BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

DAMPAK KEGIATAN PERAMBAHAN HUTAN PINUS REBOISASI TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA DAN BIOLOGI TANAH DI KAWASAN LINDUNG DANAU TOBA, SUMATERA UTARA

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

PERUBAHAN SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH PASCA KEGIATAN PERAMBAHAN DI AREAL HUTAN PINUS REBOISASI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah gambut adalah material organik yang terbentuk dari bahan-bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat)

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007).

DASAR-DASAR ILMU TANAH

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dan kelangsungan hidup mahluk hidup. Karakteristik unsur-unsur dalam

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

I. PENDAHULUAN. Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

DASAR-DASAR ILMU TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

TINJAUAN PUSTAKA. mengklasifikasikan tanah menurut sistem standar klasifikasi, batas-batas tanah pada

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN

Lestari Alamku, Produktif Lahanku

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan habitat kompleks untuk organisme. Di dalam tanah hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat umum Ultisol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa. Sampel tanah diambil di hutan pinus dan lahan terbuka bekas tebangan 5 bulan, masing-masing pada kedalaman 0 20 cm dari permukaan tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada bentang lahan dan waktu yang sama oleh Tim Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 2010. Hasil analisis sifat kimia tanah di hutan pinus disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis sifat kimia tanah di hutan pinus No. Sifat Kimia Hutan Pinus Plot 1 Plot 2 Plot 3 Rata-rata 1 ph 5,00 5,20 5,40 5,20 2 C-Org (%) 48,15 32,54 25,66 35,45 3 N Total (%) 0,47 0,42 0,43 0,44 4 P Bray (ppm) 23,80 17,80 27,40 23,00 5 Ca (me/100g) 3,06 3,63 5,81 4,17 6 Mg (me/100g) 6,73 6,92 3,46 5,70 7 K (me/100g) 0,36 0,49 0,10 0,32 8 Na (me/100g) 0,41 0,30 0,15 0,29 9 KTK (me/100g) 34,76 39,90 54,20 42,95 10 KB (%) 30,40 39,90 54,20 41,50 Hasil analisis sifat kimia tanah di atas, data tersebut memperlihatkan parameter sifat kimia tanah di hutan pinus Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara memiliki nilai yang bervariasi dari tiga plot pengamatan. Tabel 1 menunjukkan bahwa tanah di hutan pinus tergolong masam dengan ph rata-rata dari tiga plot pengamatan sebesar 5,20. Persentase nilai C-Org sebesar 35,45% dan N total sebesar 0,44%. Hutan pinus memiliki kandungan P sebesar 23,00 ppm dan jumlah kation basa di antaranya Ca 4,17 me/100g, Mg 5,70 me/100g, K 0,32 me/100g dan Na 0,32 me/100g. KTK dan kejenuhan basa memiliki kesamaan nilai antara plot 2 dan plot 3 masing-masing sebesar 39,90% dan 54,20%.

14 Tabel 2 Hasil analisis sifat kimia tanah di lahan terbuka No. Sifat Kimia Lahan Terbuka Plot 1 Plot 2 Plot 3 Rata-Rata 1 ph 4,80 4,50 3,90 4,40 2 C-Org (%) 18,62 20,84 3,19 14,22 3 N Total (%) 0,28 0,36 0,23 0,29 4 P Bray (ppm) 23,50 8,60 14,30 15,47 5 Ca (me/100g) 2,44 1,16 3,24 2,28 6 Mg (me/100g) 4,67 3,55 1,28 3,17 7 K (me/100g) 0,44 0,36 0,03 0,28 8 Na (me/100g) 0,37 0,29 0,12 0,26 9 KTK (me/100g) 28,60 34,70 44,90 36,07 10 KB (%) 28,60 34,70 44,90 36,07 Tabel 2 menginformasikan semua parameter kimia tanah di lahan terbuka lebih rendah dibandingkan di hutan pinus. Nilai ph rata-rata di lahan terbuka sebesar 4,40. Keterbukaan lahan menyebabkan hilangnya sejumlah bahan organik tanah, pada plot 3 menunjukkan nilai kandungan C-Org sebesar 3,19% lebih rendah dibandingkan dengan nilai C-Org di plot lain, sedangkan nilai C-Org ratarata sebesar 14,22%. Nilai K di plot 3 juga memiliki nilai yang lebih rendah sebesar 0,03 me/100g. Terdapat kesamaan nilai KTK dan KB pada setiap plot. Secara deskriptif dapat dijelaskan bahwa hilangnya penutupan lahan menyebabkan degradasi tanah meningkat di lahan terbuka. Perbandingan nilai sifat kimia tanah yang bervariasi pada setiap plot di lahan terbuka menunjukkan keterbukaan lahan sangat berpengaruh terhadap nilai tersebut. Uraian di atas memberikan informasi bahwa secara deskriptif nilai rata-rata parameter sifat kimia tanah di lahan terbuka memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan di hutan pinus. Kegiatan perambahan hutan yang berlangsung sejak tahun 2010 pada umur tebangan 5 bulan menyebabkan sebagian besar suplai bahan organik berpindah dan hilang. Keterbukaan lahan akibat perambahan hutan juga menyebabkan kation basa atau unsur hara essensial seperti Ca dan Mg hilang tercuci oleh air hujan dan erosi tanah.

15 Tabel 3 Rekapitulasi perbandingan nilai rata-rata sifat kimia tanah di hutan pinus dan lahan terbuka No. Sifat Kimia Selisih Persentase Hutan Pinus Lahan Perbandingan perbandingan (X) Terbuka (Y) (Y-X) (%) 1 ph 5,20 4,40-0,80 15,38 2 C-Org (%) 35,45 14,22-21,23 59,90 3 N Total (%) 0,44 0,29-0,15 34,09 4 P Bray (ppm) 23,00 15,47-7,53 32,75 5 Ca (me/100g) 4,17 2,28-1,89 45,28 6 Mg (me/100g) 5,70 3,17-2,53 44,39 7 K (me/100g) 0,32 0,28-0,04 12,63 8 Na (me/100g) 0,29 0,26-0,03 9,30 9 KTK (me/100g) 42,95 36,07-6,88 16,02 10 KB (%) 41,50 36,07-5,43 13,09 Keterangan: (-) lebih rendah Hasil selisih antara setiap nilai parameter sifat kimia menunjukkan nilai perbandingan yang bervariasi seperti yang disajikan pada Tabel 3. Besarnya nilai perbandingan setiap parameter sifat kimia tanah membuktikan bahwa kegiatan perambahan hutan yang berlangsung sejak tahun 2010 pada umur tebangan 5 bulan memberikan dampak persentase perbandingan paling tinggi adalah kandungan C-organik sebesar 59,90%, kemudian Ca 45,28% dan Mg 44,39% dari jumlah rata-rata nilai kimia tanah di hutan pinus. Persentase perbandingan terendah adalah jumlah Na sebesar 9,30%, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Gambar 2 Persentase selisih perbandingan sifat kimia tanah di lahan terbuka

16 5.1.2 Sifat Biologi Tanah Parameter sifat biologi yang dianalisis di antaranya sebagai berikut: total mikroorganisme tanah, jumlah fungi tanah, jumlah bakteri pelarut P dan total respirasi tanah. Hasil analisis sifat biologi tanah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis sifat biologi tanah di hutan pinus No. Sifat Biologi tanah Hutan Pinus Plot 1 Plot 2 Plot 3 Rata-rata 1 Total Mikroorganisme tanah (x 10 6 spk/g) 25,00 23,50 17,50 22,00 2 Jumlah Fungi Tanah (x 10 4 spk/g) 9,50 4,00 3,50 5,67 3 Jumlah Bakteri Pelarut P (x 10 3 spk/g) 7,00 33,00 1,00 13,67 4 Total Respirasi Tanah (mgc-co 2 /kg tanah/hari) 12,90 16,80 10,20 13,30 Data hasil analisis sifat biologi tanah seperti yang ditampilkan pada Tabel 8, memberikan informasi bahwa dari empat parameter sifat biologi tanah tersebut nilai total mikroorganisme tanah rata-rata sangat dominan sebesar 22,00 x 10 6 spk/g, kemudian jumlah bakteri pelarut P sangat besar di plot 2 sebesar 33,00 x 10 3 spk/g dibandingkan dengan plot 3 hanya 1,00 x 10 3 spk/g. Kondisi hutan yang masih baik menunjukkan aktivitas mikroorganisme di dalamnya cukup tinggi. Keterbukaan lahan menyebabkan hilangnya sumber energi dan kondisi ekologi pada ekosistem tanah terganggu. Secara langsung berdampak pada jumlah dan aktivitas organisme tanah (Tabel 5). Tabel 5 Hasil analisis sifat biologi tanah di lahan terbuka No. Sifat Biologi tanah Lahan Terbuka Plot 1 Plot 2 Plot 3 Rata-Rata 1 Total Mikroorganisme tanah (x 10 6 spk/g) 10,00 9,50 2,50 7,33 2 Jumlah Fungi Tanah (x 10 4 spk/g) 0,00 0,00 1,00 0,33 3 Jumlah Bakteri Pelarut P (x 10 3 spk/g) 6,00 2,00 1,00 3,00 4 Total Respirasi Tanah (mgc-co 2 /kg tanah/hari) 11,70 12,90 7,50 10,70 Lahan terbuka memiliki nilai selisih yang lebih rendah dibandingkan dengan hutan pinus. Bahkan pada plot 1 dan 2 tidak ditemukan fungi tanah. Pada plot 3

17 memiliki kandungan biologi tanah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan plot pengamatan lainnya. Aktivitas mikroorganisme memburuk ditandai dengan rendahnya nilai total respirasi tanah dibandingkan dengan di hutan pinus. Tabel 5 menunjukkan parameter yang sangat signifikan perbandingannya adalah jumlah fungi tanah. Perbandingan nilai biologi tanah antara hutan pinus dengan lahan terbuka secara deskriptif dapat menggambarkan status biologi tanah pada hutan reboisasi pinus yang terdegradasi tersebut. Kondisi yang telah disajikan di atas menjelaskan semua parameter-parameter biologi tanah mengalami perbandingan yang lebih rendah pada lahan terbuka. Untuk melihat perbandingan selisih pada masingmasing parameter biologi tanah tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil rekapitulasi perbandingan nilai rata-rata sifat biologi tanah di hutan pinus dan lahan terbuka No. sifat biologi tanah Selisih Persentase Hutan Lahan perbandingan perbandingan Pinus (X) Terbuka (Y) (Y-X) (%) 1 Total Mikroorganisme tanah (x 10 6 spk/g) 22,00 7,33-14,67 66,68 2 Jumlah Fungi Tanah (x 10 4 spk/g) 5,67 0,33-5,34 94,18 3 Jumlah Bakteri Pelarut P (x 10 3 spk/g) 13,67 3,00-10,67 78,05 4 Total Respirasi Tanah (mgc-co 2 /kg tanah/hari) 13,30 10,70-2,60 19,55 Keterangan: (-) lebih rendah Jika melihat dari hasil rekapitulasi data di atas, dapat disebutkan bahwa keempat parameter memiliki selisih yang sangat tinggi >50% pada kedua lokasi kecuali total respirasi tanah sebesar 19,55%. Kegiatan perambahan hutan pada umur tebangan 5 bulan mengakibatkan 94,18% jumlah fungi tanah hilang dari tanah. Sedangkan total mikroorganisme tanah sebesar 66,68% dan bakteri pelarut P sebesar 78,05%. Persentase perbandingan parameter biologi tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 3.

18 Gambar 3 Persentase selisih nilai biologi tanah di lahan terbuka Gambar 3 menginformasikan persentase selisih jumlah fungi tanah di lahan terbuka sangat tinggi dibandingkan dengan parameter lainnya. Sebagian besar aktivitas mikroba tanah sangat dipengaruhi oleh sifat kimiawi tanah. Keterbukaan lahan juga berakibat menurunnya kondisi ekologi pada ekosistem tanah sehingga keseimbangan yang mendukung kehidupan perkembangbiakan biota tanah terganggu. 5.2 Pembahasan Kegiatan perambahan hutan di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara yang sedang berlangsung hingga saat ini, menyebabkan sebagian kawasan hutan reboisasi pinus mengalami keterbukaan lahan kembali. Hal tersebut dapat mengancam hilangnya fungsi lindung hutan, apalagi kawasan ini berada di sekitar Danau Toba. Saat ini kondisi lahan terbuka pada umur tebangan 5 bulan tidak menyisakan vegetasi yang dominan hanya berupa ilalang dan bekas areal pemanenan hutan. Keterbukaan lahan mengakibatkan meningkatnya laju aliran permukaan, erosi tanah dan sedimentasi serta menurunnya tingkat kesuburan dan stabilitas lahan (Setiadi 2010). Dampak yang paling signifikan yaitu terjadi degradasi tanah ditandai dengan memburuknya kualitas sifat tanah (fisik, kimia dan biologi)

19 sehingga tidak mampu menghasilkan produk. Kondisi iklim Indonesia dengan curah hujan dan suhu yang tinggi khususnya Indonesia bagian barat, menyebabkan tanah-tanah sangat rentan terdegradasi menjadi lahan kritis. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara menyebutkan angka curah hujan tahunan di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 3.322 mm di tahun 2010 bersumber dari stasiun klimatologi Sampali Medan. Degradasi yang paling penting di iklim tropis basah adalah erosi tanah, degradasi sifat kimia tanah berupa penurunan kandungan bahan organik tanah dan pencucian unsur hara (Firmansyah 2003). Tingkat kecepatan bahaya erosi dan pencucian hara juga dipengaruhi oleh kondisi topografi di lokasi tersebut. Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki kontur yang relatif miring. 5.2.1 Perbandingan sifat kimia tanah Setelah menganalisis data parameter sifat kimia tanah pada hasil penelitian di atas dijelaskan bahwa pada keseluruhan parameter kimia tanah mengalami selisih penurunan nilai rata-rata kimia tanah di lahan terbuka terhadap hutan pinus. Dampak terjadinya degradasi kimia tanah akibat keterbukaan lahan adalah penurunan kandungan bahan organik tanah dan pencucian unsur hara. Reaksi tanah di lahan terbuka menjadi lebih masam ditandai dengan ph 4,40. Perbandingan yang lebih rendah ini disebabkan oleh keterbukaan lahan yang menyebabkan terjadinya pencucian kation basa saat hujan. Foth (1994) menjelaskan akibat meningkatnya perpindahan air melalui tanah maka kation basa seperti Ca 2+, Mg 2+, K + dan Na + akan hilang dari tanah kemudian H + mulai menjenuhi kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa pun menurun. Selama pencucian terus menerus ph tanah akan menurun berdasarkan reduksi dari ph bahan organik. Pada kondisi masam, alumunium akan tertarik ke luar struktur liat dan menduduki muatan-muatan negatif yang kosong. Aluminium dapat ditukar (Al dd ) ini diadsorpsi sangat kuat oleh koloid dan ketika terjadi hidrolisis Al, hal ini menjadi sumber utama ion-ion H +. Faktor-faktor lain yang kadangkala mempengaruhi ph tanah terutama di daerah industri gas, antara lain adalah sulfur jika bereaksi dengan air akan menghasilkan asam sulfur dan asam nitrit yang secara alamiah merupakan komponen dari air hujan (Hanafiah 2005).

20 Dampak terjadinya degradasi kimia tanah akibat keterbukaan lahan adalah penurunan kandungan bahan organik tanah dan pencucian unsur hara. Kandungan C-Organik merupakan penyusun utama bahan organik tanah. Fakta yang menarik bahwa jumlah bahan organik total sama pada setiap ekosistem tetapi sebagian besar bahan-bahan organik didalam hutan terdapat di dalam hutan terdapat pada pohon-pohon yang tegak yaitu jaringan organik tanaman baik berupa daun, batang/cabang, ranting, buah maupun akar, sementara itu lebih dari 90% bahan organik terdapat di dalam tanah (Foth 1994). Hal tersebut membuktikan bahwa tingginya kandungan C-Organik dihutan pinus sebesar 35,45% berasal dari vegetasi pinus dan biologi tanah didalamnya. Perambahan hutan menjadi faktor penyebab tingginya selisih perbandingan sebesar 21,23% jumlah kandungan C- Organik menjadi 14,22% atau 59,90% lebih rendah dibandingkan hutan pinus. Foth (1994) menyebutkan jika terjadi penebangan hutan maka bersamaan dengan itu terjadi pemindahan setengah dari bahan organik tanah. Menurunnya jumlah bahan organik tanah disebabkan oleh hilangnya penutupan lahan sehingga pemasok utama bahan organik tanah pun hilang. Keberadaan bahan organik tanah ini sangat penting dalam penentuan kesuburan suatu tanah. Pada bahan organik tersimpan unsur-unsur hara seperti N total, hara essensial, mineral tanah dan sebagainya. Secara biologis merupakan sumber energi dan karbon bagi organisme hidup dan mikrobia heterotrofik. Berkurangnya jumlah kandungan N Total seiring dengan berkurangnya bahan organik tanah. Hardjowigeno (2003) menjelaskan nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah dan pengikatan mikroorganisme N di udara. Rendahnya nilai kandungan N total sangat dipengaruhi oleh ph masam dan jenis bahan organik. Nilai ph yang semakin masam di lahan terbuka menyebabkan proses dekomposisi bahan organik sangat lambat juga bahan organik yang berasal dari pinus sulit dihancurkan sehingga fiksasi N dalam tanah terhambat. Nitrogen dalam tanah dikenal dengan istilah humus dan dapat berbentuk protein, senyawa amino, ammonium (NH + 4 ) dan nitrat (NO - 3 ). Hilangnya N dari tanah juga disebabkan penggunaan untuk metabolisme tanaman dan mikrobia selain itu juga N dalam bentuk nitrat sangat mudah tercuci oleh air hujan (Hanafiah 2005). Angka curah hujan yang tinggi dan tanpa penutupan lahan menyebabkan aliran permukaan

21 meningkat bersama hilangnya kandungan N Total. Oleh karena itu di lahan terbuka kandungan N hanya sebesar 0.29 % atau 34,09 % lebih rendah dari hutan pinus. P-tersedia dalam tanah relatif lebih cepat menjadi tidak tersedia akibat segera terikat oleh kation tanah (terutama Al dan Fe pada kondisi masam atau dengan Ca dan Mg pada kondisi netral) selain itu yang menjadi faktor ketidak tersediaan P dalam tanah akibat menurunnya ph tanah di lahan terbuka menjadi masam atau dibawah 5,6. P optimum tersedia pada ph berkisar 6,0 7,0 (Foth 1994). Fosfor dalam tanah tidak dapat segera tersedia, hal ini tergantung pada sifat dan ciri tanah serta pengelolaan tanah, hal tersebut dikarenakan laju kelarutan fosfor sangat lambat (Soepardi 1983). Penurunan jumlah kandungan unsur P sebesar 7,53 ppm (32,75%) juga merupakan dampak dari hilangnya bahan organik tanah. Fosfor bersumber dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral tanah, di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik diduga mengandung kurang lebih 0,21% fosfor (Hakim et al. 1986). Pembahasan sebelumnya menyebutkan bahwa reaksi tanah pada kedua lokasi baik hutan pinus maupun lahan terbuka ph tanah tergolong masam. Peningkatan kemasaman tanah ini diperlihatkan dengan lebih rendahnya ph tanah di lahan terbuka berdampak pada hilangnya kation-kation basa seperti Ca 2+, Mg 2+, K + dan Na +. Kandungan kalsium (Ca) dihutan pinus 4,17 me/100g sedangkan di lahan terbuka 2,28 me/100g atau 45,28% lebih rendah. Kalsium tergolong dalam unsurunsur mineral essensial sekunder seperti magnesium dan belerang. Ca 2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Kalsium dan magnesium memiliki kesamaan yaitu bervalensi dua dan merupakan kation penyusun kalsit (CaCO 3 ) dan dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ) yang terkait dengan upaya pengapuran tanah masam (Hanafiah 2005). Menurut Foth (1994) kation dengan valensi lebih besar diabsorbsi lebih kuat atau lebih efisien daripada kation dengan valensi yang lebih rendah yaitu

22 Ca>Mg>K>Na. Ketersediaan Ca dan Mg terkait dengan kapasitas tukar kation dan persen kejenuhan kation basa. Magnesium sangat berperan dalam pembentukan klorofil dan aktivator pada beberapa sistem enzim. Berdasarkan hasil analisis parameter kimia tanah kandungan magnesium di hutan pinus relatif tinggi 5,70 me/100g dan 3,17 me/100g di lahan terbuka. Persentase penurunan Ca dan Mg tergolong tinggi berturut-turut sebesar 45,28% dan 44,39%. Kation basa lainnya yaitu kalium dan natrium, unsur K merupakan unsur hara makro kedua setelah N yang paling banyak diserap oleh tanaman. Ketersediaan K dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe koloid tanah, temperatur, kondisi basah-kering ph tanah dan tingkat pelapukan (Hanafiah 2005). Ion-Ion K dengan valensi satu tidak terikat secara kuat dibandingkan Ca dan Mg yang bervalensi dua. Pembukaan hutan dengan curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan K terlarut jika tidak dimanfaatkan oleh tanaman atau mikrobia akan mudah hilang melalui aliran air tanah atau pencucian air hujan. Pengambilan K oleh tanaman cenderung mengambil K dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi. Perbandingan kandungan K dalam tanah antara hutan pinus dan lahan terbuka relatif stabil dengan perbandingan selisih 12,63% sebesar 0,04 me/100g. Jumlah kandungan natrium memiliki persentase selisih terkecil 9,30% sebesar 0,03 me/100g dibandingkan parameter kimia lainnya. Ketersediaan unsur natrium ini relatif stabil terhadap keterbukaan lahan, menunjukkan bahwa unsur natrium termasuk sebagai hara non essensial sangat sedikit kebutuhannya untuk tanaman. Walaupun kebutuhannya kecil tetapi harus tetap tersedia dalam tanah, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Uraian di atas menjelaskan kation atau unsur-unsur hara tersebut terlarut dalam air tanah atau di jerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK) (Hardjowigeno 2003). Persentase selisih perubahan KTK tanah 16,02% atau sebesar 6,88 me/100g lebih rendah dibandingkan di hutan pinus. Besarnya nilai ph, kandungan C-Organik dan kation basa (Ca 2+, Mg 2+, K + dan Na + ) sangat erat kaitannya dengan KTK tanah. KTK

23 tanah di hutan pinus sebesar 42,95 me/100g sedangkan di lahan terbuka sebesar 36,07 me/100g. Sebagian besar tanah, bahan organik merupakan komponen dengan kapasitas tukar kation paling besar. Perubahan ph tanah juga menentukkan besarnya nilai KTK tanah. KTK merupakan sifat kimia tanah yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah yakni sebanding dalam kemampuan menjerap dan menyediakan unsur hara tanaman (Hardjowigeno 2003). Nilai KTK efektif sering disebut sebagai kejenuhan basa (% KB). Besarnya jumlah kation basa di atas, kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara essensial bagi tanaman dan sangat mudah tercuci oleh air hujan. Penyebab menurunnya nilai perbandingan kejenuhan basa pada lahan terbuka adalah disebabkan oleh faktor pencucian hara akibat air hujan dan pembukaan lahan. Tanah-tanah dengan KB rendah berarti kompleks jerapan lebih banyak diisi oleh kation asam yaitu Al 3+ dan H +. ditandai dengan ph tanah menjadi lebih masam seperti pada penelitian ini. Persentase selisih perubahan KB tanah sebesar 13,09%. Perambahan hutan menyebabkan sebagian besar suplai bahan organik berpindah dan menurun. Keterbukaan lahan akibat perambahan yang tidak terkendali menyebabkan kation basa atau unsur hara essensial seperti Ca dan Mg hilang tercuci oleh air hujan dan erosi tanah. Pada umumnya kimia tanah merupakan bagian yang relatif kecil dibandingkan dengan jumlah unsur total yang ada di dalam tanah, namun kimia tanah tersedia bagi tanaman dan penting untuk pertumbuhan tanaman. Perubahan baik meningkat atau menurunnya nilai kimia tanah sangat perlu diperhatikan. Hal yang perlu diperhatikan terutama kemampuan resiliensi tanah yaitu kemampuan sistem tanah untuk kembali pada kondisi semula. Upaya resiliensi erat kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi dan evaluasi kesesuaian dan kemampuan lahan untuk mencapai kesuburan lahan. 5.2.2 Perbandingan sifat biologi tanah Perbandingan sifat biologi tanah di hutan pinus dan lahan terbuka menghasilkan kecenderungan yang sama dengan parameter sifat kimia tanah. Interaksi saling membutuhkan dan ketergantungan menyebabkan ketersediaan

24 parameter biologi tanah seperti total mikroorganisme tanah, jumlah fungi tanah, jumlah bakteri pelarut P dan total respirasi tanah mengalami selisih yang sangat besar pada lahan terbuka. Pembukaan lahan menyebabkan hilangnya bahan organik tanah, menurunnya ph dan KTK tanah maka ketersedian hara atau makanan pun berkurang dan juga merusak susunan ekologi pada ekosistem tanah. Hasil analisis sifat biologi tanah, jumlah mikroorganisme tanah memiliki selisih 14,67 x 10 6 spk/g atau 66,68% lebih rendah dari hutan pinus. Pada lahan terbuka, total mikroorganisme tanah adalah sebesar 7,33 x 10 6 spk/g. Tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme, populasi yang tinggi ini menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi lain yang mendukung perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut. Mikrobia ini sangat berperan dalam mensuplai bahan organik tanah terutama dalam membantu dekomposisi senyawa organik tanah. Hal serupa juga dialami pada jumlah fungi dan bakteri pelarut P, perubahan kondisi keterbukaan lahan menyebabkan ketidaksesuaian ekologi bagi fungi dan bakteri. Jumlah fungi tanah berubah sangat signifikan bahkan tidak diketemukan pada beberapa lokasi atau plot penelitian di lahan terbuka. Jumlah fungi tanah di lahan terbuka hanya sebesar 0,33 x10 4 spk/g. Persentase selisih perbandingan jumlah fungi tanah tertinggi dibandingkan parameter biologi lainnya sebesar 94,18% dari jumlah rata-rata di hutan pinus. Fungi simbiotik hidup pada akar-akar tanaman di mana tanaman maupun fungi saling beruntung. Fungi penting dalam tanah terutama dalam penghancuran selulosa dan lignin di samping aktif juga dalam penghancuran bahan yang mudah hancur seperti gula, pati dan protein. Jenis fungi tanah yang penting dalam tanah yaitu salah satunya mikoriza (Hardjowigeno 2003). Sedangkan bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar perakaran yang jumlahnya berkisar 10 3 10 6 sel/g tanah. Hasil penelitian ini besarnya jumlah bakteri pelarut P di lahan terbuka berjumlah 3,00 x10 3 spk/g, lebih rendah 78,05% dari hutan pinus. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim phosphatase maupun asam-asam organik yang dapat melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang diberikan (Santosa et al. 1999 dalam Mardiana 2006).

25 Selain berubahnya ekologi tanah baik suhu, iklim dan penutupan lahan, ph tanah juga sangat mempengaruhi perkembangbiakan bakteri. Hardjowigeno (2003) menyebutkan bakteri mampu berkembang dengan baik pada ph 5,5 atau lebih, sedangkan di lahan terbuka sebesar ph 4,4. Bentuk perubahan pada parameter biologi tanah lainya adalah total respirasi tanah. Pada hutan pinus total respirasi tanah sebesar 13,30 mgc-co 2 /kg tanah/hari namun pada lahan terbuka memiliki selisih 2,60 mgc-co 2 /kg (19,55%) lebih rendah dibandingkan hutan pinus yakni sebesar 10,70 mgc-co 2 /kg. Menurut Anas (1989) respirasi tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Penetapan respirasi tanah didasarkan pada: (1) Jumlah CO 2 yang dihasilkan, (2) Jumlah O 2 yang digunakan oleh mikroba tanah. Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitan dengan aktivitas mikroba seperti kandungan bahan organik, transformasi N atau P, ph dan rata-rata jumlah mikroorganisme (Anas 1989).