BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2006 mendefinisikan tenaga kerja sebagai setiap laki-laki atau wanita yang berumur 15 tahun ke atas yang sedang dalam dan atau melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja itu sendiri terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan menganggur. Sedangkan bukan angkatan kerja dibedakan menjadi golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan yang menerima pendapatan. Menurut data hasil SAKERNAS, hingga akhir agustus 2013 jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah mencapai 16.986.776 jiwa. Dari jumlah tersebut hanya terdapat 15.964.048 jiwa saja yang bekerja dan sebanyak 4.634.834 jiwa dari angkatan kerja tersebut memiliki pendidikan minimal SMA atau sederajat. Dengan jumlah angkatan kerja yang cukup tinggi tersebut Indonesia sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia yang ada. Akan tetapi di sisi lain saat ini Indonesia dihadapkan dengan berbagai kendala khususnya masalah ketenagakerjaan. commit Salah to user satu contohnya adalah pertumbuhan
jumlah angkatan kerja yang tidak diikuti dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Hingga saat ini pertumbuhan lapangan pekerjaan yang tersedia memang belum sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja yang ada. Hampir setiap tahun jumlah angkatan kerja lulusan menengah ke atas serta perguruan tinggi mengalami peningkatan, sementara dari lulusan tersebut tidak semuanya langsung mendapatkan pekerjaan sehingga menyebabkan pengangguran bertambah. Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan menjadi salah satu bagian terpenting yang dipersiapkan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan. Menurut BPS (2009), tingkat pengangguran terdidik merupakan rasio jumlah pencari kerja yang berpendidikan SMA ke atas (sebagai kelompok terdidik) terhadap besarnya angkatan kerja pada kelompok tersebut. Selain itu, pengangguran tenaga terdidik yaitu angkatan kerja yang berpendidikan menengah ke atas (SMA, Akademi dan Sarjana) dan tidak bekerja. (Tobing, 2007: Jurnal Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik) Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga kerja terdidik. Prihanto tahun 2012 meneliti tentang pengangguran terdidik yang ada di Provinsi Jambi.
Penelitian yang berjudul Tren dan Determinan Pengangguran Terdidik di Provinsi Jambi tersebut mengkaji tentang pengaruh tingkat upah, pendapatan per kapita, lapangan kerja sektor formal, dan lapangan kerja sektor informal terhadap jumlah pengangguran terdidik yang ada di Provinsi Jambi pada kurun waktu 20 tahun yaitu tahun 1990-2009. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa pengangguran terdidik di Provinsi Jambi dalam periode pengamatan tersebut dipengaruhi oleh tingkat upah, pendapatan per kapita, lapangan kerja sektor formal dan informal. Tingkat upah dan lapangan kerja sektor formal memiliki efek negatif terhadap pengangguran terdidik, sementara pendapatan per kapita dan lapangan kerja sektor informal memiliki pengaruh positif terhadap pengangguran terdidik di Provinsi Jambi. Selain itu, Sari tahun 2012 juga melakukan penelitian mengenai pengangguran terdidik yang ada di 19 Kota atau Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Upah Terhadap Pengangguran Terdidik di Sumatera Barat tersebut menunjukkan bahwa pada tahun penelitian yaitu tahun 2008-2010 tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik di Sumatera Barat, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terdidik di Sumatera Barat, serta upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik di Sumatera Barat.
Samoelson (1994: 280) menjelaskan bahwa di pasar tenaga kerja penurunan tingkat upah akan menyebabkan peningkatan pengangguran karena adanya kelebihan penawaran kerja, begitu pun sebaliknya. Penyebab terjadinya adanya perbedaan tingkat upah terletak pada kualitas yang sangat berbeda diantara tenaga kerja. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat upah yaitu pendidikan terakhir seorang individu dan pelatihan serta pengalaman seseorang. Semakin tinggi kualitas seseorang maka akan semakin besar pula kontribusinya bagi perusahaan, sehingga upah yang diterima juga semakin besar. Menurut Sumarsono (2003: 141), upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar sutau perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. UMK berpengaruh terhadap pengangguran karena produktivitas tenaga kerja salah satunya dipengaruhi oleh UMK. Dengan UMK yang semakin meningkat, diharapkan produktivitas tenaga kerja akan semakin meningkat sehingga mampu mengembangkan perusahaan. Dimana perkembangan perusahaan tersebut nantinya akan ikut andil dalam mengurangi tingkat
pengangguran, khususnya pengangguran terdidik. Selain itu dengan meningkatnya UMK maka tenaga kerja terdidik yang sebelumnya belum mendapatkan pekerjaan menjadi memiliki peluang untuk terserap di lapangan pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara yang berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif untuk mengurangi pegangguran. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka semakin besar pula tenaga kerja yang dapat diserap. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi tidak menjadi satu-satunya faktor penentu tingkat pengangguran. Menurut Sukirno (2000: 68), kesempatan kerja merupakan keadaan dimana pencari kerja yang ingin bekerja pada suatu tingkat upah tertentu akan dengan mudah mendapat pekerjaan. Kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan dan kesempatan untuk bekerja pada suatu kegiatan ekonomi (produksi). Menurut Esmara (1990: 64), pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja biasanya berkorelasi positif, tetapi besar kecilnya
pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap peningkatan kesempatan kerja ditentukan oleh faktor teknologi dan kualitas tenaga kerja yang digunakan. Penelitian yang dilakukan ini mengambil lokasi di wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN. SUBOSUKAWONOSRATEN itu sendiri terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Klaten. Angka pengangguran terdidik yang ada di wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN dalam kurun waktu 4 tahun, yaitu tahun 2010 sampai tahun 2013, telah menjadi bukti bahwa hingga saat ini pengangguran terdidik masih menjadi masalah yang belum terpecahkan di wilayah tersebut. Para lulusan SMA sederajat dan perguruan tinggi hingga saat ini masih belum mampu untuk menghadapi tantangan di era globalisasi ini. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya adalah tingkat UMK, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja. Di Kota Surakarta pada tahun 2011 dan 2012 terjadi kenaikan tingkat pengangguran terdidik. Pada tahun 2010 tingkat pengangguran terdidik di Kota Surakarta sebesar 43.23% dan pada tahun 2011 dan 2012 meningkat menjadi 44.76% pada tahun 2011 45.91% pada tahun 2012. Hal tersebut juga terjadi di Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar pada tahun 2012. Dimana tingkat pengangguran terdidik di Kabupaten Sukoharjo meningkat dari 41.23% menjadi 41.85%. Sedangkan untuk Kabupaten Karanganya
meningkat dari 32.91% menjadi 38.07%. Sedangkan untuk Kabupaten Wonogiri kenaikan tingkat pengangguran tenaga kerja terdidik terjadi pada tahun 2011. Dimana jumlah pengangguran terdidiknya dari 55.16% meningkat menjadi 56.77%. Para penganggur tamatan SMA atau sederajat tersebut disebabkan karena tidak semuanya bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut mungkin terjadi dikarenakan ketiadaan biaya sehingga para tamatan SMA atau sederajat tersebut lebih memilih untuk bekerja daripada mereka harus menganggur. Walaupun pada kenyataannya tidak semua lapangan pekerjaan yang tersedia mampu menampung mereka secara keseluruhan. Selain itu karena pendidikan dasar wajib hanya 9 tahun, yaitu hanya sampai SMP, sehingga para tamatan SMA atau sederajat tersebut terkadang merasa cukup tinggi tingkat pendidikannya sehingga mereka cenderung tidak mau melakukan pekerjaan kasar dan lebih memilih untuk menganggur serta mencari pekerjaan yang cocok bagi mereka. Sedangkan untuk tamatan perguruan tinggi juga banyak yang menganggur karena persaingan dalam mencari pekerjaan tersebut semakin ketat yang disebabkan karena setiap tahunnya ada fresh graduate baru sehingga tamatan perguruan tinggi tersebut tidak semuanya dapat langsung bekerja. Selain itu hal tersebut terjadi dikarenakan para tamatan perguruan tinggi tersebut merasa memiliki kualitas yang jauh lebih tinggi sehingga mereka ingin mendapatkan kedudukan dalam pekerjaan tanpa harus bersusah payah terlebih
dahulu. Kenyataannya untuk mencapai suatu kedudukan tertentu seseorang harus memulai semuanya dari nol. Selain itu ketidaksesuaian antara ilmu yang didapatkan dalam bangku perkuliahan dengan pekerjaan yang diinginkan juga menjadi salah satu faktor penyebab pengangguran tamatan perguruan tinggi. Berdasarkan pada uraian yang telah disajikan di atas maka menarik untuk mengamati masalah pengangguran terdidik, khususnya di SUBOSUKAWONOSRATEN yang hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan. Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingkat pengangguran terdidik di SUBOSUKAWONOSRATEN yang masih cukup tinggi walaupun selama tahun 2010 sampai 2013 selalu mengalami penurunan. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah setempat untuk memperbaiki dan membuat kebijakan yang dapat menekan bahkan menghilangkan pengangguran terdidik di SUBOSUKAWONOSRATEN. Judul penelitian yang akan diangkat untuk skripsi ini adalah Analisis Pengaruh UMK, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kesempatan Kerja Terhadap Tingkat Pengangguran Terdidik Di SUBOSUKAWONOSRATEN tahun 2010-2013.
B. Rumusan Masalah 1. Berapa besar pengaruh UMK terhadap tingkat pengangguran terdidik di SUBOSUKAWONOSRATEN selama tahun 2010 sampai tahun 2013? 2. Berapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terdidik di SUBOSUKAWONOSRATEN selama tahun 2010 sampai tahun 2013? 3. Berapa besar pengaruh kesempatan kerja terhadap tingkat pengangguran terdidik di SUBOSUKAWONOSRATEN selama tahun 2010 sampai tahun 2013? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari UMK terhadap tingkat pengangguran terdidik di SUBOSUKAWONOSRATEN selama tahun 2010 sampai tahun 2013. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terdidik di SUBOSUKAWONOSRATEN selama tahun 2010 sampai tahun 2013. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kesempatan kerja terhadap tingkat pengangguran terdidik di
SUBOSUKAWONOSRATEN selama tahun 2010 sampai tahun 2013. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperluas khasanah ilmu ekonomi dan dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Dengan mengetahui faktor-faktor yang paling banyak mempengaruhi tingkat pengangguran terdidik di SUBOSUKAWONOSRATEN diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan pemerintah sebagai acuan dalam menentukan kebijakan dalam mengurangi tingkat pengangguran terdidik. b. Bagi Masyarakat Memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai hal-hal yang mempengaruhi tingkat pengangguran terdidik.