PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP GIZI TELUR Sri Anggraeni Zainuddin Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar Jl. Sahabat 01 Unhas Tamalanrea E-mail:Sri.anggraeni96@gmail.com ABSTRAK Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengolahan terhadap kandungan gizi dalam telur. Kandungan zat gizi telur yang terdiri atas protein, karbohidarat, lemak, mineral, serta subtansi lainnya dapat mengalami perubahan maupun degradasi selama proses pengolahan berlangsung. Pengasapan sebagai salah satu teknik pengolahan telur yang mampu meminimlisir senyawa karsinogen (penyebab kanker) pada produk. Kata kunci: Pengaruh pengolahan terhadap protein, karbohidrat, dan lemak, Pengasapan. PENDAHULUAN Bahan pangan merupakan sistem hayati dengan sifat mudah rusak sesudah dipanen. Karena kebutuhan manusia akan makanan dan saat panen biasanya tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, maka bahan pangan tersebut perlu diawetkan melalui pengolahan. Berbagai macam bahan pangan berperan sebagai pembawa zat gizi dan mempengaruhi stabilitasnya. Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur tergantung dari cara pengolahannya. Berbagai macam cara pengolahan dapat mempercepat atau menghambat perubahan kadar zat gizi. Asas pengawetan bahan pangan adalah didasarkan pada pengawetan
semua faktor lingkungan tersebut. Sebagai contoh mikroba membutuhkan suhu optimum untuk pertumbuhannya. Suhu yang lebih tinggi merusak pertumbuhannya, sedangkan suhu yang lebih rendah sangat menghambat metabolismenya. Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizinya, yang sebagain besar tidak diinginkan. Zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusakpada sebagaian besar proses pengolahan karena sensitif terhadap ph, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi diantaranya. Zat gizi mikro terutama tembaga dan zat besi serta enzim kemungkinan sebagai katalis dalam proses tersebut. Selain proses pengolahan yang tidak diinginkan karena banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, proses pengolahan dapat bersifat menguntungkan terhadap beberapa komponen zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yangterkandung di dalamnya. Proses pemanasan bahan pangan dapat meningkatkan ketersediaan zat gizi yang terkandung di dalamnya, misalnya pemanasan kacang-kacangan (kedelai) mentah dapat meningkatkan daya cerna dan ketersediaan protein yang terkandung di dalamnya. Selain itu Avidin dalam telur merupakan senyawa yang dapat mengikat biotin, namun avidin akan rusak oleh adanya pemanasan dalam proses pengolahan. Pada umumnya pemanasan akan meningkatkan daya cerna bahan pangan sehingga meningkatkan keguanaan zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan
penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk pangan olahan. Untuk itu, maka kunci utama dalam proses pengolahan bahan pangan, baik di tingat rumah tangga maupun di industri adalah melakukan optimisasi proses pengolahan untuk menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai gizinya. PEMBAHASAN Telur merupakan salah satu bahan pangan hasil ternak yang bergizi tinggi dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena merupakan sumber protein, asam lemak, vitamin, dan mineral. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Ada bermacam-macam jenis telur yang umum dikonsumsi, diantaranya telur ayam, telur itik dan telur puyuh. Namun, disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak, maka perlu usaha pengolahan ataupun pengawetan yang dapat mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan telur (Lukito, dkk., 2012). Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi protein Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Secara umum pengolahan bahan pangan berprotein dapat dilakukan secara fiisik, kimia atau biologis. Secara fisik biasanya dilakukan dengan penghancuran atau pemanasan, secara kimia dengan penggunaan pelarut organik, pengoksidasi, alkali, asam atau belerang dioksida, dan secara biologis dengan hidrolisa enzimatis atau fermentasi. Diantara cara pengolahan tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan pengeringan (Palupi, dkk., 2007).
Sementara itu kita ketahui bahwa protein merupakan senyawa reaktif yang tersusun dari beberapa asam amino yang mempunyai gugus reaktif yang dapat berikatan dengan komponen lain, misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya serta bahan tambahan kimia lainnya seperti alkali, belerang dioksida atau hidrogen peroksida. Perlakuan dengan alkali dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino, perubahan bentuk L menjadi bentuk D (Palupi, dkk., 2007). Selain itu juga dapat terjadi reaksi antara asam amino yang satu dengan yang lain, misalnya terbentuknya lisiolalanin dari lisin dan alanin. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat terjadinya penurunan daya cerna protein dan ketersediaan atau availabilitas asam-asam amino esensial. Selain itu reaksi antara protein dengan gula pereduksi yang dikenal dengan reaksi Maillard, juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan (Palupi, dkk., 2007). Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi karbohidrat Ditinjau dari nilai gizinya, karbohidrat dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) karbohidrat yang dapat dicerna, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa dsb); disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa) serta pati; dan (2) karbohidrat yang tidak dapat dicerna, seperti oligosakarida penyebab flatulensi (stakiosa, rafinosa dan verbaskosa) serta serat pangan (dietary fiber) yang terdiri dari selulosa, pektin, hemiselulosa, gum dan lignin. Pengaruh pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis. Sebagai contoh, pemanggangan akan menyebabkan
gelatinisasi pati yang akan meningkatkan nilai cernanya. Sebaliknya, peranan karbohidrat sederhana dan kompleks dalam reaksi Maillard dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil pemanggangan. Proses ekstrusi HTST (high temperature, short time) diketahui dapat mempengaruhi struktur fisik granula pati metah, membuatnya kurang kristalin, lebih larut air dan mudah terhidrolisis oleh enzim. Proses tersebut dikenal dengan istilah pemasakan atau gelatinisasi. Karena kondisi kelembaban rendah pada ektruder, gelatinisasi secara tradisional yang melibatkan perobekan (swelling) dan hidrasi granula pati tidak terjadi (Palupi, dkk., 2007). Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi lemak Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat toksik. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa produk volatil hasil oksidasi asam lemak babi bersifat toksik terhadap tikus percobaan. Pada proses pemanggangan yang ekstrim, asam linoleat dan kemungkinanjuga asam lemak yang lain akan dikonversi menjadi hidroperoksida yang tidak stabil oleh adanya aktivitas enzim lipoksigenase. Perubahan tersebut akan berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin (oksidasi vitamin larutlemak) produk (Palupi, dkk., 2007).
Pengasapan Merupakan salah satu cara untuk mengawetkan bahan makanan menggunakan kombinasi antara penggunaan panas dan zat kimia yang dihasilkan dari pembakaran. Semakin lama pengasapan, maka kadar air yang terkandung didalam telur asin semakin rendah. Pengasapan juga mempengaruhi jumlah bakteri karena komponen asap yang melekat pada kulit dan menutupi kulit telur asin asap, sehingga semakin lama pengasapan maka semakin tebal pula komponen asap yang melekat pada kerabang telur, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Formaldehid dari asap mempunyai pengaruh preservatif yang besar. Fenol mempunyai aktifitas sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatif. Senyawa karsinogen telah ditemukan dalam asap kayu alami dalam jumlah sangat rendah, sehingga bahaya karsinogen (penyebab kanker) dapat diabaikan. Efek lain dari pengasapan yaitu terdapatnya karbonil yang menyebabkan terjadinya pembentukan warna coklat (Mailard) pada produk asapan. (Soeparno, 1992 dalam Simanjuntak, dkk., 2013). DAFTAR PUSTAKA Simanjuntak, Oky E., Samsu, W., Kusuma, W. 2013. Pengaruh lama pengasapan telur asin dengan menggunakan serabut kelapa terhadap kadar air dan jumlah bakteri telur asin asap (the effect of smoking time of salted egg using coconut fibers on water content and total bacteria of smoked salted egg). Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1): 195-200 Palupi, NS., FR. Zakaria dan E. Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan. Departemen Ilmu & Teknologi Pangan Fateta IPB. Bogor
Lukito, G.A., A. Suwarastuti dan A. Hintono. 2012. Pengaruh berbagai metode pengasinan terhadap kadar nacl, kekenyalan dan tingkat kesukaan konsumen pada telur puyuh asin (The Effect of Salting Method on NaCl Level, Tenderness, and Consumer s Preference of Quail Eggs) Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang. Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 829 838