TINJAUAN PUSTAKA. mudah diperoleh di pasaran (Yulisma dkk., 2012). Klasifikasi Ikan Kembung menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

TINJAUAN PUSTAKA. adalah sekitar 220 mil laut dan berakhir pada ujung sebelah selatan yang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

MANAJEMEN KUALITAS AIR

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

Gambar 1. Diagram TS

II. TINJAUAN PUSTAKA

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

3. METODE PENELITIAN

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan peperek (Leiognathus spp.) Sumber : dkp.co.id

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

Transkripsi:

6 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelligers spp.) Ikan kembung merupakan ikan yang hidup di tepian pantai dan pada musim tertentu hidup bergerombol di permukaan laut, sehingga penangkapannya secara besar-besaran mudah dilakukan. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena kandungan gizi yang cukup tinggi, harganya relatif murah dan mudah diperoleh di pasaran (Yulisma dkk., 2012). Klasifikasi Ikan Kembung menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut dapat dilihat pada Gambar 2. Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Pisces : Percomorpy : Scombridae : Rastrelliger : Rastrelliger spp. Gambar 2. Ikan Kembung (Rastrelliger spp.)

7 Tubuh Ikan Kembung berbentuk cerutu dan ditutupi oles sisik. Mata mempunyai selaput yang berlemak, gigi yang kecil pada tulang rahang, tulang insang panjang. Tubuhnya mempunyai dua buah sirip punggung dimana siri punggung pertama terdiri atas jari jari lemah dan sama dengan sirip dubur, tidak mempunyai jari jari keras. Terdapat lima sampai enam sirip tambahan (finlet) dibelakang sirip dubur dan sirip punggung kedua. Sirip ekor bentuknya bercagak dalam, sirip dada dengan dasar agak melebar dan sirip perut terdiri atas satu jari jari keras dan jari jari lemah (Rianto, 2000). Ikan Kembung lelaki memiliki ciri-ciri terdapat dua sirip punggung secara terpisah yang masing-masing terdiri atas 8 hingga 9 jari-jari lemah. Sirip dada terdiri atas 16 hingga 19 jari-jari sirip lemah, sirip perut terdiri atas 7 hingga 8 jari-jari lemah, sirip ekor terdiri atas 50 hingga 52 jari-jari lemah bercabang dan sisik pada garis rusuk (linea lateralis) terdiri atas 127 hingga 130 buah sisik. Selain itu, ikan ini memiliki panjang total 3,4 sampai 3,8 kali tinggi badan dan panjang kepala lebih dari tinggi kepala (Fandri, 2012). Kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) mempunyai bentuk tubuh agak lebar. Panjang sama atau sedikit lebih pendek dari badan. Panjang baku 3,7 4,3 kali tinggi badan. Warna tubuh keperakan dan pada bagian punggung hijau kebiruan. Ikan kembung perempuan yang sering tertangkap berukuran 16 cm (Aminah, 2009). Tingkah Laku dan Sebaran Ikan Kembung Ikan kembung lelaki cenderung berenang mendekati permukaan air pada waktu malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan

8 vertikal ini dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan suhu, faktor hidrografis dan salinitas air laut. Ikan kembung lelaki biasanya dijual dalam bentuk segar atau diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin seperti peda yang lebih tahan lama. Ikan kembung lelaki yang masih kecil juga sering digunakan sebagai umpan hidup untuk memancing ikan cakalang (Perdanamihardja, 2011). Daerah penyebaran Ikan Kembung perempuan meliputi: Laut Andaman, Indonesia, Thailand, Philipina dan bagian Utara Kepulauan Fiji. Hidup membentuk kelompok yang besar pada perairan pantai, pada kedalaman antara 10 dan 50 meter. Makanan utama berupa fitoplankton (Aminah, 2009). Ikan Kembung lelaki yang tergolong kedalam kelompok mackerel memiliki penyebaran secara vertikal dan horizontal. Penentuan batas penyebaran secara vertikal penting sekali diketahui agar kedalaman alat tangkap ikan dapat disesuaikan dengan kedalaman renang ikan. Penyebaran ikan kembung lelaki secara horizontal perlu diketahui juga untuk penentuan daerah penangkapan ikan (Fandri, 2012). Daerah penyebaran ikan Kembung di Indonesia hampir meliputi seluruh perairan yang ada. Konsentrasi terbesar ikan Kembung lelaki terdapat di Perairan Natuna, perairan Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Selat Malaka, Sulawesi Selatan, Laut Arafura dan Pantai Barat Sumatera. Konsentrasi terbesar ikan Kembung perempuan terdapat di perairan Kalimantan, Barat Sumatera, Laut Jawa, Selat Malaka dan Muna Buton (Aminah, 2009). Peta penyebaran ikan Kembung (Rastrelliger spp.) dapat dilihat pada Gambar 3.

9 Gambar 3. Peta Distribusi Ikan Kembung di Indonesia (GBIF OBIS, 2010) Pertumbuhan Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas, sehingga pertumbuhan ini banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti ukuran makanan, jumlah ikan, jenis makanan, dan kondisi ikan. Menurut Effendie (1997) dalam Harahap (2006) bahwa pertumbuhan merupakan parameter utama untuk ikan-ikan bernilai ekonomis, karena pertumbuhan menentukan hasil produksi. Pertumbuhan didefenisikan sebagai perubahan panjang atau berat yang terjadi pada suatu individu atau populasi yang merupakan tanggapan atau respon terhadap perubahan makanan yang tersedia dalam waktu tertentu. Dalam sudut pandang perikanan pertumbuhan sebagaimana rekrutmen mempengaruhi bobot tangkapan berkelanjutan yang dapat diambil dari suatu stok ikan. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy merupakan persamaan yang umum digunakan dalam studi pertumbuhan suatu populasi. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan populasi ikan yang memuaskan. Hal ini dikarenakan persamaan pertumbuhan von Bertalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui

10 beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan. Metode Ford Walford merupakan metode sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama. Metode ini memerlukan masukan panjang ratarata ikan dari beberapa kelompok ukuran. Kelompok ukuran dipisahkan dengan menggunakan metode Battacharya. Parameter-parameter yang digunakan dalam menduga pertumbuhan populasi yaitu panjang infinitif (L ) yang merupakan panjang maksimum secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K), dan 0, yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Hazrina, 2010). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya adalah keturuanan, seks, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan. Di daerah tropik makanan merupakan faktor yang lebih penting dari pada suhu perairan. Ikan dengan makanan berlebih akan tumbuh lebih pesat (Effendie, 2002). Pola pertumbuhan terdiri atas dua macam, yaitu pola pertumbuhan isometrik dan allometris. Pertumbuhan isometris adalah perubahan terus menerus secara proporsional antara panjang dan berat dalam tubuh ikan. Pertumbuhan allometrik adalah perubahan yang tidak seimbang antara panjang dan berat dan dapat bersifat sementara (Sutrisna, 2011). Pertumbuhan dapat digambarkan sebagai perubahan ukuran ikan tiap waktu dan dapat dihitung dari data ukuran dan data umur dan penambahan ukuran terhadap waktu. Pemanfaatan umur ikan merupakan metode yang dipercaya untuk

11 menghitung dan menggambarkan pertumbuhan ikan. Model pertumbuhan yang umum digunakan dalam kajian stok ikan adalah model pertumbuhan Von Bertalanffy dimana panjang badan sebagai fungsi dari umur (Prasetya, 2010). Secara teoritis laju pertumbuhan setiap organisme sangat dipengaruhi oleh umur dan kondisi lingkungannya, termasuk di dalamnya adalah faktor makanan. Jika kebutuhan makanan tidak terpenuhi maka laju tumbuh organisme tersebut akan terhambat. Pertumbuhan setiap organisme (termasuk ikan) pada cmumnya akan mulai lambat dengan bertambahnya umur. Analisis pertumbuhan ikan laut dan organisme sejenisnya dapat dilakukan berdasarkan ukuran panjang atau berat (Syam, 2006). Hubungan Panjang Berat Hubungan panjang bobot dapat menyediakan informasi yang penting untuk salah satu spesies ikan dari suatu daerah. Meskipun informasi tentang hubungan panjang bobot untuk salah satu spesies ikan dapat menggunakan ikan dari daerah lain dalam pengkajian, akan tetapi hubungan panjang bobot ikan yang terbaik adalah informasi lokal dari suatu daerah (Gonzales dkk.,2000). Analisis hubungan panjang-berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjangn dan berat. Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan panjang berat ini adalah untuk menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya. Selain itu juga dapat diketahui pola pertumbuhan, kemontokan, dan pengaruh perubahan lingkungan terhadap pertumbuhan ikan (Rifqie, 2007).

12 Nilai b pada persamaan hubungan panjang berat menunjukkan tipe pertumbuhan ikan. Jika nila b = 3 maka pertumbuhan tergolong isometrik, yaitu perubahanperubahan dalam pertumbuhan ikan yang terjadi terus menerus dan secara proporsional dalam tubuhnya. Dan jika nilai b 3 maka pertumbuhan disebut allometrik yaitu perubahan sebagian kecil beberapa bagian tubuh ikan dan hanya bersifat sementara, misalnya perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad (Prihartini, 2006). Panjang Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc) Panjang pertama kali tertangkap (Lc) ialah panjang ikan yang ke 50% dari ikan tertangkap di suatu perairan. Untuk ukuran pertama kali ikan tertangkap dihitung menggunakan data frekuensi dan selang kelas panjang ikan. Panjang pertama kali ikan tertangkap juga di pengaruhi adanya faktor-faktor seperti suhu, makanan, hormon, jenis kelamin dan kondisi perairan (Permatachani, dkk., 2016). Keberlanjutan perikanan tangkap sebaiknya didukung oleh peraturan yang menetapkan ukuran ikan yang layak tangkap, yaitu ikan yang memiliki panjang yang lebih besar dari panjang pertama kali ikan matang gonad. Banyaknya ukuran ikan yang tidak layak ditangkap menggambarkan bahwa nelayan belum mengetahui bulanbulan penangkapan yang tidah berpengaruh terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan dan usaha perikanan. Ikan yang tertangkap sebelum matang gonad, diduga ikan tersebut belum sempat memijah, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap rekruitmen di perairan tersebut (Suwarni, 2009).

13 Faktor Kondisi Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan mendadak dari kondisi ikan itu, situasi demikian memungkinkan untuk dapat diketahui apabila kondisinya kurang baik diduga populasinya terlalu padat, dan sebaliknya apabila kondisinya baik dan sumber makanan cukup melimpah maka ada kecenderungan ikan-ikan yang mendiami habitat tersebut gemuk/montok. Sehingga untuk keperluan analisis tersebut dilakukan uji faktor kondisi. Nilai faktor kondisi ini tentu sangat tergantung dari nilai b yang sebelumnya dilakukan dulu pengujiannya dari nilai regresi antara panjang dan berat (Riswanto, 2012). Informasi faktor kondisi ikan penting diketahui dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan ini. Hal ini mengingat intensitas aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat dan ancaman gangguan terhadap kondisi perairan baik yang disebabkan oleh alam misalnya pemanasan global maupun aktifitas manusia misalnya penangkapan ikan secara berlebihan dan tidak ramah lingkungan (Mulfizar dkk., 2012). Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan berat tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tadi (Effendie, 2002). Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ada dua pendekatan umum untuk menduga mortalitas. Salah satu diantaranya adalah mempertimbangkan fraksi populasi yang dipanen sebagai

14 pengukuran jumlah eksploitasi, dan cara lainnya adalah mempertimbangkan beberapa usaha alat penangkapan tertentu yang proposional dengan kekuatan fishing mortality. Laju eksploitasi atau pendugaan kematian karena fishing diberi batasan sebagai kemungkinan ikan akan mati karena penangkapan perikanan selama periode tertentu bila semua faktor penyebab kematian terhadap populasi (Effendie, 2002). Secara umum, ikan akan mengalami kematian (mortalitas) yang dapat disebabkan oleh kematian alami dan kematian akibat penangkapan. Mortalitas alami biasanya diberi simbol M dan mortalitas akibat penangkapan diberi simbol E sedangkan laju mortalitas total diberi simbol Z (Sparre dan Venema, 1998 diacu Prasetya, 2010). Mortalitas alami dapat terjadi akibat pemangsaan, penyakit, parasite, umur dan faktor lingkungan sepanjang hidup ikan. Beverton dan Holt (1956) dalam Sudrajat (2006) menjelaskan bahwa tingkat eksploitasi (E) diperoleh dari rumus E = F/(F+M) dengan F (mortalitas pengakapan) dan M (mortalitas alami). Dengan asumsi bahwa nilai optimum F dari stok ikan yang dieksploitasi (F opt) adalah sebanding dengan mortalitas alaminya (M), maka eksploitasi optimum yang diharapkan adalah sama dengan 0,5. Selanjutnya Mbawuike dkk., (2011) menjelaskan bahwa kematian ikan dapat terjadi karena beberapa faktor termasuk strses, suhu, kekurangan makanan dan oksigen, teknik penangkapan yang salah berlebihan. Kondisi Parameter Perairan Secara teoritis laju pertumbuhan setiap organisme sangat dipengaruhi oleh umur dan kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan dan kesuburan perairan dapat

15 mempengaruhi pola rekrutmen ikan (Sudrajat, 2006) Data pendukung yang berkaitan dengan pertumbuhan dan laju eksploitasi ikan kembung adalah aspek lingkungan perairan (Suhu, ph, Salinitas, DO dan Kecerahan). Suhu Suhu permukaan laut di Selat Malaka adalah secara alaminya sejuk pada bulan Januari dan Februari (28 C) dan paling panas pada bulan April Juli (31 C) (Yacob dkk., 2007), Suhu permukaan laut (SPL) perairan Selat Malaka pada pengamatan musim Timur tahun 2009, SPL berkisar 24 C - 35 C dengan suhu dominan relatif stabil pada bulan Juni dan Juli, mengalami penurunan pada bulan Agustus sepanjang musim. Tahun kedua pengamatan musim Timur 2010, kisaran suhu permukaan laut perairan Selat Malaka 25 C - 35 C suhu cenderung relatif stabil di sepanjang musim Timur 2011 pengamatan tahun ketiga, perairan Selat Malaka mempunyai kisaran SPL 26 C - 35 C dan ditahun keempat 24 C 34 C. dengan demikian dapat dilihat bahwa sepanjang musim Timur disetiap tahunnya variabilitas suhu permukaan laut perairan Selat Malaka tidak mengalami fluktuasi yang mencolok dan cenderung stabil (Azani dkk., 2014) Sebaran suhu secara vertikal di Perairan Indonesia pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu, lapisan hangat di bagian teratas, lapisan termoklin di bagian tengah dan lapisan dingin. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena kerja angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman 50 70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28 C) yang homogen (Rizkawati, 2009).

16 Pengaruh suhu terhadap tingkah laku ikan akan terlihat jelas pada waktu ikan melakukan pemijahan. Setiap ikan mempunyai kisaran suhu tertentu untuk melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman yang tertentu pula. Aktifitas metabolisme serta penyebaran ikan dipengaruhi oleh suhu perairan dan ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03 C sekalipun. Suhu merupakan faktor penting untuk menentukan dan menilai suatu daerah penangkapan ikan. Berdasarkan variasi suhu, tinggi rendahnya variasi suhu merupakan faktor penting dalam penentuan migrasi suatu jenis ikan (Limbong, 2008). Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) dalam suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang penting dalam memantau kestabilan perairan. Perubahan nilai ph suatu perairan terhadap organisme aquatik mempunyai batasan tertentu dengan nilai ph yang bervariasi (Simanjuntak, 2012). Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan ph. Perubahan ph sedikit saja dari ph alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO 2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. ph air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari 6,0 8,5 (Riyadi dkk., 2005). Menurut Ikuta dkk., (2000) pada kondisi asam (ph 4) merupakan kondisi letal bagi ikan. Pada kondisi tersebut menyebabkan ikan melakukan proses pengaturan kesetimbangan asam dalam tubuhnya agar tubuh tetap pada kondisi

17 ph yang normal. Keseimbangan yang dilakukan oleh ikan adalah dengan mengambil ion bikarbonat (HCO 3 ) dari perairan oleh sel klorida yang ada pada sel insang sehingga ion hidrogen ternetralisir. Akibatnya pada proses tersebut maka tubuh ikan menjadi kehilangan ion sodium (Na + ) dan clorida (Cl - ) dan tekanan osmotik dari plasma tubuh juga menurun sehingga bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan kematian pada ikan. Salinitas Salinitas adalah konsentrasi ion yang terdapat di perairan, dengan satuan g/kg atau promil ( ). Perubahan salinitas pada perairan bebas relative kecil bila dibandingkan dengan yang terjadi di daerah pantai. Perairan pantai banyak dimasuki air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu banyak turun hujan. Salinitas erat hubungannnya dengan adanya penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan keadaan salinitas di sekeliling. Selain erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik, maka salinitas juga menentukan daya apung dari telur-telur yang pelagis sifatnya. Selain itu perubahan massa air dan keadaan stabilitasnya (Baskoro dkk., 2011). Parameter perairan yang erat kaitannya dengan salinitas yaitu oksigen. Masuknya air tawar dan air laut secara teratur kedalam estuaria bersama dengan pendangkalan, pengadukan, dan pencampuran air dingin biasanya akan mencukupi persediaan oksigen di dalam estuaria. Karena kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen dalam air akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter tersebut (Simanjuntak, 2012).

18 Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Berdasarkan kisaran tersebut maka perairan tersebut merupakan perairan yang mempunyai daya dukung terhadap aktivitas budidaya, dimana salinitas merupakan variabel lingkungan yang mempengaruhi tingkat kenyamanan biota yang akan dibudidayakan selain dipergunakan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya (Riyadi dkk., 2005). DO (Dissolved oxygen) Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan dari proses fotosintetis fitoplankton. Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di laut dan indikator kesuburan perairan. Kadar oksigen terlarut semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan. Hal ini disebabkan oksigen yang ada, dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik (Simanjuntak, 2012). Kecerahan Secchi disc adalah piring bulat yang rata dengan diameter 20-30 cm yang semuanya putih atau dua kuadran dicat hitam dan dua kuadran lagi putih. Dimasukkan ke dalam air dalam posisi horizontal sehingga tidak kelihatan.

19 Kedalaman bila hal ini terjadi disebut kedalaman Secchi dan tergantung pada kekeruhan air. Secchi disc murah dan mudah dibuat dan telah lama digunakan oleh oseanografer sebagai alat pengukur kecerahan yang cepat (Supangat dan Susana, 2014). Sinar matahari mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan beraneka gejala, termasuk penglihatan, fotositesa dan pemanasan. Tingkat kecerahan dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan intensitas sinar matahari yang masuk ke perairan. Sinar matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan jasad hidup di perairan. Sinar matahari diperlukan oleh tumbuhan air untuk proses asimilasi. Menurut Keputusan Men.LH. No. 51 tahun 2004 tentang pedoman baku mutu air laut untuk biota, kecerahan yang diinginkan adalah lebih besar dari 5 m. Tingkat kecerahan tergantung kepada musim dan tingkat sedimentasi yang berasal dari sungai yang masuk ke perairan laut (Riyadi dkk., 2005).