BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kortikosteroid dan antihistamin. Deksametason memiliki kemampuan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari senyawa turunan β-laktam dan penghambat β-laktamase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumus struktur. Gambar 2.1. Fenilbutazon (Ditjen POM., 2010). : 4-Butil-1,2-difenil-3,5-pirazolidinadion

BAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA H N. :-asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]- monosodium. -sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

BAB I PENDAHULUAN. Hidrokortison asetat adalah kortikosteroid yang banyak digunakan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tanpa bahan tambahanmakanan yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C 8 H 9 NO 2 dihitung terhadap zat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahan asam (BTA, Mikobakterium tuberkulosa) yang ditularkan melalui udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Struktur Pseudoefedrin HCl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H 2 O. Minuman isotonik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

Spektrofotometri uv & vis

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

PENENTUAN STRUKTUR MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV- VIS

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

Penentuan Kadar Parasetamol dan Kafein dalam Campuran Tablet Parasetamol Kafein Menggunakan Metode Spektrofotometeri UV-Vis Derivatif

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

BAB I PENDAHULUAN. dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN,

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

BAB I PENDAHULUAN. bakterial) membuat antibiotik ini (ko-amoksiklav, Augmentin) efektif

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

ANALISIS SPEKTROSKOPI UV-VIS. PENENTUAN KONSENTRASI PERMANGANAT (KMnO 4 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

Spektrofotometer UV /VIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI

Hukum Dasar dalam Spektrofotometri UV-Vis Instrumen Spektrofotometri Uv Vis

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

ANALISIS INSTRUMEN SPEKTROSKOPI UV-VIS

PERCOBAAN II PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN PARASETAMOL DAN KAFEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS. Tujuan dari praktikum adalah :

BAB II STUDI PUSTAKA

Spektrofotometer UV-Vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SNI , minuman sari buah (fruit juice) adalah

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF ULTRAVIOLET UNTUK PENENTUAN RESERPIN DALAM TABLET OBAT NIKEN WULANDARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi. Oleh : Tony Handoyo

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan kofein dan NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs). Penambahan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. basah dan mi kering. Mi kering merupakan mi yang berbentuk kering dengan

ANALISIS KAFEIN DALAM TABLET BODREX

MAKALAH Spektrofotometer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. analgetik dan antipiretik disamping jenis obat lainnya. Jenis obat tersebut banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya dan

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENT INDUSTRI PERALATAN ANALISIS (SPEKTROFOTOMETER)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1. Parasetamol Parasetamol merupakan metabolit dari fenasetin yang dahulunya paling banyak digunakan sebagai analgetik. Khasiatnya analgetik dan antipiretik, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk pengobatan swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetisnya diperkuat oleh kodein dan kafein dengan kira-kira 50% (Tan dan Rahardja, 2007). Gambar 2.1. Rumus struktur parasetamol (Ditjen POM, 2014) Rumus Molekul : C 8 H 9 NO 2 Berat Molekul : 151,16 Nama Kimia Kandungan : 4-Hidroksiasetanilida : Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C 8 H 9 NO 2, dihitung terhadap zat anhidrat Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, dan rasa sedikit pahit. Kelarutan : Larut dalam air mendidih, dan dalam Natrium Hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol. 5

2.1.2. Kafein Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat di daun teh (Camellia sinensis), biji kopi (Coffea arabica), dan biji coklat (Theobroma cacao). Kafein memiliki efek farmakologi yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan saraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus, dan stimulasi otot jantung. Efek samping dari penggunaan kafein secara berlebihan (overdosis) dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, mual, dan kejang (Tan dan Rahardja, 2007). Gambar 2.2. Rumus Struktur Kafein (Ditjen POM, 2014) Rumus Molekul : C 8 H 10 N 4 O 2 Berat Molekul : 194,19 Nama Kimia Kandungan : 1,3,7- trimetilxantine : Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C 8 H 10 N 4 O 2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : Serbuk putih; bentuk jarum mengkilat; biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit. Larutan ini bersifat netral pada kertas lakmus. Bentuk hidratnya mengembang di udara. 6

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter. 2.2 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel 2.2.1 Pengertian Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel Spekrofotometri ultraviolet-visibel merupakan salah satu teknik analisis spektrofotometri yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar ultraviolet dan sinar tampak dengan memakai instrumen spektrofotometer (Gandjar dan Rohman, 2007). Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm sedangkan sinar tampak memiliki panjang gelombang antara 400-800 nm (Moffat, dkk., 2005). 2.2.2 Pembagian Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel Spektrofotometri ultraviolet-visibel dibagi atas empat metode analisis yaitu analisis zat tunggal, analisis multikomponen, spektrofotometri perbedaan (Difference Spectrophotometry), dan spektrofotometri derivatif (Moffat, dkk., 2005). 2.2.3 Proses Penyerapan Radiasi pada Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel Radiasi di daerah ultraviolet atau visibel diserap melalui eksitasi elektron yang terlibat dalan ikatan antara atom-atom pembentuk molekul (Gandjar dan Rohman, 2007; Watson, 2005). Jika suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel maka intensitas sinar radiasi yang diteruskan dapat diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada zat penyerap lainnya. Serapan dapat terjadi jika radiasi yang mengenai larutan sampel memiliki energi yang 7

sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan perubahan energi. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Gandjar dan Rohman, 2007). Sinar ultraviolet dan sinar tampak (visibel) memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektron (Gandjar dan Rohman, 2007). Sebagai contoh, molekul organik sederhana yang mempunyai dua jenis ikatan karbon-karbon seperti pada etilen. Ikatan π lebih lemah dari ikatan δ dan akibatnya elektron π lebih tinggi energinya dari elektron δ (Munson, 1984). Elektron yang energinya tertinggi dalam molekul, berada dalam tingkat energi elektron dasar, terdapat dalam orbital δ, π, atau n, masing-masing mempunyai keadaan tereksitasi sesuai dengan energi elektron terendah. Transisi elektron yang terkait dengan absorbsi radiasi ultraviolet dan sinar tampak adalah δ δ*, n δ*, n π*, dan π π* (Satiadarma, dkk., 2004). Penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak dibatasi oleh sejumlah gugus fungsional (yang disebut dengan kromofor) yang mengandung elektron valensi dengan tingkat energi eksitasi yang relatif rendah. Elektron yang terlibat pada penyerapan radiasi ultraviolet dan visibel ini ada tiga, yaitu elektron sigma, elektron phi, dan elektron bukan ikatan (non bonding electron) (Gandjar dan Rohman, 2007). Transisi-transisi elektronik yang terjadi di antara tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada empat yaitu transisi δ δ*, transisi n δ*, transisi n π*, dan transisi π π*. Berikut akan diuraikan keempat jenis transisi : 8

1. Transisi δ δ* Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energi sinar yang frekuensinya terletak di antara ultraviolet vakum (kurang dari 180 nm). Jenis transisi ini terjadi pada daerah ultraviolet vakum sehingga kurang begitu bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri ultraviolet-visibel. 2. Transisi n δ* Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang diperlukan untuk transisi jenis ini lebih kecil dibandingkan transisi δ δ* sehingga sinar yang diserap pun mempunyai panjang gelombang lebih panjang, yakni sekitar 150-250 nm. Kebanyakan transisi ini terjadi pada panjang gelombang kurang dari 200 nm. 3. Transisi n π* dan transisi π π* Untuk memungkinkan terjadinya transisi ini, maka molekul organik harus mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini merupakan transisi yang paling cocok untuk analisis sebab dengan panjang gelombang 200-700 nm, dan panjang gelombang ini secara teknis dapat diaplikasikan pada spektrofotometer ultraviolet-visibel. Perbedaan antara transisi n π* dan transisi π π* dapat dilihat pada Tabel 2.1. 9

Tabel 2.1. Perbedaan antara transisi n π* dan transisi π π* Transisi n π* Transisi π π* Absorptivitas molar (ε) antara 10-100 Lcm -1 mol -1 Absorptivitas molar (ε) antara 1000-10000 Lcm -1 mol -1 Biasanya pelarut yang polar menyebabkan pergeseran biru atau hypsocromic shift (pergeseran pita serapan ke arah panjang gelombang yang lebih pendek) Biasanya pelarut yang polar menyebabkan pergeseran merah atau bathocromic shift (pergeseran pita serapan ke arah panjang gelombang yang lebih panjang) (Gandjar dan Rohman, 2007) 2.2.4 Kegunaan Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel Data spektrum ultraviolet-visibel secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat menghasilkan sedikit sekali puncak absorbsi maksimum dan minimum. Akan tetapi jika digabung dengan cara lain seperti spektrofotometri inframerah, resonansi magnet inti, dan spektrometri massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi kualitatif suatu senyawa tersebut. Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan parameter panjang gelombang maksimum, nilai absorptivitas, nilai absorptivitas molar, nilai koefisien ekstingsi yang khas untuk senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut tertentu (Satiadarma, dkk., 2004; Gandjar Rohman, 2007). 10

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri ultraviolet-visibel. Menurut Hukum Lambert-Beer, serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan : A = a.b.c (g/liter) atau A = ε. b. c (mol/liter) atau A = A 1 1.b.c (g/100 ml) Dimana: A = serapan a = absorptivitas b = ketebalan sel c = konsentrasi ε = absorptivitas molar A 1 1 = absorptivitas spesifik 2.2.5 Komponen Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel Biasanya spektrofotometer telah mempunyai software untuk mengolah data yang dapat dioperasikan melalui komputer yang telah terhubung dengan spektrofotometer (Moffat, dkk., 2005). Komponen spektrofotometer UV-Vis adalah sebagai berikut: 1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350-900 nm. 2. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. 11

3. Optik-optik: dapat didesain untuk memecah sumber sinar melewati 2 kompartemen. 4. Detektor: digunakan sebagai alat yang menerima sinyal dalam bentuk radiasi elektromagnetik, mengubah, dan meneruskannya dalam bentuk sinyal listrik ke rangkaian sistem penguat elektronika. Respon tiap jenis detektor terhadap bagian dari spektrum radiasi tidak sama, sehingga setiap spektrofotometer menggunakan detektor yang paling cocok untuk daerah pengukurannya (Satiadarma, dkk., 2004; Gandjar dan Rohman, 2007). 2.3 Spektrofotometri Derivatif 2.3.1 Pengertian Spektrofotometri Derivatif Spektrofotometri derivatif merupakan transformasi spektrum serapan menjadi spektrum derivatif pertama, kedua, atau spektrum derivatif orde lebih tinggi (Ditjen POM, 1995). Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektrum pada spektrofotometri ultraviolet-visibel (Moffat, dkk., 2005). Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada spektrofotometri derivatif, plot A lawan λ, ditransformasikan menjadi plot da/dλ lawan λ untuk derivatif pertama, dan d 2 A/ dλ 2 lawan λ untuk derivatif kedua, dan seterusnya. A = f(λ), order nol da/dλ = f (λ), order pertama d 2 A/dλ 2 = f (λ), order kedua, dan seterusnya ( Moffat, dkk., 2005). 12

Gambar 2.3. Spektrum serapan normal sampai derivat keempat (Talsky, 1994) Gambar (a) menunjukkan spektrum serapan normal yang diderivatisasi sampai spektrum derivat keempatnya, sedangkan Gambar (b) menunjukkan spektrum yang saling tumpang tindih yang diderivatisasi mulai dari spektrum serapan normal hingga spektrum derivat keempat (Talsky, 1994). Spektrum derivatif merupakan sebuah plot perubahan serapan dengan panjang gelombang. Spektrum derivatif pertama dilambangkan dengan da/dλ, spektrum derivatif kedua dilambangkan dengan da 2 /dλ 2, dan seterusnya (Ditjen POM, 1995). Hal ini dapat dilihat dari persamaan menurut hukum Lambert-Beer berikut ini : da/dλ = da 2 /dλ 2 = da(1%,1cm) xbc d d 2 A(1%,1cm) xbc 2 d d n = d n A(1%,1cm) xbc n d (Talsky, 1994) 13

2.3.2 Metode Spektrofotometri Derivatif Ada empat metode umum yang digunakan untuk evaluasi spektra pada spektrofotometri derivatif yaitu metode peak-peak, metode peak-tangent, metode peak-zero (zero crossing), metode peak-peak ratio (rasio spektra) (Talsky, 1994; Nurhidayati, 2007). Pada metode peak-peak, absorbsinya diukur dari puncak maksimum sampai minimum yang ditunjukkan P 1, P 2, dan P 3 pada gambar (a) sedangkan pada metode peak-tangent, absorbsinya diukur dari puncak maksimum sampai pertengahan puncak minimum yang dapat ditunjukkan pada t 1, t 2, dan t 3 pada gambar (b). Pada metode peak-zero, absorbsinya diukur dari puncak maksimum sampai titik nol kurva yang ditunjukkan pada z 1, z 2, z 3, z 4, dan z 5 pada gambar (c) sedangkan pada metode peak-peak ratio, absorbsinya diukur sebagai perbandingan antara P 1 dengan P 2 yang ditunjukkan pada gambar (d) (Talsky, 1994). Kurva aplikasi metode evaluasi spektra derivatif dapat dilihat pada Gambar (a) Kurva aplikasi metode peak-peak (b) Kurva aplikasi metode peak-tangent (c) Kurva aplikasi metode peak-zero (d) Kurva aplikasi metode peak-peak ratio Gambar 2.4. Kurva aplikasi metode evaluasi spektra derivative (Talsky, 1994) 14

Metode zero crossing merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pemilihan panjang gelombang analisis untuk campuran biner. Panjang gelombang zero crossing adalah panjang gelombang dimana senyawa tersebut mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang analisis untuk zat lain dalam campurannya. Pengukuran pada metode zero crossing tiap komponen dalam campuran merupakan fungsi tunggal konsentrasi dari yang lainnya (Nurhidayati, 2007). Kurva sederhana aplikasi zero crossing dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5. Kurva sederhana aplikasi zero crossing (Talsky, 1994) 2.3.3 Kegunaan Spektrofotometri Derivatif Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat dalam campuran yang spektrumnya mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan proses pemisahan zat yang bertingkat-tingkat. Dalam bidang farmasi, karena terkait terapi, penetapan kadar obat adalah kontrol kualitas pada industri farmasi. Metode spektrofotometri derivatif adalah teknik analisis dengan kemampuan memisahkan campuran obat yang memiliki spektra tumpang tindih (Nurhidayati, 2007). 15

Sebagai contoh yaitu penetapan kadar campuran pseuoefedrin HCl, triprolidin HCl dan dekstrometorfan HBr (Watson, 2005), penetapan kadar parasetamol dalam tablet kombinasi parasetamol dengan kofein secara sinar tampak (Naid, 2011), penetapan kadar efedrin dan zat warna dalam sediaan sirup (Cairns, 2008). Beberapa keuntungan dari spektrofotometri derivatif antara lain yaitu spektrum derivatif memberikan gambaran struktur yang terinci dari spektrum serapan dan gambaran ini makin jelas dari spektum derivatif pertama ke derivatif keempat. Selain itu dapat dilakukan analisis kuantitatif suatu komponen dalam campuran dengan panjang gelombangnya saling berdekatan. Bila dibandingkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), metode spektrofotometri derivatif relatif lebih sederhana, alat dan biaya operasionalnya lebih murah dan waktu analisisnya lebih cepat (Nurhidayati, 2007). Kekurangan utama dari teknik ini adalah ketergantungannya pada parameter instrumentasi, seperti kecepatan pemindaian dan slit width. Kondisi instrumen saat pengukuran spektrum serapan normal memiliki banyak pengaruh pada bentuk dan intensitas dari spektrum derivatifnya (Ojeda dan Rojas, 2013). 2.4.Validasi Metode Analisis Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya. Validasi metode yang sempurna hanya dapat terjadi jika metode tersebut sudah dikembangkan dan sudah dioptimasi (Gandjar dan Rohman, 2007). 16

Hasil validasi metode dapat digunakan untuk memutuskan kualitas, reabilitas, dan konsistensi dari hasil analisis. Adapun karakteristik dalam validasi metode menurut (USP 30 NF 25, 2007) yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang, dan kekuatan/ketahanan. 2.4.1 Akurasi Akurasi adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh melalui metode analisis dengan nilai yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali (% recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu spiked-placebo recovery atau metode simulasi dan standard addition method (metode penambahan baku). Pada metode spiked-placebo recovery, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah analit yang dianalisis dibandingkan dengan jumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi. Metode ini dinamakan metode penambahan baku atau standard addition method (USP 30 NF 25, 2007, Ermer dan McB. Miller, 2005, Harmita, 2004). Menurut Harmita (2004), dalam metode penambahan baku, sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan, dicampur, dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. 17

2.4.2 Presisi Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam melakukan hasil analisis yang reprodusibel. Presisi dinyatakan sebagai standar deviasi relatif. Berdasarkan rekomendasi ICH (the International Conference on the Harmonisation), karakteristik presisi ada tiga tingkatan, yaitu keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan reprodusibilitas (reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu yang singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda (USP 30 NF 25, 2007; Satiadarma, dkk., 2004). 2.4.3 Spesifisitas Spesifitas adalah suatu ukuran seberapa mampu metode tersebut mengukur analit saja dengan adanya senyawa-senyawa lain yang terkandung di dalam sampel (Watson, 2005). Secara umum, spesifitas dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis misalnya mendapatkan hasil yang sama dengan atau tanpa senyawa pengganggu. Pendekatan tidak langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria sebagai metode yang spesifik (Ermer dan McB. Miller, 2005). 2.4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam 18

sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dikuantifikasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang spesifik menyatakan apakah analit di atas atau dibawah nilai tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007). Batas Kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.5 Linieritas Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara metematika proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu (Satiadarma, dkk., 2004). Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran analit pada konsentrasi sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan McB. Miller, 2005). 2.4.6 Rentang Rentang adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi dan terendah analit yang terbukti dapat ditentukan menggunakan prosedur analisis, dengan presisi, akurasi, dan linieritas yang baik. Rentang biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil uji (Satiadarma, dkk., 2004). 19