6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perbandingan Standar Pada tahun 1992 Departemen Pertahanan Amerika Serikat telah menerbitkan Military Handbook MIL-HDBK 759B yang antara lain berisi tentang standardisasi dimensi tempat kerja yang sesuai dengan antropometri populasi tentara Amerika Serikat. Disebutkan pada Military Handbook bahwa langkah kunci dalam menyesuaikan layout tempat kerja adalah mengakomodasi operator dan proses keija yang dilakukan sebagai pertimbangan utama, setelah itu dilakukan penyesuaian pada tempat kerja yang terkait. Uraian diatas menunjukkan bahwa untuk populasi tertentu dapat dibuat standardisasi dimensi desain tempat kerja yang sesuai, oleh karena itu terdapat perbedaan standar dimensi tempat kerja dari beberapa referensi standar yang diperoleh penulis. Perbedaan dimensi tempat kerja disebabkan oleh perbedaan antropometri target populasi pada setiap referensi. Tabel 2.1 memperlihatkan perbedaan tinggi siku antar populasi yang digunakan sebagai referensi defence standar (UK). Tabel 2.1 Perbandingan tinggi siku berdiri antara UK Aircrew, UK Non-Aircrew, dan US Army. Elbow height (mm) 5* percentile 95 th percentile UK Aircrew UK Non- Aircrew US Army UK Aircrew UK Non- Aircrew US Army 1027 1018 1010 1182 1170 1168
7 Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan ukuran dimensi standar meja keija dan kursi kerja. Penulis mendapatkan dokumen Standar Industri Indonesia (SII) yang diterbitkan tahun 1989 dengan standardisasi tinggi meja kerja duduk yaitu 75 cm - 80 cm dan tinggi kursi kerja yaitu 40 cm. Standardisasi dimensi tersebut sedikit berbeda dengan military standard MIL- HDBK 759B yaitu 73,50 cm - 76 cm untuk tinggi meja kerja dan untuk tinggi kursi yaitu 46 cm +/- 5 cm. Perbedaan generalisasi antara kedua standar dapat lebih jelas terlihat jika dibandingkan dengan data antropometri populasi pengguna, disajikan pada Tabel 2.2: Tabel 2.2 Perbandingan SNI.dengan MIL-HDBK 759B. Dimensi Determinan antropometri Populasi pengguna Persentil (cm Ukuran standar 5th 50th 95th dimensi (cm) tinggi meja tinggi siku duduk Indonesia* 19,01 24,17 29,34 75,00-80,00 kerja US Army 24,32 26,16 27,78 73,50-76,00 tinggi kursi tinggi popliteal Indonesia* 39,18 43,85 48,52 40,00 kerja US Army 38,46 43,32 47,63 46,00 +/- 5,00 (*): database laboratorium ergonomi JTMI UGM Hingga penelitian diselesaikan, Badan Standardisasi Nasional (BSN) belum mempunyai SII maupun SNI tentang standardisasi tinggi meja kerja berdiri. Military standard MIL-HDBK 759B menetapkan standar tinggi meja kerja berdiri setinggi 91 cm - 104 cm untuk target populasi dengan tinggi badan persentil ke-5 yaitu 165,94 cm dan persentil ke-95 setinggi 186,36 cm. 2.2. Aplikasi Antropometri pada Desain 2.2.1. Mata Penglihatan merupakan faktor penentu yang penting untuk postur kerja. Secara umum, postur tubuh akan mengikuti kebutuhan penglihatan dalam bekerja. Berikut ini beberapa rekomendasi dalam bekerja yang berkaitan dengan penglihatan, antara lain (Vollowitz, 2003 b ): 1. Sudut permukaan untuk membaca yang ideal adalah sekitar 60. 2. Sudut permukaan untuk alas menulis yang ideal yaitu antara 10-20.
8 3. Jarak ideal untuk menulis dan membaca dihitung dari mata ke objek yaitu berkisar antara 38 cm - 63,50 cm, tergantung fokus mata alami setiap orang. Meskipun demikian, jarak minimal dalam melihat layar komputer yang disarankan menurut penelitian yaitu 30 inchi atau sekitar 76 cm dari mata. Namun, terdapat perbedaan rekomendasi antara Vollowitz (2003 b ) dengan standardisasi pada MIL-HDBK 759B. Penempatan visual display diutamakan terbatas pada 15 arah ke atas, bawah, kiri dan kanan dari posisi pandang normal mata. Toleransi yang diberikan cukup luas, dengan mengakomodasi kombinasi rotasi mata dan kepala, maka batas penempatan visual display menjadi 90 ke atas, 75 ke bawah, 95 ke samping. Sedangkan sudut minimal permukaan untuk membaca sebesar 45. 2.2.2. Siku Tinggi siku menjadi patokan awal dalam penentuan tinggi permukaan keija. Tinggi permukaan keija yang paling nyaman yaitu jika sudut antara lengan atas dengan lengan bawah terjaga antara 70-135. Meja kerja setinggi 71 cm - 76 cm dianggap baik untuk orang dengan tinggi badan 170 cm - 175 cm. Tinggi permukaan kerja berdiri direkomendasikan antara 96,50 cm - 106,50 cm. Namun, tinggi permukaan kerja yang ideal juga tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan (Vollowitz, 2003 a ). Standardisasi pada MIL-HDBK 759B sedikit berbeda. Meja kerja dipatok pada ketinggian 73,50 cm - 76 cm untuk mengakomodasi 90% populasi pengguna, dengan tinggi badan 165 cm - 187 cm, sedangkan tinggi permukaan kerja berdiri 91 cm - 104 cm.
9 2.3. Ergonomi Menurut The International Ergonomics Association (IEA), defmisi ergonomi adalah disiplin keilmuan mengenai pemahaman dari interaksi antara manusia dan elemen lain pada sistem, dan profesi yang mengaplikasikan teori, prinsip, data, dan metode mendesain untuk mengoptimalkan kemampuan manusia dan performa sistem secara keseluruhan (IEA Council, 2000). 2.4. Antropometri Van Cott (1972) menyatakan bahwa antropometri adalah teknologi dalam mengukur berbagai karakteristik fisik manusia terutama untuk faktor ukuran, mobilitas, dan kekuatan. (Alexander, 1984). 2.4.1. Antropometri Statis Antropometri statis yaitu pengukuran dimensi tubuh yang dilakukan pada saat tubuh berada pada kondisi diam (statis). Yang termasuk dalam dimensi statis yaitu skeletal dimension dan contour dimension. (Sanders dan McCormick, 1992). 2.4.2. Antropometri Dinamis Antropometri dinamis yaitu pengukuran dimensi tubuh yang dilakukan saat tubuh melakukan aktifitas fisik. (Sanders dan McCormick, 1992). 2.4.3. Prinsip-prinsip Aplikasi Data Antropometri Ada 3 prinsip umum dalam mengaplikasikan data antropometri untuk masalah desain yang spesifik (Sanders dan McCormick, 1992), yaitu: 1. Desain untuk dimensi ekstrim, digunakan untuk memberikan batas ekstrim dimensional, baik nilai maksimum ataupun nilai minimum. 2. Desain untuk range dimensi tertentu yang dapat disesuaikan, agar pengguna dapat menyesuaikan fasilitas sehingga nyaman digunakan. 3. Desain rata-rata, dapat digunakan sebagai solusi altematif yang sederhana jika batasan antropometri dalam suatu permasalahan desain terlalu
10 kompleks. Namun demikian, solusi ini tidak disarankan penggunaannya oleh para ahli karena pada prinsipnya tidak ada manusia dengan dimensi tubuh yang rata-rata. 2.4.4. Kekuatan Otot Grandjean (1986) merangkum penelitian yang dilakukan Clarke et al (1950) dan Wakim et al (1950) dan menyatakan bahwa beban maksimal yang dapat diterima otot biceps dependen terhadap sudut antara lengan atas dan lengan bawah. Kekuatan maksimal otot biceps dalam menerima beban diperoleh saat sudut pada siku antara 90 hingga 120. Beban statis yang diterima otot sebaiknya tidak melebihi 15%-20% dari kekuatan maksimum otot. Hal ini bertujuan untuk menjaga sirkulasi darah tetap normal. Sedangkan untuk beban dinamis, Grandjean (1986) merujuk pada van Wely (1970) yaitu tidak melebihi 30% dari kekuatan otot maksimum, meskipun demikian, batas tersebut dapat meningkat menjadi 50% jika pekerjaan yang terkait dilakukan tidak lebih dari 1 menit. Berdasarkan pengukuran kekuatan otot pada MIL- HFDS 2003, sudut siku yang optimal untuk gerakan siku flexion dan extension yaitu 90-120, dan untuk abduksi dan adduksi horizontal yaitu 60 dan 120. 2.5. Postur Kerja 2.5.1. Kepala Grandjean (1986) merekomendasikan sudut flexion kepala sebesar 8-22 untuk posisi kerja berdiri dan 17-29 untuk posisi kerja duduk. Rekomendasi diatas berdasarkan penelitian Lehmann dan Stier (1951) yang menyatakan bahwa posisi kepala yang nyaman diperoleh jika garis pandang mata terhadap horizontal membentuk sudut 32-44 untuk posisi kerja duduk dan 23-37 untuk posisi kerja berdiri. Pada MIL-HDBK 759B ditetapkan standar rotasi kepala maksimal untuk mengakomodasi letak visual display yaitu sebesar 65 ke atas, 35 ke bawah, dan 60 ke samping sebagai area display, diukur dari garis pandang normal. Garis pandang normal ditetapkan 15 ke bawah dari garis horizontal. Meskipun demikian, standar rotasi yang disarankan untuk semua arah sebesar 15. 2.5.2. Tangan
11 Grandjean (1986) memaparkan penelitian Ellis (1951) yang menyatakan bahwa kecepatan maksimal dalam melakukan pekeijaan manual diperoleh dengan posisi siku kearah bawah mendekati posisi natural dan lengan bawah membentuk sudut yang tepat. Selanjutnya, menurut Tichauer (1968) posisi lengan yang optimal diperoleh pada sudut abduksi 8-23. Untuk memaksimalkan kemampuan pekerja, Grandjean (1986) merekomendasikan posisi lengan untuk pekerjaan manual adalah dengan merendahkan siku pada posisi natural, dengan lengan bawah yang ditekuk membentuk sudut 85-110 dari lengan atas. Bekerja dengan lengan pada posisi natural dan sudut pada siku sekitar 90 disarankan untuk pekeijaan repetitif seperti mengetik dan merakit komponen elektronik karena memberikan kenyamanan dan dapat menjaga posisi natural dari pergelangan tangan pekerja (Sanders dan McCormick, 1992). 2.6. Workplace Design 2.6.1. Pengertian workplace design Workplace adalah area untuk melakukan pekerjaan tertentu. (MIL- HFDS 2003). Sehingga workplace design adalah desain dari area untuk melakukan pekerjaan tertentu. 2.6.2. Prinsip-prinsip desain Prinsip-prinsip umum desain (Sanders dan McCormick, 1992): 1. Desainer berusaha untuk mengakomodasi pengguna terbesar dalam penggunaan fasilitas. Standar konvensional adalah membuat desain yang mengakomodasi 90% populasi pengguna. Pada kasus tertentu akan lebih penting untuk menekankan desain pada salah satu nilai ekstrim dari distribusi, maupun bagian tengah dari distribusi. 2. Pengguna yang terkecil dalam populasi desain menjadi patokan untuk dimensi jangkauan. 3. Pengguna yang lebih besar dalam populasi desain menjadi patokan untuk dimensi clearance.
12 Penelitian Woodson dan Conover (1964), yang dipaparkan oleh Das (1992), juga merekomendasikan bahwa dimensi pengguna yang lebih besar dalam populasi desain menjadi patokan untuk dimensi clearance, sedangkan pengguna yang lebih kecil dalam populasi desain menjadi patokan untuk dimensi jangkauan. Khalil (1972), pada Das (1992), menyatakan tentang 4 aturan dasar desain, yaitu: 1. Memposisikan pekerja sebagai titik pusat desain, mempertimbangkan struktur anatomi pekeija dan melakukan pengukuran antropometri yang akurat, 2. menggunakan prinsip kinesiology pada desain, 3. menggunakan respon fisiologis sebagai kriteria desain, dan melakukan observasi kapasitas fisiologis pekeija, 4. mengaplikasikan prinsip psikologis untuk memperbaiki moral dan kepuasan. Dari keempat aturan dasar desain yang dipaparkan oleh Khalil, terlihat bahwa pertimbangan utama dalam membuat desain tepat kerja adalah kemampuan dan batasan yang dimiliki pekerja. 2.6.3. Posisi kerja berdiri Posisi kerja berdiri direkomendasikan oleh Vollowitz (2003 a ) dengan kriteria: 1. Pekerj aan yang membutuhkan j angkauan tangan melebihi j angkauan lengan bawah, atau menjangkau lebih dari 38 cm dari tubuh. 2. pekerjaan yang membutuhkan banyak gerakan tubuh, 3. objek kerja yang berat atau jenis pekerjaan membutuhkan tenaga yang besar, 4. kebutuhan untuk melihat objek yang tidak mampu dilakukan dengan posisi duduk.
13 Sanders dan McCormick (1992) menyatakan bahwa faktor kritis dalam penentuan ketinggian permukaan kerja berdiri yaitu pada tinggi siku dan jenis pekerjaan. Grandjean (1986) merekomendasikan beberapa aturan umum untuk ketinggian permukaan keija, yaitu: 1. Ketinggian meja kexja yang paling disukai berada pada 5-10 cm di bawah tinggi siku, 2. untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, siku sebaiknya tertopang sehingga dapat mengurangi beban otot punggung. Tinggi permukaan kerja direkomendasikan antara 5-10 cm diatas siku, 3. pekeijaan manual yang membutuhkan ruang untuk peralatan dan material, ketinggian yang cocok adalah 10-15 cm dibawah siku, 4. ketinggian 15-40 cm dibawah siku disarankan untuk pekeijaan yang memerlukan tenaga yang besar dan postur kerja yang dinamis, tergantung ukuran objek. 2.7. Kelonggaran Kelonggaran untuk pakaian menurut Panero dan Zelnik (1979) dalam Alexander (1984) terdapat pada Tabel 3.1: Tabel 3.1 Kelonggaran untuk pakaian menurut Panero dan Zelnik (1979). Clothing Type Allowance Most Important Body Dimension Affected (in.) men's suit 0.5 body depth 0.75-1.0 body breadth women's suit or 0.25-0.5 body depth dress 0.5-0.75 body breadth winter 2.0 body depth outerwear 3.0-4.0 body breadth 1.75-2.0 thigh clearance
14 Tabel 3.1 Kelonggaran untuk pakaian menurut Panero dan Zelnik (1979) (lanjutan). Clothing Type Allowance (in.) Most Important Body Dimension Affected men's heels 1.0-1.5 stature, eye height, knee height sitting, popliteal height women's heels 1.0-3.0 stature, eye height, knee height sitting, popliteal height men's shoes 1.25-1.5 foot length women's shoes 0.5-0.75 foot length gloves 0.25-0.5 hand length, hand breadth hard hat 2.5-3.0 Stature 2.8. Metode Penilaian Postur Kerja 2.8.1. Rapid Eintire Body Assessment (REBA) Hignett, S. dan McAtamney, L. (1999) mengembangkan metode analisis potur keija yaitu Rapid Entire Body Assessment (REBA). Metode REBA digunakan untuk menilai postur kerja tertentu. Tubuh dibagi dalam 6 segmen yaitu: neck, trunk, legs, upper arm, lower arm, dan wrist. Penilaian untuk tiap segmen berdasarkan posisi terhadap titik acuan, dengan jangkauan derajat tertentu untuk tiap kategori nilai. Metode ini mengakomodasi beberapa faktor luar yang ikut menentukan bentuk postur keija, yaitu force/load, coupling, activity. Hasil penilaian metode REBA berupa skor postur kerja dengan jangkauan skor 1 sampai dengan 15. semakin kecil skor akhir, mengindikasikan postur kerja yang semakin baik, demikian sebaliknya semakin besar skor akhir, mengindikasikan postur kerja yang semakin jelek. Kategori penilaian tiap segmen tubuh dalam REBA disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kategori nilai tiap segmen tubuh pada REBA.
L c J v mer Arm 60 s/d 100 <60 dan >100 Wrist ^1--, 0-15 ke >15 ke atas atas dan 0 -dan ke 15 ke bawah bawah Deviated, twisted Trunk? 20*. } W "'pc- 0-20 s/d 20 <-20 dan 20-60 >60 Twisting, flexed Neck K. JJ 0 s/d 20 <0 dan >60 L gs e I «t\ @ \ Tumpuan 2 Tumpuan 1 kaki kaki Skor kumulatif diperoleh dari tabel yang tersedia berdasarkan kombinasi skor tiap segmen. Tabel A digunakan untuk mencari skor kumulatif segmen neck, trunk dan legs sedangkan Tabel B digunakan untuk mencari skor kumulatif segmen upper arm, lower arm, dan wrist. Skor kumulatif tersebut ditambah dengan skor load/force untuk Tabel A dan coupling untuk Tabel B sebelum digunakan untuk memperoleh skor pada Tabel C. Skor dari Tabel C ditambahkan dengan skor activity untuk memperoleh skor akhir REBA. Tahapan penggunaan dan tabel metode REBA dilampirkan pada Lampiran 12. Lutut 30-60 Lutut >60 2.9. Metode Pengolahan Data Statistik 2.9.1. Rataan sampel v Nilai rataan sampel dihitung dengan persamaan (Harinaldi, 2005): (3.1)
16 2.9.2. Standar deviasi sampel 2005): Nilai standar deviasi sampel dihitung dengan persamaan (Harinaldi, (3.2) 2.9.3. Uj i kecukupan data Uji kecukupan data dilakukan dengan cara membandingkan n dengan n. Jika nilai n < n maka data yang ada dinyatakan belum cukup (Wignjosoebroto, 2004). Nilai n dihitung dengan persamaan: (3.3) 2.9.4. Uji keseragaman data Uji keseragaman data dilakukan dengan cara menghitung batas-batas kendali dari sekelompok data. Batas kendali terdiri dari batas kendali atas (upper control limit / UCL) dan batas kendali bawah (lower control limit / LCL). Jika ada data yang lebih besar dari UCL atau lebih kecil dari LCL maka data yang ada dinyatakan belum seragam. Penyeragaman data dilakukan dengan cara menghapus data yang berada di luar batas kendali. Nilai UCL dan LCL dihitung dengan persamaan (Walpole dkk, 1995): UCL = x + 3s x (3.4) LCL =x-3s x (3.5) 2.9.5. Persentil Persentil yang digunakan dalam penerapan data antropometri yaitu persentil yang mengikuti bentuk distribusi normal standar berdasarkan rataan dan standar deviasi suatu kelompok data (Nurmianto, 1996).
17 pada Tabel 3.3 Persamaan persentil berdasarkan rataan dan standar deviasi disajikan Tabel. 3.3 Rumus Persentil untuk Distribusi Normal Standar. Persentil ke- Rumus 5 x - 1,6450 S x 10 x - 1,2816S X 15 x - 1,0365 S x 20 x - 0,8418 S x 25 x - 0,6745 S x 30 x - 0,5244 s x 35 x- 0,3854 40 x-0,2533 45 x - 0,1256 S x 50 X 55 x + 0,1256 S x 60 x +0,2533 S x 65 x + 0,3854 70 x + 0,5244 S x 75 x +0,6745 S* 80 x + 0,8418 S* 85 x+ 1,0365^ 90 x + 1,2816 S x 95 x + 1,6450 S x