SPATIAL AUTOCORRELATION UNTUK DETEKSI DATA KEWILAYAHAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI JAWA TENGAH 1. PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
2. Awal Musim kemarau Bilamana jumlah curah hujan selama satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter serta diikuti oleh dasarian berikutnya.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PEMODELAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN SPATIAL ECONOMETRICS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah dalam suatu negara.

PEMODELAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN SPASIAL AUTOREGRESSIVE MODEL PANEL DATA

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TENAGA KERJA DI JAWA TENGAH TAHUN 2014

ISSN: JURNAL GAUSSIAN, Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman Online di:

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB V PENUTUP. Belanja Daerahnya juga semakin tinggi. Belanja Daerahnya juga semakin tinggi. Belanja Daerahnya juga semakin tinggi.

PEMODELAN KETAHANAN PANGAN KEDELAI (GLYSINE SOYA MAX (LENUS&MERRIL)) DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN SPATIAL REGRESSION

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

Pemodelan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah dengan Pendekatan Spatial Autoregressive Confused(SAC) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

ANALISIS PENGARUH DANA PERIMBANGAN DAN PEKERJA TERHADAP PDRB DI JAWA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

STRATEGI PENURUNAN AKI di JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

BAB I PENDAHULUAN. dengan menurunnya kinerja perekonomian. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menggali, mengelola, dan mengembangkan sumber-sumber ekonomi yang

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS SPASIAL PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah) Abstract

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

GUBERNUR JAWA TENGAH

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

Gede Suwardika 1, korespondensi: 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :

PENEMPATAN TENAGA KERJA

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015)

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

PERKEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DI JAWA TENGAH PADA ERA OTONOMI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

Lampiran 1. Data Penelitian

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BERITA RESMI STATISTIK

Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2009, Hal Vol. 16, No.1 ISSN:

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

PEMODELAN SPATIAL ERROR MODEL (SEM) UNTUK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

SPATIAL AUTOCORRELATION UNTUK DETEKSI DATA KEWILAYAHAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI JAWA TENGAH Muhammad Saifudin Nur 1, Abdul Karim 2 1 FMIPA,, Semarang, Indonesia saipungdekirby@gmail.com 1 2 FMIPA,, Semarang, Indonesia abdulkarim@unimus.ac.id 2 Abstract Spatial Autocorrelationl is one of the method that can determined spatial characteristic in data variables. Sparial Autocorrelation is able to define whether there is spatial characteristic ineach variables at regression models. The purpose of this study is to map and Detecting the Spatial Autocorrelation for Gross Regional Domestic Product (GDRP) data in Central Java province with appropriate spatial weighting. The data used is the GDRP data and the factors that affect the GDRP ie labor, human capital, roads infrastructure in 2015. Based on the results, the spatial efect on GDRP data is significanly occurs. Keywords : Spatial Autocorrelation, Ordinary Least Square, GDRP 1. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator kondisi perekonomian suatu negara. Kondisi perekonomian negara dapat diukur melelaui perubahan nilai produk nasional bruto. Penambahan nilai produk nasional bruto yang dijadikan ukran pertumbuhan ekonomi, namun tidak serta merta terjadi kenaikan laju pertumbuhan ekonomi. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi dimplikasikan dengan menurunnya kinerja perekonomian. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi seringkali dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan pemerintahan Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah memiliki trend yang lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi Nasional Indonesia berdasarkan nilai produk nasional bruto lapangan usaha mengalami trend penurunan sejak tahun 2012 hingga 2015. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 dan 2015 berada diatas level nasional sebesar 5,42 persen dan 5,44 persen. Seringkali pemodelan regresi pada data tingkat administrasi memiliki suatu karakteristik khusus yang membedakan dengan wilaah administrasi lain, sehingga diperlukan suatu pendekatan regresi ang berbasis kewilayahan yaitu pendekatan spasial. Cara yang paling sering digunakan untuk mendeteksi data apakah memiliki karakteristik spatial adlah dengan menggunakan spatial autocorrelation. Berbagai penelitian dalam hal menenukan model spasial untuk pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan seperti Arbues et.al (2016) menggunakan spatial durbin model untuk memodelkan PDRB pada 47 kota di Spanyol, hasilnya variabel jalan berpegaruh positif signifikan terhadappdrb. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat penyebaran data PDRB beserta faktor-aktor yang diduga memiliki karakteristik spatial dalam data serta yang diduga memepengaruhi PDRB di Provinsi Jawa Tengah melalui pembuatan peta tematik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari BPS Provinsi Jawa Tengah berupa data PDRB, infrastruktur, tenaga kerja, dan human capital pada tahun 2015 di 35 kabupaten dan kota Provinsi Jawa Tengah. 190

2. KAJIAN LITERATUR Moran s I mendefinisikan autokorelasi pada setiap amatan menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0 : I = 0 (tidak terjadi autokorelasi) H1 : I 0 (terjadi autokorelasi) Lee dan Wong pada tahun 2001 mendefinisikan statistik uji Moran s I adalah: I-I0 Z hitung = var I H0 ditolak apabila Z hitung >Z, Nilai indeks Moran s I bernilai antara -1 dan 1, dengan kondisi, α/2 apabila I > I 0 maka autokorelasi positif terjadi pada data amatan, apabila I < I 0 maka autkorelasi negatif terjadi pada data amatan. Matriks pembobot spasial menggambarkan kedekatan atau keterikatan suatu area dengan area lain berdasarkan informasi ataupun letak area tersebut. Menurut Lesage dan Liano (2016) terdapat beberapa macam hubungan persinggungan (contiguity) antar area, antaralain persinggungan tepi, persinggungan sisi, persinggungan sudut, persinggungan dua tepi, persinggungan dua sisi, dan persinggungan sisi-sudut serta pembobot customize. Secara khusus pembobot customize mendefinisikan hubungan wilayah berdasarkan ada tidaknya informasi yang menghubungkan antar wilayah, disis lain pembobot ini juga mempertimbangkan keadaan kasus (subject matter) yang di pelajari. 3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) periode tahun 2015. Variabel (peubah) yang akan digunakan dalam penelitian merujuk pada penelitian Arbues et.al (2016). Peubah-peubah penelitian dideskripsikan sebagai berikut: No Peubah 1 PDRB 2 INF 3 HC Tabel. 1 Pubah Penelitian Keterangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (milyar) Infrastrutur Jalan (Km) Human Capital atau penduduk dengan lulusan SMP Keatas(jiwa) Jenis Peubah Respon Penjelas Penjelas 4 TK Tenaga kerja (jiwa) Penjelas Sedangkan langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Membuat peta tematik untuk mengetahui pola penyebaran dan dependensi masing-masing peubah untuk mengetahui pola hubungan peubah Y. b. Mendeskripsikan masing-masing peubah dengan analisis deskriptif. c. Melakukan pemodelan Ordinary Least Square (OLS), yang meliputi estimasi parameter, pengujian hipotesis signifikansi parameter, uji asumsi residual (kenormalan, heteroskedastisitas, multikolinieritas dan autokorelasi). d. Menentukan matriks pembobot Spasial W. 191

e. Melakukan uji dependensi spasial pada masing-masing peubah dan residual OLS. 4. HASIL PENELITIAN Distribusi persebaran PDRB dijelaskan dalam gambar 1 yang menunjukan ditribusi PDRB kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015. Berdasarkan gambar 4.1 dapat diintepretaasi jika warna setiap wilayah semakin pekat, semakin tinggi nilai PDRB wilayah tersebut. Terlihat bahwa kabupaten dan kota dengan tingkat PDRB di klaster pertama yaitu klaster dengan nilai PDRB tertinggi dengan rentang nilai PDRB berkisar 38798789 juta hingga 134268634 juta adalah Kota Semarang (134268634 juta), disusul Kabupaten Clilacap (99580791 juta), dan Kabupaten Kudus (84921317 juta). Gambar 1. PDRB Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Sumber : Diolah dari data Hasil Publikasi Jawa Tengan dalam Angka BPS Jawa Tengah 2016 Klaster kedua memliliki rentang nilai PDRB dari 29117331 juta hingga 38798789 juta, kabupaten dan kota yang terdefinisi di klaster kedua adalah Kabupaten Banyumas (38798789 juta), Kabupaten Semarang (36795487 juta), Kota Surakarta (34982374 juta), Kabupaten Brebes (34406120 juta), Kabupaten Pati (31644416 juta), Kabupaten Kendal (30939318 juta), dan Kabupaten Klaten (29117331 juta). Sementara itu sebanyak 10 Kabupaten teridentifikasi berada pada klaster ketiga dengan rentang nilai PDRB sebesar 20182089 juta hingga 29117331 antara lain Kabupaten Sragen (27255449 juta), Kabupaten Karanganyar (26883211 juta), Kabupaten Sukoharjo (26674291 juta), Kabupaten Tegal (25577284 juta), Kabupaten Magelang (24120548 juta), Kabupaten Boyolali (23495135 juta), Kabupaten Jepara (22053989 juta), Kabupaten Wonogiri (21549223 juta), Kabupaten Kebumen (20986079 juta) dan Kabupaten Grobogan (20182089 juta). Pada klaster selanjutnya memiliki rentang nilai PDRB 10983566 juta hingga 20182089 juta. Kabupaten dan kota yang masukdalam klaster ini adalah Kabupaten Demak (19325594 juta), Kabupaten Pemalang (18639312 juta), Kabupaten Purbalingga (18565114 juta), Kabupaten Pekalongan (16728359 juta), Kabupaten Blora (16368347 juta), Kabupaten Temanggung (16092984 juta), Kabupaten Batang (16038740 juta), Kabupaten Banjarnegara (15995894 juta), Kabupaten Wonosobo (14319118 juta), Kabupaten Purworejo (13837884 juta), Kabupaten Rembang (13823397 juta), dan Kota Tegal (10983566 juta). 192

Klaster terakhir yang memiliki rentang nilai PDRB 6466971 juta hingga 9748306 juta mendefinisikan 3 kota yang terkategori kedalam klaster yaitu, Kota Salatiga (9748306 juta), Kota Pekalongan (7778272 juta), dan Kota Magelang (6466971 juta). Definisi masing-masing kabupaten kedalam klaster Nilai PDRB disajikan dalam tabel: Tabel 2.Definisi klaster nilai PDRB kabupaten dan kota Provinsi Jawa Tengah Klaster Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Klaster 5 Kabupaten dan Kota Kota Semarang, Kab.Cilacap, Kab.Kudus Kab.Banyumas, Kab.Semarang, Kota Surakarta, Kab.Brebes, Kab.Pati, Kab.Kendal, Kab.kendal Kab.Sragen, Kab.Karanganyar, Kab.Sukoharjo, Kab.Tegal, Kab.Magelang, Kab.Boyolali, Kab.Jepara, Kab.Wonogiri, Kab.Kebumen, Kab.Grobogan. Kab.Demak, Kab.Pemalang, Kab.Purbalingga, Kab.Pekalongan, Kab.Blora, Kab.Temanggung, Kab.Batang, Kab.Banjarnegara, Kab.Wonosobo, Kab.Purworejo, Kab.Rembang, Kota Tegal Kota Salatiga, Kota Pekalongan, Kota Magelang Matriks pembobot spatial (W) diperoleh dari ketersinggungan antar wilayah dan jarak dari ketetanggaan (neighborhood) atau jarak antara satu wilayah kabupaten atau kotadengan wilayah kabupaten atau kotayang lain. Dalam penelitian ini menggunakan pembobot customize karena dengan asumsi matriks pembobot spasial tidak hanya menitikberatkan persinggungan dan kedekatan antar lokasi kabupaten dan kota akan tetapi faktor-faktor lainnya yang disesuaikan dengan karakteristik PDRB dan subject matternya. Karakteristik yang dimaksud adalah adanya hubungan salingmempengaruhi antar wilayah kabupaten atau kota karena memiliki hubungan timbal balik. Dimana W=1 untuk wilayah yang bersisian atau titik sudutnya bertemu dengan wilayah yang menjadi perhatian, dan Wij=0 untuk wilayah lainnya. Hasil pengujian Morans I pada setiap peubah penelitian disajikan dalam tabel 3 dan dapat disimpulkan bahwa seluruh peubah PDRB, INF, TK, dan HC secara signifikan terdapat dependensi spasial pada α = 5%. Dengan Kata lain dapat disimpulkan bahwa terdapat ketergantungan spasial pada data di masing-masing peubah penelitian, sehingga terdapat bukti untuk kemudian dilakukan pemodelan spasial pada data PDRB Provinsi Jawa Tengah di tingkat 35 kabupaten dan kota, berikut ini tabel 3 yang berisi hasil pengujian Morans I: 193

Tabel 3 Pengujian Morans I Variabel Nilai Morans I P-value Keputusan Kesimpulan PDRB 4,4112 0,0001* Tolak H 0 Ada dependensi INF 1,8928 0,0292* Tolak H 0 Ada dependensi HC 3,8832 0,0001* Tolak H 0 Ada dependensi TK 3,1048 0,0001* Tolak H 0 Ada dependensi Ket : * signifikan pada α = 5 Selanjutnya dilakukan pengujian Morans I test pada residual model OLS apakah memeng terjadi dependensi spasial pada model hubungan PDRB diprovinsi Jawa Tengah. Hasilnya diperoleh nilai indeks Morans sebesar 3,9822 dan p-value = 0,0000, sehingga dapat disimpulkan memang terjadi dependensi spasial pada model hubungan PDRB kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Nilai Morans I beserta signifikasninya disajikan dalam tabel: Tabel4.Hasil Uji Morans I Residual OLS Deviasi Morans Ekspektasi P-value 3,9822-0.0294 0,0003 5. KESIMPULAN Berdasarkan analisis uji dependensi spasial pada masing-masing peubah diperoleh kenyataaan bahwa seluruh peubag secara signifikan memeliki depensdensi spasial dalam data pada tingkat kesalahan 5% (0,05). Selaras dengan hasil tersebut nilai hasil uji dependensi spasial pada residual OLS juga secara signifikan memiliki dependensi dalam data pada tingkat keslahan yang sama. Sehingga pada akhirnya dapat diduga pemodelan OLS tidak sesuai untuk data PDRB Provinsi Jawa Tengah, pendekatan ang mungkin sesuai ada;ah penggunaan regresi spasial. 6. REFERENSI Arbués, P., Baños, J. F., & Mayor, M. (2015). The spatial productivity of transportation infrastructure. Transportation Research Part A: Policy and Practice, 75, 166-177. Badan Pusat Statistik (BPS). (2015). Jawa Tengah Dalam Angka 2016. Lee, J. dan Wong, D. W. S. (2001), Statistical Analysis with Arcview GIS, John Wiley and Sons, New York. LeSage, J.P. dan Pace, R.K. (2009), Introduction to Spatial Econometrics, R Press, Boca Ration. LeSage, J. P., & Llano, C. (2016). A spatial interaction model with spatially structured origin and destination effects. In Spatial Econometric Interaction Modelling (pp. 171-197). Springer International Publishing 194