian ini disebabkan oleh masalah penyuluh pendamping tidak melakukan peranannya secara baik. Penyelia Mitra Tani (PMT) yang hanya satu dengan wilayah kerja yang luas, sosialisasi yang dilakukan belum dipahami secara baik, tidak semua pinjaman disalurkan untuk kegiatan usaha, tim teknis yang tidak melakukan pertemuan secara reguler dengan petani. Bertitik tolak dari pemasalahan di atas diperlukan suatu penelitian evaluasi yang mengkaji bagaimana pelaksanaan Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM). Bagaimana program ini dilaksanakan oleh instansi teknis pemerintah dan bagaimana program ini dilaksanakan pada tingkat kelompok, serta apa hasil yang didapatkan sejauh ini? Dengan demikian peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian yang berjudul Evaluasi Pelaksanaan Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM) Pada Kelompok Tani Talago Katiak, Jorong Tabu Baraie, Nagari Paninjauan, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar C. TujuanPenelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM) oleh instansi pemerintah dan kelompok tani. D. ManfaatPenelitian 1. Penelitian ini diharapkan bisa untuk pengembangan ilmu pengetahuan mengenai implementasi program yang melibatkan kegiatan kelompok. 2. Bagi kelompok tani talago katiak adalah agar menjadi pertimbangan untuk melaksanakan program kedepannya. 3. Bagi pemerintah agar dapat sebagai bahan evaluasi program dalam menjalankan program yang serupa dimasa yang akan datang.