LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

SURVEI PENDASARAN SOSIAL EKONOMI PROYEK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MISKIN MELAUI INOVASI (P4M2I)

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

KONTRIBUSI PENDAPATAN ON-FARM, OFF-FARM, NON- FARM, SEBAGAI DIVERSIFIKASI USAHA TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DI PEDESAAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

ANALISIS KEBERAGAMAN USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN LAHAN KERING DI KABUPATEN BANYUMAS

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

PERUBAHAN NILAI PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DI KAWASAN PRIMA TANI LAHAN KERING DATARAN TINGGI IKLIM BASAH KABUPATEN GIANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

III KERANGKA PEMIKIRAN

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

ANALISIS KEBERAGAMAN USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN DI BERBAGAI AGRO EKOSISTEM LAHAN MARGINAL

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN*

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

ANALISIS KEBERAGAMAN USAHA RUMAHTANGGA PERTANIAN DI BERBAGAI AGRO EKOSISTEM LAHAN MARGINAL

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Eni Siti Rohaeni. Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Kalimantan Selatan ABSTRAK

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha Elizabeth PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2006

RINGKASAN EKSEKUTIF Pendahuluan 1. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peran yang sangat penting, baik dalam sumbangannya terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, maupun penghasil devisa non-migas. Oleh karena itu, sudah selayaknya sektor ini mendapat prioritas dalam pembangunan ekonomi. 2. Sebagian besar petani di Indonesia adalah petani kecil yang dicirikan oleh terbatasnya penguasaan sumberdaya, sangat menggantungkan hidupnya pada usahatani, rendahnya tingkat pendidikan, dan rendahnya akses terhadap sumber modal. 3. Semua keterbatasan tersebut menyebabkan rendahnya penerapan teknologi, sehingga produktivitas sumberdaya dan pendapatan petani juga rendah. Akibatnya, mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar rumahtangga hanya dari usahatani. Di pihak lain, masih terdapat peluang perbaikan efisiensi usahatani (dalam bentuk usahatani terpadu), dan peluang memperoleh kesempatan kerja di luar usahatani sendiri. 4. Penelitian ini bertujuan: (1) mengkaji model usahatani yang diterapkan petani ; (2) mengukur efisiensi pemanfaatan sumberdaya ; (3) mengevaluasi tingkat efisiensi usahatani; (4) mengkaji keberagaman usaha rumah tangga ; (5) mengevaluasi kontribusi pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumahtangga ; (6) mengukur keeratan hubungan antara penguasaan lahan, tingkat pendidikan petani, tingkat pendapatan, ukuran rumahtangga (family size) terhadap keberagaman usaha rumahtangga dan (7) mengkaji potensi dan peluang kesempatan kerja di luar usahatani sendiri, terutama non-farm. Metoda Penelitian 5. Penelitian dilakukan di tiga agro-ekosistem, yaitu sawah tadah hujan (Jawa Barat), lahan kering (Bali) dan lahan pasang surut (Kalimantan Barat). Tiap provinsi dipilih 4 desa, dan tiap desa diambil 15 petani untuk wawancara secara individu dan 1 kelompok masyarakat petani untuk wawancara kelompok. 6. Untuk mengukur keberagaman usaha rumahtangga, digunakan indeks Entropy. Dalam mengevaluasi efisiensi sistem usahatani, indikator yang digunakan adalah tingkat pendapatan usahatani, perimbangan pendapatan dengan biaya (B/C), dengan menggunakan analisis finansial usahatani (partial budget analysis). Selain itu, juga dilakukan perhitungan rasio pengusahaan dan penguasaan sumberdaya, dan intensitas tanam. Hasil analisis usahatani digunakan untuk mengevaluasi kontribusi usahatani terhadap pendapatan rumahtangga. vi

7. Untuk mengukur keeratan hubungan antara penguasaan sumberdaya, tingkat pendidikan petani, pendapatan dan ukuran rumahtangga (family size) terhadap keberagaman usaha rumahtangga, digunakan analisis korelasi. Selain itu, analisis SWOT digunakan untuk mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman kinerja rumah tangga dalam memperoleh kesempatan usaha baik on-farm, off-farm, maupun non-farm. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Rumahtangga 8. Sebagian besar kepala keluarga contoh mempunyai pekerjaan utama sebagai petani, yaitu 95% di Jawa Barat, 87% di Bali, dan 98% di Kalimantan Barat. Perbedaan ini dipengaruhi oleh adanya kesempatan kerja di luar sektor pertanian yang lebih menjanjikan. 9. Secara keseluruhan luas pemilikan lahan di tiga lokasi penelitian berkisar antara 0,10-3,0 ha. Dari sisi rata-rata pemilikan, di Jawa Barat pemilikan sawah tadah hujan rata-rata 0,49 ha. Di Bali pemilikan lahan kering rata-rata 0,50ha, sedangkan di Kalimantan Barat pemilikan sawah pasang surut ratarata 1,20 ha. Luasnya rata-rata pemilikan lahan di Kalimantan Barat karena petani contoh adalah transmigran yang saat datang ke lokasi memperoleh jatah lahan 2 ha/kk. Model dan Efisiensi Usahatani 10.Model usahatani di sawah tadah hujan Jawa Barat adalah usahatani tanaman pangan dan sayuran dataran rendah secara parsial dan monokultur. Pola tanam yang umum adalah Padi-Padi-Palawija/sayuran. 11.Model usahatani di lahan kering Bali adalah Usahatani terpadu antara tanaman pangan dan ternak sapi dan babi. Limbah tanaman digunakan untuk pakan sapi dan babi, serta kotoran ternak digunakan sebagai pupuk organik. Untuk tanaman, sebagin petani mengkombinasikan tanaman pangan dengan jeruk. Pola tanam pangan yang umum adalah Padi Gogo Kacang Tanah atau Jagung Kacang Tanah. 12.Model usahatani di lahan pasang surut adalah usahatani tanaman pangan dan sayuran dataran rendah secara parsial. Ternak sapi dan tanaman diusahakan masing-masing secara terlepas (tidak terpadu). Pola tanam semusim yang umum adalah Padi Jagung atau Padi Sayuran. Jenis jagung yang banyak ditanam adalah jagung manis (sweet corn). 13. Keuntungan usahatani dari tanaman semusim (pangan dan sayuran) tertinggi di sawah tadah hujan (Jawa Barat), diikuti oleh lahan pasang surut (Kalimantan Barat) dan lahan kering (Bali). Namun pendapatan rumahtangga dari seluruh usahatani (onfarm), termasuk ternak, tertinggi di lahan kering (Bali) diikuti oleh sawah tadah hujan (Jawa Barat) dan lahan pasang surut (Kalimantan Barat). Pemeliharaan ternak sapi dan babi di lahan kering (Bali) vii

mempunyai kontribusi yang tinggi terhadap pendapatan usahatani rumahtangga di Bali. 14.Usahatani tanaman semusim di tiga agro-ekosistem tergolong efisien, dicerminkan oleh nilai B/C yang positif, bahkan lebih besar dari 1,00. Selain itu, pemanfaatan sumberdaya lahan juga tergolong efisien. Efisiensi tertinggi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan adalah di sawah tadah hujan Jawa Barat (94%) diikuti lahan kering Bali (92%) dan lahan pasang surut Kalimantan Barat (79%). Keberagaman Usaha 15.Usaha rumahtangga petani di tiga agro-ekosistem cukup beragam. Keberagaman ini didorong oleh keinginan anggota rumahtangga untuk meningkatkan pendapatan dari luar usahatani sendiri. 16.Di Jawa Barat ada kecenderungan makin tinggi tingkat pendidikan dan luas lahan yang diusahakan, makin terfokus pekerjaan pada satu atau dua bidang usaha. Namun kecenderungan tersebut tidak dijumpai di dua agro-ekosistem lainnya. 17.Kecenderungan yang sama dijumpai di tiga agro-ekosistem adalah bahwa makin banyak anggota rumahtangga yang berumur 15 tahun keatas makin beragam bidang usaha yang dilakukan oleh anggota rumahtangga petani. Jenis Usaha dan Struktur Pendapatan Rumahtangga 18.Sumber pendapatan utama rumahtangga petani di tiga agro-ekosistem adalah dari usahatani sendiri (on-farm), dengan kontribusi masing-masing 52% di Jawa Barat, 53% di Bali dan 69% di Kalimantan Barat. 19.Usaha di luar sektor pertanian (non-farm) merupakan sumber pendapatan terbesar kedua, dengan kontribusi masing-masing 40% di Jawa Barat, 46% di Bali dan 25% di Kalimantan Barat. 20.Di agro-ekosistem sawah tadah hujan (Jawa Barat), tiga terbesar jenis usaha non-farm yang dilakukan anggota rumahtangga adalah: berdagang (28%), menjadi tukang bangunan (25%), dan sebagai buruh industri (16%). 21.Pada agro-ekosistem lahan kering (Bali), tiga terbesar jenis usaha non-farm yang dilakukan anggota rumahtangga adalah: usaha industri rumahtangga atau kerajinan (77%), berdagang (37%), dan sebagai buruh bangunan (18%). 22.Untuk agro-ekosistem lahan pasang surut (Kalimantan Barat), jenis usaha non-farm yang paling banyak dilakukan adalah: berdagang (48%), usaha jasa seperti tukang ojeg dan sebagainya (17%), dan usaha industri rumahtangga seperti membuat rengginang, marning, VCO, gula merah, dan sebagainya (13%). viii

Pengeluaran Rumahtangga 23.Di sawah tadah hujan Jawa Barat dan di lahan kering Bali sebagian besar pengeluaran rumahtangga, yaitu masing-masing 54% dan 64%, digunakan untuk kebutuhan non-makanan. Hal ini mencerminkan bahwa kesejahteraan rumahtangga di dua agro-ekosistem ini relatif sudah baik. Adalah fenomena umum bahwa makin tinggi pendapatan rumahtangga, maka makin beragam pengeluarannya dan proporsi pengeluaran untuk makanan akan makin kecil. 24.Untuk lahan pasang surut Kalimantan Barat, sebagian besar (62%) pengeluaran rumahtangga digunakan untuk makanan. Kondisi ini mencerminkan bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga di agro-ekosistem ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan dua agro-ekosistem lainnya. Hal ini konsisten dengan tingkat pendapatan rumahtangga di agro-ekosistem ini terendah diantara tiga agro-ekosistem yang diteliti. Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga 25.Berdasarkan standar garis kemiskinan perdesaan (BPS) tahun 2006, maka rumahtangga contoh yang masih berada dibawah garis kemiskinan di tiga agro-ekosistem yang dikaji adalah 8% di sawah tadah hujan Jawa Barat, 5% di lahan kering Bali dan 10% di lahan pasang surut Kalimantan Barat. Angka ini jauh dibawah angka kemiskinan nasional, baik secara total (17,75%) maupun di perdesaan (21,90%) 26.Berdasarkan rataan pendapatan dan pengeluaran, maka secara agregat di tiga wilayah agro-ekosistem, rumahtangga contoh mampu memenuhi kebutuhan rumahtangga, baik untuk makanan maupun non-makanan. Hal ini dicerminkan oleh rasio pendapatan terhadap pengeluaran rumahtangga yang berkisar antara 1,21 (Jawa Barat) sampai 1,36 (Kalimantan Barat). Dengan kata lain, secara umum rumahtangga contoh di tiga lokasi penelitian tergolong sejahtera. Dari ketiga lokasi, ternyata rumahtangga di lahan pasang surut Kalimantan Barat mempunyai rasio pendapatan dan pengeluaran paling tinggi, meskipun tingkat pendapatannya paling rendah. Hal ini disebabkan oleh standar pengeluaran rumahtangga yang juga lebih rendah dibanding dengan dua daerah lainnya. 27.Berdasarkan sebaran per rumahtangga, masih ditemukan rumahtangga yang pendapatannya dibawah total pengeluaran, yaitu 18% di Jawa Barat, 20% di Bali, dan 25% di Kalimantan Barat. Total pengeluaran rumahtangga sangat bervariasi antar daerah, yang dipengaruhi oleh selera, pola konsumsi, ukuran rumahtangga, dan kultur/budaya masyarakat setempat. 28.Semua rumahtangga contoh di tiga daerah penelitian mampu memenuhi kebutuhan untuk makanan. Di Jawa Barat, rasio pendapatan dengan pengeluaran untuk makanan berkisar antara 1,23 sampai 7,13, dengan rataan 3,23. Di lahan kering Bali, rasio tersebut berkisar antara 1,02 sampai 16,09, dengan rataan 4,14. Sedangkan untuk lahan pasang surut Kalimantan Barat, rasionya berkisar antara 1,32 sampai 9,59, dengan rataan 3,11. Ini berarti bahwa tidak ada masalah pemenuhan kebutuhan pangan pada semua rumahtanga contoh. ix

Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Rumahtangga 29.Berdasarkan hasil analisis SWOT, bahwa peta kinerja (potensi dan peluang) pengembangan usaha rumahtangga petani di lahan tadah hujan Jawa Barat berada pada posisi kuadran II, yaitu pada koordinat 0,2;-0,35. Ini berarti bahwa pengembangan usaha rumahtangga di lahan sawah tadah hujan Jawa Barat mempunyai kekuatan, namun lebih besar tantangannya. Strategi yang dapat ditempuh adalah strategi diversifikatif dengan memanfaatkan kekuatan intrenal dan menekan ancaman eksternal yang ada. 30.Peta kinerja pengembangan usaha rumahtangga di lahan kering Bali berada pada posisi kuadran I dengan koordinat 0,2;1,35. Artinya pengembangan usaha rumahtangga di wilayah ini sangat prospektif, karena didukung oleh dominasi kekuatan internal dan peluang eksternal. Oleh karena itu, strategi agresif untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada dapat ditempuh. 31.Di lahan pasang surut Kalimantan Barat, peta kinerja pengembangan usaha rumahtangga berada pada posisi kuadran II dengan koordinat 0,05;-0,9. Seperti halnya di Jawa Barat, disinipun pengembangan usaha rumahtangga masih dihadapkan pada ancaman eksternal, meskipun terdapat sedikit kekuatan internal. Strategi yang dapat ditempuh adalah bagaimana memanfaatkan kekuatan yang ada dengan menekan sekecil mungkin ancaman yang ada. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan 32.Dari tiga lokasi penelitian, model usahatani terpadu baru diterapkan di Bali. Dari sisi pendapatn usahatani (on-farm) ternyata pendapatan tertinggi diperoleh dari usahatani terpadu di Bali, terutama dari ternak sapi dan babi. 33.Untuk menambah pendapatan, rumahtangga berupaya mencari sumber pendapatan lain, sehingga jenis usaha rumahtangga sangat beragam. Namun demikian, tidak diperoleh korelasi positif yang kuat antara keberagaman usaha dengan tingkat pendapatan rumahtangga. 34.Pendapatan dari usahatani sendiri (on-farm) masih merupakan sumber pendapatan utama bagi rumahtangga petani, diikuti oleh sumber non-farm dan off-farm. Hal ini mengindikasikan betapa pentingnya sektor pertanian di perdesaan. 35.Berdasarkan standar garis kemiskinan BPS (2006), rumahtangga contoh yang masih dibawah garis kemiskinan masing-masing 8% di Jawa Barat, 5% di Bali, dan 10% di Kalimantan Barat. Angka ini masih jauh dibawah angka kemiskinan perdesaan tingkat nasional (17,75%). 36.Berdasarkan rata-rata pendapatan dan pengeluaran, secara umum rumahtangga contoh mampu memenuhi kebutuhan, baik makanan maupun non makanan. Namun demikian, secara individu rumahtangga, masih ada sebagian rumahtangga yang pendapatannya lebih rendah dari pengeluaran. x

37.Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa kinerja pengembangan usaha rumahtangga di Jawa Barat dan Kalimantan Barat masih mempunyai prospek, tetapi lebih besar tantangan dari faktor eksternal. Di lahan kering Bali, prospeknya lebih baik, karena disukung oleh kekuatan faktor internal dan peluang eksternal. 38.Dari hasil analisis SWOT tersebut, srategi yang dapat ditempuh adalah bagaimana memanfaatkan peluang dan kekuatan yang masih ada dengan menekan serendah mungkin tantangan dari luar. 39.Implikasi dari masih pentingnya sektor pertanian ialah bahwa sektor ini harus dibangun secara terpadu, baik dari sisi teknologi pertanian, penyediaan sarana produksi dan modal, maupun pembangunan infrastruktur. 40.Investasi di bidang agro-industri di perdesaan perlu dipacu melalui berbagai kemudahan dan insentif bagi investor. Perkembangan agro-industri di perdesaan diharapkan menciptakan pasar bagi produk primer pertanian dan sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi rumahtangga perdesaan. Dengan demikian, diharapkan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga di perdesaan meningkat. xi