BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiga per empat luas wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis pantainya mencapai ± 81.000 km dengan luas perairan laut mencapai 5,8 juta km 2. Luasnya wilayah perairan Indonesia dengan kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan yang besar menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pemasok produk perikanan terbesar dunia. Kontribusi Indonesia dalam memasok kebutuhan produk perikanan dunia diketahui mencapai 30 persen. Selain itu, perairan Indonesia menjadi habitat atau fishing ground berbagai jenis ikan ekonomis penting termasuk tuna (KKP, 2015). Total produksi perikanan Indonesia pada tahun 2013 sebesar 11,06 juta ton (angka sementara) 2013 dengan total nilai sebesar Rp. 126 trilyun. Angka ini disumbang oleh sub sektor perikanan tangkap dan perikanan budaya masing masing sebesar 5,86 juta ton dan 5,20 juta ton. Pertumbuhan produksi perikanan tangkap sampai dengan tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 3,53% dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Grafik 1.1 menunjukkan Volume Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2008 2012 (Kelompok Kerja Penyelarasan Data Kelautan dan Perikanan, 2013). 1
2 Jumlah Ikan (ton) 6.000.000 5.800.000 5.600.000 5.400.000 5.200.000 5.000.000 4.800.000 4.600.000 4.400.000 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Gambar 1.1 Volume Produksi Perikanan Indonesia Sub Sektor Perikanan Tangkap Tahun 2008 2012 Peningkatan produksi perikanan nasional tersebut ternyata juga diikuti oleh peningkatan konsumsi ikan dalam negeri. Tren konsumsi ikan tampak mengalami peningkatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir terhitung sejak tahun 2008. Rata rata peningkatan konsumsi ikan dalam kurun waktu tersebut sebesar 4,87 %. Menurut Kelompok Kerja Penyelarasan Data Kelautan dan Perikanan (2013), angka konsumsi ini hanya berasal dari sektor rumah tangga belum termasuk konsumsi ikan di hotel, restoran, dan catering. Statistik konsumsi ikan di Indonesia tahun 2008 2013 ditunjukkan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Statistik Konsumsi Ikan Indonesia 2008 2013 Tahun Per Kapita (kg/kapita/tahun) 2008 28,00 2009 29,08 2010 30,48 2011 32,25 2012 33,89 2013 35,14 Sumber : http://statistik.kkp.go.id (2015)
3 Pertumbuhan tingkat produksi dan konsumsi yang relatif meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2008 tersebut menandakan sektor perikanan tangkap laut semakin berkembang. Perkembangan ini mengarah pada upaya eksploitasi sumberdaya perikanan untuk memenuhi permintaan pasar akan makanan laut termasuk ikan segar hasil penangkapan ikan. Apabila tidak diiringi dengan usaha pemeliharaan lingkungan, keberlanjutan sektor perikanan tangkap laut di kemudian hari akan terancam. Hal ini disebabkan karena usaha perikanan tangkap laut sangat mengandalkan lingkungan dalam hal ini ekosistem laut sebagai penunjang utamanya. Perikanan berkelanjutan menurut FAO 1 (2015) adalah aktivitas penangkapan ikan yang tidak menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan pada produktivitas ekonomi dan biologis, keanekaragaman hayati, atau struktur dan fungsi ekosistem dari satu generasi manusia ke generasi selanjutnya. Indonesia di satu sisi telah berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Ini merupakan kelanjutan aksi yang dilakukan Indonesia setelah keikutsertaanya dalam konferensi PBB Rio 20+ di Rio de Janeiro pada 2012. Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia sedang menerapkan program Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (Sustainable Consumption and Production). Menurut Anonim 1 (2011), SCP (Sustainable Consumption and Production) dapat menjadi bagian penting dan memberikan solusi bagi aksi mitigasi dan adaptasi menghadapi perubahan iklim. Konsep Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan berfokus pada serangkaian upaya pengurangan dampak negatif lingkungan dalam daur hidup
4 produk atau jasa yang berkenaan dengan kegiatan masyarakat melakukan produksi dan konsumsi setiap hari. Daur hidup produk atau jasa diistilahkan sebagai rangkaian proses hidup sebuah produk atau jasa mulai dari proses ekstraksi hingga penghancuran atau pembuangan (from cradle to grave). Produk olahan ikan yang dikonsumsi oleh manusia juga mengalami daur hidup yang dimulai dari ekstraksi bahan baku berupa ikan segar yang diperoleh dari perairan laut yang kemudian diolah, dikemas, didistribusikan, hingga pada akhirnya dihancurkan atau didaur ulang. Selama daur hidup tersebut, setiap tahapan proses menggunakan sumberdaya berupa energi dan/atau material serta menghasilkan limbah dan/atau emisi baik emisi ke air, udara, atau tanah. Artinya, setiap tahapan proses dalam daur hidupnya berpotensi memberikan dampak terhadap lingkungan. Penggunaan bahan bakar minyak selama proses penangkapan ikan misalnya turut menyumbang potensi terjadinya pemanasan global dan efek rumah kaca. Tyedmers et al. dalam Farmery et al. (2013) menyebutkan bahwa jenis perikanan tangkap bertanggungjawab terhadap 1,2 % konsumsi minyak dunia dan lebih dari 130 juta ton emisi CO2 ke atmosfer. Penilaian tentang dampak lingkungan dapat dilakukan melalui suatu pendekatan yang dikenal dengan istilah Life Cycle Thinking. Life Cycle Thinking (LCT) merupakan pendekatan untuk mengevaluasi daur hidup suatu produk dan jasa secara holistik sehingga tidak terjadi pergeseran beban pada tahap daur hidup lainnya. Dalam penelitian ini, penilaian dampak lingkungan terhadap ikan dilakukan dengan menggunakan suatu metode yang disebut Life Cycle Assessment
5 (LCA). Anonim 2 (2015) menjelaskan bahwa LCA dapat memberikan gambaran keseluruhan terkait dampak lingkungan suatu produk. Dengan LCA, dapat diketahui tahapan proses yang paling menimbulkan dampak negatif dalam suatu daur hidup produk. Selain itu, LCA juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dampak yang berpengaruh secara signifikan terhadap daur hidup produk. Penggunaan LCA sebagai metode dalam penelitian ini memungkinkan dilakukannya tindakan pencegahan atau perbaikan proses untuk meminimalkan dampak lingkungan dalam daur hidup ikan segar sebagai upaya pengembangan sektor perikanan tangkap laut yang berkelanjutan. Konsep awal LCA telah muncul pada tahun 1960-an di Amerika Serikat. Pada 1963, Midwest Research Institute (MRI) menerapkan analisis Life Cycle Inventory untuk kajian internal perusahaan Coca Cola di Amerika Serikat untuk menentukan jenis kontainer minuman yang menghasilkan dampak lingkungan paling rendah. Pada tahun 1990-an, metode LCA mulai distandardisasikan secara internasional. Hingga akhirnya pada 2002, United Nations Environment Programme (UNEP) bergabung dengan Society of Environmental Toxicology and Chemistry (SETAC) untuk meluncurkan Life Cycle Initiative sebagai kemitraan internasional yang programnya bertujuan untuk menempatkan Life Cycle Thinking dalam praktek dan meningkatkan alat pendukung melalui data dan indikator yang lebih baik (Anonim 3, 2015). Di Indonesia, penelitian terkait LCA masih jarang dilakukan. Penelitian LCA khususnya di bidang perikanan tangkap sebelumnya yang pernah dilakukan di Indonesia antara lain berjudul Life Cycle Assessment untuk Produk Ikan Laut di Kabupaten Gunung Kidul oleh Supartono (2002) dan
6 Life Cycle Assessment : Energi dan Emisi pada Penangkapan dan Pengalengan Ikan oleh Choiron (2012). Selain di bidang perikanan, penelitian LCA di Indonesia juga dilakukan pada komoditas pertanian lainnya seperti Life Cycle Assessment untuk Analisis Energi pada Proses Pengolahan Teh Hitam Camelia Sinensis Studi Kasus di PT Perkebunan Tambi Wonosobo oleh Listanti (2011), Life Cycle Assessment Coklat di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia oleh Triani (2015). Usaha perikanan tangkap laut yang menghasilkan ikan segar sangat beragam. Hal ini dapat dilihat dari keberagaman jenis kapal, ukuran kapal, jenis alat tangkap, wilayah penangkapan ikan, kepemilikan modal, jenis mesin, maupun jenis ikan yang dijadikan target. Perbedaan tersebut tentu mempengaruhi kinerja usaha perikanan tangkap termasuk kinerja lingkungan yang dapat dinilai salah satunya melalui dampak lingkungan yang dihasilkan oleh masing masing model usaha perikanan tangkap laut. Pengetahuan tentang kinerja lingkungan tersebut dapat membantu upaya pengembangan sektor perikanan tangkap yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memahami lebih dalam terkait dampak lingkungan yang dihasilkan dari produksi ikan segar yang dihasilkan dari usaha perikanan tangkap laut pada beberapa jenis fasilitas tangkap yang berbeda yang digunakan oleh nelayan di beberapa daerah perikanan di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pelaku unit usaha perikanan tangkap laut dalam menjalankan usahanya dan stake holder dalam merancang kebijakan sebagai upaya pengembangan sektor perikanan tangkap di Indonesia yang berkelanjutan.
7 1.2 Rumusan Masalah Masalah yang dikaji dalam penelitian ini terkait aspek lingkungan dari usaha penangkapan ikan di laut dalam rangka mendukung pengembangan usaha perikanan tangkap laut yang berkelanjutan. Ikan segar yang diperoleh dari alam melalui usaha penangkapan ikan mengalami sebuah daur hidup. Dalam daur hidup tersebut, ikan segar mengkonsumsi berbagai jenis energi serta menghasilkan limbah dan emisi yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Artinya, mulai dari proses penangkapan ikan segar di laut hingga proses penghancurannya, ikan segar menggunakan sumberdaya input dan menghasilkan output pada setiap tahapan prosesnya. Keragaman model usaha perikanan tangkap laut untuk memproduksi ikan segar menimbulkan dampak lingkungan yang berbeda. Salah satu kriteria untuk membedakan keragaman model usaha perikanan tangkap laut adalah fasilitas penangkapan ikan yang digunakan yang dapat ditinjau dari jenis alat tangkap dan skala ukuran kapal perikanan yang digunakan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kajian lebih lanjut untuk menganalisis daur hidup ikan segar yang dihasilkan dari usaha perikanan tangkap laut pada berbagai skala ukuran kapal dan jenis alat tangkap serta dampak lingkungan yang dihasilkan pada berbagai kriteria tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut. 1. Bagaimana pengaruh perbedaan jenis fasilitas penangkapan ikan terhadap jumlah konsumsi energi dan keluaran emisi yang dihasilkan untuk mendaratkan kemudian mendistribusikan ikan segar?
8 2. Bagaimana pengaruh perbedaan jenis fasilitas penangkapan ikan terhadap potensi dampak lingkungan yang dihasilkan untuk mendaratkan kemudian mendistribusikan ikan segar? 1.3 Batasan Masalah 1. Lingkup penelitian daur hidup ikan segar dalam penelitian ini dimulai dari proses persiapan operasi penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan di laut, pendaratan ikan segar di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), hingga proses distribusi ikan segar. 2. Analisis emisi yang dilakukan terbatas pada emisi gas yakni CO2, NOx, dan SO2. 3. Input dan output yang dikaji hanya yang berhubungan langsung dengan proses persiapan operasi penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan di laut, pendaratan ikan segar di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dan proses distribusi ikan segar sesuai dengan lingkup penelitian. 4. Penelitian tidak mencakup uji mikrobiologis, uji organoleptik, dan dampak sosial ekonomi daur hidup ikan segar. 5. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei Juni 2015. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis penggunaan energi dari persiapan operasi penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan di laut, pendaratan ikan segar di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), hingga proses distribusi ikan segar.
9 2. Menganalisis keluaran emisi yang dihasilkan dari persiapan operasi penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan di laut, pendaratan ikan segar di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), hingga proses distribusi ikan segar. 3. Membandingkan dampak lingkungan yang dihasilkan dari proses persiapan operasi penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan di laut, pendaratan ikan segar di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), hingga proses distribusi ikan segar pada beberapa jenis fasilitas penangkapan ikan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku unit usaha perikanan tangkap untuk mengupayakan penghematan penggunaan energi dan peminimalan emisi dari aktivitas usaha perikanan tangkap. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi stake holder untuk menentukan kebijakan terkait usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan.