BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

4.1. Uji Fisik Roti Ubi Kayu Original, Manifer, Ekstrudat, dan Tapioka

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Salah satu produk yang. makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan ringan, jajanan atau

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp.

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MAKANAN RINGAN LADU DENGAN MENGGUNAKAN INOVASI TEKNOLOGI DI DESA BANJAREJO DUSUN LAJU KECAMATAN NGANTANG

5.1 Total Bakteri Probiotik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

Lampiran 1. Tabel Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam Suatu Bahan dengan Metode Luff Schoorl ml 0,1 N Natiosulfat.

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SEREAL UNTUK PRODUK DODOL DAN BAKSO SEHAT. H. Jalil Genisa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

B. TEKSTUR PRODUK FRIED SNACK

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dengan klasifikasi sebagai berikut : Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Pati Singkong

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. bahan bakunya banyak jenis kerupuk yang dapat dihasilkan seperti kerupuk ikan,

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. meliputi hasil analisis dan pembahasan akan dijelaskan di bawah ini.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu

A. Bubur Beras Instan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi pada tepung beras ketan hitam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu waktu pregelatinisasi tepung beras ketan hitam yang optimum digunakan dalam pembuatan flake ketan hitam sehingga menghasilkan sifat fisikokimia dan sensoris yang diterima dan disukai. Sifat fisikokimia yang diteliti meliputi kadar air, daya rehidrasi, dan daya patah flake sedangkan sifat sensoris yang dikaji meliputi kesukaan kerenyahan, kesukaan daya patah, dan kesukaan rasa berpati. 5.1. Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar air flake ketan hitam menggunakan tepung beras ketan hitam pada berbagai tingkat waktu pengukusan. Analisa ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air flake yang dihasilkan sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Batas maksimal kadar air makanan ringan ekstrudat yaitu 4% (Badan Standarisasi Nasional, 2000). Kadar air flake berkisar antara 2,60% hingga 2,87%. Hasil ANAVA (Analysis of Variance) pada α = 5% menunjukkan adanya pengaruh nyata dari waktu pengukusan tepung beras ketan hitam terhadap kadar air flake ketan hitam (Lampiran C). Hubungan waktu pengukusan dengan kadar air flake ketan hitam dan hasil uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada α = 5% ditunjukkan pada Gambar 5.1. 21

Kadar air (% wb) 22 2,90 2,80 y = 0,0665x + 2,5374 R² = 0,9954 2,80 d 2,87 e 2,70 2,73 c 2,68 b 2,60 2,60 a 2,50 2,40 0 15 30 45 60 Waktu pengukusan (menit) Ket: huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada α = 5% Gambar 5.1. Hubungan Waktu Pengukusan dengan Kadar Air Flake Ketan Hitam Gambar 5.1 menunjukkan bahwa waktu pengukusan berbanding lurus dengan kadar air flake dan hubungan keduanya sangat erat yang ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi yang mendekati satu (R 2 =0,9954). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu pengukusan sangat besar terhadap kadar air flake. Semakin lama waktu pengukusan tepung beras ketan hitam menyebabkan derajat gelatinisasi pati yang berbeda. Menurut Meyer (1973), molekul-molekul amilosa dan amilopektin secara fisik hanya dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen yang lemah untuk mempertahankan struktur integritas granula. Suhu yang semakin meningkat dan waktu pemanasan yang semakin lama menyebabkan ikatan tersebut semakin melemah sehingga air semakin mudah terpenetrasi ke dalam granula. Air yang masuk ke dalam granula menyebabkan granula mengembang. Semakin lama

Luas daerah (mm 2 per gram adonan) 23 pemanasan menyebabkan pengembangan lebih lanjut dan menyebabkan amilosa mulai terdifusi keluar granula. Amilosa yang keluar saat gelatinisasi akan berikatan kembali satu sama lain menjadi semacam jaring, sedangkan amilopektin tetap berada di dalam granula. Semakin lama waktu pregelatinisasi tepung beras ketan hitam, struktur granula pati semakin renggang. Struktur rantai pati yang tersusun secara teratur dalam granula disebut daerah kristalin, sedangkan daerah yang tidak teratur disebut daerah amorf. Daerah amorf mengandung sejumlah amilosa sebagai komponen utama, sedangkan penyusun utama daerah kristalin adalah amilopektin (Belitz dan Grosch, 1999). Menurut Eliasson dan Gudmundsson (1996), struktur kristalin pati akan rusak pada saat gelatinisasi. Struktur kristalin yang rusak menyebabkan struktur granula pati semakin renggang sehingga ukuran granula pati semakin besar, dan ketika tepung pregelatinisasi dicampur dengan air saat proses pencampuran, penyerapan air dari tepung pregelatinisasi lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dari viskositas adonan yang semakin kental (Gambar 5.2). 500 400 473,5 300 200 234,5 220 163 100 94 0 0 15 30 45 60 Waktu pengukusan (menit) Gambar 5.2. Hubungan Waktu Pengukusan dengan Viskositas Adonan

24 Pengukuran viskositas dilakukan dengan menghitung luas daerah adonan. Semakin kecil luas daerah menunjukkan viskositas yang semakin besar (kental). Semakin besar viskositas adonan, kadar air flake semakin meningkat karena air yang diperangkap oleh amilopektin semakin banyak. Granula pati terdiri dari amilosa dan amilopektin. Beras ketan hitam merupakan varietas beras yang hampir seluruh patinya tersusun atas amilopektin. Amilosa dan amilopektin akan sama-sama menyerap air ketika proses pengukusan, namun karena amilosa memiliki rantai molekul lurus maka amilosa lebih mudah melepaskan air walaupun saat pengukusan amilosa juga lebih mudah menyerap air sehingga air hanya dipertahankan oleh amilopektin, karena rantai molekulnya yang bercabang memungkinkan air terperangkap dan tertahan dalam struktur yang bercabang tersebut. Hal ini yang menyebabkan kadar air flake semakin meningkat seiring dengan semakin lamanya waktu pregelatinisasi tepung beras ketan hitam. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kawas dan Moreira (2001), semakin tinggi derajat gelatinisasi maka kadar air dari tortilla chips juga semakin meningkat. 5.2. Daya Rehidrasi Daya rehidrasi merupakan kemampuan suatu bahan untuk menyerap air bebas. Air bebas ini merupakan air yang sengaja ditambahkan dalam jumlah tertentu, dalam penelitian ini air yang ditambahkan sebanyak 100mL. Flake adalah produk makanan kering yang dapat dikonsumsi langsung atau dicampur dengan susu. Pengujian daya rehidrasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan rehidrasi flake ketan hitam dalam mempertahankan sifat renyahnya jika dicampur dalam air. Daya rehidrasi flake berkisar antara 73,17% hingga 81,50%. Hasil ANAVA pada α = 5% menunjukkan adanya pengaruh nyata dari waktu pengukusan tepung beras ketan hitam terhadap daya rehidrasi flake

Daya rehidrasi (%) (Lampiran D). Hubungan waktu pengukusan dengan daya rehidrasi flake dan hasil uji DMRT pada α = 5% ditunjukkan pada Gambar 5.3. 25 82,0000 80,0000 y = 1,9398x + 71,384 R² = 0,9767 81,50 e 78,0000 76,0000 75,70 b 77,21 c 78,43 d 74,0000 73,37 a 72,0000 70,0000 0 15 30 45 60 Waktu pengukusan (menit) Ket: huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada α = 5% Gambar 5.3. Hubungan Waktu Pengukusan dengan Daya Rehidrasi Flake Ketan Hitam Gambar 5.3 menunjukkan bahwa waktu pengukusan berbanding lurus dengan daya rehidrasi flake dan hubungan keduanya sangat erat yang ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi yang mendekati satu (R 2 =0,9767). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu pengukusan sangat besar terhadap daya rehidrasi flake. Semakin lama waktu pengukusan tepung beras ketan hitam maka daya rehidrasi flake semakin tinggi. Hal ini dikarenakan perbedaan waktu pengukusan tepung menyebabkan derajat gelatinisasi pati yang berbeda. Menurut Wooton et al. (1971), derajat gelatinisasi adalah rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati. Menurut Harper (1981), derajat

26 gelatinisasi yang semakin tinggi diikuti derajat pengembangan granula yang semakin besar. Pati hasil pregelatinisasi diperoleh dengan cara mengukus tepung sehingga pati dalam tepung tergelatinisasi, kemudian dilakukan pengeringan. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Menurut Winarno (2002), sifat inilah yang sering digunakan pada produk instan dengan tujuan agar dapat menyerap air kembali dengan mudah. Tingkat pregelatinisasi menyebabkan perbedaan struktur granula pati yang dihasilkan. Tingkat pregelatinisasi yang lebih tinggi menyebabkan daya rehidrasi flake semakin besar. Hal ini disebabkan struktur kristalin dalam granula pati semakin merenggang sehingga dengan penambahan air yang sama, terjadi perbedaan kemampuan penyerapan air antar perlakuan. Semakin merenggang struktur dalam granula pati, semakin mudah air untuk masuk dan terperangkap di dalamnya. Kemampuan penyerapan air ini juga dipengaruhi oleh perbedaan tingkat porositas flake akibat proses pemanggangan. Proses pemanggangan menyebabkan flake mengalami perubahan di permukaannya (berpori). Pori tersebut adalah ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel flake yang memudahkan air untuk masuk ke dalam produk. Menurut Izza (2005), semakin banyak ruang kosong atau porositas produk semakin tinggi maka semakin banyak jumlah air yang dapat masuk ke dalam produk tersebut sehingga memungkinkan proses rehidrasi lebih cepat. Tingkat porositas juga berhubungan dengan kemampuan ekspansi adonan. Menurut Sajilata dan Singhal (2004), pregelatinisasi tepung beras ketan akan menyebabkan terjadinya ekspansi pada adonan ketika dikeringkan. Waktu pemanggangan yang sangat singkat menyebabkan tidak adanya cukup waktu untuk terjadinya gelatinisasi pada tepung. Dengan

27 adanya pregelatinisasi, kemampuan ekspansi meningkat dan proses ekspansi terjadi lebih cepat karena air yang diserap saat proses pencampuran mengalami evaporasi yang menyebabkan terbentuknya ruang-ruang kosong sehingga menghasilkan produk yang lebih porus dan lebih mudah patah. Menurut Marubi dan Saguy (2004), semakin tinggi porositas produk maka daya rehidrasinya semakin besar karena difusitas air semakin meningkat seiring dengan porositas yang semakin tinggi dan terbuka. 5.3. Daya Patah (Hardness) Pengujian hardness flake ketan hitam ini dilakukan menggunakan Texture Profile Analyzer TA-XT Plus. Parameter penentu kualitas flake yang baik salah satunya adalah hardness, sehingga dalam penelitian dilakukan analisa terhadap hardness flake. Hardness flake berkisar antara 314,5330 g hingga 526,0210 g. Hasil ANAVA pada α = 5% menunjukkan adanya pengaruh nyata dari waktu pengukusan tepung beras ketan hitam terhadap hardness flake (Lampiran E). Hubungan waktu pengukusan dengan hardness flake dan hasil uji DMRT pada α = 5% ditunjukkan pada Gambar 5.4. Gambar 5.4 menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan tepung beras ketan hitam, maka hardness flake semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan semakin lamanya waktu pengukusan tepung beras ketan hitam, derajat gelatinisasi semakin besar. Derajat gelatinisasi yang semakin besar menyebabkan susunan bahan rapuh dan berongga sehingga produk yang dihasilkan lebih mudah patah (hardness rendah). Menurut Smith (1981), pengembangan suatu produk erat hubungannya dengan proses gelatinisasi. Gelatinisasi dapat terjadi jika terdapat jumlah air yang cukup sehingga membuat granula pati untuk mengembang.

Hardness (g) 28 600,00 500,00 526,0210 a 480,4290 b 400,00 420,3630 c 374,5920 d 300,00 y = -52,881x + 581,83 R² = 0,9978 314,5330 e 200,00 100,00 0,00 0 15 30 45 60 Waktu pengukusan (menit) Ket: huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada α = 5% Gambar 5.4. Hubungan Waktu Pengukusan dengan Hardness Flake Ketan Hitam Gambar 5.4 menunjukkan waktu pengukusan berbanding terbalik dengan daya patah flake dan hubungan keduanya sangat erat yang ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi yang mendekati satu (R 2 =0,9978). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu pengukusan sangat besar terhadap daya patah flake. Flake yang menggunakan tepung beras ketan hitam pregelatinisasi 60 menit menghasilkan hardness paling rendah atau dapat dikatakan paling lunak. Sifat lunak ini dipengaruhi oleh konsistensi gel yang dihasilkan rendah (Widowati dkk., 2001). Semakin tinggi tingkat pregelatinisasi menyebabkan matriks gel pati yang terbentuk semakin rapuh (konsistensinya rendah) sehingga penggunaan tepung beras ketan hitam

29 dengan tingkat pregelatinisasi yang lebih tinggi menghasilkan flake dengan daya patah yang lebih rendah. Hardness flake juga dipengaruhi oleh kemampuan adonan flake melakukan puffing atau ekspansi ketika dipanaskan. Menurut Muchtadi et al. (1988), fraksi amilopektin dapat merangsang terjadinya proses mekar (puff) sehingga produk dengan kadar amilopektin tinggi bersifat ringan, porus, garing dan gampang patah (renyah). Della Valle et al., (1996) dalam Moraru dan Kokini (2003) menyatakan bahwa amilosa memiliki rantai struktur yang lurus yang akan berikatan satu sama lain dengan cara mensejajarkan molekul-molekulnya sendiri sehingga sulit untuk ekspansi. Selama proses pemanasan, bahan pangan sejenis kerupuk mengalami ekspansi atau pengembangan. Fenomena pengembangan ini disebabkan oleh tekanan uap yang terbentuk dari pemanasan sehingga mendesak struktur bahan membentuk produk yang mengembang (Wiriano, 1984). Menurut Fellows (2000), ketika bahan pangan diletakkan pada plate panas, suhu permukaan meningkat secara cepat dan air menguap. Proses evaporasi menyebabkan terbentuknya pori pada flake. Pori inilah yang menyebabkan flake menjadi porus. Semakin tinggi porositas menyebabkan hardness semakin rendah, selain itu daya patah flake juga dipengaruhi kadar air. Amertaningtyas et al., (2000) menyatakan bahwa bahan yang memiliki kadar air tinggi cenderung bersifat basah, empuk dan lunak. 5.4. Sifat Organoleptik Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan menggunakan metode scoring. Pengujian ini dilakukan oleh panelis tidak terlatih sebanyak 80 panelis. Panelis diminta untuk menilai kesukaan terhadap sampel dengan menggunakan skala angka dengan nilai 1-7 dari sangat tidak suka hingga sangat suka. Hasil pengujian organoleptik pada Lampiran F.

Nilai 30 5.4.1. Kesukaan Kerenyahan Pengujian kesukaan kerenyahan dilakukan dengan menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap kerenyahan flake saat dikunyah. Kerenyahan flake ketan hitam dinilai berdasarkan bunyi yang ditimbulkan ketika produk dipatahkan. Bunyi tersebut disebabkan adanya ruang kosong atau kantung kosong antar sel yang jika dikenai gaya dari luar, sel-sel tersebut akan patah dan menimbulkan getaran udara pada rongga-rongga tersebut. Hasil pengujian kesukaan kerenyahan flake ketan hitam berkisar antara 3,98 (netral) sampai 5,84 (suka). Hasil ANAVA pada α = 5% menunjukkan bahwa perbedaan waktu pengukusan tepung beras ketan hitam memberikan perbedaan nyata terhadap kesukaan kerenyahan flake (Lampiran F). Rata-rata kesukaan kerenyahan dan hasil uji DMRT pada α = 5% ditunjukkan pada Gambar 5.5. Kesukaan Kerenyahan 6 5 4 3 2 1 0 5,84 c 4,91 b 5,05 b 5,55 c 3,98 a 0 15 30 45 60 Waktu pengukusan (menit) Ket: huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada α = 5% Gambar 5.5. Rata-Rata Nilai Kesukaan Kerenyahan Flake Ketan Hitam

Nilai 31 Hasil dari uji kesukaan kerenyahan flake ini sejalan dengan hasil pengukuran daya rehirasi flake secara objektif (Sub Bab 5.2). Semakin tingginya nilai kesukaan kerenyahan maka daya rehidrasinya juga semakin tinggi. Daya rehidrasi dipengaruhi oleh tingkat porositas produk. Porositas yang semakin tinggi umumnya menunjukkan kalau produk semakin renyah. 5.4.2. Kesukaan Daya Patah Pengujian kesukaan daya patah dilakukan dengan menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap daya patah yang dirasakan pada saat flake digigit pertama kali. Hasil pengujian kesukaan daya patah flake ketan hitam berkisar antara 4,03 (netral) sampai 5,88 (suka). Hasil ANAVA pada α = 5% menunjukkan bahwa perbedaan waktu pengukusan tepung beras ketan hitam memberikan perbedaan nyata terhadap kesukaan daya patah flake (Lampiran F). Rata-rata kesukaan daya patah dan hasil uji DMRT pada α = 5% ditunjukkan pada Gambar 5.6. Kesukaan Daya Patah 6 5 4 3 2 1 0 5,88 d 4,03 a 4,69 b 4,76 b 5,43 c 0 15 30 45 60 Waktu pengukusan (menit) Ket: huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada α = 5% Gambar 5.6. Rata-Rata Nilai Kesukaan Daya Patah Flake Ketan Hitam

32 Gambar 5.6. menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan tepung beras ketan hitam, kesukaan daya patah semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin lama waktu pengukusan menyebabkan derajat gelatinisasi semakin besar sehingga kemampuan ekspansi produk semakin besar. Derajat gelatinisasi yang semakin besar menyebabkan struktur dalam granula pati semakin berongga sehingga menghasilkan flake yang lebih mudah patah. Panelis lebih menyukai flake yang lebih mudah dipatahkan ketika pertama kali digigit. Kesukaan daya patah flake yang paling tinggi adalah flake yang menggunakan tepung beras ketan hitam pregelatinisasi 60 menit karena lebih mudah dipatahkan. Hasil dari uji kesukaan daya patah ini sejalan dengan hasil pengukuran hardness flake secara objektif menggunakan Texture Profile Analyzer TA-XT Plus (Sub Bab 5.3). Semakin lama waktu pengukusan, maka hardness semakin rendah. Hardness yang rendah tersebut menunjukkan bahwa gaya yang diperlukan untuk mematahkan sampel kecil. 5.4.3. Tingkat Rasa Tidak Berpati Pengujian rasa tidak berpati dilakukan dengan menentukan tingkat penerimaan panelis terhadap rasa tidak berpati flake saat dikunyah. Hasil pengujian rasa tidak berpati flake ketan hitam berkisar antara 3,13 (agak terasa) sampai 5,19 (agak tidak terasa). Hasil ANAVA pada α = 5% menunjukkan bahwa perbedaan waktu pengukusan tepung beras ketan hitam memberikan perbedaan nyata terhadap rasa tidak berpati pada flake (Lampiran F). Rata-rata nilai rasa tidak berpati dan hasil uji DMRT pada α = 5% ditunjukkan pada Gambar 5.7.

Nilai 33 Rasa Tidak Berpati 6 5 4 3 2 1 0 5,19 d 4,16 c 4,4 c 3,13 a 3,66 b 0 15 30 45 60 Waktu pengukusan (menit) Ket: huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada α = 5% Gambar 5.7. Rata-Rata Nilai Rasa Berpati Flake Ketan Hitam Gambar 5.7. menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan tepung beras ketan hitam, nilai rasa tidak berpati semakin tinggi. Timbulnya rasa berpati pada flake disebabkan karena pati pada tepung beras ketan hitam belum tergelatinisasi secara sempurna akibat penggunaan suhu yang sangat tinggi dan waktu pemanggangan yang sangat singkat sehingga menyebabkan air lebih cepat teruapkan. Pregelatinisasi menyebabkan pati mengalami hidrolisis. Menurut deman (1999), pati dapat terhidrolisis oleh adanya asam, enzim, air, dan panas menghasilkan monosakarida seperti glukosa. Semakin lama waktu pregelatinisasi menyebabkan pati yang terhidrolisis semakin besar sehingga rasa berpati semakin berkurang. Menurut Onweluzo dan Mbaeyi (2010), perlakuan pregelatinisasi akan memberikan tingkat penerimaan tekstur dan rasa pada produk yang lebih tinggi dibandingkan produk dengan bahan tanpa pregelatinisasi.

34 Semakin lama waktu pengukusan tepung beras ketan hitam menyebabkan lebih banyak pati yang terhidrolisis. Hal ini dibuktikan dari data pengujian kadar pati dan gula reduksi (Lampiran G). Semakin lama waktu pengukusan, kadar pati tepung beras ketan hitam semakin menurun sedangkan kadar gula reduksi meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa tepung yang tidak dikukus memiliki rasa berpati sehingga paling tidak disukai oleh panelis. 5.4.4. Pemilihan Perlakuan Terbaik Penggunaan tepung beras ketan hitam dengan variasi waktu pengukusan pada flake ketan hitam bertujuan untuk menghasilkan flake dengan sifat fisikokimia dan penerimaan organoleptik yang baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan waktu pengukusan mempengaruhi kadar air, daya rehidrasi, hardness serta kesukaan kerenyahan, kesukaan daya patah dan nilai rasa tidak berpati secara organoleptik. Penentuan waktu pengukusan tepung beras ketan hitam terbaik didasarkan pada tingkat kesukaan panelis, karena hal tersebut dianggap dapat mewakili tingkat penerimaan flake oleh konsumen. Perlakuan terbaik yang dipilih adalah flake dengan tepung pregelatinisasi 60 menit karena memiliki luas area yang paling besar (Gambar 5.8).

35 kerenyahan 6 5 4 3 2 1 0 rasa daya patah 0 menit 15 menit 30 menit 45 menit 60 menit Gambar 5.8. Hubungan Waktu Pengukusan terhadap Kesukaan Kerenyahan, Daya Patah, dan Rasa Flake Ketan Hitam