Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

dokumen-dokumen yang mirip
rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

5.1 Total Bakteri Probiotik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

STUDI PEMANFAATAN TEPUNG BIJI NANGKA DAN TEPUNG AMPAS KELAPA SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN MI BASAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

POTENSI TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DALAM PEMBUATAN KUKIS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE. Riau. Riau

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

Utilization of Cassava Peel Flour for Producing Sago Instant Noodle.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen

Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu Komponen Jumlah (%) Air 12,0 Protein 0,7 Abu 0,1 Lemak 3,0* Serat 0,2 Amilosa 22,97* Amilopektin 62,11*

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

BAB I PENDAHULUAN. waktu sekitar sehari semalam. Dalam SII Nomor , brem padat. dalam pembuatan brem padat adalah ketan putih.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TERHADAP UJI ORGANOLEPTIK TAPE UBI JALAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN PATI SAGU DALAM PROSES PEMBUATAN CAKE. Substitution of Wheat Flour With Sago Starch on the Quality of Cake

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ABSTRAK... HALAMAN PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP PENULIS... vi KATA PENGANTAR...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

Natallo Bugar dan Hermansyah, Uji Sensoris Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Surimi

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan. Dasar (2013), sebanyak 3,8% penduduk Indonesia mengonsumsi mi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kacang koro pedang mempunyai kandungan karbohidrat (66,1%) dan

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winamo, 1997). Hasil sidik ragam dari perlakuan substitusi tepung MOCAL dengan formulasi yang berbeda pada pembuatan mi sagu berpengaruh tidak nyata terhadap pengamatan kadar air (Lampiran 4). kadar air mi sagu MOCAL setelah diuji lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. kadar air mi sagu MOCAL 67,622" 66,544" SM2 63,031" SM3 63,911" SM4 61,525" Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai kadar air mi sagu MOCAL berkisar antara 61,525% sampai 67,622%. Berbeda tidak nyatanya kadar air ini disebabkan karena semua perlakuan menggunakan bahan baku yang sama, kecuali penggunaan tepung sagu dan MOCAL yang berbeda. Perbedaan jumiah tepung sagu dan MOCAL pada masing-masing perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air mi sagu MOCAL. Hal ini disebabkan karena formulasi tepung MOCAL yang disubstitusi pada pembuatan mi sagu MOCAL jumlahnya masih sedikit (maksimal 40%). Selain itu kadar air dari tepung sagu dan tepung MOCAL juga memiliki kadar air yang hampir sama (Tabel 7),

Kadar air mi sagu MOCAL dari hasil penelitian ini berkisar antara 61,525%-67,622%. Kadar air mi yang dihasilkan dari penelitian ini sangat tinggi sehingga tidak sesuai dengan standar mutu mi basah (SNl 01-2987-1992) yaitu 20-35%. Akan tetapi menurut Astawan (1999), pada pembuatan mi basah kadar aimya dapat mencapai 52% karena mengalami tahap perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan sehingga daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). 4.2. Kadar Abu Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besamya kandungan mineral yang terdapat dalam mi. Menurut Sudarmadji, dkk., (1997), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemumian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Hasil sidik ragam dari perlakuan penambahan tepung MOCAL dengan formulasi yang berbeda pada pembuatan mi sagu berpengaruh tidak nyata terhadap pengamatan kadar abu (Lampiran 5). kadar abu mi sagu MOCAL setelah diuji lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 10. r Tabel 10. kadar abu mi sagu MOCAL 0,168" 0,143" SM2 0,174" SM3 0,188" SM4 0,195" Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. Kadar abu mi sagu MOCAL yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 0,143% -0,195%, dengan rata-rata kadar abu mi sagu MOCAL keseluruhan adalah 0,173% (Lampiran 6). Penilaian kadar abu mi sagu MOCAL yang dihasilkan memberikan pengaruh tidak nyata, walaupun kandungan dari kadar abu 18

19 tepung yang digunakan berbeda. Tepung sagu memiliki kadar abu yaitu 0,1% dan kadar abu MOCAL adalah 0,3%. Hal ini disebabkan karena pada saat pembakaran ada beberapa mineral yang hilang. Menurut Anwar (1990) dalam Putri (1994) yang menyatakan bahwa kadar abu setiap bahan yang dihasilkan tidak selalu ekuivalen dengan bahan dasar yang digunakan karena ada beberapa mineral yang hilang selama pembakaran. Kadar abu mi sagu MOCAL ini menunjukkan jumiah bahan mineral yang dikandung bahan. Menurut Royaningsih dan Pangloli (1990) dalam Rahmiyati (2006) kadar abu merupakan komponen mineral yang tidak menguap pada saat pembakaran atau pemijaran senyawa-senyawa organik. Kadar abu pada suatu produk makanan akan ikut menentukan kualitas suatu produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu mi basah (SNI01-2987-1992) yaitu maksimum 3%. 4.3. Kadar Protein Hasil sidik ragam dari perlakuan substitusi tepung MOCAL pada pembuatan mi sagu MOCAL berpengaruh nyata terhadap pengamatan kadar protein (Lampiran 6). kadar protein mi sagu MOCAL setelah diuji lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. kadar protein mi sagu MOCAL 2,240" 2,355*" SM2 3,000" SM3 3,404" SM4 3,497" Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan berbeda tidak nyata dengan perlakuan, tetapi berbeda nyata dengan SM2, SM3 dan SM4. Hal ini berarti bahwa dengan peningkatan substitusi tepung MOCAL maka kadar protein dalam mi sagu MOCAL semakin meningkat. Tepung MOCAL

mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibanding tepung sagu yaitu 1,7% (Subagio, 2009) dan tepung sagu 0,7% (Hasil penelitian, 2009). Tingginya kadar protein dari tepung MOCAL ini disebabkan karena tepung MOCAL merupakan produk tepung yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikrobia Bakteri Asam Laktat (BAL) mendominasi selama fermentasi tepung MOCAL ini. Mikroba yang tumbuh akan menghasilkan enzim-enzim sehingga akan meningkatkan kadar protein dari tepung MOCAL tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhiddin, dkk., 2000 yang menyatakan fermentasi merupakan aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bemilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Proses fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein. Menurut Winamo (1997), protein mempakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini di samping sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Kandungan protein dari hasil penelitian berkisar antara 2,240-3,497%. Kandungan protein dan belum mencapai standar mutu mi basah, tetapi perlakuan SM2, SM3, dan SM4 telah mencapai standar mutu mi basah (SNI 01-2987-1992) yaitu minimal 3%. 4.4. Penilaian Organoleptik 4.4.1. Aroma Mi Sagu MOCAL Aroma mempakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih produk makanan yang disukai. Winamo (1997), menyatakan baliwa dalam banyak hal kelezatan makanan ditentukan oleh aroma atau bau dari makanan tersebut. Hasil penilaian organoleptik terhadap aroma mi sagu MOCAL secara hedonik berbeda tidak nyata terhadap aroma mi sagu MOCAL (Lampiran 7a). Sedangkan hasil penilaian organoleptik terhadap aroma mi sagu MOCAL secara deskriptif juga berpengaruh tidak nyata terhadap aroma mi sagu MOCAL (Lampiran 8a). aroma mi sagu MOCAL setelah dilakukan analisis 20

secara statistik non parametrik dan dilanjutkan dengan uji Friedman pada taraf 5% jika berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 12. Data pengujian penilaian organoleptik aroma yang dilakukan pada mi sagu MOCAL secara hedonik (Lampiran 9a) berkisar antara 2,72-3,00 (suka hingga netral). penilaian panelis terhadap aroma mi sagu MOCAL mendekati netral, hal ini berarti mi sagu MOCAL yang dihasilkan sudah mendekati aroma mi padaumumnya. Data Tabel 11 menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap aroma mi sagu MOCAL secara deskriptif rata-rata berkisar antara 2,52-2,72 (sedikit beraroma khas mi). Data tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya substitusi tepung MOCAL pada pembuatan mi sagu tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mi sagu MOCAL. Tabel 12. penilaian organoleptik terhadap aroma mi sagu MOCAL Hedonik Deskriptif 2,72" 2,80" 2,60" 2,72" SM2 2,80" 2,52" SM3 2,72" 2,56" SM4 3,00" 2,56" Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji lanjut Friedman pada taraf 5%. Penilaian organoleptik mi sagu MOCAL secara hedonik maupun secara deskriptif sama-sama memberikan pengaruh tidak nyata terhadap aroma mi sagu MOCAL yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena formulasi tepung MOCAL yang disubstitusi pada pembuatan mi sagu MOCAL jumlahnya masih sedikit (maksimal 40%) sehingga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap aroma mi sagu MOCAL yang dihasilkan. Aroma makanan berasal dari molekul-molekul yang menguap dari makanan tersebut yang ditangkap oleh hidung sebagai indera pembau. Aroma akan terasa lebih kuat sewaktu dilakukan pemasakan seperti dipanggang atau digoreng karena jumiah molekul yang menguap lebih besar. 21

22 4.4.2. Warna Mi Saga MOCAL Wama mempakan parameter pertama yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penilaian secara subyektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam pengujian organoleptik wama. Hasil penilaian organoleptik terhadap wama mi sagu MOCAL secara hedonik maupun deskriptif berpengaruh tidak nyata terhadap wama mi sagu MOCAL (Lampiran 7b dan Lampiran 8b). wama mi sagu MOCAL setelah dilakukan analisis secara statistik non parametrik dan dilanjutkan dengan uji Friedman pada taraf 5% jika berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. penilaian organoleptik terhadap wama mi sagu MOCAL Hedonik Deskriptif 2,32" 2,76" 1,64" 1,96" SM2 2,48" 2,12" SM3 2,68" 1,96" SM4 2,56" 2.24" Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji lanjut Friedman pada taraf 5%. Data Tabel 13 menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap wama mi sagu MOCAL secara hedonik rata-rata berkisar antara 2,32-2,76 (suka). Data tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya substitusi tepung MOCAL pada pembuatan mi sagu tidak mempengamhi tingkat kesukaan panelis terhadap wama mi sagu MOCAL. Wama kuning pada mi tersebut sebagian berasal dari kuning telur yang digunakan dalam proses pencampuran dan pembuatan adonan. Saleh, dkk., (2000) dalam Rahmiaty (2006) menyatakan bahwa kuning telur berfimgsi memberikan wama yang baik pada mi yang akan dihasilkan.

4.43. Rasa Mi Sagu MOCAL Hasil penilaian organoleptik terhadap rasa mi sagu MOCAL secara hedonik berpengaruh nyata terhadap rasa mi sagu MOCAL (Lampiran 7c). Sementara itu hasil penilaian organoleptik terhadap rasa mi sagu MOCAL secara deskriptif juga berpengaruh nyata terhadap rasa mi sagu MOCAL (Lampiran 8c). rasa mi sagu MOCAL setelah dilakukan analisis secara statistik non parametrik dan dilanjutkan dengan uji Friedman pada taraf 5% jika berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 14. Data pengujiem nilai organoleptik dilakukan terhadap rasa pada mi sagu MOCAL secara hedonik (Lampiran 7c) menunjukkan bahwa rata-rata berkisar antara 2,88-3,52 (suka hingga netral). Rasa dari mi sagu MOCAL perlakuan berbeda tidak nyata dengan perlakuan SM2, dan SM4, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan dan SM3. Data pengujian nilai organoleptik dilakukan terhadap rasa pada mi sagu MOCAL secara deskriptif (Lampiran 8c) menunjukkan bahwa rata-rata berkisar antara 2,76-3,48 (enak hingga normal). Rasa dari mi sagu MOCAL perlakuan berbeda tidak nyata dengan perlakuan SM4, tetapi perlakuan berbeda nyata dengan perl^uan, SM2 dan SM3. Tabel 14. penilaian organoleptik terhadap rasa mi sagu MOCAL Hedonik Deskriptif 2,88" 3,52"* 2,76" 3,48'='* SM2 3,12"^ 3,16'- SM3 3,40^ 3,24*^ SM4 3,08"^ 3,00"" Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji lanjut Friedman pada taraf 5%. Penilaian panelis terhadap rasa mi sagu MOCAL memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa mi. Hal ini disebabkan karena tepung MOCAL merupakan tepung hasil fermentasi sehingga akan menghasilkan cita rasa yang khas yang cenderung kurang disukai panelis jika penambahannya dalam 23

konsentrasi yang sedikit. Hal ini sejalan dengan pemyataan Subagio (2009) yang menyatakan bahwa tepung MOCAL selama fermentasi akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas. 4.4.4. Kekenyalan Ml Sagu MOCAL Hasil penilaian organoleptik terhadap kekenyalan mi sagu MOCAL secara hedonik berpengaruh nyata terhadap kekenyalan mi sagu MOCAL (Lampiran 7d). Sedangkan hasil penilaian organoleptik terhadap kekenyalan mi sagu MOCAL secara deskriptif berpengaruh tidak nyata terhadap kekenyalan mi sagu MOCAL (Lampiran 7d). kekenyalan mi sagu MOCAL setelah dilakukan analisis secara statistik non parametrik dan dilanjutkan dengan uji Friedman pada taraf 5% jika berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. penilaian organoleptik terhadap kekenyalan mi sagu MOCAL Hedonik Deskriptif 2,68" 3,56" 3,36" 2,76" SM2 2,80"*^ 2,80" SMS 2,88"*" 2,60" SM4 2,88"" 2,64" Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji lanjut Friedman pada taraf 5%. Data pengujian nilai organoleptik dilakukan pada mi sagu MOCAL secara hedonik (Lampiran 9a) menunjukkan bahwa rata-rata berkisar antara 2,68-3,56 (suka hingga netral). Kekenyalan dari mi sagu MOCAL perlakuan berbeda tidak nyata dengan perlakuan SM2, SM3, dan SM4, tetapi berbeda nyata dengan. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan (pati sagu 90%, MOCAL 10%), tekstur dari mi yang dihasilkan kurang baik sehingga panelis kurang menyukainya. Substitusi MOCAL pada menyebabkan kandungan amilopektin mi menurun, sehingga kekenyalannya berkurang jika dibandingkan dengan. Hal ini sejalan dengan pemyataan Sumadingsa (1996) dalam 24

Rahmiyati (2006) yang menyatakan kandungan amilopektin pada pati sagu cukup besar yaitu sekitar 73%. Kekenyalan mi sagu dipengaruhi oleh kandungan amilopektin yang terdapat dalam tepung sagu. Fraksi amilopektin sangat menentukan sifat elastis mi sehingga menjadi perekat yang baik bagi komponen-komponen lain pada adonan yang telah homogen (Aini, dkk., 2003 dalam Rahmiyati, 2006). Data pengujian nilai organoleptik dilakukan pada mi sagu MOCAL secara deskriptif (Lampiran 8d) menunjukkan bahwa rata-rata mi yang dihasilkan berkisar antara 2,60-3,36 (sedikit kenyal dan normal). Penilaian organoleptik mi sagu MOCAL secara deskriptif memberikan pengaruh tidak nyata terhadap mi sagu MOCAL. 4.4.5. Penilaian Keseluraiian Mi Sagu MOCAL Hasil penilaian organoleptik terhadap penilaian keseluruhan mi sagu MOCAL secara hedonik berpengaruh tidak nyata terhadap penilaian keseluruhan mi sagu MOCAL (Lampiran 7e). penilaian keseluruhan mi sagu MOCAL setelah dilakukan analisis secara statistik non parametrik dan dilanjutkan dengan uji Friedman pada taraf 5% jika berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. penilaian organoleptik terhadap penilaian keseluruhan mi sagu MOCAL 2,56" 3,20" SM2 2,68" SM3 2,96" SM4 2,88" Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji lanjut Friedman pada taraf 5%. Data pengujian nilai organoleptik dilakukan pada penilaian keseluruhan mi sagu MOCAL secara hedonik (Lampiran 9a) menunjukkan bahwa rata-rata 2,56-3,20 (suka hingga netral). 25

Penilaian panelis terhadap penilaian keseluruhan mi sagu MOCAL memperlihatkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap penilaian keseluruhan mi sagu MOCAL. Hal ini disebabkan karena formulasi tepung MOCAL yang disubstitusi pada pembuatan mi sagu MOCAL jumlahnya masih sedikit (maksimal 40%) sehingga berpengaruh tidak nyata terhadap penerimaan keseluruhan mi sagu MOCAL yang dihasilkan. 26