BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan dan pegunungan di daerah tropis seperti negara Indonesia. Longsor ialah gerakan massa tanah dan batuan menuruni atau keluar dari lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (Sharpe 1938 dalam Kardono 2008). Kerusakan yang ditimbulkan dari bencana ini tidak hanya berdampak langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian ataupun korban jiwa, tetapi juga berdampak secara tidak langsung pada terganggunya keseimbangan lingkungan hidup pada daerah bencana dan sekitarnya. Adanya tekanan yang besar terhadap kebutuhan lahan oleh aktivitas manusia menimbulkan penggunaan lahan yang tidak sesuai fungsinya sehingga memicu terjadinya bencana. Menurut catatan BNPB selama periode 2011-2015, Indonesia terjadi 849 kejadian bencana longsor dan dampak kerugian yang ditimbulkan juga tergolong besar (BNPB, 2016). Di Indonesia, salah satu Provinsi yang sering terjadi longsor yaitu Provinsi Jawa Tengah (Kardono, 2008). Sebanyak 20 daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta-Jawa Tengah dan 29 daerah di Jawa Timur merupakan daerah yang rawan terhadap tanah longsor (Korita, 2009). Selebihnya, Marfai dan Widiyanto (2008) menyebutkan bahwa sebagian besar wilayah perbukitan di Jawa rawan terhadap longsor. Kejadian longsor di Jawa jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu (Hadmoko, 2007). Sub DAS Bompon merupakan salah satu wilayah dengan objek kajian longsor yang menarik di wilayah Jawa Tengah. Secara administratif, sub DAS Bompon terletak di dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Salaman dan Kajoran, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Kejadian longsor banyak terjadi di wilayah ini. Pada tahun 2011, telah terjadi 12 kali bencana longsor lahan di Dusun Kalisari, Tubansari dan Dusun Sabrang. Longsor yang terjadi mengakibatkan kerugian dengan elemen risiko berupa rumah, kerusakan jalan dan lahan pertanian
di sub DAS Bompon. Analisis morfologi permukaan berbasis pengolahan citra TerraSAR menunjukkan bahwa sebagian besar sub DAS Bompon yang bukan merupakan dasar lembah pernah mengalami pelongsoran. Longsor di sub-das Bompon terjadi pada lahan bersudut lereng relatif besar, bertanah sangat tebal (>2m) dan bertekstur liat (clay). Longsor-longsor yang pernah terjadi pada umumnya bertipe nendatan (rotational slide-slump). Longsoran dengan tipe nendatan merupakan kelongsoran dengan bidang gelincirnya berbentuk busur lingkaran. Pada umumnya kelongsoran lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang relatif homogen. Dengan kondisi fisik sub DAS Bompon rawan terhadap kejadian longsor. Identifikasi longsor berdasarkan interpretasi foto udara format kecil belum banyak dilakukan. Metode ini merupakan salah satu pengembangan penggunaan data penginderaan jauh untuk identifikasi longsor dan analisis kerawanan longsor di sub-das Bompon. Terdapat beberapa penelitian dengan penggunaan data penginderaan jauh untuk identifikasi longsor skala detil. Nichol et al., (2006) menggunakan kombinasi foto udara dengan citra satelit untuk mendeteksi longsor secara detil. Berdasarkan penelitian Strozzi et al., (2013), data penginderaan jauh dapat digunakan sebagai pengindentifikasian longsor dan data inventori longsor. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Van Westen (1996), dengan foto udara format kecil dapat digunakan sebagai identifikasi longsor. Kawasan rawan longsor di sub-das Bompon mempunyai kerapatan vegetasi yang tinggi (lihat Gambar 1.1). Vegetasi yang ada di sub-das Bompon merupakan vegetasi budidaya yang mempunyai peran sebagai sumber pendapatan harian, bulanan-musiman, dan tahunan. Penelitian yang dilakukan difokuskan pada tanaman yang mempunyai peran sebagai sumber pendapatan harian-bulananmusiman berupa kelapa, dan tahunan berupa sengon. Kelapa dapat menjadi sumber pendapatan harian jika diambil niranya, menjadi sumber pendapatan bulananmusiman jika diambil buahnya. Sedangkan untuk tanaman sengon dipanen kayunya setiap 5-10 tahun.
Gambar 1.1 Foto Udara Format Kecil Sub-DAS Bompon
Ada dua peran antagonis vegetasi terhadap longsor, yaitu perakaran dapat mengikat material tanah sehingga menjadi stabil, dan beban masa tanaman yang menyebabkan peningkatan kerawanan longsor. Beberapa penelitian menganalisis pengaruh vegetasi terhadap kelongsoran. Setiawan (2012) menunjukkan akar bidara laut mampu menembus lapisan tanah dalam dan meningkatkan kuat geser tanah. Tipe pohon perakaran tunggang mampu mengurangi risiko terjadinya longsor khususnya longsor dangkal atau permukaan. Pandangan umum yang terjadi ialah bahwa pohon berakar tunggang lebih efektif untuk pengendalian longsor daripada pohon berakar serabut. Suryatmojo (2009) menyatakan bahwa selain perakaran, kerapatan tajuk juga mempengaruhi bahaya longsor. Semakin tinggi kerapatan tajuk pohon semakin besar intersepsi ke dalam pohon dan mampu mencegah bahaya longsor. Di sisi lain, semakin rapat tajuk pohon dan besar intersepsi, akan menambah beban mekanik tanah oleh berat air yang tertangkap di tajuk. Dalam penelitiannya menyebutkan vegetasi dapat mengurangi bahaya longsor, tetapi diperlukan strategi dalam pemilihan vegetasi. Kelapa dan sengon merupakan komoditas vegetasi unggulan yang diusahakan pada lahan-lahan rawan longsor di sub-das Bompon. Kelapa dan sengon mempunyai karakteristik fisiologis yang berbeda tegas dalam hal perakaran, batang dan daun. Sistem perakaran kelapa ialah perakaran serabut, sedangkan sistem perakaran sengon adalah tunggang. Kelapa dan sengon juga mempunyai karakteristik pengelolaan yang berbeda, kelapa dipanen dengan tidak menebang pohon, sementara sengon dipanen dengan cara menebang pohon. Kelapa dan sengon mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap pelongsoran.
Penelitian ini mengungkapkan permasalahan-permasalahan penelitian terkait dengan pengusahaan vegetasi kelapa dan sengon di sub-das Bompon yang rawan longsor, sebagai berikut. 1. Bagaimana melakukan identifikasi lokasi-lokasi longsoran di sub-das Bompon melalui interpretasi Foto Udara format kecil. a. Daerah mana saja yang longsornya tidak aktif? b. Daerah mana saja yang longsornya masih aktif? 2. Bagaimana melakukan identifikasi vegetasi kelapa dan sengon melalui interpretasi Foto Udara format kecil. a. Karakteristik fisiologis tanaman yang mana yang dapat dijadikan penciri vegetasi kelapa dan sengon? b. Berapa kerapatan pohon kelapa dan sengon pada daerah bekas longsoran aktif dan tidak aktif? 3. Bagaimana pengaruh vegetasi kelapa dan sengon terhadap stabilitas material tanah di kawasan bekas longsoran. a. Berapa beban massa vegetasi kelapa dan sengon? b. Berapa kekuatan stabilitas lereng menahan beban massa di atasnya? 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi lokasi longsoran aktif dan tidak aktif di sub-das Bompon. 2. Mengidentifikasi karakteristik fisiologis dan kerapatan vegetasi kelapa dan sengon pada lokasi longsoran di sub-das Bompon. 3. Menganalisis beban massa vegetasi kelapa dan sengon serta stabilitas lereng terhadap beban massa di atasnya pada kawasan bekas longsoran di sub-das Bompon. 4. Menyusun rekomendasi pengelolaan vegetasi kelapa dan sengon.
1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis pada ilmu pengetahuan sebagai sumbangsih dalam penelitian di bidang geo informasi kebencanaan. 1.3.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan referensi mengenai pengaruh keberadaan vegetasi terhadap longsoran di sub-das Bompon untuk selanjutnya dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak terkait.