II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran dalam Satyasa (2007:3) diartikan sebagai semua benda

TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-visual yang artinya melihat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banyak guru yang telah melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORI. Novi Sri Rahayu, dkk (2013) menyimpulkan bahwa s iswa dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. seseorang dengan lingkungan. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT)

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah.

2/22/2012 METODE PEMBELAJARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

A. Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Pembelajaran. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat. jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang konkrit, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

TUJUAN PENDIDIKAN: LINGKUNGAN BELAJAR: kognitif psikomotorik afektif TUJUAN PEMBELAJARAN : BAHAN PEMBELAJARAN :

MEDIA SENI RUPA PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN. Tim Dosen Media

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran dapat lebih menarik jika menggunakan media pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan penerapannya (teknologi), termasuk sikap dan nilai yang terdapat didalamnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. soal matematika.hal ini berarti bila seseorang terampil dengan benar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses yang kompleks, namun kompleksitasnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

Materi I KONSEP MEDIA PEMBELAJARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Socratic diturunkan dari nama socrates, seorang filosofi yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang

PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu model

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kata-kata Kunci : Model Numbered Head Together (NHT), Media Manik-manik, Aktifitas, Hasil Belajar, Pembelajaran Matematika, Sekolah Dasar

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions)

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara hierarkis, sehingga

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PKn

I. PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya proses pembelajaran di dalam kelas. Pada proses pembelajaran, anak. untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari,

KONSEP MEDIA PEMBELAJARAN Oleh BUDI WALUYO (Dosen STAI An-Nur Lampung)

BAB II. Tinjauan Pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dan cita-cita

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

PENGEMBANGAN DIKTAT MENGGUNAKAN PERKAKAS TANGAN DI SMK MUHAMMADIYAH 1 BANTUL. Artikel. Oleh RIYANTO NIM

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

BAB II. Kajian Pustaka. pembelajaran kooperatif, dan prestasi belajar.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. EACT yang dikutip oleh Rohani (2007:2) media adalah segala bentuk yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model dimana para siswa

Transkripsi:

11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Sementara itu Djamarah dan Zain (2006: 120-121) menjelaskan bahwa media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Dalam proses belajar mengajar media mempunyai arti yang cukup penting, kerena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu, bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat

12 digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegunaan media pembelajaran menurut Sadiman (2009: 17-18) media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut : 1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya : a. Objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan gambar, film atau model. b. Objek yang kecil, bisa dibantu dengan film, gambar dsb. c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse. d. Kejadian yang terjadi di masa lampau bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto. 3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: a. Menimbulkan kegairahan belajar. b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. Sementara itu, Hamalik (dalam Arsyad, 2007: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat

13 membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Pembagian media pembelajaran menurut Ibrahim (dalam Daryanto, 2010: 18) media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya, yang dibagi kedalam beberapa kelompok, yaitu: a. Media tanpa proyeksi dua dimensi (media grafis, media bentuk papan dan media cetak), b. Media tanpa proyeksi tiga dimensi (specimen, media tiruan/model/maket, peta timbul seperti globe, boneka) c. Media audio; d. Media proyeksi; televisi, video, komputer. Rohani (1997: 20) menyatakan bahwa bentuk tiruan dari suatu benda asli yang oleh suatu hal tidak bisa ditunjukkan aslinya adalah model. Misalnya terlalu besar atau terlalu kecil dan sebagainya. Salah satu bentuk model adalah media maket. Berdasarkan pendapat Daryanto (2010: 31) ada beberapa tujuan belajar dengan menggunakan media tiruan, yaitu: mengatasi kesulitan yang muncul ketika mempelajari obyek yang terlalu besar, untuk mempelajari obyek yang telah menyejarah di masa lampau, untuk mempelajari obyek-obyek yang tak terjangkau secara fisik, untuk mempelajari obyek yang mudah dijangkau tetapi tidak memberikan keterangan yang memadai (misalnya mata manusia, telinga manusia), untuk mempelajari konstruksi-konstruksi yang abstrak, untuk

14 memperlihatkan proses dari obyek yang luas (misalnya proses peredaran planet-planet). Keuntungan-keuntungan menggunakan media tiruan adalah: belajar dapat difokuskan pada bagian yang penting-penting saja, dapat mempertunjukkan struktur dalam suatu obyek, siswa memperoleh pengalaman yang konkrit. Maket sebuah bangunan menurut Sadiman (2008: 76) adalah model dari bangunan yang sebenarnya tetapi bukan simulasi karena tidak untuk menggambarkan proses. Menurut Sofyan (2010: 1) dengan melihat maket tersebut, kita menjadi lebih mudah untuk memahami bentuk keseluruhannya (di dalam maket bentuk keseluruhan disebut sistem), komponen-komponen pembentuk sistem (misalnya pintu, jendela), susunan komponen, dan hubungan antar komponen. Maket juga berarti penyederhanaan, karena tidak semua komponen penyusun sistem mampu tergambarkan oleh maket. Berdasarkan pendapat Moedjiono (dalam Daryanto, 2010: 29) media tiga dimensi yang dapat diproduksi dengan mudah adalah tergolong sederhana dalam penggunaan dan pemanfaatannya, karena tanpa harus memerlukan keahlian khusus, dapat dibuat sendiri oleh guru, bahannya mudah diperoleh di lingkungan sekitar. Media tiga dimensi memiliki kelebihan-kelebihan: memberikan pengalaman secara langsung, penyajian secara kongkrit dan menghindari verbalisme, dapat menunjukkan obyek secara utuh baik konstruksi maupun cara kerjanya, dapat memperlihatkan struktur organisasi secara jelas, dapat menunjukkan alur suatu proses secara jelas. Sedangkan kelemahan-kelemahannya adalah: tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah

15 yang besar, penyimpanannya memerlukan ruang yang besar dan perawatannya rumit. B. Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Pembelajaran kooperatif, menurut Trianto (2010: 56) muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, menurutnya hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Berdasarkan pendapat Gokhale (dalam Elfis, 2010: 1), model pembelajaran kooperatif telah diyakini oleh banyak ahli pendidikan sebagai model pembelajaran yang dapat memberi peluang siswa untuk terlibat dalam diskusi, berpikir kritis, berani dan mau mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri. Meskipun model pembelajaran kooperatif mengutamakan peran aktif siswa bukan berarti guru tidak berpartisipasi, sebab dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai perancang, fasilitator dan pembimbing proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dianjurkan oleh Slavin (dalam Rusman, 2010: 205) bahwa:

16 (1) Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) Pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah GI. Belajar kooperatif dengan teknik GI sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi (dalam Juliantara, 2009: 1), yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Implementasi GI, menurut Sharan, dkk. (dalam Slavin, 2008: 218-219) membagi tahap-tahap pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) tahap sebagai berikut: 1. Tahap 1: Mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok. a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran. b. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih. c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen. d. Guru harus membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan

17 2. Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari a. Para siswa merencanakan bersama mengenai: 1. Apa yang kita pelajari? 2. Bagaimana kita mempelajarinya? Siapa melakukan apa? (pembagian tugas). 3. Untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini? 3. Tahap 3: Melaksanakan Investigasi a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat kesimpulan. b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan. 4. Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka. c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi. 5. Tahap 5: Mempresentasikan laporan akhir a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.

18 b. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas 6. Tahap 6: Evaluasi a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka. b. Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran tingkat tinggi. (asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis). Teknik kooperatif ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik. Menurut Slavin (dalam Rusman, 2010: 221), Strategi belajar kooperatif sangatlah ideal untuk diterapkan dalam pembelajaran biologi (IPA). Dengan topik materi IPA yang cukup luas dan desain tugas-tugas atau sub-sub topik yang mengarah kepada kegiatan metode ilmiah, diharapkan siswa dalam kelompoknya dapat saling memberi kontribusi berdasarkan pengalaman sehari-harinya. Selanjutnya, dalam tahapan pelaksanaan investigasi para siswa mencari informasi dari berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah. Para siswa kemudian melakukan

19 evaluasi dan sintesis terhadap informasi yang telah didapat dalam upaya untuk membuat laporan ilmiah sebagai hasil kelompok. Jarolimek dan Parker (dalam Nurfarida, 2009: 19), menyatakan terdapat keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kooperatif ini, adapun uraian kelemahan dan keunggulannya sebagai berikut: Keunggulan dari model pembelajaran ini adalah: a. Saling ketergantungan yang positif. b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. d. Suasana kelas rileks dan menyenangkan. e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan. Kelemahan dari model pembelajaran ini adalah: a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, sehingga lebih banyak memerlukan waktu, pikiran, dan tenaga. b. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai agar proses pembelajaran berjalan lancar. c. Selama diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan meluasnya topik permasalahan yang sedang dibahas, sehingga tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. d. Saat berdiskusi, terkadang cenderung didominasi oleh seseorang, sehingga dapat mengakibatkan siswa lain menjadi pasif.

20 C. Keterampilan Berpikir Kritis Keterampilan berpikir kritis Patrick (dalam Ahmad, 2007: 1) menjelaskan bahwa merupakan keterampilan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Definisi berpikir kritis banyak para ahli berpendapat, antara lain: menurut Halpen (dalam Ahmad, 2007: 1), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi dan mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Pendapat senada dikemukakan Anggelo (dalam Ahmad, 2007: 1), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Reason (dalam Sanjaya, 2008: 228) mengemukakan bahwa berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat

21 (remembering) dan memahami (comprehending). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedangkan memahami memerlukan perolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar aspek dalam memori. Keterampilan berpikir seseorang menyebabkan seseorang tersebut harus bergerak hingga di luar informasi yang didengarnya. Misalkan keterampilan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi. Mengukur keterampilan berpikir kritis dapat berupa interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan, dan penjelasan, sebagaimana didefinisikan oleh Facione dalam The Delhi Report (dalam Carolina, 2010: 12). Ahmad (2007: 3) menuliskan delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi: 1) Kegiatan merumuskan pertanyaan, 2) Membatasi permasalahan, 3) Menguji data-data, 4) Menganalisis berbagai pendapat dan bias, 5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional, 6) Menghindari penyederhanaan berlebihan, 7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan 8) Mentoleransi ambiguitas Keterampilan berpikir kritis dan indikatornya lebih lanjut diuraikan pada tabel 1 dibawah ini.

22 Tabel 1. Keterampilan berpikir kritis dan indikatornya No Keterampilan Berpikir Indikator Kritis 1 Memberikan argumen Argumen dengan alasan; menunjukan perbedaan dan persamaan; serta argumen yang utuh. 2 Melakukan deduksi Mendeduksikan secara logis, kondisi logis, serta melakukan interpretasi terhadap pernyataan. 3 Melakukan induksi Melakukan pengumpulan data; Membuat generalisasi dari data;. 4 Melakukan evaluasi Evaluasi diberikan berdasarkan fakta, berdasarkan pedoman atau prinsip serta memberikan alternatif. Ennis, (dalam Herniza, 2011: 19)