BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA RESMI STATISTIK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

GUBERNUR JAWA TENGAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

STRUKTUR EKONOMI, KESEMPATAN KERJA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PELATIHAN DESAIN DAN DIVERSIFIKASI PRODUK IKM KERAJINAN BAMBU DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

PENEMPATAN TENAGA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan


BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat-zat dalam Susu Nilai Kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

REKAP JUMLAH KELAS GELOMBANG 5 ( 2 s/d 6 JULI 2014 ) PELATIHAN KURIKULUM 2013 BAGI GURU SASARAN

PROFIL PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia sejak pertenghan tahun 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public driven growth. Semenjak itu pemerintah seharusnya hanya berperan sebagai regulator atau penentu arah kebijaksanaan pembangunan ekonomi, di mana pelaksanaanya dipercayakan pada partisipasi masyarakat secara aktif, terutama sektor dunia usaha. Namun, kenyataannya tidak demikian, karena praktik pola manajemen ekonomi makro Indonesia masih serba sentralistik, sehingga akibatnya hanya segelintir masyarakat, terutama dunia usaha konglomerat yang diutamakan, di mana mereka bermoral sangat tergantung pada kegiatan proyek-proyek pemerintah, sehingga jiwa kerja sama dan kewirausahaan menjadi tumpul. Suatu keadaan yang pada akhirnya mengakibatkan krisis perekonomian nasional (Marsuki, 2005). Indonesia merupakan negara yang termasuk kategori negara yang sedang berkembang dimana sampai saat ini Indonesia terus melakukan pembangunan secara nasional untuk mengubah struktur perekonomian kearah yang lebih baik. Pembangunan ekonomi yang dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan pemerataan pembangunan yang dirasakan oleh semua masyarakat, baik meningkatkan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan serta mampu mengurangi ketimpangan antar daerah. Dalam usaha percepatan pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh Pemerintah. Adanya perubahan pembangunan yang 1

berorientasi pada pertumbuhan industri skala besar beralih menjadi pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Dalam proses pembangunan, selain mempertimbangkan aspek pertumbuhan dan pemerataan, juga mempertimbangkan dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat (Kuncoro, 2006). Di Indonesia sektor industri kecil merupakan salah satu bentuk strategi alternatif untuk mendukung pengembangan perekonomian dalam pembangunan jangka panjang di Indonesia. Perannya terhadap pemerataan dan kesempatan kerja bagi masyarakat serta sumbangsih terhadap penerimaan devisa telah membuktikan bahwa usaha kecil tidak hanya aktif namun produktif. Pada konteks yang lebih luas keberadaan akan industri kecil dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap pertumbuhan pembangunan nasional. Dewasa ini pembinaan dan pengembangan industri kecil merupakan topik penting yang harus terus dikaji, disempurnakan dan ditingkatkan agar penangananya lebih efektif. Secara khusus hal tersebut ditujukan kepada upaya untuk mengoptimalkan pembinaan dalam rangka pengembangan industri kecil (Megasari, 2014). Kelebihan dan kekurangan dari berbagai sektor-sektor seperti sektor sumber daya manusia, bahan baku, sektor pemerintahan dan lain-lain yang ada di setiap daerah mampu mengembangkan daerah tersebut. Pada sektor industri dianggap sebagai leading sector, karena sektor industri yang kuat dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya, sehingga masalah-masalah seperti kemiskinan, pengangguran dapat teratasi dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. 2

Secara garis besar terdapat tiga sektor yang dominan dalam pembentukan total PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Pekalongan tahun 2013, yaitu sektor industri pengolahan 28,54, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan 21,17, dan sektor perdagangan 15,51. Untuk sektor sektor yang lain termasuk sangat penting, namun masih dirasa belum dominan. Jawa tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah industri yang cukup banyak terlihat dari nilai PDRB pada sektor industri pengolahan yangmenunjukkan bahwa sektor industri menduduki tingkat pertama dalam kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah. Di susul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, selanjutnya sektor pertanian. Sektor industri pengolahan menyumbangan tertinggi terhadap ekonomi selama tiga tahun terakhir, pada tahun 2012 sektor industri pengolahan mengalami penurunan dari angka 65.439.443 atau 33,01% turun menjadi 69.012.495,82 atau 32,73% dan kembali meningkat pada tahun 2013 sebesar Sembilan sektor perekonomian yang ada di Jawa Tengah sektor industri merupakan penopang perekonomian Jawa Tengah karena sebagian besar sektor industri tersebar di berbagai wilayah di Jawa Tengah baik industri yang tergolong kecil maupun menengah, oleh karena itu sektor tersebut menjadi sektor unggulan di Jawa Tengah yang membutuhkan berbagai berbagai upaya untuk perkembangan kedepanya. Di Indonesia sektor industri kecil merupakan salah satu bentuk strategi alternatif untuk mendukung pengembangan perekonomian dalam pembangunan jangka panjang di Indonesia. Perannya terhadap pemerataan 3

dan kesempatan kerja bagi masyarakat serta sumbangsih terhadap penerimaan devisa telah membuktikan bahwa usaha kecil tidak hanya aktif namun produktif. Pada konteks yang lebih luas keberadaan akan industri kecil dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap pertumbuhan pembangunan nasional. Dewasa ini pembinaan dan pengembangan industri kecil merupakan topik penting yang harus terus dikaji, disempurnakan dan ditingkatkan agar penangananya lebih efektif. Secara khusus hal tersebut ditujukan kepada upaya untuk mengoptimalkan pembinaan dalam rangka pengembangan industri kecil (Megasari, 2014). Laju pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah didasarkan atas laju pertumbuhan PDRB tiap-tiap kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Semua sektor usaha yang ada di tiap-tiap kabupaten menjadi sumber serta fondasi pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. Pada Tabel 1.1 dapat di lihat laju pertumbuhan PDRB tiap-tiap kabupaten di jawa tengah periode 2012-2013. 4

Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tiap-Tiap Kabulaten di Jawa tengah tahun 2012-2013 (Persen) Kabupaten/Kota 2012 2013 Kab. Cilacap 5,59 5,75 Kab. Banyumas 5,88 6,71 Kab. Purbalingga 6,26 5,66 Kab. Banjarnegara 5,25 5,28 Kab. Kebumen 5,59 4,20 Kab. Purworejo 5,04 4,99 Kab. Wonosobo 5,14 4,98 Kab. Magelang 5,84 5,60 Kab. Boyolali 5,66 5,43 Kab. Klaten 5,54 5,79 Kab. Sukoharjo 5,03 5,01 Kab. Wonogiri 5,87 4,36 Kab. Karanganyar 5,82 5,38 Kab. Sragen 6,60 6,64 Kab. Grobogan 6,16 4,59 Kab. Blora 5,00 4,91 Kab. Rembang 4,88 5,03 Kab. Pati 5,92 5,72 Kab. Kudus 4,33 4,68 Kab. Jepara 5,79 5,77 Kab. Demak 4,64 4,62 Kab. Semarang 6,02 5,62 Kab. Temanggung 5,04 5,02 Kab. Kendal 5,54 5,24 Kab. Batang 5,02 5,17 Kab. Pekalongan 5,32 5,45 Kab. Pemalang 5,28 5,41 Kab. Tegal 5,25 5,81 Kab. Brebes 5,21 5,06 Kota Magelang 6,48 5,91 Kota Surakarta 6,12 5,89 Kota Salatiga 5,94 6,14 Kota Semarang 6,42 6,20 Kota Pekalongan 5,60 5,89 Kota Tegal 5,07 4,93 Sumber: BPS Jawa Tengah, 2013 Secara garis besar terdapat tiga sektor yang dominan dalam pembentukan total PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Pekalongan tahun 2013, yaitu sektor industri pengolahan 28,54, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan 21,17, dan sektor perdagangan 15,51. Untuk sektor sektor yang lain termasuk sangat penting, namun masih dirasa belum dominan. Peran tiap-tiap sektor tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2 5

Tabel 1.2 Distribusi Presentase Produk Domestik Bruto Kota Pekalongan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2010-2012 (Juta Rupiah) N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha 2010 % 2011 % 2012 % Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, gas, air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Pengangkutan, komunikasi Keuangan, persewaan Jasa-jasa 160.715,41-425.216,81 23.950,81 278.586,68 569.640,82 210.046,14 145.465,05 273.493,25 7,70-20,37 1,15 13,35 27,29 10,06 6,97 13,10 164.286,49-444.913,65 25.174,32 294.543,42 601.415,01 219.445,64 152.887,52 298/161,74 7,46-20,22 1,14 13,38 27,33 9,97 6,95 13,55 167.721,23-467.774,77 27.010,27 319.889,73 632.886,21 230.659,70 159.917,79 318.305,70 7,22-20,13 1,16 13,76 27,23 9,92 6,88 13,70 Jumlah 2.087.114,17 100,00 2.200.827,78 100,00 2.324.147,40 100,00 Sumber : BPS Kota Pekalongan, 2014 Perekonomian Kota Pekalongan tahun 2012 tumbuh membaik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto atas harga konstan sebesar 5,60% yang lebih baik dari tahun sebelumnya, sebesar 5,45% (BPS, 2014). Pembangunan ekonomi di Kota Pekalongan saat ini masih gencar dilakukan dari berbagai sektor, hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi berbagai sektor yang menyumbang PDRB Kota Pekalongan. Pada Tabel 1.2 sektor perdagangan memberikan kontribusi tertinggi terhadap struktur perekonomian di Kota Pekalongan selama periode tahun 2010 hingga 2012. Sektor industri yang menempati urutan kedua, presentase sektor industri dari tahun 2010 hingga 2012 mengalami penurunan dari 20,37 % menjadi 20,13 % Sektor industri di Kota Pekalongan cukup berpotensi untuk dikembangkan, terutama pada industri kecil dan menengah karena sektor industri masih 6

menjadi sektor unggulan yang mampu menunjang perekonomian Kota Pekalongan. Kota Pekalongan dengan ikonnya sebagai Kota Batik merupakan salah satu kota terbesar pemasok batik di Jawa Tengah selain Kota Solo. Industri batik juga menjadi salah satu sektor industri yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kota Pekalongan. Industri batik di Kota Pekalongan termasuk ke dalam industri kecil menengah, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.3 Produk Unggulan Industri Kecil Menengah Kota Pekalongan Tahun 2013 Jenis industri Jumlah Unit Usaha Batik 800 Pakaian Jadi dari Tekstil 529 Pembekuan Ikan 6 Pengasapan Ikan dan Biota Perairan Lainnya 49 Penggaraman, Pengeringan Ikan 24 Pengolahan dan Pengawetan Biota Perairan Lainnya 23 Pengolahan Teh dan Kopi 39 Pertenunan ATBM 144 Pengolahan Produk Daging dan daging Unggas 57 Produk Roti dan Kue 58 Tempe Tahu Kedelai 416 Produk Makanan Lainnya 52 Sumber : Disperindagkop dan UMKM Kota Pekalongan, 2014 Jumlah Tenaga Kerja 11.210 5153 50 163 673 626 1451 3987 139 445 829 83 Nilai Investasi (Rp Juta) 35.520,72 24.605,77 406,20 187,07 1.118,11 7433,28 13.688,83 32.433,11 105,19 3.767,18 1364,40 235,85 7

Berdasarkan Tabel 1.3 produk unggulan batik menduduki peringkat teratas di susul produk unggulan dari pakain jadi dari tekstil dan produk unggulan tempe tahu kedelai. Jumlah industri produk unggulan batik yaitu sebanyak 800 unit usaha yang terbagi menjadi empat wilayah kecamatan yaitu Pekalongan Barat sebanyak 336 unit, Pekalongan Timur 119 usaha, Pekalongan Utara 79 dan Pekalongan Selatan sebanyak 266. Dari industri batik ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 11.210 orang dan nilai investasi yang dihasilkan mencapai 35.520 milyar. Oleh karena itu sebagian besar mata pencaharian masyarakat Pekalongan ada di Industri Batik. Pada awal tahun 2007, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kota Pekalongan mulai mulai menggunakan sistem klaster dan sentra pada industri batik karena sebagian besar industri batik di Kota Pekalongan merupakan Industri Kecil Menengah (IKM), hal tersebut dilakukan agar industri batik di Kota pekalongan semakin berkembang. Sentra batik yang ada di Kota Pekalongan antara lain Sentra Batik Kauman, Sentra Batik Pesindon, Sentra Batik Jenggot, Sentra Batik Banyurip Ageng, Sentra Batik Banyurip Alit, Sentra Batik Krapyak Lor, Sentra Batik Medono, Sentra Batik Sentra Batik Kradenan dan lain lain, namun dari beberapa sentra batik yang ada di Pekalongan yang telah di resmikan yaitu Sentra Batik Kauman atau yang dikenal dengan Kampoeng Wisata Batik Kauman dan Sentra Batik Pesindon atau Kampung batik Pesindon seperti yang terlihat pada tabel berikut ini: 8

Tabel 1.4 Sentra Industri Batik Di Kota Pekalongan 2013 Nama Alamat Sentra Jumlah Tenaga Nilai Nilai Sentra Unit Usaha Kerja Investasi/Th Produksi/Th Desa/ Kecamatan (unit) (orang) (Rp.000) (Rp.000) Kelurahan Banyurip Ageng Banyurip Ageng Pekalongan Selatan 31 399 1.687.380 4.260.800 Banyurip Alit Banyurip Alit Pekalongan Selatan 26 249 822.669 12.065.600 Buaran Buaran Pekalongan Selatan 30 191 339.392 1.053.200 Jenggot Jenggot Pekalongan Selatan 29 498 909.644 14.861.000 Kradenan Kradenan Pekalongan Selatan 57 559 1.625.145 7.798.484 Medono Medono Pekalongan Barat 25 314 1.760.085 4.377.172 Pasirsari Pasirsari Pekalongan Barat 79 1169 1.760,849 8.123.532 Pringlangu Pringlangu Pekalongan Barat 44 480 901.742 4.455.300 Tegalrejo Tegalrejo Pekalongan Barat 30 632 1.777.043 3.589.340 Pabean Pabean Pekalongan Utara 38 157 559.620 1.106.450 Kauman Kauman Pekalongan Timur 80 1440 16.000.000 36.300.000 Pesindon Pesindon Pekalongan Timur 65 975 11.250.000 28.900.000 Tirto Tirto Pekalongan Barat 41 679 1.248.265 7.538.900 Sumber : Disperindagkop dan UMKM Kota Pekalongan, 2014 Tabel 1.4 merupakan daftar sentra industri batik yang terdaftar pada Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kota Pekalongan pada tahun 2014. Sentra industri Batik Kauman merupakan salah satu sentra batik batik terbesar di Kota Pekalongan, terdapat 80 unit usaha batik berdiri dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1440 orang. Nilai investasi dari Sentra Batik Kauman sebanyak Rp16.000.000 setiap tahunnya dengan nilai produksi mencapai Rp 36.300.000 pertahunnya. Kelurahan Kauman merupakan salah satu desa wisata batik di Kota Pekalongan, karena didaerah ini banyak pengusaha batik sehingga menjadi sentra pengusaha batik di Kota Pekalongan. Selain letaknya yang strategis sebagian besar masyarakat di Kelurahan Kauman juga bermata pencaharian yang berkaitan dengan usaha batik, baik sebagai pengusaha ataupun buruh. Upaya dari masyarakat lokal dalam merevitalisasi batik baik sebagai produk 9

kesenian dan budaya maupun batik sebagai kekuatan ekonomi masyarakat Kelurahan Kauman khususnya dan Kota Pekalongan pada umumnya. Sebuah Kelurahan di mana dapat dengan mudah melakukan belanja batik ke pengrajin dan melihat proses produksi. Hal ini yang menarik adalah adanya tempat pembelajaran batik yang disediakan untuk pengunjung atau wisatawan yang ingin belajar batik dan merasakan hidup barada di lingkungan pengrajin batik sehingga dapat merasakan batik tidak hanya sebagai fashion, tapi batik sebagai proses budaya dan sosial (Hidayat, 2013). Studi sebelumnya yang dilakukan Lestariningsih (2006) tentang Analisis Penawaran dan Permintaan Industri Kecil Tenun Ikat Troso di Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sisi permintaan (Qd) tingkat harga kain tenun (Px) berpengaruh negatif signifikan, sedangkan tingkat pendapatan konsumen (Tpk) dan harga barang subtitusi (Hbs) berpengaruh positif dan signifikan. Mardiyono (2013) melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Industri Kecil Pakaian Jadi di Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan harga kain berpengaruh negatif, tingkat pendapatan mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap permintaan, sedangkan variabel harga barang substitusi berpengaruh positif terhadap permintaan. harga kain mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap penawaran sedangkan variabel biaya produksi berpengaruh negatif terhadap penawaran. Mayesti (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis Permintaan Kain Batik di Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari sisi permintaan (Qd) tingkat harga kain tenun (Px) 10

berpengaruh negatif signifikan, sedangkan tingkat pendapatan konsumen (Tpk) dan harga barang subtitusi (Hbs) berpengaruh positif dan signifikan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis akan melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan batik di Kampung Batik Kauman Kota Pekalongan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, bahwa industri kecil dan menengah memiliki peranan yang cukup penting bagi pertumbuhan perekonomian suatu daerah, karena keberadaan industri tersebut mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB daerah tersebut. Sektor industri yang menjadi produk unggulan suatu daerah mampu membantu dalam menyediakan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar serta meningkatkan potensi ekonomi lokal. Adanya keterkaitan antar industri mampu memberikan keuntungan tersendiri sehingga adanya kesempatan industri tersebut agar semakin berkembang. Industri batik banyak tumbuh di Kota Pekalongan dan mampu menjadi salah satu penopang perekonomian Kota Pekalongan dengan memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Pekalongan. Sentra industri batik di Kauman Kota Pekalongan saat ini terus dikembangkan dengan berbagai upaya-upaya agar mampu menarik konsumen baik konsumen domestik maupun konsumen luar domestik. Sentra industri batik kauman sudah lama berdiri dan produk yang dihasilkan memiliki corak dan ciri khas dari Batik Pekalongan. Namun, keterkaitan industri batik kauman dengan 11

pemasok bahan baku, pedagang perantara, usaha penunjang kurang maksimal dan jumlah industri yang semakin menurun setiap tahunnya dan tenaga kerja yang memilih bekerja keluar kota. Pertanyaan yang akan menjadi penelitian dalam hal ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh harga batik terhadap permintaan batik di Kampung Batik Kauman Kota Pekalongan? 2. Bagaimana pengaruh pendapatan konsumen terhadap permintaan batik di Kampung Batik Kauman Kota Pekalongan? 3. Bagaimana pengaruh harga barang subtitusi (kain tenun) terhadap permintaan batik di Kampung Batik Kauman Kota Pekalongan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh harga batik terhadap permintaan batik di Kampung Batik Kauman Kota Pekalongan. 2. Menganalisis pendapatan konsumen terhadap permintaan batik di Kampung Batik Kauman Kota Pekalongan. 3. Menganalisis pengaruh harga barang substitusi terhadap permintaan batik di Kampung Batik Kauman Kota Pekalongan. 12

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Bagi pembaca Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang tingkat produksi berdasarkan penelitian Markussen (1996), formasi keterkaitan dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pasar sentra industri batik Kauman Kota Pekalongan. b. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan produksi pada sentrasentra industri batik di Kota Pekalongan dalam meningkatkan daya saing industri, sehingga pemerintah dalam mengambil kebijakan ataupun upaya untuk mengembangkan sentra-sentra industri batik lainnya menjadi lebih efektif dan optimal. b. Bagi Pengusaha Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pertimbangan sebagai bahan masukan bagi para pengusaha industri batik agar mampu untuk meningkatkan permintaan pasar sehingga ekonomi lokal dapat tumbuh dan mampu menghadapi persaingan global. 13