14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

dokumen-dokumen yang mirip
RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 92

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

3. Seluruh ayggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian. 6. Paling kurang satu orang aggota keluarga berumur 15 tahun ke atas

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 4 METODE PENELITIAN

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA. OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu

Tata cara pelaksanaan pendataan dan pemetaan Keluarga MELALUI POSDAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang

BAB II SEJARAH DAN KONDISI UMUM DESA PAMIRITAN

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN. Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian. No. Variabel Penelitian Indikator Nomer Butir 1. Karakteristik tenaga kerja

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA

JURNAL IPSIKOM VOL 3 NO. 1 JUNI 2015 ISSN :

BAB II LANDASAN TEORI. menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah kelurahan

III. METODOLOGI PENELITIAN. PENELITIAN YANG PENELITI LAKUKAN INI ADALAH KAJIAN MENGENAI KESEJAHTERAAN

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

INOVASI / PEMANFAATAN

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah kajian mengenai kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan

Konsep Keluarga Sejahterah

TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEBAGAI PENDULANG EMAS DI JORONG PAMATANG SARI BULAN KECAMATAN SIJUNJUNG KABUPATEN SIJUNJUNG

VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya

O-o-O. pamphlet. Kawi Boedisetio

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan pakaian, dan lain sebagainya. Dalam kurun waktu beberapa tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Batang Merangin

PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2015

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

Lampiran 1 Kriteria keluarga sejahtera BKKBN

O-o-O. pamphlet. Kawi Boedisetio

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut O Connel (1982) ekonomi kesejahteraan (walfare economics)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Tata Cara Pelaksanaan Pendataan & Pemetaan Keluarga melalui Posdaya. Oleh : Ir. Mintartio M.Si Ir. Yannefri Bachtiar, M.Si

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjalankan amanat Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Kemiskinan

Penentuan Penerimaan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Dengan Menggunakan Fuzzy Multiple Atribute Descission Making

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

Sosialisasi dan Pelatihan Petugas Pendaftar Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 13 TAHUN 20II TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN,

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Transkripsi:

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD. 14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. (http://infopetadaerah.blogspot.co.id/2010/07/ada-14-kriteria-yang-dipergunakan-untuk.html)

PENJELASAN KRITERIA ORANG MISKIN FERSI BADAN PUSAT STATISTIK ( BPS ) Per Maret 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan bahwa orang miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta. Apa kriteria orang masuk kategori miskin? Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan mengatakan bahwa kategori miskin adalah mereka dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan sebesar Rp211.726 atau sekitar Rp7000 per hari. Jumlah ini meningkat dibandingkan kategori miskin tahun 2009 per Maret yang tercatat sebesar Rp200.262 per hari. Rusman mengatakan BPS mencatat orang miskin dari pengeluaran karena pada dasarnya perhitungan dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan terhadap kebutuhan dasar. "Metode kami, kemiskinan diukur dengan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, kenapa? karena kalau tidak memenuhi misal nasi, maka dia akan mati," ujar Rusman di Kantor BPS, Kamis 1 Juli 2010. Pengeluaran, menurut Rusman, dihitung karena BPS tidak mungkin mengukur kemiskinan didasarkan atas pendapatan. "Kalau kami mengukur pendapatan, itu tidak pernah berhasil. Alasannya karena selalu lupa, yang uang transportlah dan macem-macem," kata Rusman. Berbeda dengan cara mengukur didasarkan pengeluaran kebutuhan dasar. Kemiskinan ini diukur yakni dengan mengetahui ketidakmampuan bersangkutan dari sisi ekonomi. Sehingga bisa saja orang miskin itu mendapat bantuan seperti jaminan kesehatan berupa jamkesmas, bantuan subsidi beras murah, bantuan operasional sekolah dan lainlain. Menurut Rusman bahwa metode ini dipakai sejak tahun 1998 dan dihitung secara konsisten sampai tahun ini. Perhitungan tidak berubah dan selalu mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang sama. "Miskin itu apabila penduduk itu memiliki kempuan pengeluaran dibawah garis kemiskinan," katanya. Tahun ini, kata Rusman, peranan komoditi menjadi faktor utama mempengaruhi kemiskinan jauh lebih tinggi, yakni sampai 73 persen, dibanding produk kebutuhan bukan makanan. "Orang miskin yang penting makan," kata dia. Sementara pengeluaran untuk sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan, masih di bawah 30 persen. (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/161590-kriteria-orang-miskin-indonesia-versi-bps )

INDIKATOR DAN KRITERIA KELUARGA Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran yang terkandung didalam undang-undang no. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan operasional. Karena indikator yang yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat di pahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa. Atas dasar pemikiran di atas, maka indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut : a. Keluarga Pra Sejahtera. Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan. b. Keluarga Sejahtera Tahap I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu ; 1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga. 2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih. 3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. 4. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah. 5. 5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa kesarana/petugas kesehatan. c. Keluarga Sejahtera tahap II Yaitu keluarga - keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psykologis 6 sampai 14 yaitu : 6. Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur. 7. Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk. 8. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun. 9. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah. 10. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat. 11. Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap. 12. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin. 13. Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini. 14. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)

d. Keluarga Sejahtera Tahap III yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memenuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu : Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga untuk tabungan keluarga. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/tv/majalah. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus Keluarga yang dapat memenuhi kriteria I sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria 22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya yaitu : 22. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materiil. 23. Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat. (http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/indikasi.htm)

LANDASAN HUKUM TENTANG SISTEM PENDATAAN Landasan hukum tentang sistem pendataan perlindungan sosial terpadu merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Dalam hal Pendataan Fakir Miskin (Pasal 8) telah diatur mekanisme pendataan secara nasional sebagai berikut: (1) Menteri menetapkan kriteria fakir miskin sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan fakir miskin; (2) Dalam menetapkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait; (3) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan statistik untuk melakukan pendataan; (4) Menteri melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan yang dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan statistik sebagaimana dimaksud pada ayat (3); (5) Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara berkala sekurangkurangnya 2 (dua) tahun sekali; (6) Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikecualikan apabila terjadi situasi dan kondisi tertentu yang baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi seseorang menjadi fakir miskin; (7) Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa; (8) Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaporkan kepada Bupati/Walikota; (9) Bupati/Walikota menyampaikan hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada Gubernur untuk diteruskan kepada Menteri. 24.