ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Danny Nur Febrianica JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

2 LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA Yang disusun oleh : Nama : Danny Nur Febrianica NIM : Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 16 Januari Malang, 16 Januari 2015 Dosen Pembimbing, Devanto S. Pratomo, SE., M.Si., MA., Ph.D NIP

3 Analisis Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Kemiskinan di Indonesia Danny Nur Febrianica Devanto Shasta Pratomo, SE., M.Si., MA., Ph.D Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya ABSTRAK Kebijakan upah minimum merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk melindungi kepentingan dari pekerja, dengan adanya kebijakan upah minimum ini diharapkan dapat memberikan dampak positif kepada pekerja yaitu dapat meningkatkan taraf atau standart hidup pekerja. Namun, berdasarkan teorinya kebijakan upah minimum juga dapat memberikan dampak yang negatif terhadap pekerja yaitu pengurangan penyerapan tenaga kerja, sehingga peneliti mencoba untuk fokus pada dampak kebijakan upah minimum terhadap pekerja (yang memiliki upah) di Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pekerja yang tergolong miskin di Indonesia dan untuk mengetahui dampak kebijakan upah minimum terhadap probabilitas pekerja untuk tergolong miskin atau tidak miskin di Indonesia. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiskinan, sedangkan variabel independennya adalah upah minimum, umur, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan terakhir (SMP, SMA, Universitas) dan sektor pekerjaan (pertanian, perdagangan dan jasa). Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data Sakernas tahun 2012, data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis model regresi respons kualitatif dan analisis datanya menggunakan model probit. Hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah yang pertama menunjukkan bahwa pekerja yang tergolong miskin di Indonesia memiliki karakteristik berada pada umur tua (>66 tahun), memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar, bekerja di sektor pertanian dan jasa, tinggal di daerah perkotaan. Sedangkan hasil penelitian yang kedua menunjukkan bahwa secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa yang memiliki kecenderungan untuk tergolong miskin adalah variabel lokasi tempat tinggal, sektor pekerjaan pertanian, sektor pekerjaan perdagangan dan sektor pekerjaan jasa karena memiliki koefisien positif dan signifikan. Sedangkan yang memiliki kecenderungan untuk tergolong tidak miskin adalah variabel upah minimum, umur pekerja, tingkat pendidikan terakhir SMP, tingkat pendidikan terakhir SMA dan tingkat pendidikan terakhir Universitas. Kata kunci: Upah Minimum, Miskin, Tidak Miskin. A. PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan salah satu modal atau faktor terpenting dalam proses produksi. Selain itu tenaga kerja juga dapat dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam penciptaan suatu barang dan jasa untuk memenuhi permintaan konsumen serta kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Simanjuntak (1985:2) mengungkapkan bahwa tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja atau sedang melakukan pekerjaan, penduduk yang sedang mencari pekerjaan dan penduduk yang sedang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga, ketiga kategori tersebut tetap dikatakan sebagai pekerja karena mereka dianggap mampu dan sewaktu-waktu akan dapat bekerja. Setelah tenaga kerja tersebut memberikan jasa kepada perusahaan, maka pihak perusahaan atau pemberi kerja wajib memberikan imbalan yang sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan oleh tenaga kerjanya, imbalan tersebut biasa disebut sebagai upah, dimana upah merupakan sumber penghasilan utama pekerja. Namun, dalam pemberian upah ini terkadang terdapat beberapa masalah, seringkali pengusaha memberikan upah yang terlalu rendah kepada pekerja karena pengusaha atau pemberi kerja menganggap upah sebagai beban, dimana semakin tinggi upah yang diberikan kepada pekerja maka semakin rendah keuntungan yang bisa didapat oleh pemberi kerja tersebut.

4 Dengan fenomena yang terjadi tersebut, maka pekerja menjadi pihak yang dirugikan, karena ia bekerja dengan mendapatkan imbalan yang tidak sesuai, bahkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarganya tidak akan cukup. Untuk melindungi hak dari pekerja maka pemerintah membuat kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum merupakan salah satu kebijakan ketenagakerjaan yang penting bagi negara maju maupun negara berkembang, termasuk juga Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan upah minimum memiliki tujuan untuk memberikan dampak positif kepada pekerja yaitu untuk meningkatkan taraf hidup pekerja, khususnya pada pekerja yang memiliki upah rendah. Namun, ketika upah minimum mengalami kenaikan sampai diatas tingkat keseimbangan, hal ini dimungkinkan justru dapat menurunkan permintaan tenaga kerja atau penyerapan tenaga kerja, sehingga akan terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja yang akan berdampak pada naiknya tingkat pengangguran dan dapat menaikkan tingkat kemiskinan. Saat ini kemiskinan masih menjadi masalah yang kompleks bagi negara berkembang termasuk juga bagi Indonesia, sehingga masalah kemiskinan ini masih menjadi perhatian serius dari pemerintah Indonesia. Permasalahan kemiskinan yang terjadi ini salah satunya disebabkan oleh banyaknya pekerja yang menganggur atau tidak mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran yang terjadi ini mengakibatkan seseorang tidak memperoleh pendapatan yang menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan hidupnya sehingga masih terdapat penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan atau dapat dikatakan tergolong miskin. Selain itu kemiskinan yang masih terjadi di Indonesia ini disebabkan oleh rendahnya tingkat upah atau upah berada dibawah standar. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik pekerja yang tergolong miskin di Indonesia? 2. Bagaimana dampak dari kebijakan upah minimum terhadap probabilitas pekerja untuk menjadi miskin atau tidak miskin di Indonesia? B. TINJAUAN PUSTAKA Teori Ketenagakerjaan Menurut Simanjuntak (1985:1), sumber daya manusia atau human resources memiliki dua pengertian yaitu yang pertama, sumber daya manusia berarti usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan oleh pekerja untuk mendukung proses produksi. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seorang pekerja dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, sumber daya manusia mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai-nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan umur, hal ini berarti bahwa orang yang sedang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja atau melakukan pekerjaan. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau manpower. Singkatnya, tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (working age population). Teori Upah Pengertian upah menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun 2000, Bab I, Pasal 1, Ayat 30 adalah: Upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan di bayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah atau yang akan dilakukan. Simanjuntak (1985:110) mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip dari sistem pengupahan adalah: 1. Mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya; 2. Mencerminkan suatu bentuk imbalan yang diberikan kepada pekerja atas jasa yang diberikan kepada perusahaan; 3. Pemberian insentif yang dapat mendorong peningkatan produktivitas kerja dari pekerja dan pendapatan nasional.

5 Masalah Pengupahan Berdasarkan pendapat dari Simanjuntak (1985: ), terdapat beberapa permasalahan dalam sistem pengupahan di Indonesia, antara lain adalah: 1. Perbedaan persepsi antara pengusaha dan pekerja. Dalam masalah ini pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja pada umumnya memiliki perbedaan persepsi dan kepentingan dalam hal upah. Bagi pengusaha, upah dianggap sebagai beban, dimana semakin besar upah yang diberikan kepada pekerja maka akan semakin kecil keuntungan yang didapat oleh pengusaha, selain itu upah tidak hanya dalam bentuk uang tunai, tetapi juga segala sesuatu yang diberikan pengusaha kepada pekerjanya, seperti tunjangan beras, transportasi, kesehatan, konsumsi yang diberikan ketika pekerja sedang melaksanakan tugas, tunjangan saat libur, cuti dan sakit, fasilitas rekreasi dan lain sebagainya atau biasa disebut dengan natura dan fringe benefits. Sedangkan pekerja menganggap bahwa upah merupakan imbalan yang diberikan pengusaha kepada pekerja hanya dalam bentuk uang (takehome pay). 2. Keanekaragaman sistem pengupahan Besarnya proporsi upah dalam bentuk natura dan fringe benefits pada tiap-tiap perusahaan tidak sama, sehingga hal ini menyebabkan seringnya terjadi kesulitan dalam perumusan kebijakan nasional, misalnya seperti dalam penentuan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur dan lain sebagainya. 3. Rendahnya tingkat upah Pada saat ini, masih banyak terdapat karyawan yang memiliki penghasilan rendah, bahkan lebih rendah dari kebutuhan fisik minimumnya, sehingga pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Kebijakan Upah Minimum Upah minimum adalah penerimaan bulanan minimum atau terendah sebagai imbalan yang diberikan oleh pengusaha atau pemberi kerja kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan sendiri maupun untuk keluarganya. Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981, upah minimum dapat ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun maupun subsektoral, namun saat ini baru upah minimum regional yang dimiliki oleh setiap daerah. Pada dasarnya upah minimum terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, namun dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas hanya upah pokok yang tidak termasuk tunjangan, hal ini menyebabkan sering terjadinya kontroversi diantara pengusaha dan pekerja. Tunjangan tetap merupakan tunjangan yang diberikan pengusaha kepada pekerjanya secara tetap dan tanpa melihat tingkat kehadiran pekerja tersebut ataupun output yang dihasilkan, hal yang dimaksud seperti misalnya tunjangan keluarga tetap dan tunjangan yang berdasar pada senioritas (Pratomo dan Saputra, 2011). Dampak Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Seperti yang terlihat pada Gambar 1, pada awalnya keseimbangan pasar kerja berada pada tingkat upah sebesar w* dengan jumlah tenaga kerja E*. Kemudian pemerintah menerapkan kebijakan upah minimum yang berada di atas keseimbangan pasar yaitu sebesar w. Disini terdapat asumsi yang berlaku yaitu bahwa kebijakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah tersebut berlaku untuk semua tenaga kerja yang berada di negara tersebut tanpa perkecualian. Sebagai dampaknya, adanya kenaikan upah minimum tersebut menyebabkan penurunan terhadap penyerapan tenaga kerja dari E* menjadi Ē, selain itu kenaikan upah minimum juga menyebabkan sejumlah tenaga kerja (E*- Ē) pada akhirnya harus keluar dari pekerjaan mereka dan menjadi pengangguran. Selain itu, upah yang lebih tinggi karena terjadi peningkatan upah minimum ini akan mendorong seseorang untuk memasuki pasar kerja. Pekerja pada E s ingin dipekerjakan, jadi pekerja E s -E* yang masuk pada pasar kerja, tidak dapat menemukan pekerjaan dan mereka menjadi pengangguran. Tingkat pengangguran bisa tergantung pada tingkat upah minimum serta elastisitas penawaran dan permintaan tenaga kerja. Kehilangan pekerjaan atau pengangguran yang dimaksudkan dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya peningkatan pada kemiskinan.

6 Gambar 1: Dampak Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Dollars w w* S D Sumber: Borjas Ē E* E s Employment Dampak Upah Minimum terhadap Sektor Formal dan Informal Sebagai pengembangan dari model kompetitif diatas, maka diasumsikan bahwa terdapat dua sektor di dalam ekonomi yaitu sektor formal (sektor yang dilindungi oleh kebijakan upah minimum) dan sektor informal (sektor yang tidak dilindungi oleh kebijakan upah minimum); disini diasumsikan perpindahan yang sempurna antara sektor formal dan sektor informal. Adanya penetapan kebijakan upah minimum akan mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor formal. Kelebihan penawaran tenaga di sektor formal ini akan diserap oleh sektor informal yang tingkat upahnya tidak dilindungi oleh kebijakan upah minimum, sehingga kelebihan penawaran tenaga kerja ini akan mengakibatkan sektor informal menurunkan tingkat upah. Jika pangsa kerja di sektor informal lebih rendah, maka dampak distribusi pendapatannya akan memburuk. Seperti yang dapat kita lihat pada gambar 2, sebelum adanya kebijakan upah minimum, upah di sektor formal dan informal diasumsikan sama yaitu pada tingkat w* ( pada perpotongan yang terjadi pada kurva penawaran S c dan kurva permintaan D c pada sektor formal, dan pada kurva penawaran S u dan kurva permintaan D u pada sektor informal). Dengan adanya kenaikan upah minimum menyebabkan tingkat upah pada pasar tenaga kerja formal yang awalnya sebesar w* pada akhirnya mengalami kenaikan menjadi w, hal ini menyebabkan jumlah pekerja yang pada awalnya sebesar E c berkurang menjadi Ē, sehingga ada beberapa pekerja yang terpaksa kehilangan pekerjaannya (E c - Ē). Dalam model dual sektor, pekerja yang kehilangan pekerjaannya disektor formal akan berpindah menuju pasar kerja di sektor informal. Kelebihan penawaran pekerja di sektor formal yang menyebabkan peningkatan penawaran pekerja di sektor informal ini (E u menjadi E u ) menyebabkan pergeseran kurva penawaran pekerja di sektor informal dari S u menjadi S u, sehingga tingkat upah pada sektor informal mengalami penurunan. Ketika pekerja sektor informal berpindah ke sektor formal maka hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran kurwa penawaran pekerja di sektor informal menjadi S u, jumlah pekerja turun menjadi E u dan tingkat upah di pasar informal mengalami kenaikan.

7 Gambar 2: Dampak Upah Minimum terhadap Sektor Formal dan Informal (Bila pekerja bermigrasi ke sektor formal) Dollars w* Dollars S u w S c S u (Bila pekerja bermigrasi ke sektor informal) w* S u D c D u Ē E c Employment E U E U E U Employment a. Sektor Formal (Covered) b. Sektor Informal (Uncovered) Sumber: Borjas Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang masih sering dijumpai di beberapa negara yang sedang berkembang, begitu juga yang masih terjadi di Indonesia. Pada prinsipnya kemiskinan menggambarkan kondisi dimana terjadi ketiadaan kepemilikan dan rendahnya tingkat pendapatan, atau kemiskinan ini menggambarkan suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, papan dan sandang. Seperti yang disebutkan oleh BPS bahwa kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (Febriana, 2010). Kemiskinan yang dialami oleh seseorang atau penduduk ini memiliki kaitan dengan pencapaian tingkat kesejahteraannya. Terjadinya kemiskinan ini merupakan suatu tanda bahwa kesejahteraan individu yang tidak dapat tercapai. Untuk dapat melihat tingkat kesejahteraan tersebut, maka ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu (Febriana, 2010): 1. Pendekatan absolute Pendekatan absolute ini melihat batas minimum yang harus dimiliki untuk dapat mencapai kebutuhan minimum suatu keluarga. Suatu keluarga dapat dikatakan miskin apabila keluarga atau penduduk tersebut tidak memiliki penghasilan atau tidak mencapai batasan minimum yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan pendekatan absolute ini maka akan dapat diketahui jumlah keluarga miskin. 2. Pendekatan relatif Pendekatan relatif ini digunakan untuk membandingkan antara pendapatan seseorang atau rumah tangga dengan rata-rata pendapatan populasi. Pendekatan ini lebih untuk melihat pada adanya ketidakseimbangan pendapatan. 3. Pendekatan kebutuhan dasar Pendekatan yang dicetuskan oleh Towsend ini menekankan pada dua unsur penting, yaitu: (1) kemiskinan diartikan sebagai suatu kondisi dimana pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan subsisten akan pangan, sandang, papan dan barang-barang rumah tangga tertentu. (2) pendapatan tersebut juga tidak bisa digunakan untuk memenuhi jasa-

8 jasa penting lainnya, seperti air minum yang sehat, sanitasi, transportasi umum, pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pendekatan kebutuhan dasar ini dapat dikatakan lebih lengkap apabila dibandingkan dengan kebutuhan absolut dan kebutuhan relatif, karena pendekatan kebutuhan dasar ini lebih menekankan kepada pemenuhan kebutuhan, dimana hal tersebut berbeda-beda tergantung pada tempat dan waktunya. Pengukuran Kemiskinan Seseorang dapat dikatakan miskin apabila pengeluaran per kapita (atau pendapatannya) berada di bawah garis kemiskinan. Perhitungan penduduk berdasarkan kebutuhan dasar (basic needs) melalui pendekatan pendapatan rata-rata perkapita merupakan metode perhitungan penduduk miskin yang dilakukan oleh BPS. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS adalah pengeluaran konsumsi pangan untuk memenuhi energi minimum sebanyak 2100 kalori per kapita per hari dan pengeluaran minimal yang dikeluarkan untuk perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Menurut Haughton dan Khandker (2009:22-25) dalam mengukur kemiskinan terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan pendapatan dan pengeluaran. Pendapatan rumah tangga menarik untuk digunakan dalam mengukur kesejahteraan rumah tangga. Rumus untuk pengukuran pendapatan adalah Pendapatan= Konsumsi + perubahan kekayaan bersih. Sedangkan pengukuran kemiskinan melalui pengeluaran konsumsi yaitu meliputi barang dan jasa yang dibeli dan yang disediakan dari produksi sendiri. Di negara maju, konsumsi merupakan indikator kesejahteraan seumur hidup yang lebih baik daripada pendapatan. Hubungan Upah Minimum dengan Tingkat Kemiskinan Kenaikan upah minimum dapat memberikan dampak terhadap tingkat kemiskinan. Seperti dalam pendekatan model kompetitif dijelaskan bahwa kenaikan upah minimum yang selalu terjadi setiap tahun serta kenaikannya yang berada diatas tingkat keseimbangan ini dapat memberikan dampak negatif terhadap kemiskinan, dimana kenaikan upah minimum ini akan mendorong terjadinya peningkatan penawaran tenaga kerja dan pengurangan penyerapan tenaga kerja, peningkatan penawaran tenaga kerja yang tidak diimbangi oleh penyerapan tenaga kerja ini akan menimbulkan kelebihan penawaran tenaga kerja dan ini akan dapat meningkatkan tingkat pengangguran yang pada akhirnya dapat memperburuk kondisi kemiskinan. Sedangkan berdasarkan pada model dual sektor kenaikan upah minimum ini juga memiliki dampak terhadap pekerja di sektor informal. Kelebihan penawaran tenaga kerja di sektor formal sebagai akibat kenaikan upah minimum ini akan diserap oleh sektor informal, sehingga perpindahan pekerja dari sektor formal ke sektor informal ini akan menyebabkan turunnya tingkat upah di sektor informal. Dapat diketahui bahwa di sektor informal banyak pekerja yang berkategori miskin, sehingga penurunan tingkat upah di sektor informal sebagai respon kenaikan upah minimum di sektor formal ini dapat menambah jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Kerangka Pikir Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi atau input terpenting, karena tenaga kerja telah memberikan jasanya, maka pihak perusahaan wajib memberdayakannya dengan memberikan upah yang sesuai dan layak sebagai imbalan. Namun, karena pengusaha menganggap upah adalah sebagai beban, maka terkadang pengusaha memberikan upah dibawah kebutuhan hidup minimum pekerja. Dengan melihat fenomena seperti ini, pemerintah membuat kebijakan upah minimum yang salah satu tujuannya untuk melindungi kepentingan pekerja. Namun, kebijakan upah minimum tidak hanya memberikan dampak positif yaitu meningkatkan taraf hidup pekerja, namun juga dampak yang negatif yaitu pengusaha melakukan pengurangan terhadap penyerapan tenaga kerja. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana dampak kebijakan upah minimum terhadap probabilitas pekerja untuk tergolong miskin atau tidak miskin di Indonesia. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

9 Gambar 3: Kerangka Pikir Tenaga Kerja Mendapatkan Upah Sebagai Imbalan Penetapan Kebijakan Upah Minimum Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Formal Sektor Informal Pengangguran Kemiskinan Miskin Tidak Miskin Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan yang bersifat sementara atas rumusan masalah. Dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis guna memberikan arah dan pedoman dalam melakukan penelitian. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Diduga bahwa pekerja yang tergolong miskin di Indonesia memiliki karakteristik yaitu pekerja berada pada usia tua, tingkat pendidikan rendah, bekerja di sektor pertanian dan tinggal di daerah pedesaan. 2. Diduga bahwa upah minimum memiliki dampak yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia atau dengan kata lain naiknya upah minimum menyebabkan probabilitas pekerja untuk menjadi miskin akan berkurang.

10 C. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini digunakan untuk melihat dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan upah minimum terhadap kemiskinan di Indonesia. Pendekatan kuantitatif ini menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variable-variabel penelitian dengan angka-angka dan melakukan analisis data dengan menggunakan prosedur statistik. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Indonesia. Kemudian waktu yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode tahun Populasi dan Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang ada di Indonesia dan terdata oleh Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2012 oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Sedangkan total sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah pekerja (yang mendapatkan upah) yang tercantum pada data Survey Angkatan Kerja Indonesia (SAKERNAS) pada tahun 2012 yaitu sebesar responden. Metode Pengumpulan Data a. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini berupa literatur, publikasi, laporan dan sumber pendukung lainnya. Dengan sumber utama dari data agregat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun b. Sumber Data Sumber data untuk penelitian ini diperoleh dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) pada tahun Survei Angkatan Kerja Nasional adalah survei angkatan kerja reguler di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) sejak awal atau kuartalan tahun 1986, kecuali pada tahun 1995 ketika BPS melakukan Survei Demografi Antar (SUPAS). Tujuan utama dari SAKERNAS adalah untuk mengestimasi dan memonitor statistik angkatan kerja dan karakteristiknya di Indonesia. c. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari SAKERNAS tahun Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini berupa literatur, publikasi, laporan dan sumber pendukung lainnya. Metode Analisis Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama, maka analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah tersedia secara apa adanya dan tanpa bermaksud untuk menyimpulkan secara umum (Sugiyono, 2009:206). Sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, penelitian ini menggunakan metode analisis yaitu metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah mengolah atau menganalisis data dengan angka-angka atau rumus-rumus perhitungan tertentu, untuk kemudian dianalisis sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009:12), metode kuantitatif adalah metode dimana data penelitiannya berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Sedangkan untuk analisis datanya yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, karena variabel dependen yang terikat yaitu kemiskinan bersifat kualitatif/ dummy atau termasuk dalam binary logistic maka alat atau model yang digunakan adalah menggunakan probit. Model probit merupakan model estimasi yang berasal dari CDF normal, dimana CDF (cumulative distribution function) atau fungsi distribusi kumulatif ini digunakan untuk menjelaskan pola dari sebuah variabel dependen dikotomi (Gujarati, 2012: ). Model probit ini digunakan untuk melihat bagaimana dampak dari kebijakan upah minimum terhadap

11 probabilitas seseorang/ pekerja untuk dikategorikan miskin atau tidak miskin. Adapun bentuk model ekonometriknya dapat dituliskan sebagai berikut : dimana: Poor adalah sama dengan 1 ketika pekerja termasuk dalam kategori miskin dan sama dengan 0 ketika pekerja tidak termasuk dalam kategori miskin. Sedangkan untuk variabel independennya yaitu: - X 1 adalah upah minimum pada setiap provinsi atau kabupaten/ kota di Indonesia. Apabila provinsi yang bersangkutan menerapkan Upah Minimum Provinsi maka yang dipakai adalah UMP. Apabila provinsi yang bersangkutan menerapkan Upah Minimum Kota/ Kabupaten maka yang dipakai adalah UMK. Upah minimum diukur menggunakan log untuk melihat elastisitas. - X 2 adalah umur pekerja. Umur pekerja merupakan variabel continous yang diukur dengan satuan tahun. - D 1 adalah lokasi tempat tinggal yang diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana sama dengan 1 apabila perkotaan dan sama dengan 0 apabila pedesaan (1=perkotaan dan 0=pedesaan). - D 2 adalah tingkat pendidikan SMP yang diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana sama dengan 1 apabila SMP dan sama dengan nol apabila lainnya (1=SMP dan 0=lainnya). - D 3 adalah tingkat pendidikan SMA yang diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana sama dengan 1 apabila SMA dan sama dengan nol apabila lainnya (1=SMA dan 0=lainnya). - D 4 adalah tingkat pendidikan universitas yang diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana sama dengan 1 apabila Perguruan Tinggi dan sama dengan nol apabila lainnya (1=universitas dan 0=lainnya). - D 5 adalah sektor pekerjaan pertanian yang diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana sama dengan 1 apabila pertanian dan sama dengan 0 apabila di luar sektor pertanian (1=pertanian dan 0= di luar sektor pertanian). - D 6 adalah sektor pekerjaan perdagangan yang diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana sama dengan 1 apabila perdagangan dan sama dengan 0 apabila di luar sektor perdagangan (1=perdagangan dan 0= di luar sektor perdagangan). - D 7 adalah sektor pekerjaan jasa yang diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana sama dengan 1 apabila jasa dan sama dengan 0 apabila di luar sektor jasa (1=jasa dan 0= di luar sektor jasa). - adalah faktor penganggu/ error. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pekerja yang Tergolong Miskin di Indonesia Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu bagaimana karakteristik pekerja yang tergolong miskin di Indonesia. Dengan menggunakan sampel sebanyak pekerja yang di dapat dari data Sakernas Tahun 2012, maka dapat diketahui dengan jelas karakteristik pekerja yang tergolong miskin sebagai berikut: Tabel 1: Ringkasan Karakteristik Pekerja yang Tergolong Miskin di Indonesia No. Karakteristik Jumlah Pekerja Miskin Persentase 1. Umur 15 Tahun ,81 16 Tahun dan 25 Tahun ,85 26 Tahun dan 35 Tahun ,13 36 Tahun dan 45 Tahun ,44 46 Tahun dan 55 Tahun ,93

12 56 Tahun dan 65 Tahun ,95 66 Tahun ,59 2. Daerah Tempat Tinggal Perkotaan ,38 Pedesaan ,62 3. Tingkat Pendidikan Terakhir SD ,98 SMP ,98 SMA ,09 Universitas ,55 4. Sektor Pekerjaan Pertanian ,60 Perdagangan ,69 Jasa ,23 Industri ,74 Lain-lain ,83 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Tahun 2012, Data Diolah. Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan atau garis besar secara umum dapat dilihat bahwa karakteristik pekerja yang tergolong miskin di Indonesia memiliki karakteristik yang pertama yaitu berada pada umur tua atau memiliki umur 66 tahun yaitu sebesar 916 jiwa atau 22,59 persen, hal ini memang dapat terjadi karena umur 66 tahun ini merupakan umur tua dimana penduduk yang memiliki umur lebih dari 66 tahun ini produktivitas kerjanya sudah menurun, sehingga menyebabkan rendahnya tingkat upah yang diterima. Kedua, pekerja yang bekerja di daerah perkotaan adalah sebesar pekerja atau 55,38 persen, Hal tersebut memang dapat terjadi, dimana jumlah pekerja yang memiliki pendapatan kurang dari sama dengan garis kemiskinan lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan karena memang daerah perkotaan memiliki garis kemiskinan yang lebih tinggi daripada daerah pedesaan. Sehingga pekerja yang memiliki upah yang rendah di daerah perkotaan cenderung tergolong miskin, meskipun pendapatan yang diterima pekerja di daerah perkotaan tersebut lebih tinggi dari pendapatan yang diterima oleh pekerja yang tinggal di daerah pedesaan. Ketiga, memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak pekerja atau 9,98 persen, hal tersebut memang dapat terjadi, dimana pekerja yang memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar tersebut memiliki pendidikan yang rendah atau dapat dikatakan sebagai tenaga kerja yang tidak terdidik, sehingga seseorang yang tergolong dalam tenaga kerja tidak terdidik tersebut tidak cukup memiliki pengetahuan dan keterampilan. Pekerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang rendah ini dapat membuat tenaga kerja yang tidak terdidik tersebut sulit untuk masuk kedalam pasar kerja sektor formal yang membutuhkan tenaga kerja yang memiliki pendidikan dan keterampilan yang tinggi, karena pasar kerja sektor formal dapat memberikan upah atau penghasilan yang lebih tinggi. Selain itu juga tenaga kerja yang tidak terdidik cenderung memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, rendahnya kualitas sumber daya manusia ini dapat mempengaruhi rendahnya tingkat produktivitas kerja yang nantinya hal ini dapat mempengaruhi rendahnya upah yang dapat diterima pekerja tersebut. Keempat, bekerja di sektor pertanian yaitu sebesar pekerja atau 9,60 persen, hal ini memang dapat terjadi karena pekerja yang bekerja di sektor pertanian tidak bisa mendapatkan upah atau penghasilan secara pasti, karena pekerjaan di sektor pertanian bersifat musiman. Selain itu, berdasarkan teorinya sektor pertanian memiliki produktivitas yang rendah karena jumlah pekerja di sektor pertanian jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan ketersediaan lahan pertaniannya. Selain itu adalah sektor jasa yaitu sebesar pekerja atau 9,23 persen. Banyak pekerja yang tergolong miskin di sektor jasa tersebut dikarenakan pekerja yang bekerja di sektor jasa tersebut mayoritas adalah pekerja yang memiliki keterampilan yang rendah. Hal tersebut merupakan fenomena perkotaan, dimana pekerja yang awalnya bekerja di sektor pertanian di daerah pedesaan melakukan perpindahan ke daerah perkotaan dengan tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun, karena banyak pekerja yang melakukan perpindahan tersebut memiliki keterampilan yang rendah, maka ia hanya dapat bekerja di sektor jasa informal yang hanya mampu memberikan upah yang rendah.

13 Hasil Olah Data Menggunakan Probit Untuk dapat mengetahui dampak dari Upah Minimum terhadap kemiskinan di Indonesia, maka pada subbab ini dengan menggunakan data yang didapat dari Sakernas 2012 dianalisis dengan metode probit yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Metode probit ini berguna untuk melihat hubungan antara variabel dependen yaitu seseorang/ pekerja yang tergolong miskin memiliki nilai 1 atau tidak miskin di Indonesia memiliki nilai 0 (yaitu penduduk yang memperoleh pendapatan kurang dari sama dengan atau lebih dari garis kemiskinan per provinsi), dengan variabel-variabel independen dalam penelitian ini yaitu Upah Minimum Provinsi, umur pekerja, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan yang ditamatkan (SMP, SMA dan Universitas), dan sektor pekerjaan (Pertanian, Perdagangan dan Jasa). Untuk dapat mendukung dalam menjawab rumusan penelitian yang kedua ini, maka aplikasi yang digunakan adalah software Stata Selain itu, untuk dapat menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian yang kedua, maka hipotesis yang telah dikemukakan pada bab 2 akan diuji dengan menggunakan probabilitas < 0,05%. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai dari P> semua variabelnya dikatakan signifikan karena memiliki tingkat probabilitas < 0,05. Tabel 2: Hasil Pengolahan Variabel Dependen dan Independen Menggunakan Model Probit pada Stata Probit Regression Log likelihood = ,882 Jumlah Observasi : LR Chi2 : 4378,42 Prob>Chi2 : Pseudo R 2 : Variabel Koefisien Std. Error Z P> 95% Conf Interval Lump (X 1 ) Umur (X 2 ) Kota (D 1 ) Smp (D 2 ) Sma (D 3 ) Univ (D 4 ) Pertanian (D 5 ) Perdagangan (D 6 ) Jasa (D 7 ) Konstanta Sumber: Output Stata 10.0, data telah diolah. Hasil Uji Hipotesis Koefisien yang terdapat pada hasil model probit, menunjukkan arah pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini variabel yang menjadi variabel dependen adalah pekerja yang tergolong miskin (memiliki pendapatan garis kemiskinan) dan pekerja yang tergolong tidak miskin (memiliki pendapatan garis kemiskinan). Hasil dari model probit yang terlihat, terdapat variabel yang berslope positif dan terdapat juga variabel yang berslope negatif, dimana variabel yang memiliki slope positif adalah tempat tinggal, bidang pekerjaan pertanian, bidang pekerjaan perdagangan dan bidang pekerjaan jasa, sedangkan variabel yang memiliki slope negatif adalah ln UMP, umur, tingkat pendidikan terakhir SMP, tingkat pendidikan terakhir SMA dan tingkat pendidikan terakhir Universitas. Dari hasil model tersebut dapat dianalisis bahwa: 1. Variabel UMP (lump) Variabel UMP memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel UMP adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat Upah Minimum Provinsi maka

14 probabilitas pekerja untuk menjadi miskin akan semakin turun sebesar 0,48, dan sebaliknya semakin tinggi tingkat Upah Minimum Provinsi maka probabilitas pekerja untuk menjadi tidak miskin akan semakin tinggi sebesar 0, Variabel umur (umur) Variabel umur memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel umur adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi umur seseorang maka probabilitas pekerja untuk menjadi miskin akan semakin rendah sebesar 0,001, dan sebaliknya semakin tinggi umur maka probabilitas pekerja untuk menjadi tidak miskin akan semakin tinggi sebesar 0, Variabel tempat tinggal (kota) Variabel tempat tinggal memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel tempat tinggal adalah signifikan dan memiliki slope yang positif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang bertempat tinggal di daerah perkotaan memiliki probabilitas untuk tergolong pekerja miskin lebih besar yaitu sebesar 0,12 dibandingkan seseorang yang bertempat tinggal di daerah pedesaan. 4. Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP (smp) Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki probabilitas untuk tergolong miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,26 dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Dengan kata lain seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP cenderung untuk tergolong tidak miskin dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. 5. Variabel tingkat pendidikan terakhir SMA (sma) Variabel tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel tingkat pendidikan terakhir SMA adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki probabilitas untuk tergolong miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,44 dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Dengan kata lain seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA cenderung untuk menjadi tidak miskin dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. 6. Variabel tingkat pendidikan terakhir universitas (univ) Variabel tingkat pendidikan terakhir universitas memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel tingkat pendidikan terakhir universitas adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir universitas memiliki probabilitas untuk tergolong miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,70 dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Dengan kata lain seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas cenderung untuk menjadi tidak miskin dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. 7. Variabel sektor pekerjaan pertanian (pertanian) Variabel sektor pekerjaan pertanian memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel sektor pekerjaan pertanian adalah signifikan dan memiliki slope yang positif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang bekerja pada sektor pertanian memiliki probabilitas untuk menjadi miskin lebih besar yaitu sebesar 0,33 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor industri (base category). Dengan kata lain seseorang atau pekerja yang bekerja pada sektor pertanian cenderung untuk tergolong pekerja miskin. 8. Variabel sektor pekerjaan perdagangan (perdagangan) Variabel sektor pekerjaan perdagangan memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel sektor pekerjaan perdagangan adalah signifikan dan memiliki slope yang positif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang bekerja pada sektor perdagangan memiliki probabilitas untuk menjadi

15 miskin lebih besar yaitu sebesar 0,11 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor industri (base category). Dengan kata lain seseorang atau pekerja yang bekerja pada sektor perdagangan cenderung untuk tergolong pekerja miskin. 9. Variabel sektor pekerjaan jasa (jasa) Variabel sektor pekerjaan jasa memiliki koefisien sebesar dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel sektor pekerjaan jasa adalah signifikan dan memiliki slope yang positif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang bekerja pada sektor jasa memiliki probabilitas untuk menjadi miskin lebih besar yaitu sebesar 0,59 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor industri (base category). Dengan kata lain seseorang atau pekerja yang bekerja pada sektor jasa cenderung untuk tergolong pekerja miskin. Interpretasi Hasil Pengolahan Data 1. Pengaruh dari Variabel UMP Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Pada pengolahan hasil model probit pada tabel 4.7, dapat dilihat bahwa variabel UMP tersebut signifikan dalam menjelaskan probabilitas seseorang (pekerja) untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang negatif yaitu sebesar Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa setiap terjadi peningkatan satu persen (1%) pada upah minimum maka probabilitas seseorang (pekerja) untuk menjadi miskin akan berkurang sebesar 0,48, dan sebaliknya setiap terjadi peningkatan upah minimum sebesar satu persen (1%) maka probabilitas seseorang (pekerja) untuk menjadi tidak miskin akan bertambah sebesar 0,48. Apabila melihat hipotesis kedua pada bab 2, maka keadaan ini sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan yaitu peningkatan upah minimum memiliki dampak yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia dan probabilitas seseorang untuk menjadi miskin akan berkurang. Hal ini memang dapat terjadi, dimana adanya peningkatan upah minimum tersebut akan membuat perusahaan meningkatkan upah yang diberikan kepada pekerjanya yaitu paling minimum atau serendah-rendahnya sebesar upah minimum. Peningkatan upah yang diberikan pengusaha kepada pekerja tersebut akan membuat terciptanya peningkatan pendapatan, maka dari itu peningkatan pendapatan ini akan dapat meningkatkan probabilitas seseorang pekerja untuk tergolong tidak miskin. Dari kedua gambar 4 dan 5 dapat disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah lapangan pekerjaan sektor formal dan jumlah tenaga kerja yang di serap di sektor formal cenderung selalu mengalami peningkatan. Sektor formal merupakan sektor yang dilindungi oleh kebijakan upah minimum, sehingga upah yang diberikan kepada pekerja sektor formal biasanya cenderung lebih tinggi. Peningkatan jumlah lapangan pekerjaan di sektor formal yang menyebabkan peningkatan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor formal ini akan menyebabkan semakin banyak pula tenaga kerja yang mendapatkan upah yang tinggi. Jadi upah tinggi yang diterima oleh pekerja di sektor formal karena adanya kebijakan upah minimum ini dapat meningkatkan probabilitas seseorang untuk tidak tergolong sebagai pekerja miskin di Indonesia. Gambar 4: Jumlah Lapangan Pekerjaan Sektor Formal Sumber: ILO, 2014.

16 Gambar 5: Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Formal Sumber: ILO, Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan kebijakan upah minimum sudah dapat mencapai tujuannya yaitu menjadi acuan pengusaha dalam penentuan upah, sehingga adanya upah minimum ini pengusaha memberikan upah paling minimum yaitu sebesar upah minimum. Selain itu, upah minimum yang cenderung selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya ini dapat memberikan dampak yang positif yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan dari pekerja, maka dapat disimpulkan bahwa upah minimum berhasil dalam mengurangi probabilitas pekerja untuk tergolong miskin di Indonesia. 2. Pengaruh dari Variabel Umur Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Pada pengolahan hasil model probit diatas, dapat dilihat bahwa variabel umur signifikan dalam menjelaskan probabilitas pekerja untuk tergolong miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang negatif yaitu sebesar Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa semakin tinggi umur pekerja atau seseorang maka probabilitas pekerja tersebut untuk menjadi miskin akan berkurang sebesar 0,0015, dan sebaliknya semakin tinggi umur pekerja atau seseorang maka probabilitas pekerja tersebut untuk menjadi tidak miskin akan bertambah sebesar 0,0015. Hal tersebut dapat terjadi karena semakin tinggi umur maka pengalaman bekerja dari seorang pekerja akan bertambah, hal ini dapat berakibat pada semakin tinggi pula produktifitas kerja dari seseorang (usia kerja yaitu tahun), dan tingginya produktivitas kerja juga dapat mempengaruhi tingginya upah yang dapat diterima. Selain itu, seperti yang kita ketahui semakin tinggi umur seseorang juga dapat mempengaruhi tingginya jabatan seseorang, dimana jabatan pada pekerjaan ini juga dapat mempengaruhi upah atau pendapatan yang bisa diterima. Hasil tersebut juga sesuai dengan pendapat Simanjuntak (1985:22), yang mengungkapkan bahwa semakin muda umur maka akan semakin rendah produktifitas kerja karena penduduk dalam kelompok umur muda merupakan penduduk yang masih membutuhkan pelayanan. Sebaliknya semakin tinggi umur maka akan semakin tinggi produktivitas seseorang. Jadi, tingginya tingkat produktivitas seseorang atau pekerja tersebut yang dapat mempengaruhi tingginya tingkat upah dapat meningkatkan probabilitas seseorang untuk menjadi tidak miskin. 3. Pengaruh dari Variabel Tempat Tinggal Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Variabel tempat tinggal signifikan dalam menjelaskan probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang positif sebesar Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa orang yang tinggal di daerah perkotaan memiliki probabilitas yang lebih tinggi tergolong sebagai pekerja miskin sebesar 0,122 dibandingkan dengan orang yang tinggal di daerah pedesaan. Hasil diatas memang dapat terjadi, dimana seseorang yang tinggal di daerah perkotaan memang cenderung memiliki upah yang lebih tinggi, namun di daerah perkotaan harga-harga komoditas, layanan kesehatan dan pendidikan jauh lebih mahal, sehingga seseorang yang hidup di daerah perkotaan cenderung membutuhkan biaya hidup yang jauh lebih mahal daripada yang hidup di daerah pedesaan.

17 Upah minimum juga dapat mempengaruhi, dimana semakin tinggi upah minimum maka pengusaha akan menurunkan permintaan tenaga kerja, penurunan permintaan tenaga kerja ini dapat menyebabkan terjadinya pengangguran ataupun perpindahan pekerja dari sektor formal ke sektor informal. Dengan melihat harga-harga kebutuhan di perkotaan yang lebih mahal dari pedesaan, maka pekerja yang menganggur atau yang berpindah ke sektor informal tersebut akan mengalami penurunan kesejahteraan, sehingga menyebabkan peningkatan kemiskinan di daerah perkotaan. Dalam kenyataannya juga banyak penduduk atau tenaga kerja yang melakukan perpindahan ke daerah perkotaan dengan tujuan agar mendapatkan pekerjaan yang layak di sektor formal yang dilindungi oleh upah minimum sehingga dapat memberikan upah yang lebih tinggi, namun seringkali tenaga kerja tersebut tidak memiliki kemampuan dan keahlian seperti yang dibutuhkan oleh lapangan pekerjaan. Selain itu, terkadang jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah permintaannya, sehingga tidak dapat terserap oleh lapangan pekerjaan di sektor formal dan mereka terpaksa menjadi pengangguran, atau sesuai dengan model dual sektor, dimana tenaga kerja yang ada di perkotaan yang tidak terserap oleh lapangan pekerjaan di sektor formal akan berpindah ke sektor informal yang memiliki tingkat upah yang lebih rendah. 4. Tingkat Kecenderungan Pengaruh dari Variabel Tingkat Pendidikan Terakhir Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP signifikan dalam menjelaskan probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang negatif yaitu sebesar Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki probabilitas untuk tergolong sebagai pekerja miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,26, dan sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki probabilitas untuk tergolong pekerja tidak miskin lebih tinggi yaitu sebesar 0,26. Dengan kata lain seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP cenderung untuk menjadi tidak miskin apabila dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Sedangkan variabel tingkat pendidikan terakhir SMA signifikan dalam menjelaskan probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang negatif yaitu sebesar Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki probabilitas untuk tergolong sebagai pekerja miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,44, dan sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki probabilitas untuk tergolong pekerja tidak miskin lebih tinggi yaitu sebesar 0,44. Dengan kata lain seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA cenderung untuk menjadi tidak miskin apabila dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Kemudian variabel tingkat pendidikan terakhir Universitas signifikan dalam menjelaskan probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang negatif yaitu sebesar Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas memiliki probabilitas untuk tergolong sebagai pekerja miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,70, dan sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir universitas memiliki probabilitas untuk tergolong pekerja tidak miskin lebih tinggi yaitu sebesar 0,70. Dengan kata lain seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas cenderung untuk menjadi tidak miskin apabila dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Dari nilai koefisien dalam model probit dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan terakhir Universitas memiliki koefisien sebesar -0, yang lebih tinggi dari tingkat pendidikan terakhir SMA yaitu sebesar -0, dan tingkat pendidikan terakhir SMP yaitu sebesar -0, Hal tersebut berarti bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas memiliki kemungkinan untuk tergolong pekerja tidak miskin lebih tinggi dari orang yang memiliki pendidikan terakhir SMA dan SMP.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG SETENGAH PENGANGGUR DI INDONESIA: ANTARA SUKARELA DAN KETERPAKSAAN

ANALISIS TENTANG SETENGAH PENGANGGUR DI INDONESIA: ANTARA SUKARELA DAN KETERPAKSAAN ANALISIS TENTANG SETENGAH PENGANGGUR DI INDONESIA: ANTARA SUKARELA DAN KETERPAKSAAN JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Cindy Sangri Kinanti 115020100111061 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS PARTISIPASI KERJA PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA

ANALISIS PARTISIPASI KERJA PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA ANALISIS PARTISIPASI KERJA PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Fathin Safirah Sumarsono 125020107111015 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tercapai. Metode yang nantinya akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. tercapai. Metode yang nantinya akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Yang Digunakan Setiap penelitian yang akan dilakukan, terlebih dahulu harus ditentukan jenis penelitian dan metode yang akan digunakan sehingga tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PRODUKSI, UPAH, DAN UNIT USAHA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI BESAR DAN SEDANG PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

ANALISIS PENGARUH PRODUKSI, UPAH, DAN UNIT USAHA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI BESAR DAN SEDANG PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANALISIS PENGARUH PRODUKSI, UPAH, DAN UNIT USAHA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI BESAR DAN SEDANG PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 1998-2012 ARTIKEL PUBLIKASI Disusun oleh: M. Misbahul

Lebih terperinci

Pengaruh pendidikan, upah dan kesempatan kerja terhadap pengangguran terdidik di Provinsi Jambi

Pengaruh pendidikan, upah dan kesempatan kerja terhadap pengangguran terdidik di Provinsi Jambi Pengaruh pendidikan, upah dan kesempatan kerja terhadap pengangguran terdidik di Provinsi Jambi Fitri Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak: Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap kali perekonomian suatu negara mengalami guncangan (shock), masyarakat langsung terkena imbasnya. Biasanya harga-harga kebutuhan pokok yang mencerminkan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha yang dilakukan suatu negara untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 30 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional dalam penelitian ini mencakup seluruh definisi yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2006 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2006 mendefinisikan tenaga kerja sebagai setiap laki-laki atau wanita yang berumur 15 tahun ke atas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Arief Rahman Yuditya (2010) hasil jumlah lapangan pekerjaan tidak diimbangi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Arief Rahman Yuditya (2010) hasil jumlah lapangan pekerjaan tidak diimbangi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai landasan ini mempunyai sejumlah persamaan dan perbedaan dengan penelitian saat ini. Hasil penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum

Lebih terperinci

V. FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR V. FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penelitian ini menggunakan model regressi logistik ordinal untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus berupaya melakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 1 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah data hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007. SDKI merupakan survei yang dilaksanakan oleh badan pusat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun oleh: Alin Citra Suardi

SKRIPSI. Disusun oleh: Alin Citra Suardi ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DENGAN METODE REGRESI PROBIT ORDINAL (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah Tahun 2013) SKRIPSI Disusun oleh: Alin Citra Suardi 24010211130066

Lebih terperinci

Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Jambi

Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Jambi Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Jambi Nurfita Sari Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010-

BAB III METODE PENELITIAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010- BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010-2015. Data yang diteliti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hal ini dapat tercapai bila jumlah supply tenaga kerja yang besar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hal ini dapat tercapai bila jumlah supply tenaga kerja yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar merupakan

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2000-2014 NADIA IKA PURNAMA Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara email : nadiaika95@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi. Ketika kesempatan kerja tinggi, pengangguran akan rendah dan ini akan berdampak pada naiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan

Lebih terperinci

Pendidikan dan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita di Indonesia: Analisis Terhadap Hipotesis Kurva-U. Devanto Shasta Pratomo* Universitas Brawijaya

Pendidikan dan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita di Indonesia: Analisis Terhadap Hipotesis Kurva-U. Devanto Shasta Pratomo* Universitas Brawijaya Pendidikan dan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita di Indonesia: Analisis Terhadap Hipotesis Kurva-U Devanto Shasta Pratomo* Universitas Brawijaya AbSTrAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat eksistensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara agraris yang mana sebagian besar dari penduduknya bekerja disektor pertanian. Namun, sektor pertanian ini dinilai belum mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan ketenagakerjaan disadari bersifat kompleks karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan ketenagakerjaan disadari bersifat kompleks karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan ketenagakerjaan disadari bersifat kompleks karena mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor dengan pola hubungan yang seringkali tidak mudah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang. Penelitian ini dilakukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang. Penelitian ini dilakukan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis variabel-variabel yang memiliki pengaruh terhadap kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor industri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor industri BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian tentang analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur (besar dan sedang) di jawa timur ini dilakukan di provinsi jawa timur

Lebih terperinci

Judul : Analisis Pilihan Pekerjaan Setengah Penganggur bagi Angkatan Kerja di Kota Denpasar Nama : Putu Diah Arya Purnama Dewi NIM :

Judul : Analisis Pilihan Pekerjaan Setengah Penganggur bagi Angkatan Kerja di Kota Denpasar Nama : Putu Diah Arya Purnama Dewi NIM : Judul : Analisis Pilihan Pekerjaan Setengah Penganggur bagi Angkatan Kerja di Kota Denpasar Nama : Putu Diah Arya Purnama Dewi NIM : 1215151037 Abstrak Setengah penganggur merupakan suatu keadaan seseorang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 1,97% Angkatan kerja NTT pada Februari 2014 mencapai 2.383.116 orang, bertambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 No. 76/11/51/Th. X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2016 mencapai 2.463.039 orang, bertambah sebanyak 80.573 orang

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup seluruh definisi yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup seluruh definisi yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup seluruh definisi yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan melindungi kondisi ekonomi dari para pekerja berupah rendah (Gramlich,

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan melindungi kondisi ekonomi dari para pekerja berupah rendah (Gramlich, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan upah minimum adalah sebuah kebijakan institusional yang bertujuan melindungi kondisi ekonomi dari para pekerja berupah rendah (Gramlich, 1976; Card dan Krueger,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menggunakan data Tingkat Pengangguran Terbuka, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Upah Minimum dan Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH Pada uraian sebelumnya telah dibahas tentang hubungan antara pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi. Dalam kenyataannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah sebuah usaha meningkatan taraf hidup masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata yang diukur melalui tinggi

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH. Disusun oleh : Yolan Cahyani JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURNAL ILMIAH. Disusun oleh : Yolan Cahyani JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN TENAGA KERJA WANITA DI SEKTOR INFORMAL KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR, KOTA BANDAR LAMPUNG, PROVINSI LAMPUNG JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Yolan Cahyani 125020101111021

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam pengelompokkan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 25/05/32/Th. XVI, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,66 PERSEN Tingkat partisipasi angkatan kerja

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di enam kelurahan di Kota Depok, yaitu Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Curug, Kelurahan Tapos, Kelurahan Beji, Kelurahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tenaga Kerja Menurut Sudarso (1991), tenaga kerja merupakan manusia yang dapat digunakan dalam proses produksi yang meliputi keadaan fisik jasmani, keahlian-keahlian,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 No. 34/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2016 mencapai 2.382.466 orang, bertambah sebanyak 10.451 orang dibanding

Lebih terperinci

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5.1 Determinan Ketahanan Pangan Regional Analisis data panel dilakukan untuk mengetahui determinan ketahanan pangan regional di 38 kabupaten/kota

Lebih terperinci

FENOMENA PENGANGGURAN TERDIDIK DI INDONESIA

FENOMENA PENGANGGURAN TERDIDIK DI INDONESIA FENOMENA PENGANGGURAN TERDIDIK DI INDONESIA Oleh : Devanto Shasta Pratomo E-mail : dede_gsu02@yahoo.com Universitas Brawijaya,Malang, Indonesia ABSTRACT The unemployment in Indonesia shows a relatively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam ruang lingkup sektor pertanian. Waktu penelitian untuk mengumpulkan data

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Lokasi penelitian dilakukan di sekitar Bogor, bagi pemilik dan pengendara mobil pribadi. Lokasi yang aksidental berada di sekitar kampus IPB, Indraprasta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng.

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan lokasi penelitian wilayah Provinsi Bali yang merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Luas Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu elemen penting dalam tercapainya pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin besar jumlah angkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian 31 Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dilatar belakangi oleh alih fungsi lahan. Lalu, perpindahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 )

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 ) 97 BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL 5.1. Hasil Estimasi Model Persentase Penduduk Miskin Absolut (P 0 ) Head count index (P 0 ) merupakan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 31/05/32/Th. XVII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,40 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penduduk yang semakin cepat dan dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan beberapa masalah baru dan salah satu masalah tersebut adalah masalah pengangguran

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 29 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 8 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang

Lebih terperinci

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran (Studi kasus provinsi-provinsi se-sumatera)

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran (Studi kasus provinsi-provinsi se-sumatera) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran (Studi kasus provinsi-provinsi se-sumatera) M. Wardiansyah; Yulmardi; Zainul Bahri Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Daerah yang menjadi analisis studi ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mencakup 19 kabupaten dan kota. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi perkembangan penyerapan tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung semakin membuka penyerapan tenaga

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015 No. 78/11/51/Th. IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2015 mencapai 2.372.015 orang, bertambah sebanyak 55.257 orang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel 37 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 No. 34/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2017 mencapai 2.469.104 orang, bertambah 86.638 orang dibanding

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Landasan teori merupakan konsepsional bagi penulis mengenai cara yang akan digunakan dalam memecahkan masalah yang akan diteliti. Untuk lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja

Lebih terperinci

PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN DAN SISTEM PENGUPAHAN

PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN DAN SISTEM PENGUPAHAN PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN DAN SISTEM PENGUPAHAN Oleh : Dyah Kusumawati*) Abstraksi Dewasa ini pembangunan kependudukan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk dan pengendalian laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Bangsa dan Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Bangsa dan Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Bangsa dan Negara Indonesia sebagai negara berkembang yang dikelompokkan berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya adalah

Lebih terperinci