1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia menganut sistem presidensial. Sistem presidensial adalah sistem pemerintahan yang terpusat pada kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. 3 Dalam tipe pemerintahan seperti ini, dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan pada pemilihan rakyat. 4 Pemilihan langsung oleh rakyat ini juga sesuai dengan bentuk negara republik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disingkat UUD 1945), dimana pemegang kekuasaan eksekutif tidak ditunjuk berdasarkan keturunan. Sistem presidensial di Indonesia menempatkan presiden yang tidak lagi dibedakan fungsinya sebagai kepala negara dengan fungsinya sebagai kepala pemerintahan yang memiliki kekuasaan dalam menjalankan pemerintahan negara. Presiden adalah pemegang kekuasaan yang terpusat (concentration of power and responsibility upon the president). Pasal 4 UUD 1945 adalah dasar bahwa kekuasaan pemerintahan negara dipegang oleh lembaga kepresidenan yang terdiri dari dua jabatan yaitu presiden dan wakil presiden. Keberadaan jabatan wakil presiden dalam sistem presidensial di Indonesia menarik untuk dikaji karena mengatur wakil presiden dan presiden 3 Ahmad Sukardja, 2012, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 120. 4 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, hlm. 176. 1
2 bersama-sama dalam Bab III mengenai kekuasaan pemerintah negara. Jabatan wakil presiden sendiri sebenarnya tidak dikenal dalam sistem presidensial murni sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, karena pemerintahan bersifat tunggal, bukan jamak bahkan terpusat pada presiden. 5 Akan tetapi dalam negara-negara yang menganut sistem presidensial, jabatan wakil presiden dipandang perlu adanya. Gagasan mengenai perlunya keberadaan jabatan wakil presiden dapat dilihat pada saat para pembentuk UUD 1945 menawarkan gagasan tentang masalah jumlah wakil presiden dalam rancangan UUD 1945 yang dibacakan pada tanggal 13 Juli 1945 yang berbunyi: Pasal 4 ayat (2): Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang atau dua orang Wakil Presiden. Pasal 4 ayat (3): Jika ada 2 orang Wakil Presiden, maka susunannya adalah Wakil Presiden I dan Wakil Presiden II. 6 Berpijak pada pasal rancangan UUD 1945 tersebut, selanjutnya disepakati bahwa rumusan Pasal 4 UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah amandemen adalah sebagai berikut: Pasal 4 ayat (1): Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Pasal 4 ayat (2): Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. 7 Lebih lanjut UUD 1945 menentukan kualifikasi, alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden berserta mekanisme pemberhentiannya dan sumpah jabatan yang sama antara keduanya. Akan tetapi yang menjadi perbedaan 5 Agus Surono, 2008, Hubungan Presiden dan Wakil, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Al- Azhar Indonesia, Jakarta, hlm. 76. 6 Mohammad Yamin, dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1988, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, hlm. 201. 7 Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3 diantara keduanya adalah UUD 1945 sebagai hukum tertinggi memberi kewenangan kepada jabatan presiden dalam Pasal 10 sampai Pasal 15 serta Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sedangkan UUD 1945 tidak mengatur lebih lanjut terkait kedudukan dan kewenangan wakil presiden selain tugasnya untuk membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Hal inilah yang membuat kedudukan dan kewenangan wakil presiden tidak jelas bahkan seolah-olah tidak sejajar dengan presiden, karena tugasnya hanya membantu. Permasalahan lain adalah UUD 1945 juga tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kewenangan yang dimiliki wakil presiden. Kedudukan dan kewenangan wakil presiden yang sifatnya abu-abu ini membuat wakil presiden sebagai suatu jabatan yang berfungsi-tidaknya tergantung pada kebijakan presiden. Bahkan apabila dibandingkan jabatan lain yang juga memiliki tugas membantu presiden yaitu menteri, pengaturan menteri lebih jelas karena sudah ditentukan dalam Pasal 17 UUD 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Padahal wakil presiden adalah unsur pimpinan pemerintahan yang sifatnya mandiri karena dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi dalam praktik ketatanegaraan Indonesia, seolah-olah presiden merupakan the first man dan wakil presiden merupakan the second man. Wakil presiden baru bisa tampil sebagai the first man apabila presiden mangkat, berhenti,
4 diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, sampai habis masa jabatan. 8 Kemudian apabila dilihat dari sejarah ketatanegaraaan Indonesia, kedudukan dan kewenangan wakil presiden yang pernah ada memiliki sifat-sifat yang berbeda, yaitu wakil presiden selaku partner kerja yang sejajar dengan presiden seperti Wakil Presiden Mohammad Hatta pada era Presiden Soekarno, wakil presiden dengan kewenangan yang sangat terbatas pada era Presiden Soeharto dimana wakil presiden bersifat seremonial dan wakil presiden dengan kewenangan yang mulai menguat seperti pada era reformasi. Ni matul Huda mengemukakan pendapatnya bahwa konsep jabatan wakil presiden di Indonesia sebagai berikut: Wakil presiden semata-mata hanya diposisikan sebagai pembantu presiden, karena undang-undang dasar tidak memberikan rambu-rambu yang tegas apa yang harus dikerjakan oleh wakil presiden, sehingga semua tugas pemerintahan wakil presiden digantungkan pada pemberian dari presiden. 9 Wakil presiden dengan peran yang paling kuat di era reformasi adalah Jusuf Kalla saat beliau menjabat sebagai wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kuatnya kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam menjalankan tugas pemerintahannya dipengaruhi oleh sistem pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan dengan sistem paket sejak tahun 2004, tidak lagi ditunjuk oleh presiden seperti pada era orde baru. Sehingga dapat dikatakan, dinamika hubungan kerja antara presiden dengan wakil presiden 8 Hikmawan S.P., Wakil Presiden Bagaikan Raja, https://hikmawansp.wordpress.com/2012/07/10/wakil-presiden-bagaikan-raja/, diakses 11 Mei 2016. 9 Ni matul Huda, 2004, Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terhadap Dinamika Perubahan UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 66.
5 berpengaruh pada kedudukan dan kewenangan wakil presiden, yaitu sebagai the second man atau ban serep atau sebagai wakil presiden yang memiliki kapasitas yang sama kuatnya dengan presiden sehingga disebut matahari kembar. Tidak adanya pengaturan secara tegas dan rinci yang diberikan UUD 1945 serta tidak adanya suatu produk perundang-undangan yang memberikan porsi kewenangan konstitusional wakil presiden, membuat jabatan wakil presiden tersebut menjadi tidak jelas. 10 Padahal dalam perkembangannya, wakil presiden menjadi jabatan yang memiliki peranan penting dan memerlukan suatu pengaturan untuk dapat melakukan suatu tindakan hukum melalui fungsinya. Dengan adanya peraturan perundang-undangan mengenai lembaga kepresidenan yang relevan dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia, diharapkan terjadi kejelasan mengenai kedudukan dan kewenangan wakil presiden dalam menjalankan tugas pemerintahannya sehingga nantinya ada kejelasan mengenai pola hubungan kerja antara presiden dan wakil presiden sebagai dua jabatan mandiri dalam lembaga kepresidenan namun keduanya tidak terpisahkan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas sangat menarik dan penting untuk dilakukan sebuah penulisan hukum mengenai Urgensi Pengaturan Lembaga Kepresidenan terkait Kedudukan dan Kewenangan Wakil Presiden dalam Sistem Presidensial di Indonesia. 10 Dhanang Ali Maksum, 2015, Tugas dan Fungsi Wakil Presiden di Indonesia, Jurnal Lex Crimen Vol. IV/No.1/Jan-Mar/2015, hlm. 123.
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dikemukakan permasalahan pokok yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Bagaimana desain jabatan wakil presiden dalam sistem presidensial? 2. Apa urgensi pengaturan lembaga kepresidenan mengenai kedudukan dan kewenangan wakil presiden? C. Tujuan Penelitian Penulis menggolongkan tujuan penelitian ini menjadi dua golongan yaitu tujuan subjektif dan objektif: 1. Tujuan Subjektif Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui dan menganalisis jabatan wakil presiden dalam sistem presidensial. b. Untuk mengetahui dan menganalisis urgensi pengaturan lembaga kepresidenan terkait kedudukan dan kewenangan wakil presiden. D. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan dan pengamatan penulis, berdasarkan hasil penelusuran pustaka di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, tidak ditemukan penulisan hukum yang berjudul Urgensi Pengaturan Lembaga
7 Kepresidenan terkait Kedudukan dan Kewenangan Wakil Presiden dalam Sistem Presidensial di Indonesia. Namun ada beberapa penulisan hukum yang berkaitan dengan penulisan hukum yang penulis lakukan, antara lain: 1. Penulisan hukum yang disusun oleh Hiroanto Alifridiadi 11 dengan judul Kedudukan dan Kewenangan Wakil Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Status and Authority of Vice President in the Republic of Indonesia s Constitutional System) dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan wakil presiden dalam UUD 1945? 2) Apakah wakil presiden dapat menerbitkan produk hukum? 3) Bagaimanakah konsekuensi yuridis jika seorang wakil presiden menerbitkan suatu produk hukum yang bersifat pengaturan (regelling) dan penetapan (beschikking)? 12 Kesimpulan penulisan hukum tersebut sebagai berikut: 1) Kedudukan dan kewenangan yang dimiliki oleh Wakil Presiden Republik Indonesia yaitu: a. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UUD 1945, wakil presiden menurut UUD 1945 memiliki peranan sebagai pihak yang membantu presiden dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Pengertian membantu presiden dalam menjalankan tugas pemerintahan ini, kedudukan wakil 11 Hiroanto Allifridiadi, 2010, Kedudukan dan Kewenangan Wakil Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Status and Authority of Vice President in the Republic of Indonesia s Constitutional System), Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak diterbitkan. 12 Ibid., hlm. 9.
8 presiden ini tidak sama dan bahkan lebih tinggi dari kedudukan menteri yang sama-sama merupakan pembantu presiden sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) UUD 1945. b. Kedudukan wakil presiden menurut UUD 1945 adalah sama dengan kedudukan presiden yang dimana presiden dan wakil presiden merupakan satu pasangan yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum (Pasal 6A ayat (1) UUD 1945). c. Wakil presiden yang terpilih bersama-sama dengan presiden memegang jabatan selama lima tahun (Pasal 7 UUD 1945). 2) Kewenangan Wakil Presiden Republik Indonesia dalam menerbitkan suatu produk hukum: a. Berdasarkan tata urut peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, khususnya Pasal 7 ayat (1) tidak ditemukan suatu bentuk produk hukum yang dikeluarkan oleh wakil presiden. Undang-undang tersebut pada dasarnya lebih mengatur kepada produk hukum yang sifatnya mengatur (regelling). Sehingga dengan demikian dalam hal pembentukan produk hukum yang bersifat regelling, wakil presiden tidak memiliki kewenangan. Berkaitan dengan kewenangan wakil presiden dalam menerbitkan suatu produk hukum, khususnya yang sifatnya mengatur (regelling), maka harus memperoleh pelimpahan kewenangan dari presiden. Dalam hal ini, wakil presiden adalah sebagai pihak yang mewakili presiden sesuai
9 penugasan yang diberikan untuk melaksanakan tugas tertentu untuk dan/atau atas nama presiden. b. Dalam hal pembentukan produk hukum yang sifatnya penetapan (beschikking), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak mengatur secara khusus mengenai kewenangan wakil presiden. Dengan demikian, kalaupun wakil presiden dapat menerbitkan produk hukum yang bersifat penetapan, cakupannya hanya terbatas dan bersifat teknis dalam ruang lingkup istana wakil presiden. 3) Konsekuensi yuridis dalam hal wakil presiden menerbitkan suatu produk hukum yang berbentuk regelling dan beschikking: a. Dalam hal wakil presiden menerbitkan produk hukum yang sifatnya pengaturan (regelling), sebenarnya wakil presiden tidak memiliki kewenangan. Bila wakil presiden akan menerbitkan suatu produk hukum yang sifatnya mengatur, harus didahului dengan pelimpahan kewenangan dari presiden terlebih dahulu. Kalaupun terjadi kondisi yang demikian dimana wakil presiden menerbitkan suatu produk hukum yang ternyata tidak ada dasar pelimpahan kewenangan yang diberikan dari presiden kepadanya, maka produk hukum tersebut sudah seharusnya dinyatakan batal dan tidak berlaku. b. Dalam hal wakil presiden menerbitkan suatu produk hukum yang berupa keputusan (beschikking), maka produk hukum tersebut harus ditembuskan atau dilaporkan kepada presiden sebagai laporan.
10 Pengawasan terhadap produk hukum seperti ini, dapat dilakukan oleh presiden terhadap suara keputusan tersebut atau melalui pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang melalui Mahkamah Agung maupun kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). c. Pada praktik ketatanegaraan yang terjadi, ketika Wakil Presiden Jusuf Kalla mengeluarkan Surat Keputusan Wakil Presiden Nomor 1 Tahun 2004, surat keputusan tersebut kemudian mengundang kontroversi politik dan kemudian sebagian anggota DPR bahkan mengusulkan hak interpelasi atas surat keputusan tersebut. DPR menilai bahwa penerbitan surat keputusan oleh wakil presiden tersebut telah melampaui kewenangan yang dimiliki oleh seorang wakil presiden. 13 2. Penulisan hukum yang disusun oleh Muhammad Khibran 14 dengan judul Kewenangan Wakil Presiden selaku Ketua Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi dalam Menerbitkan Produk Hukum dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Apakah bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam pada tahun 2004 dapat dikategorikan sebagai kualifikasi keadaan bahaya? 13 Ibid., hlm. 97-100. 14 Muhammad Khibran, 2012, Kewenangan Wakil Presiden selaku Ketua Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi dalam Menerbitkan Produk Hukum, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak diterbitkan.
11 2) Apakah kedudukan wakil presiden sebagai Ketua Bakornas Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi dapat menerbitkan suatu produk hukum? 3) Bagaimana upaya perlawanan terhadap produk hukum yang telah diterbitkan oleh wakil presiden selaku Ketua Bakornas Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi, khususnya Surat Keputusan Wakil Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanganan Bencana Aceh? 15 Kesimpulan penulisan hukum tersebut sebagai berikut: 1) Bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam pada Desember tahun 2004 dapat dikategorikan sebagai keadaan-keadaan kualifikasi keadaan bahaya, hal tersebut terlihat dari : a. Dampak gempa bumi dan gelombang tsunami yang demikian masif, sehingga dapat dikategorikan sebagai keadaan-keadaan khusus yang dapat membahayakan hidup negara seperti disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Prp Tahun 1959. b. Pemerintah Indonesia pada tanggal 31 Desember 2004 menerapkan kebijakan ruang udara terbuka (open sky policy). 2) Kedudukan wakil presiden selaku Ketua Bakornas PBP dapat menerbitkan suatu produk hukum, hanya sebatas peraturan kebijakan (beleidsregel) yang diambil berdasarkan asas kebebasan bertindak. 15 Ibid., hlm. 13.
12 3) Upaya perlawanan terhadap Surat Keputusan Wakil Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanganan Bencana Aceh dapat dilakukan melalui mekanisme Pengadilan Tata Usaha Negara dikarenakan Surat Keputusan Wakil Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanganan Bencana Aceh merupakan peraturan kebijakan (beleidsregel) yang berbentuk penetapan (beschikking) dengan alas pengujian yang digunakan adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik. 16 Penulisan-penulisan hukum di atas cenderung menitikberatkan pada kewenangan wakil presiden dalam menerbitkan produk hukum dan konsekuensi yuridis atas produk hukum tersebut, sedangkan penulisan hukum ini menitikberatkan pada kedudukan dan kewenangan wakil presiden dan lembaga kepresidenan menurut praktik ketatanegaraan di Indonesia selama ini. Memang ada poin rumusan masalah penelitian hukum pertama yang mirip dengan poin rumusan masalah penulis, yaitu rumusan masalah mengenai kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden Republik Indonesia, namun yang menjadi pembeda adalah penulis menganalisis desain jabatan wakil presiden dalam sistem presidensial secara umum. Selain itu dalam menganalisis kewenangan wakil presiden, penulis mengkaji melalui UUD 1945, peraturan perundang-undangan, praktik ketatanegaraan dan pendapat para ahli yang terkait pokok bahasan. Selain itu penulis juga mengkaji keterkaitan urgensi adanya pengaturan lembaga kepresidenan dengan kedudukan dan kewenangan wakil presiden dalam sistem 16 Ibid., hlm. 115-116.
13 presidensial di Indonesia. Maka penulisan hukum ini berbeda dengan penulisanpenulisan hukum yang telah penulis cantumkan tersebut. Namun demikian, penulisan hukum ini dilakukan dengan itikad baik dan menjunjung tinggi orisinalitas sesuai dengan etik penulisan dan akademik dengan tidak melakukan plagiasi maupun kejahatan lainnya. Kutipan maupun pemikiran dari penelitian hukum sebelumnya akan dicantumkan dengan jelas pada catatan kaki. Apabila dikemudian hari terdapat penelitian serupa, maka diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya serta menambah literatur ilmu hukum. E. Manfaat Penelitian Penulisan hukum ini nantinya penulis harapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca penulisan hukum ini, yang kemudian penulis bagi ke dalam dua bagian, yaitu : 1. Manfaat Teoritis a. Bagi Penulis Penulisan hukum ini menambah wawasan penulis berkaitan dengan jabatan wakil presiden dan lembaga kepresidenan dalam sistem presidensial di Indonesia. b. Bagi Ilmu Pengetahuan Hukum Tata Negara Penulis berharap penulisan hukum ini nantinya dapat memperluas wawasan masyarakat dalam bidang hukum tata negara dan dapat
14 memberi sumbangan bagi pemikiran hukum tata negara nantinya dalam ius constituendum atau hukum yang dicita-citakan. 2. Manfaat Praktis Bagi masyarakat, semoga dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan yang meningkatkan wawasan masyarakat dalam memahami sistem presidensial dan lembaga kepresidenan di Indonesia terlebih mengenai wakil presiden.