BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unmanned aerial vehicles (UAVs) atau wahana tanpa awak merupakan wahana terbang tanpa ada yang mengendalikan penerbangan wahana tersebut. Sebuah UAV dapat berupa pesawat terbang yang dikendalikan dari jarak jauh atau pesawat yang terbang secara autonomous atau pesawat dengan sistem otomatis yang lebih dinamis dan kompleks. Saat ini pengembangan UAVs menjadi semakin luas. Walaupun pengembangan UAVs yang terbesar masih pada bidang militer akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan UAVs dibidang lainya seperti pertanian, pemetaan suatu wilayah, kesehatan dan lain sebagainya. Salah satu jenis UAVs yang banyak mendapat perhatian adalah quadrotor yang merupakan wahana yang terdiri dari empat buah rotor non-coaxial. Pada quadrotor gaya angkat yang dihasilkan oleh keempat buah rotornya lebih seragam sehingga membuat attitude quadrotor menjadi lebih stabil [1]. Dibandingkan dengan wahana tanpa awak dengan sayap tetap, wahana dengan multirotor mempunyai banyak kelebihan diantaranya kemampuan bermanuver yang lebih lihai seperti kemampuan untuk lepas landas dan mendarat secara vertikal (vertical take off and landing), kemampuan untuk melakukan hovering 1, sideslip 2, pirouette 3, dan lain sebagainya [2]. Kemampuan-kemampuan ini membuat quadrotor yang dapat digunakan baik di ruang terbuka maupun di ruang tertutup sehingga membuat pengembangan quadrotor dalam hal pengawasan maupun eksplorasi menjadi semakin luas. Untuk dapat mengeksplorasi daerah-daerah yang sulit terjangkau manusia atau daerah yang berbahaya, sebuah quadrotor memerlukan sebuah sistem navigasi sehingga dapat bergerak secara autonomous. Sebelum quadrotor bergerak menuju 1 Kemampuan quadrotor untuk melayang disuatu tempat. 2 Bergerak secara menyamping atau menggelincir 3 Gerakan berputar 1
tempat tujuan, quadrotor tersebut terlebih dahulu harus mengetahui posisi dan sudut orientasinya. Kemampuan ini disebut sebagai localization. Teknik yang umum digunakan untuk menentukan posisi sebuah quadrotor adalah dengan menggunakan global positioning system (GPS) [3,4]. Penggunaan GPS dalam sistem navigasi quadrotor memang dapat memberikan pengukuran posisi yang akurat sehingga dalam penerapannya penggunaan GPS dapat memaksimal kemampuan navigasi quadrotor. Namun, penggunaan GPS dalam pengukuran posisi pesawat mempunyai kelemahan yaitu ketika pesawat melakukan penerbangan di dalam ruangan karena sinyal GPS yang lemah atau bahkan hilang saat berada diruangan dan juga ketika quadrotor akan digunakan pada daerah yang tidak terjangkau oleh sinyal GPS. Salah satu pendekatan agar quadrotor dapat melakukan localization ketika sinyal GPS tidak tersedia adalah dengan penggunaan sensor inertial measurement unit (IMU) yang terdiri dari accelerometer dan gyroscope. Sensor IMU yang berbasis microelectromechanical system (MEMS) mempunyai kelebihan antara lain mempunyai ukuran yang kecil, ringan, dan konsumsi daya yang kecil. Kelebihankelebihan ini membuat sensor tersebut sangat cocok digunakan pada quadrotor. Namun, jenis sensor ini memiki kelemahan pada data sensor yang mempunyai banyak noise [5,6], sehingga dalam penggunaannya diperlukan tapis (filter) yang dapat menghilangkan noise tersebut. Ada berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk menangani noise pada sensor accelerometer dan sensor gyroscope antara lain low pass filter [7], particle filter [8,9], fuzzy logic [10,11], complementary filter [12], serta Kalman filter [13,14]. Penanganan noise dengan menggunakan low pass filter memiliki kelebihan komputasi yang ringan, akan tetapi low pass filter tidak mampu menangani drift gyroscope dan noise accelerometer. Particle filter memang dapat menangani karakteristik sensor yang berubah-ubah serta menangani distribusi noise, akan tetapi metode ini memiliki komputasi yang sangat berat. Selain memiliki komputasi yang cukup berat, fuzzy logic memiliki kekurangan yaitu sulitnya dalam penentuan rule- 2
based yang sesuai. Complementary filter memiliki kelebihan dengan komputasinya ringan namun, dalam penerapannya metode ini belum sepenuhnya mampu menangani noise. Dalam penelitian ini digunakan adalah Kalman filter, selain memiliki komputasi yang ringan, filter ini memiliki kemampuan yang bagus dalam menangani noise. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Keterbatasan sinyal GPS dalam menjangkau tempat-tempat tertentu sehingga diperlukan sensor yang dapat menggantikan fungsi GPS dalam menentukan posisi quadrotor saat sinyal GPS tidak tersedia. 2. Data sensor accelerometer dan sensor gyroscope yang memiliki banyak noise sehingga penggunaan secara langsung data sensor tersebut dapat menyebabkan kesalahan dalam estimasi posisi quadrotor. 1.3 Pembatasan Masalah Penelitian ini membahas pengembangan Kalman filter dalam penanganan noise sensor IMU sehingga diperoleh estimasi posisi quadrotor yang lebih akurat. Quadrotor yang digunakan adalah Parrot AR Drone 2.0 keluaran Parrot Inc. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sensor IMU yang digunakan adalah sensor IMU 3000 yang ada pada quadrotor Parrot AR Drone 2.0. 2. Noise pada accelerometer dan gyroscope dianggap merupakan white noise dengan zero mean. 3. Tapis digital yang digunakan adalah Kalman filter. 4. Pengujian localization pada bidang 2D (X-Y) sedangkan pengujian perpindahan hanya diuji pada 1 sumbu saja pada 1 waktu. 3
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan Kalman filter untuk sistem navigasi pada Parrot AR Drone 2.0 sehingga filter tersebut dapat menapis noise yang ada pada data sensor accelerometer dan data sensor gyroscope serta dengan filter tersebut dapat diperoleh hasil estimasi posisi quadrotor yang lebih akurat. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini berorientasi pada pengembangan sistem navigasi pada quadrotor saat tidak tersedia sinyal GPS. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Membuat penggunaan sensor IMU pada sistem navigasi quadrotor menjadi lebih maksimal. 2. Mengurangi pengeluaran biaya dalam penggunaan sensor karena sensor IMU memiliki harga yang murah. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dibidang rekayasa teknik khususnya dalam pengembangan sistem navigasi pada UAV dengan mengunakan sensor IMU. 4. Memberikan masukan bagi pengembangan sistem navigasi quadrotor yang digunakan sebagai alat bantu dalam penanganan bencana nasional seperti gunung meletus, gempa bumi, longsor dan lain sebagainya. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran dan memudahkan pemahaman mengenai penelitian yang dilakukan, sistematika penulisan dibagi menjadi 5 bab. Kelima bab tersebut meliputi, Pendahuluan, Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, serta yang terakhir Kesimpulan dan Saran. Bab Pendahuluan berisi Pendahuluan, Perumusan Masalah, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori yang berisi tentang Model Nonlinear 4
Quadrotor, Parrot AR Drone 2.0, Inertial measurement unit, Transformasi Koordinat, Teknik Penentuan Posisi, dan Kalman Filter diberikan pada bab kedua Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori. Bab yang ketiga berisi Alat dan Bahan serta Jalannya Penelitian yang terdiri dari Perancangan Kompensator Gravitasi, Desain zero velocity compensator, Desain Kalman filter, Pengujian, dan Analisis dan Pembahasan Hasil. Bab Hasil dan Pembahasan menceritakan hasil dan pembahasan dari pengujian yang telah dilakukan. Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah Pengujian Keadaan Diam, Pengujian Perubahan Perubahan Matriks Q dan R, Pengujian Perubahan Waktu Cuplik, serta yang terakhir adalah Pengujian Perpindahan Linear. Bab yang terakhir berisi Kesimpulan dan Saran terhadap penelitian yang dilakukan. 5