1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah berdirinya Negara Indonesia, para Foundingfathers (para pendiri Negara) Indonesia merumuskan sumber hukum bagi Negara Indonesia yaitu Pancasila sebagai acuan bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Pancasila merupakan pokok kaidah fundamental Negara atau Staatsfundamentalnorm 1 bagi semua suku bangsa yang ada di Indonesia agar dapat mewujudkan kepentingan bersama secara harmonis. Pancasila adalah sumber bagi hukum tidak tertulis dan tertulis bagi kehidupan bangsa Indonesia dengan kata lain bahwa Pancasila menguasai seluruh hukum yang berlaku bagi bangsa Indonesia, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. 2 Pancasila berisi tentang kaidah agama, kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan dan kaidah hukum yang wajib dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pondasi utama menjalankan kehidupan bersama sebagai bangsa besar tertuang di dalam Pancasila pada sila pertama yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sila yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia mengakui adanya Tuhan sang pencipta dan pengendali serta pemelihara seluruh alam semesta raya termasuk di dalamnya adalah bumi Indonesia. Wujud dari 1 A. Hamid S. Attamimi, Pancasila cita hukum dalam kehidupan hukum bangsa Indonesia, dalam buku pancasila sebagai Ideologi yang disunting oleh Oetojo Oesman Alfian, Balai Pustaka 1992 hlm 63 2 Ibid, hlm 71
2 pengejawantahan sila pertama ini adalah perilaku dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang Indonesia haruslah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa tanpa mengesampingkan atau merugikan pihak lain supaya terbentuk kehidupan yang harmonis bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain pancasila sebagai norma dasar, Negara Indonesia juga mempunyai konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945 Amandemen IV. Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 amandemen IV Negara Indonesia menyatakan diri sebagai Negara hukum. Negara yang mendasarkan segala perilaku pada semua aspek kehidupan berdasarkan hukum. Hukum yang berkeadilan memberikan keadilan pada rakyatnya sesuai dengan kebenaran dan kebaikan. Negara Republik Indonesia menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya. Setiap warga negara Indonesia harus tertib, taat pada hukum dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Konstitusi Negara yaitu Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Negara Indonesia memiliki penduduk lebih dari duaratus limapuluh juta jiwa. 3 Penduduk Indonesia terbagi dalam suku-suku dan mendiami pulau yang berbeda-beda pula. Indonesia adalah benua yang menjadi satu negara. Ada suku melayu, dayak, batak, jawa, bugis, dan sebagainya. Setiap suku memiliki budaya yang berbeda dan hukum adat yang berbeda pula. Jumlah besar penduduk dan keaneragaman budaya suku bangsa mengakibatkan benturan berbagai kepentingan yang rumit, baik antara satu orang dengan satu 3 Negeri Pesona, Jumlah Penduduk Indonesia dan Daftar 5 Besar Dunia. http://www.negeripesona.com, diakses pada tanggal 14 Desember 2015
3 orang yang lain bahkan dengan kelompok masyarakat tertentu. Hal tersebut dapat dicegah atau setidaknya diperkecil dengan pelaksanaan dan penegakan hukum yang berkeadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945 Amandemen IV. Sektor ekonomi menjadi penggerak pertama yang menjalankan kehidupan bersama dan hukum menjadi dasar pengaturan untuk menjaga keharmonisan hubungan bagi setiap orang dan kelompok yang berada di Indonesia, oleh karena itu, kebutuhan rasa aman dan nyaman berupa kepastian hukum dan perlindungan hukum oleh masyarakat dirasa semakin penting. Hukum haruslah memberikan kepastian hukum yang berkeadilan. Kepastian hukum merupakan hal yang diharapkan oleh setiap orang yang berkepentingan. Kepastian hukum diwujudkan ke dalam peraturan tertulis. Peraturan tertulis memudahkan seseorang untuk mengingat, mengerti dan melaksanakan suatu ketentuan serta melakukan pembuktian. Bentuk aturan tertulis yang dapat memberikan kepastian hukum dan hanya mengikat para pihak yang membuatnya yaitu perjanjian atau akta. Akta dapat menjadi alat bukti sempurna, apabila kedua belah pihak menyetujui dan tidak ada yang mengingkari kebenaran isi akta tersebut, namun manakala salah satu pihak tidak mengakui maka pihak penggugat harus membuktikan kebenaran isi akta. Kebutuhan orang akan akta yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna atau yang disebut akta autentik semakin meningkat demi mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum.
4 Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang diatur dalam Undangundang. Seorang Notaris harus mempunyai keahlian untuk membuat akta autentik dan kemampuan di bidang administrasi karena pekerjaannya tidak lepas dari arsip dan administrasi. Notaris memegang peranan penting yaitu memberikan landasan hukum dan ketaatan pada asas hukum dalam pembangunan nasional dengan cara membuat akta autentik. Peran ini dilaksanakan Notaris karena tidak semua peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat secara rinci dan detil. Di samping itu, kebanyakan para pencari jasa Notaris kurang memahami hukum secara rinci dan menyerahkan sepenuhnya kepada Notaris untuk merumuskan hukum yang khusus untuk melindungi kepentingan mereka. Notaris merumuskan suatu akta harus secara cermat, obyektif dan benar Notaris juga harus selalu mengejawantahkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan mengingat sumpah jabatan serta etika profesinya. Notaris merupakan jabatan terhormat sekaligus jabatan kepercayaan serta sebagai profesi yang mandiri harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab secara moral dan hukum. Dasar hukum jabatan Notaris dikukuhkan dengan pernyataan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 bahwa Notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
5 Notaris berkewajiban membuat akta autentik dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai protokol Notaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris (UUJN Perubahan). Isi penjelasan kewajiban pada Pasal 16 ayat (1) huruf b dimaksudkan untuk menjaga keautentikan suatu akta dengan menyimpan dalam bentuk aslinya sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse acte, salinan atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah karena ada dokumen aslinya. Ketentuan ini juga mewajibkan Notaris untuk menyimpan minuta akta dan dokumen lainnya dalam bentuk protokol Notaris dan melaporkannya setiap bulan kepada Majelis Pengawas Notaris. Notaris memiliki kewenangan untuk membuat semua akta autentik selama tidak dikecualikan oleh undang-undang termasuk akta autentik yang berkaitan dengan pertanahan sebagaimana Pasal 15 huruf f UUJN Perubahan. Idealnya, setiap Notaris melaksanakan tugas dengan penuh kesadaran moral, sebagai pejabat pembuat akta autentik sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undang-undang yaitu dalam melaksanakan jabatannya Notaris wajib bertindak amanah jujur dan melindungi kepentingan klien yang menggunakan jasanya. Pada kenyataannya, yang terjadi di kabupaten Bantul, ada kasus berupa akta autentik yang dibuat oleh seorang Notaris yang sekaligus merangkap PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dibatalkan oleh Hakim Pengadilan Bantul dikarenakan akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT tidak memenuhi
6 syarat sebagai akta autentik dan Notaris/PPAT tidak memenuhi` panggilan Pengadilan untuk membuktikan kebenaran akta yang dibuatnya. Tentunya hal ini merupakan permasalahan serius karena pihak-pihak yang seharusnya terlindungi baik dengan keautentikan akta Pejabat Umum menjadi hilang dan pihak yang merasa dirugikan harus membuktikan kebenaran isi akta tersebut. Kekuatan hukum akta tersebut sama saja artinya dengan surat di bawah tangan. Perlindungan hukum bagi klien terkait dengan akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT masih bisa dipertahankan apabila Notaris/PPAT bersangkutan hadir dalam persidangan untuk membuktikan kebenaran dan keautentikan akta yang dibuatnya, namun pada kenyataannya Notaris/PPAT bersangkutan tidak hadir dalam persidangan di Pengadilan Bantul. Das Sollen dari akta autentik harus menjadi bukti yang sempurna dan tidak perlu pembuktian lebih lanjut dikarenakan akta autentik dibuat oleh pejabat umum yang berikan kewenangan sebagaimana telah diperintahkan atau diwajibkan oleh undang-undang yang berlaku dan hakim harus beranggapan demikian. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian, akta autentik yang dibuat oleh Notaris/PPAT dapatlah dibatalkan menjadi surat dibawah tangan. Das Sein dari akta autentik agar senantiasa menjadi bukti sempurna merupakan tanggung jawab dari pejabat umum yang membuatnya. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana perlindungan hukum bagi klien terkait akta autentik yang dibuat oleh Notaris/PPAT? 2. Bagaimana pertanggungjawaban Notaris/PPAT terhadap akta yang dibuatnya?
7 C. Keaslian Penelitian Berdasarkan sepengetahuan dan hasil penelusuran yang dilakukan oleh peneliti bahwa sejauh ini tidak ada karya tulis yang berupa tesis yang sama dengan peneliti susun. Walaupun terdapat topik yang sama namun baik permasalahan dan isi berbeda sama sekali dengan apa yang disusun oleh peneliti. Adapun beberapa karya tulis yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan penelusuran dan sepengetahuan peneliti telah dilakukan oleh: 1. Azizah, tahun 2012 dengan judul Analisis Putusan Hakim terhadap pembatalan akta jual beli pada Pengadilan Negeri Sleman. (Studi kasus Putusan Perkara Perdata Nomor: 15/Pdt.G/1999/PN Sleman). Tulisan ini hanya membatasi permasalahan mengenai akta autentik berupa akta pengikatan jual beli tanah sebagai bukti sempurna dan Pembatalan akta Jual beli tanah oleh hakim pengadilan negeri Sleman. Sedangkan penulis menitikberatkan pada tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta yang dibuatnya. 2. Sulastri, tahun 2012 dengan judul Kekuatan Pembuktian Akta Notaris/PPAT sebagai alat bukti dalam proses pemeriksaan sengketa perdata (Studi kasus perkara perdata Nomor: 8/Pdt.G/2001/PN.Klt.) Tulisan ini hanya membatasi permasalahan mengenai kekuatan pembuktian akta Notaris/PPAT sebagai alat bukti dalam persidangan. Sedangkan permasalahan yang akan diangkat oleh penulis adalah netralitas seorang Notaris/PPAT dalam melakukan perlindungan hukum terhadap klien terkati akta autentik yang dibuatnya.
8 3. Tri Buana Dewi, tahun 2012 dengan judul Perlindungan hukum terhadap Pembeli beritikad baik dalam penyelesaian sengketa tanah yang bersertifikat ( Studi Kasus Perdata Nomor: 217/Pdt.G/1998/PN. Uj.Pdg dan Nomor: 167/Pdt.G/2003/PN.Mks. Tulisan ini membahas tentang perlindungan hukum terhadap klien yang beritikad baik dalam penyelesaian sengketa tanah, sedangkan pembahasan yang dilakukan penulis adalah perlindungan hukum terhadap klien terkait akta autentik yang dibuat oleh Notaris/PPAT D. Manfaat dan Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan dampak positif dalam menambah pengetahuan dan wawasan hukum di bidang kenotariatan Indonesia baik secara ilmiah maupun praktis. Adapun manfaat tersebut antara lain: 1. Manfaat teoritis Manfaat yang semata-mata bermaksud mencari kebenaran guna melengkapi pengetahuan dan menambah wawasan penulis tentang perlindungan hukum. 2. Manfaat praktis Diharapkan semakin menumbuhkan kesadaran hukum bagi Notaris untuk melaksanakan jabatannya dengan amanah dengan baik dan benar sehingga keautentikan akta terjaga dengan baik dan memberikan pada masyarakat pengguna jasa Notaris/PPAT akan perlindungan hukum, kepastian hukum, dan keadilan.
9 Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah a. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi klien terhadap akta yang dibuat dan oleh Notaris/PPAT. b. Untuk mengetahui bentuk nyata pertanggungjawaban hukum Notaris/PPAT terhadap akta yang dibuatnya.