BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

PENGEMBANGAN ALAT PEMOTONG TAHU YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN : X

PERANCANGAN FASILITAS KERJA UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KERJA DENGAN ANALISIS RAPID ENTIRE BODYASSESSMENT (REBA)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X

BAB 2 LANDASAN TEORI

MODUL I DESAIN ERGONOMI

EVALUASI FASILITAS KERJA BAGIAN FINISHING PERUSAHAAN MEUBEL DENGAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhan siswa karena jika digunakan perabot kelas yang

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA

POSTUR KERJA. 1. Video postur kerja operator perakitan 2. Foto hasil screencapture postur kerja

Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire

Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA)

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

REDESAIN MEJA DAN KURSI BERDASARKAN ANTROPOMETRI: KASUS SD NEGERI X

Analisis Sistem Kerja Sortasi Biji Kopi Dengan Menggunakan Pendekatan Ergonomi Di CV. Kopi Tunah Kolak Jaya

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

KAJIAN ANTROPOMETRI: EVALUASI DESAIN PERABOT RUANG BACA UPT PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA)

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ

USULAN RANCANGAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN DAUN PANDAN UNTUK MENGURANGI RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS DI CV XYZ

Rancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Pada Stasiun Pemarutan Tepung Tapioka

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4. RULA Tool ini tidak memberikan rekomendasi yang spesifik terhadap modifikasi pekerjaan. APLIKASI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

USULAN PERANCANGAN FASILITAS KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMNET (REBA) DI PT Z

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tujuan penggunaan antropometri pemakai :

PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan Alat Bantu Pemasangan Stiker Gitar untuk Mengurangi Keluhan dan Memperbaiki Postur Kerja di Tarjo Guitar Sukoharjo

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

ANALISIS ERGONOMI PADA PEKERJA LAUNDRI

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA

PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL

Metode dan Pengukuran Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT

BAB 6 HASIL PENELITIAN

Rancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Di Stasiun Penguapan Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus Pada CV. Arba Jaya) Chandra S.

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN

USULAN RANCANGAN PERBAIKAN METODE KERJA DAN ALAT BANTU PADA BAGIAN PENGISIAN BANTAL DI CV. WOLKEN

Gambar. Postur Batang Tubuh REBA Tabel. Skor Batang Tubuh REBA Pergerakan Skor Skor Perubahan Posisi normal 1

Modul ke: Studio Desain II 10FDSK. Lalitya Talitha Pinasthika M.Ds Hapiz Islamsyah, S.Sn. Fakultas. Program Studi Desain Produk

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

C.6. Perancangan Alat Bantu Kerja Pada Pekerjaan Manual Material Handling...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BIOMEKANIKA PERTEMUAN #14 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

Perbaikan Postur Kerja dengan Pendekatan Metode RULA dan NIOSH di Bagian Produksi Mixer

Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli Rajagukguk. Lhokseumawe Aceh Abstrak

ANTROPOMETRI. Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia ANTROPOMETRI

Antropometri Dan Aplikasinya Dalam Perancangan Fasilitas Kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

Tanjung Mahardika, Darminto Pujotomo *) Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro. Abstrak. Abstract

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tanjung Mahardika, Darminto Pujotomo *) Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH. Tembalang, Semarang.

BAB II LANDASAN TEORI

Performa (2013) Vol. 12, No.1: 9-18

PERANCANGAN KURSI KERJA BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. PROPAN RAYA ICC TANGERANG

perusahaan lupa untuk memperhatikan akibat dari pengangkutan material secara manual tersebut bagi kenyamanan dan kesehatan pekerja atau operator. Pabr

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perbandingan Standar Pada tahun 1992 Departemen Pertahanan Amerika Serikat telah menerbitkan Military Handbook MIL-HDBK 759B yang antara lain berisi tentang standardisasi dimensi tempat kerja yang sesuai dengan antropometri populasi tentara Amerika Serikat. Disebutkan pada Military Handbook bahwa langkah kunci dalam menyesuaikan layout tempat kerja adalah mengakomodasi operator dan proses keija yang dilakukan sebagai pertimbangan utama, setelah itu dilakukan penyesuaian pada tempat kerja yang terkait. Uraian diatas menunjukkan bahwa untuk populasi tertentu dapat dibuat standardisasi dimensi desain tempat kerja yang sesuai, oleh karena itu terdapat perbedaan standar dimensi tempat kerja dari beberapa referensi standar yang diperoleh penulis. Perbedaan dimensi tempat kerja disebabkan oleh perbedaan antropometri target populasi pada setiap referensi. Tabel 2.1 memperlihatkan perbedaan tinggi siku antar populasi yang digunakan sebagai referensi defence standar (UK). Tabel 2.1 Perbandingan tinggi siku berdiri antara UK Aircrew, UK Non-Aircrew, dan US Army. Elbow height (mm) 5* percentile 95 th percentile UK Aircrew UK Non- Aircrew US Army UK Aircrew UK Non- Aircrew US Army 1027 1018 1010 1182 1170 1168

7 Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan ukuran dimensi standar meja keija dan kursi kerja. Penulis mendapatkan dokumen Standar Industri Indonesia (SII) yang diterbitkan tahun 1989 dengan standardisasi tinggi meja kerja duduk yaitu 75 cm - 80 cm dan tinggi kursi kerja yaitu 40 cm. Standardisasi dimensi tersebut sedikit berbeda dengan military standard MIL- HDBK 759B yaitu 73,50 cm - 76 cm untuk tinggi meja kerja dan untuk tinggi kursi yaitu 46 cm +/- 5 cm. Perbedaan generalisasi antara kedua standar dapat lebih jelas terlihat jika dibandingkan dengan data antropometri populasi pengguna, disajikan pada Tabel 2.2: Tabel 2.2 Perbandingan SNI.dengan MIL-HDBK 759B. Dimensi Determinan antropometri Populasi pengguna Persentil (cm Ukuran standar 5th 50th 95th dimensi (cm) tinggi meja tinggi siku duduk Indonesia* 19,01 24,17 29,34 75,00-80,00 kerja US Army 24,32 26,16 27,78 73,50-76,00 tinggi kursi tinggi popliteal Indonesia* 39,18 43,85 48,52 40,00 kerja US Army 38,46 43,32 47,63 46,00 +/- 5,00 (*): database laboratorium ergonomi JTMI UGM Hingga penelitian diselesaikan, Badan Standardisasi Nasional (BSN) belum mempunyai SII maupun SNI tentang standardisasi tinggi meja kerja berdiri. Military standard MIL-HDBK 759B menetapkan standar tinggi meja kerja berdiri setinggi 91 cm - 104 cm untuk target populasi dengan tinggi badan persentil ke-5 yaitu 165,94 cm dan persentil ke-95 setinggi 186,36 cm. 2.2. Aplikasi Antropometri pada Desain 2.2.1. Mata Penglihatan merupakan faktor penentu yang penting untuk postur kerja. Secara umum, postur tubuh akan mengikuti kebutuhan penglihatan dalam bekerja. Berikut ini beberapa rekomendasi dalam bekerja yang berkaitan dengan penglihatan, antara lain (Vollowitz, 2003 b ): 1. Sudut permukaan untuk membaca yang ideal adalah sekitar 60. 2. Sudut permukaan untuk alas menulis yang ideal yaitu antara 10-20.

8 3. Jarak ideal untuk menulis dan membaca dihitung dari mata ke objek yaitu berkisar antara 38 cm - 63,50 cm, tergantung fokus mata alami setiap orang. Meskipun demikian, jarak minimal dalam melihat layar komputer yang disarankan menurut penelitian yaitu 30 inchi atau sekitar 76 cm dari mata. Namun, terdapat perbedaan rekomendasi antara Vollowitz (2003 b ) dengan standardisasi pada MIL-HDBK 759B. Penempatan visual display diutamakan terbatas pada 15 arah ke atas, bawah, kiri dan kanan dari posisi pandang normal mata. Toleransi yang diberikan cukup luas, dengan mengakomodasi kombinasi rotasi mata dan kepala, maka batas penempatan visual display menjadi 90 ke atas, 75 ke bawah, 95 ke samping. Sedangkan sudut minimal permukaan untuk membaca sebesar 45. 2.2.2. Siku Tinggi siku menjadi patokan awal dalam penentuan tinggi permukaan keija. Tinggi permukaan keija yang paling nyaman yaitu jika sudut antara lengan atas dengan lengan bawah terjaga antara 70-135. Meja kerja setinggi 71 cm - 76 cm dianggap baik untuk orang dengan tinggi badan 170 cm - 175 cm. Tinggi permukaan kerja berdiri direkomendasikan antara 96,50 cm - 106,50 cm. Namun, tinggi permukaan kerja yang ideal juga tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan (Vollowitz, 2003 a ). Standardisasi pada MIL-HDBK 759B sedikit berbeda. Meja kerja dipatok pada ketinggian 73,50 cm - 76 cm untuk mengakomodasi 90% populasi pengguna, dengan tinggi badan 165 cm - 187 cm, sedangkan tinggi permukaan kerja berdiri 91 cm - 104 cm.

9 2.3. Ergonomi Menurut The International Ergonomics Association (IEA), defmisi ergonomi adalah disiplin keilmuan mengenai pemahaman dari interaksi antara manusia dan elemen lain pada sistem, dan profesi yang mengaplikasikan teori, prinsip, data, dan metode mendesain untuk mengoptimalkan kemampuan manusia dan performa sistem secara keseluruhan (IEA Council, 2000). 2.4. Antropometri Van Cott (1972) menyatakan bahwa antropometri adalah teknologi dalam mengukur berbagai karakteristik fisik manusia terutama untuk faktor ukuran, mobilitas, dan kekuatan. (Alexander, 1984). 2.4.1. Antropometri Statis Antropometri statis yaitu pengukuran dimensi tubuh yang dilakukan pada saat tubuh berada pada kondisi diam (statis). Yang termasuk dalam dimensi statis yaitu skeletal dimension dan contour dimension. (Sanders dan McCormick, 1992). 2.4.2. Antropometri Dinamis Antropometri dinamis yaitu pengukuran dimensi tubuh yang dilakukan saat tubuh melakukan aktifitas fisik. (Sanders dan McCormick, 1992). 2.4.3. Prinsip-prinsip Aplikasi Data Antropometri Ada 3 prinsip umum dalam mengaplikasikan data antropometri untuk masalah desain yang spesifik (Sanders dan McCormick, 1992), yaitu: 1. Desain untuk dimensi ekstrim, digunakan untuk memberikan batas ekstrim dimensional, baik nilai maksimum ataupun nilai minimum. 2. Desain untuk range dimensi tertentu yang dapat disesuaikan, agar pengguna dapat menyesuaikan fasilitas sehingga nyaman digunakan. 3. Desain rata-rata, dapat digunakan sebagai solusi altematif yang sederhana jika batasan antropometri dalam suatu permasalahan desain terlalu

10 kompleks. Namun demikian, solusi ini tidak disarankan penggunaannya oleh para ahli karena pada prinsipnya tidak ada manusia dengan dimensi tubuh yang rata-rata. 2.4.4. Kekuatan Otot Grandjean (1986) merangkum penelitian yang dilakukan Clarke et al (1950) dan Wakim et al (1950) dan menyatakan bahwa beban maksimal yang dapat diterima otot biceps dependen terhadap sudut antara lengan atas dan lengan bawah. Kekuatan maksimal otot biceps dalam menerima beban diperoleh saat sudut pada siku antara 90 hingga 120. Beban statis yang diterima otot sebaiknya tidak melebihi 15%-20% dari kekuatan maksimum otot. Hal ini bertujuan untuk menjaga sirkulasi darah tetap normal. Sedangkan untuk beban dinamis, Grandjean (1986) merujuk pada van Wely (1970) yaitu tidak melebihi 30% dari kekuatan otot maksimum, meskipun demikian, batas tersebut dapat meningkat menjadi 50% jika pekerjaan yang terkait dilakukan tidak lebih dari 1 menit. Berdasarkan pengukuran kekuatan otot pada MIL- HFDS 2003, sudut siku yang optimal untuk gerakan siku flexion dan extension yaitu 90-120, dan untuk abduksi dan adduksi horizontal yaitu 60 dan 120. 2.5. Postur Kerja 2.5.1. Kepala Grandjean (1986) merekomendasikan sudut flexion kepala sebesar 8-22 untuk posisi kerja berdiri dan 17-29 untuk posisi kerja duduk. Rekomendasi diatas berdasarkan penelitian Lehmann dan Stier (1951) yang menyatakan bahwa posisi kepala yang nyaman diperoleh jika garis pandang mata terhadap horizontal membentuk sudut 32-44 untuk posisi kerja duduk dan 23-37 untuk posisi kerja berdiri. Pada MIL-HDBK 759B ditetapkan standar rotasi kepala maksimal untuk mengakomodasi letak visual display yaitu sebesar 65 ke atas, 35 ke bawah, dan 60 ke samping sebagai area display, diukur dari garis pandang normal. Garis pandang normal ditetapkan 15 ke bawah dari garis horizontal. Meskipun demikian, standar rotasi yang disarankan untuk semua arah sebesar 15. 2.5.2. Tangan

11 Grandjean (1986) memaparkan penelitian Ellis (1951) yang menyatakan bahwa kecepatan maksimal dalam melakukan pekeijaan manual diperoleh dengan posisi siku kearah bawah mendekati posisi natural dan lengan bawah membentuk sudut yang tepat. Selanjutnya, menurut Tichauer (1968) posisi lengan yang optimal diperoleh pada sudut abduksi 8-23. Untuk memaksimalkan kemampuan pekerja, Grandjean (1986) merekomendasikan posisi lengan untuk pekerjaan manual adalah dengan merendahkan siku pada posisi natural, dengan lengan bawah yang ditekuk membentuk sudut 85-110 dari lengan atas. Bekerja dengan lengan pada posisi natural dan sudut pada siku sekitar 90 disarankan untuk pekeijaan repetitif seperti mengetik dan merakit komponen elektronik karena memberikan kenyamanan dan dapat menjaga posisi natural dari pergelangan tangan pekerja (Sanders dan McCormick, 1992). 2.6. Workplace Design 2.6.1. Pengertian workplace design Workplace adalah area untuk melakukan pekerjaan tertentu. (MIL- HFDS 2003). Sehingga workplace design adalah desain dari area untuk melakukan pekerjaan tertentu. 2.6.2. Prinsip-prinsip desain Prinsip-prinsip umum desain (Sanders dan McCormick, 1992): 1. Desainer berusaha untuk mengakomodasi pengguna terbesar dalam penggunaan fasilitas. Standar konvensional adalah membuat desain yang mengakomodasi 90% populasi pengguna. Pada kasus tertentu akan lebih penting untuk menekankan desain pada salah satu nilai ekstrim dari distribusi, maupun bagian tengah dari distribusi. 2. Pengguna yang terkecil dalam populasi desain menjadi patokan untuk dimensi jangkauan. 3. Pengguna yang lebih besar dalam populasi desain menjadi patokan untuk dimensi clearance.

12 Penelitian Woodson dan Conover (1964), yang dipaparkan oleh Das (1992), juga merekomendasikan bahwa dimensi pengguna yang lebih besar dalam populasi desain menjadi patokan untuk dimensi clearance, sedangkan pengguna yang lebih kecil dalam populasi desain menjadi patokan untuk dimensi jangkauan. Khalil (1972), pada Das (1992), menyatakan tentang 4 aturan dasar desain, yaitu: 1. Memposisikan pekerja sebagai titik pusat desain, mempertimbangkan struktur anatomi pekeija dan melakukan pengukuran antropometri yang akurat, 2. menggunakan prinsip kinesiology pada desain, 3. menggunakan respon fisiologis sebagai kriteria desain, dan melakukan observasi kapasitas fisiologis pekeija, 4. mengaplikasikan prinsip psikologis untuk memperbaiki moral dan kepuasan. Dari keempat aturan dasar desain yang dipaparkan oleh Khalil, terlihat bahwa pertimbangan utama dalam membuat desain tepat kerja adalah kemampuan dan batasan yang dimiliki pekerja. 2.6.3. Posisi kerja berdiri Posisi kerja berdiri direkomendasikan oleh Vollowitz (2003 a ) dengan kriteria: 1. Pekerj aan yang membutuhkan j angkauan tangan melebihi j angkauan lengan bawah, atau menjangkau lebih dari 38 cm dari tubuh. 2. pekerjaan yang membutuhkan banyak gerakan tubuh, 3. objek kerja yang berat atau jenis pekerjaan membutuhkan tenaga yang besar, 4. kebutuhan untuk melihat objek yang tidak mampu dilakukan dengan posisi duduk.

13 Sanders dan McCormick (1992) menyatakan bahwa faktor kritis dalam penentuan ketinggian permukaan kerja berdiri yaitu pada tinggi siku dan jenis pekerjaan. Grandjean (1986) merekomendasikan beberapa aturan umum untuk ketinggian permukaan keija, yaitu: 1. Ketinggian meja kexja yang paling disukai berada pada 5-10 cm di bawah tinggi siku, 2. untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, siku sebaiknya tertopang sehingga dapat mengurangi beban otot punggung. Tinggi permukaan kerja direkomendasikan antara 5-10 cm diatas siku, 3. pekeijaan manual yang membutuhkan ruang untuk peralatan dan material, ketinggian yang cocok adalah 10-15 cm dibawah siku, 4. ketinggian 15-40 cm dibawah siku disarankan untuk pekeijaan yang memerlukan tenaga yang besar dan postur kerja yang dinamis, tergantung ukuran objek. 2.7. Kelonggaran Kelonggaran untuk pakaian menurut Panero dan Zelnik (1979) dalam Alexander (1984) terdapat pada Tabel 3.1: Tabel 3.1 Kelonggaran untuk pakaian menurut Panero dan Zelnik (1979). Clothing Type Allowance Most Important Body Dimension Affected (in.) men's suit 0.5 body depth 0.75-1.0 body breadth women's suit or 0.25-0.5 body depth dress 0.5-0.75 body breadth winter 2.0 body depth outerwear 3.0-4.0 body breadth 1.75-2.0 thigh clearance

14 Tabel 3.1 Kelonggaran untuk pakaian menurut Panero dan Zelnik (1979) (lanjutan). Clothing Type Allowance (in.) Most Important Body Dimension Affected men's heels 1.0-1.5 stature, eye height, knee height sitting, popliteal height women's heels 1.0-3.0 stature, eye height, knee height sitting, popliteal height men's shoes 1.25-1.5 foot length women's shoes 0.5-0.75 foot length gloves 0.25-0.5 hand length, hand breadth hard hat 2.5-3.0 Stature 2.8. Metode Penilaian Postur Kerja 2.8.1. Rapid Eintire Body Assessment (REBA) Hignett, S. dan McAtamney, L. (1999) mengembangkan metode analisis potur keija yaitu Rapid Entire Body Assessment (REBA). Metode REBA digunakan untuk menilai postur kerja tertentu. Tubuh dibagi dalam 6 segmen yaitu: neck, trunk, legs, upper arm, lower arm, dan wrist. Penilaian untuk tiap segmen berdasarkan posisi terhadap titik acuan, dengan jangkauan derajat tertentu untuk tiap kategori nilai. Metode ini mengakomodasi beberapa faktor luar yang ikut menentukan bentuk postur keija, yaitu force/load, coupling, activity. Hasil penilaian metode REBA berupa skor postur kerja dengan jangkauan skor 1 sampai dengan 15. semakin kecil skor akhir, mengindikasikan postur kerja yang semakin baik, demikian sebaliknya semakin besar skor akhir, mengindikasikan postur kerja yang semakin jelek. Kategori penilaian tiap segmen tubuh dalam REBA disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kategori nilai tiap segmen tubuh pada REBA.

L c J v mer Arm 60 s/d 100 <60 dan >100 Wrist ^1--, 0-15 ke >15 ke atas atas dan 0 -dan ke 15 ke bawah bawah Deviated, twisted Trunk? 20*. } W "'pc- 0-20 s/d 20 <-20 dan 20-60 >60 Twisting, flexed Neck K. JJ 0 s/d 20 <0 dan >60 L gs e I «t\ @ \ Tumpuan 2 Tumpuan 1 kaki kaki Skor kumulatif diperoleh dari tabel yang tersedia berdasarkan kombinasi skor tiap segmen. Tabel A digunakan untuk mencari skor kumulatif segmen neck, trunk dan legs sedangkan Tabel B digunakan untuk mencari skor kumulatif segmen upper arm, lower arm, dan wrist. Skor kumulatif tersebut ditambah dengan skor load/force untuk Tabel A dan coupling untuk Tabel B sebelum digunakan untuk memperoleh skor pada Tabel C. Skor dari Tabel C ditambahkan dengan skor activity untuk memperoleh skor akhir REBA. Tahapan penggunaan dan tabel metode REBA dilampirkan pada Lampiran 12. Lutut 30-60 Lutut >60 2.9. Metode Pengolahan Data Statistik 2.9.1. Rataan sampel v Nilai rataan sampel dihitung dengan persamaan (Harinaldi, 2005): (3.1)

16 2.9.2. Standar deviasi sampel 2005): Nilai standar deviasi sampel dihitung dengan persamaan (Harinaldi, (3.2) 2.9.3. Uj i kecukupan data Uji kecukupan data dilakukan dengan cara membandingkan n dengan n. Jika nilai n < n maka data yang ada dinyatakan belum cukup (Wignjosoebroto, 2004). Nilai n dihitung dengan persamaan: (3.3) 2.9.4. Uji keseragaman data Uji keseragaman data dilakukan dengan cara menghitung batas-batas kendali dari sekelompok data. Batas kendali terdiri dari batas kendali atas (upper control limit / UCL) dan batas kendali bawah (lower control limit / LCL). Jika ada data yang lebih besar dari UCL atau lebih kecil dari LCL maka data yang ada dinyatakan belum seragam. Penyeragaman data dilakukan dengan cara menghapus data yang berada di luar batas kendali. Nilai UCL dan LCL dihitung dengan persamaan (Walpole dkk, 1995): UCL = x + 3s x (3.4) LCL =x-3s x (3.5) 2.9.5. Persentil Persentil yang digunakan dalam penerapan data antropometri yaitu persentil yang mengikuti bentuk distribusi normal standar berdasarkan rataan dan standar deviasi suatu kelompok data (Nurmianto, 1996).

17 pada Tabel 3.3 Persamaan persentil berdasarkan rataan dan standar deviasi disajikan Tabel. 3.3 Rumus Persentil untuk Distribusi Normal Standar. Persentil ke- Rumus 5 x - 1,6450 S x 10 x - 1,2816S X 15 x - 1,0365 S x 20 x - 0,8418 S x 25 x - 0,6745 S x 30 x - 0,5244 s x 35 x- 0,3854 40 x-0,2533 45 x - 0,1256 S x 50 X 55 x + 0,1256 S x 60 x +0,2533 S x 65 x + 0,3854 70 x + 0,5244 S x 75 x +0,6745 S* 80 x + 0,8418 S* 85 x+ 1,0365^ 90 x + 1,2816 S x 95 x + 1,6450 S x