Dikti Evaluasi Program World Class University UNAIR NEWS Untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program pencapaian predikat perguruan tinggi kelas dunia (World Class University WCU), pimpinan Universitas Airlangga menyelenggarakan pertemuan dengan tim evaluasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno, Jumat (12/8). Delegasi Dikti yang hadir adalah Prof. Hermawan dan Prof. Wawan dari Institut Teknologi Bandung. Sedang dari UNAIR, pertemuan dihadiri oleh Rektor UNAIR Prof. Nasih, Wakil Rektor IV UNAIR Junaidi Khotib, Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) Badri Munir Sukoco, dan pimpinan lainnya. Dalam sambutannya Prof. Hermawan mengatakan, monitoring ini dilakukan untuk melihat kinerja UNAIR dalam penggunaan anggaran WCU sebesar 10 miliar per tahun. Kami ingin mendapatkan kepastian bahwa anggaran benar terserap. Agar kalau ke depan ada permintaan kenaikan anggaran, bisa dikabulkan, tutur Prof. Hermawan. Prof. Hermawan mengatakan, UNAIR merupakan salah satu kampus di Indonesia yang digadang-gadang bisa mencapai perguruan tinggi kelas dunia selain Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. Prof. Hermawan juga menambahkan, selama ini UNAIR memiliki potensi besar menjadi kampus kelas dunia. Hanya saja, UNAIR belum begitu terekspose atas karya yang sudah dicapainya. Ia pun berharap, sivitas akademika UNAIR bisa menjadi lokomotif sekaligus brand image kampus-kampus Indonesia di mata dunia. Acara dilanjutkan dengan pemaparan dari Ketua BPP. Dalam pemaparannya, demi meningkatkan kualitas dan peringkat UNAIR, program-program sudah didelegasikan kepada unit-unit kerja
terkait. Misalnya, untuk meningkatkan keterbacaan informasi UNAIR di internet, tanggung jawab dibebankan pada Pusat Infomasi dan Humas UNAIR. Sedangkan, untuk mendigitalisasi salinan cetak, kini Perpustakaan UNAIR sudah memiliki laman repositori. Sedangkan, untuk meningkatkan publikasi penelitian yang terindeks Scopus, Pusat Pengembangan dan Publikasi Jurnal Ilmiah secara rutin melaksanakan lokakarya penulisan jurnal dan pendampingan terhadap peneliti untuk memublikasi jurnal. Badri pun menambahkan, demi meningkatkan internasionalisasi, UNAIR memiliki program Airlangga Global Talent untuk menarik minat praktisi kelas dunia dari kalangan pemerintah, organisasi non-pemerintah. (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh Prof M. Nuh Motivasi UNAIR Menuju 500 Dunia UNAIR NEWS Dalam rangka upaya untuk mencapai ranking 500 besar dunia tahun 2019 sesuai target dari DIKTI, Universitas Airlangga mengajak semua elemen untuk bersama bahu-membahu mewujudnya hal itu. Semua komponen mulai mahasiswa, staf pengajar/dosen, Guru Besar, alumni, hingga masyarakat kampus sesuai bidangnya mengejar target tersebut. Untuk itu, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (LP3) UNAIR mengajak para pengajar dan peneliti, terutama yang sudah bergelar Doktor dan Professor untuk bersinergi mewujudkan misi tersebut dengan menggelar seminar bertajuk
Peran Guru Besar dan Doktor Universitas Airlangga dalam Pencapaian 500 Besar World Class University. LP3 menghadirkan Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA, Menteri Pendidikan RI era 2009-2014, sebagai nara sumber yang memberikan kuliah umum. Dalam sambutannya, Prof. Djoko Agus Purwanto, Apt., M.Si., ketua LP3 UNAIR mengatakan, untuk menuju 500 besar dunia itu LP3 akan meningkatkan enam hal dasar, meliputi sistem informasi, kurikulum, e-learning, MOOC (Masive open On-line Course), bahan ajar, dan kajian. LP3 menargetkan agar tiap mata kuliah memiliki buku ajar, dan LP3 yang akan menjadi klinik pengembangan buku ajar sekaligus sebagai sumber pendanaannya buku ajar tersebut. Guru Besar Kimia Farmasi UNAIR ini juga menegaskan sistem pembelajaran Student Centered Learning (SCL) harus mulai diterapkan, bukan sekadar TCL (Teacher Centered Learning). Mahasiswa yang harus aktif belajar, bukan dosen yang aktif mengajar. Sementara pada kesempatan ini, Prof. M. Nuh memberikan ceramah seputar peran doktor dan profesor dalam menghantarkan perguruan tinggi menjadi World Class University (WCU). UNAIR kita harapkan menjadi universitas yang harmoni, dan bapak ibu adalah kuncinya, ujar M. Nuh mengawali. Dikatakan, di Indonesia jumlah pekerja yang high skill berkemampuan tinggi hanya mencapai sekitar 10 persen. Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan prosentase di negaranegara Eropa yang hampir mencapai 50 persen. Di negara tetangga Malaysia, prosentase tenaga dengan level serupa mencapai hampir 30 persen. Melihat perbandingan yang jauh ini, diharapkan Indonesia terus melakukan perbaikan di segala bidang. Perguruan tinggi memiliki peran sentral untuk menghasilkan sumber daya manusia yang terampil. Kita (perguruan tinggi, -red) harus menambah sumber daya manusia yang punya kualifikasi kompetisi tinggi. Yang diurus
UNAIR bukan hanya internal UNAIR, lebih jauh lagi, UNAIR memiliki kewajiban untuk memajukan bangsa dan kemanusiaan, ujar M. Nuh. Mengapa peradaban di Eropa jauh lebih awal daripada kita? karena mereka melakukan infestasi tenaga pendidik yang luar biasa, lanjutnya. Menurut M. Nuh, modal strategis Indonesia pada masa mendatang adalah pendidikan, sekaligus pendidikan sebagai transformasi sosial. Doktor dan profesor punya peran pokok sebagai supporter, driver, enabler, enlightment, dan role model. Peran-peran tersebut baik diwujudkan melalui Tri Darma Perguruan Tinggi secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga UNAIR harus menjadi pemungkin (Enabler) untuk mengubah dari yang tidak mungkin menjadi mungkin, dan akhirnya menjadi kenyataan, kata Prof. M. Nuh. (*) Penulis : Defrina Sukma Satiti Editor : BE Santoso Kejar Peringkat 500 Kampus Dunia, UNAIR Perkuat Sistem Pembelajaran UNAIR NEWS Menanggapi isu kebijakan pendidikan tinggi terbaru mengenai mengenai Permenristekdikti no. 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Prof. Nyoman Tri Puspaningsih selaku Direktur Pendidikan Universitas Airlangga mengatakan bahwa UNAIR telah siap dengan peraturan baru itu. Pihaknya mengatakan karena sistem tersebut sudah berjalan di
UNAIR. Menurut Prof. Nyoman, ada lima perubahan utama antara Permenristekdikti no. 44 tahun 2015 dengan Permenristekdikti no. 49 tahun 2014. Pertama, izin penyelenggaraan semester pendek atau semester antara. Tujuan penyelenggaraan semester pendek atau semester antara ini untuk memberi wadah bagi mahasiswa yang berprestasi untuk lulus tepat waktu, meningkatkan kompetensi lulusan agar learning outcome tercapai, dan menekan angka mahasiswa drop out. Kedua, perpanjangan masa studi jenjang magister dan doktoral. Masa studi mahasiswa master berubah dari yang semula dua tahun dapat diperpanjang hingga empat tahun. Sedangkan, masa studi mahasiswa doktor, dari yang semula empat tahun dapat diperpanjang hingga tujuh tahun. Perpanjangan masa studi ini memberikan peluang yang dapat dimanfaatkan mahasiswa untuk mempublikasikan jurnal terakreditasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Ketiga, kurikulum wajib bertumpu pada student center learning yaitu mengintegrasikan aspek akademik dan non-akademik. UNAIR sudah memiliki sistem yang mengatur hal tersebut, misalnya untuk pengembangan kepribadian terfasilitasi dalam mata kuliah wajib umum (MKWU), tutur Direktur Pendidikan UNAIR. Keempat, lulusan wajib dibekali SKPI (surat keterangan pendamping ijazah). Di UNAIR, selain menerapkan satuan kredit semester, lulusan prodi jenjang S-1 dibekali dengan transkrip satuan kredit prestasi. Sedangkan, bagi lulusan prodi jenjang S-2 dan S-3, termasuk program profesi tak perlu dibekali dengan transkrip satuan kredit prestasi. Kelima, Prof. Nyoman mengatakan batas minimal satuan kredit semester (sks) untuk mahasiswa jenjang S-2 adalah 32 sks. Ke depannya, menurut Guru Besar bidang Biokimia pada Fakultas Sains dan Teknologi, kualitas pembelajaran dan lulusan di UNAIR perlu ditingkatkan. Apalagi, dengan rencana UNAIR untuk
menembus peringkat 500 kampus dunia, standar nilai perlu ditingkatkan. Misalnya, di tingkat ASEAN. UNAIR harus mengikuti standar nilai ASEAN agar transfer nilai diakui jika ada mahasiswa yang mengikuti program pertukaran pelajar, imbuh Prof. Nyoman. Penulis: Rekha Finazis Editor: Defrina Sukma S