BAB V PEMBAHASAN. dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang. setalah subjek mengalami gangguan somatoform, subjek mengalami

dokumen-dokumen yang mirip
PSIKODINAMIKA KOPING PADA INDIVIDU DENGAN GANGGUAN SOMATOFORM TIPE KONVERSI SKRIPSI WINDA JOVITA

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

134 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

63 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda.

1. Disosiasi: Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya.

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB V HASIL PENELITIAN

INFORMASI PERKEMBANGAN ANAK (Diisi oleh Orang tua)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

PETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir :

4.5 Rangkuman Hasil Tabel 4.2 Perbandingan Tema Pengalaman Suami Istri pertama Istri kedua 1. Keadilan Sebelum dipoligami 1. Perasaan diabaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 190

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

Angket 1 No Pernyataan SS S TS STS

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB V HASIL PENELITIAN

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISI HASIL. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil seluruh Andikpas baru sebanyak 43

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. repository.unisba.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan lainnya. Dalam kehidupan rumah tangga, dibutuhkan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Seorang ibu yang sedang mengalami kehamilan pertama akan merasa berbeda

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BERPIKIR POSITIF MINIMALKAN PARANOID Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si., psikolog*

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

Mekanisme Pertahanan Fungsi Mekanisme Pertahanan Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Matang(Mature)

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa awal adalah bekerja dan berkarier. Hal ini berarti bahwa semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

PEDOMAN WAWANCARA. 3. Pernahkah anda melakukan usaha untuk menggugurkan kandungan? tua/pasangan/orang-orang terdekat anda?

Nurul Chomaria, S.Psi Penerbit Elex Media Komputindo

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Subjek merupakan seorang pria berusia 39 tahun, sudah berkeluarga dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang lalu. Masa kanak-kanak subjek jauh dari kata ideal. Subjek mengalami kepahitan yang sebagian besar diakibatkan oleh perselisihan orang tua serta kurangnya peran dan kehadiran orang tua dalam membimbing subjek melewati masa kanak-kanak. Masa remaja subjek dilewati dengan lebih baik dibandingkan dengan masa kanak-kanak. Subjek memiliki karier yang terbilang sangat baik. Subjek mampu membina hubungan sosial yang baik dengan keluarga, saudara, teman-teman dan lingkungan sosialnya. Namun, setalah subjek mengalami gangguan somatoform, subjek mengalami gangguan dalam menjalankan peran sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara dan observasi mengenai psikodinamika koping stres pada individu dengan gangguan somatoform, peneliti menemukan variasi koping yang dilakukan oleh subjek. Stresor yang dialami subjek berasal dari beberapa sumber yaitu stres yang bersumber dari dalam diri subjek, keluarga dan komunitas serta lingkungan subjek. Stresor yang berasal dari dalam diri subjek, yaitu ketika subjek merasakan lelah, sakit yang sangat pada tubuhnya atau ketika subjek merasa bahwa subjek tidak memiliki 91

92 kontrol terhadap anggota tubuh sendiri. Secara emosional, subjek sering merasa bahwa subjek tidak berguna dan tidak dibutuhkan, subjek merasa tidak percaya diri, rendah diri dan merepotkan banyak orang dengan kondisinya. Subjek juga suka merasa sedih tanpa sebab yang jelas sehingga membuat subjek merasa semakin tertekan. Subjek tidak bisa mengontrol pikiran-pikiran negatif yang muncul tentang masa depan dan merasa tidak mempunyai harapan hidup. Subjek memiliki stresor yang berasal dari keluarga baik keluarga internal maupun keluarga eksternal. Stresor yang berasal dari keluarga internal yang dialami subjek adalah ketika subjek tidak dapat memenuhi kewajiban subjek sebagai kepala keluarga karena subjek tidak memiliki penghasilan. Subjek merasa gagal berperan sebagai seorang suami dan ayah dalam keluarga internal yang subjek bina. Subjek juga merasa stres ketika subjek tidak dapat mengatur istri dan anak subjek. Stresor yang berasal dari keluarga esternal yang dialami subjek adalah ketika terlalu banyak campur tangan yang dilakukan baik oleh orang tua dan mertua. Subjek juga merasa stres ketika orang tua subjek bertengkar dan menyaksikan hal tersebut karena subjek tinggal di rumah yang sama dengan orang tua subjek. Kebutuhan keluarga istri subjek yang terkadang dibebankan kepada subjek juga menjadi stresor yang berasal dari keluarga. Stresor yang bersumber dari lingkungan dan masyarakat yaitu ketika subjek merasa subjek diperhatikan oleh orang lain (dianggap aneh, cacat

93 dan sebagainya). Subjek juga merasa stres ketika komunitas sekitarnya menanyakan kabarnya dan mengatakan bahwa bersimpati pada subjek. Subjek merasa rendah diri dengan perlakuan seperti itu. Subjek juga merasa tertekan ketika subjek tidak bisa menjalankan peran dalam masyarakat sebagai orang normal. Ketika subjek harus berhadapan dengan situasi yang tidak menyenangkan dan memicu stres, dibutuhkan suatu tindakan yang dapat mengurangi tegangan akan hal tersebut yang disebut dengan koping stres. Berkaitan dengan stres yang dialami subjek dalam menghadapi stres baik yang berasal dari dalam diri, keluarga,lingkungan dan komunitas subjek melakukan berbagai tindakan koping untuk menyeimbangkan kondisi subjek. Ketika subjek merasakan lelah, sakit yang sangat pada tubuhnya atau ketika subjek merasa bahwa subjek tidak memiliki kontrol terhadap anggota tubuh sendiri, subjek biasanya mengistirahatkan dirinya dan tidak melakukan banyak aktivitas. Ketika muncul pikiran-pikiran bahwa subjek tidak berguna dan tidak dibutuhkan, tidak percaya diri, rendah diri dan merepotkan banyak orang dengan kondisinya saat ini, subjek memilih untuk bermeditasi dan berdoa agar mendapatkan petunjuk dari Tuhan YME. Subjek juga berusaha untuk menyangkal kondisi yang dialami subjek dan menganggap bahwa sebenarnya subjek baik-baik saja, semua kesakitan yang dialami subjek hanya berasal dari pikiran yang dimiliki subjek saja. Subjek juga suka menceritakan apa yang subjek rasakan

94 kepada orang yang dipercaya subjek, misalnya kepada istri dan keluarga. Subjek mengatakan terkadang dengan menceritakan kondisi fisik dan perasaan kepada orang lain menjadikan perasaan subjek menjadi lebih baik dan tenang. Subjek juga mengalihkan rasa sakit dengan berolahraga seperti bersepeda dan berenang. Subjek merasa lebih baik setelah berolahraga, paling tidak subjek merasakan subjek merasa melakukan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri. Ketika subjek tidak dapat memenuhi kewajiban subjek sebagai kepala keluarga karena subjek tidak memiliki penghasilan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya, istri dan anak subjek biasanya subjek hanya diam saja. Subjek merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, cenderung bertindak apati karena merasa tidak mampu. Ketika subjek merasa gagal berperan sebagai seorang suami dan ayah dalam keluarga internal yang subjek bina serta subjek tidak dapat mengatur istri dan anak subjek, subjek cenderung menyalahkan dirinya sendiri akan hal tersebut. Jika subjek sudah tidak kuat lagi dengan stresor yang menimpanya terkadang subjek marah-marah kepada dirinya sendiri, memukul tembok, berteriak-teriak di dalam kamar agar tidak diketahui oleh orang lain. Subjek juga suka menyalurkan perasaan dan kondisi yang dialami dalam bentuk lirik lagu. Stresor yang berasal dari keluarga esternal yang dialami subjek adalah ketika terlalu banyak campur tangan yang dilakukan baik oleh orang tua dan mertua dalam mengatur kehidupan subjek dan bahkan rumah

95 tangga subjek namun subjek tidak dapat berbuat banyak akan hal itu. Subjek merasa bahwa subjek tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya dan terkadang menjadi pasrah akan hal itu. Subjek juga merasa stres ketika orang tua subjek bertengkar dan menyaksikan hal tersebut karena subjek tinggal di rumah yang sama dengan orang tua subjek. Kebutuhan keluarga istri subjek yang terkadang dibebankan kepada subjek juga menjadi stresor yang berasal dari keluarga. Stresor yang berasal dari keluarga eksternal yang dialami subjek adalah ketika terlalu banyak campur tangan yang dilakukan baik oleh orang tua dan mertua dalam mengatur kehidupan subjek dan bahkan rumah tangga subjek namun subjek tidak dapat berbuat banyak akan hal itu. Subjek merasa bahwa subjek tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya dan terkadang menjadi pasrah akan hal itu. Subjek juga merasa stres ketika orang tua subjek bertengkar dan menyaksikan hal tersebut karena subjek tinggal di rumah yang sama dengan orang tua subjek. Kebutuhan keluarga istri subjek yang terkadang dibebankan kepada subjek juga menjadi stresor yang berasal dari keluarga. Stresor yang bersumber dari lingkungan dan masyarakat yaitu ketika subjek merasa subjek diperhatikan oleh orang lain (dianggap aneh, cacat dan sebagainya). Subjek juga merasa stres ketika komunitas sekitarnya menanyakan kabarnya dan mengatakan bahwa bersimpati pada subjek. Subjek merasa rendah diri dengan perlakuan seperti itu. Subjek juga merasa tertekan ketika subjek tidak bisa menjalankan peran dalam masyarakat

96 sebagai orang normal. Untuk menghadapi hal-hal tersebut biasanya subjek lebih memilih untuk menghindari tempat keramaian, subjek merasa lebih nyaman jika berada di rumah saja. Bahkan tidak jarang subjek diam dan tidak keluar kamar jika ada tamu datang ke rumah. Subjek lebih memilih dan merasa nyaman dengan main game online di handphone atau melakukan percakapan secara maya dibandingkan langsung berhadapan dengan orang lain. Ketika orang lain memperhatikan cara berjalan subjek yang biasanya suka menarik perhatian orang lain, subjek sangat berusaha untuk berjalan secara normal walaupun hal itu berarti subjek harus merasakan kesakitan dan kelelahan yang luar biasa. Terkadang subjek juga melakukan tindakan konyol, seperti berlari-larian dan menganggap lucu tindakan tersebut agar orang lain tidak memperhatikan subjek. Setelah melakukan suatu tindakan koping terhadap situasi tertentu, subjek mengatakan ada beberapa koping yang dianggap berhasil dalam menurunkan gejala fisik akibat gangguan somatoform yaitu misalnya ketika subjek berdoa, meditasi dan pasrah maka subjek akan merasa lebih tenang. Kondisi mental dan emosi yang lebih tenang ini, tidak akan merangsang gerakan tidak terkontrol subjek. Berolahraga berenang dan bersepeda juga memberikan efek yang baik pada kondisi fisik subjek. Tindakan koping seperti apatis dan tidak melakukan sesuatu hal ketika subjek berhadapan dengan stresor ternyata tidak memberikan dampak yang baik pada kondisi fisik dan emosi subjek. Subjek merasa semakin tidak berguna ketika bingung dan tidak melakukan apapun.

97 Akibatnya, subjek merasa mual (penyakit gastritis kambuh), merasa lebih lelah dari biasanya, leher lebih menarik dan lebih sulit berjalan serta melakukan aktivitas. Subjek juga terkadang berusaha untuk menyangkal kondisi yang dialami subjek dan menganggap bahwa sebenarnya subjek baik-baik saja, semua kesakitan yang dialami subjek hanya berasal dari pikiran yang dimiliki subjek saja. Menurut subjek cara ini terkadang malah membuat gejala fisik yang dirasakan semakin parah. Subjek mengatakan semakin subjek menyangkal dengan menolak rasa sakit yang ada di tubuhnya maka rasa sakit yang ada semakin parah. Begitu juga sebaliknya, jika subjek pasrah dan menerima kondisinya, gejala fisik yang dirasakan semakin berkurang. Menurut pengakuan subjek tindakan agresi subjek dengan marahmarah kepada dirinya sendiri, memukul tembok, berteriak-teriak di dalam kamar agar tidak diketahui oleh orang lain membuat perasaan subjek menjadi lebih baik. Subjek bukan orang yang dapat dengan mudah meluapkan kekesalan dan kemarahan. Jadi ketika subjek dalam kondisi stres dan berhasil meluapkan dalam bentuk kemarahan, simtom fisik yang dirasakan mereda. Subjek juga melakukan jenis koping sublimasi yaitu dengan menuangkan perasaan dan kondisi yang dialami subjek dalam bentuk lagu. Hal ini membuat perasaan subjek menjadi lebih baik karena subjek merasa

98 bisa mencurahkan perasaannya dan lebih produktif dengan menghasilkan suatu karya. Subjek cenderung melakukan penghindaran (avoidance) dari lingkungan keluarga maupun sosial. Subjek merasa lebih baik menyendiri dan tidak berhubungan dengan orang lain. Pada saat proses wawancara, subjek mengatakan bahwa hal ini hanya terasa baik ketika proses penghindaran saja namun sebenarnya subjek membutuhkan orang lain untuk mendukung dan menyemangati subjek. Subjek terkadang merasa kesepian dan berjuang sendiri dalam menghadapi sakit ini. Kondisi emosional kesepian ini, membuat subjek menjadi tidak semangat untuk sembuh padahal semangat sembuh sangat penting untuk mengurangi gejala fisik yang dirasakan oleh subjek. Untuk mengisi waktu luang dan menghindari lingkungan sosial, subjek biasanya bermain game online di hanphone atau melakukan percakapan dunia maya. Hal ini membuat subjek merasa lebih baik karena subjek tidak harus menjaga postur, menjaga untuk tidak terlihat aneh di hadapan orang lain. Subjek merasa subjek masih bisa berinteraksi dan bermain dengan teman-temannya walaupun tidak melakukan pertemuan secara langsung. Subjek juga suka menganggap lucu cara berjalannya dan membangun perspektif baru tentang kondisinya. Tindakan ini berhasil membuat gejala fisik yang dirasakan subjek mereda.

99 B. Pembahasan Sejak individu terlahir di dunia ini sampai kematiannya, individu tidak akan terhindar dari situasi menekan yang disebut sebagai stres. Untuk mereduksikan tegangan stres tersebut maka individu melakukan koping stres yang diharapkan dapat mengembalikan individu pada kondisi seimbangnya. Freud membagi struktur kepribadian individu menjadi tiga bagian yaitu id, ego dan superego di mana segala jenis gangguan mental disebabkan oleh tidak sinergisnya kerja dari ketiga strukur kepribadian tersebut. Freud meyakini bahwa ego berfungsi untuk mengontrol impuls yang mengancam yang timbul dari id melalui mekanisme pertahanan diri, misalnya represi. Represi dikatakan dapat mengganggu fungsi normal badan seperti impoten secara seksual, gangguan gerak, encok dan sebagainya akibat dari merepresikan perasaan. (Hall & Lindzey, 1993, h.87). Penelitian yang dilakukan oleh Roelofs dkk (2002, h.1909) menyatakan bahwa ada hubungan antara trauma di masa kanak-kanak dengan gangguan somatoform. Pasien dengan gangguan konversi memiliki indikasi mengalami beberapa trauma di masa kanak-kanak seperti parental dysfunction, physical abuse, dan sexual abuse dimana pasien melaporkan bahwa pasien dengan konversi memiliki lebih dari satu jenis kekerasan di masa kanak-kanak. Subjek penelitian ini pada masa kanak-kanak nya mengalami beberapa hal yang tidak menyenangkan seperti neglected (penelantaran) oleh orang tua dan merasa kesepian (subjek pernah dititipkan untuk tinggal

100 dengan gurunya dan tidak diurus oleh orang tua dan keluarga, subjek juga tidak memiliki teman atau seseorang untuk berbagi cerita dan bermain), physical abuse oleh ibu (subjek memiliki pengalaman ditendang, dipukul dan diperlakukan dengan kasar), emotional abuse baik oleh orang tua maupun orang lain (subjek mendapatkan perlakuan kasar oleh orang tua dan guru), parental dysfunction di mana orang tua tidak berfungsi sebagai mestinya (orangtua subjek tidak berperan dalam mendampingi subjek ketika dibutuhkan) dan juga bullying yang terjadi di sekolah pada masa sekolah dasar. Untuk mereduksikan stresor ini, subjek yang masih kanakkanak cenderung menggunakan koping yang maladaptif seperti represi, supresi, avoidance dan apati. Koping yang maladaptif ini digunakan terusmenerus (kondisioning) sampai subjek dewasa. Ketika subjek mengalami situasi yang menekan seperti stres dalam pekerjaan (kegagalan mencapai target di luar kendali subjek, lokasi tempat kerja yang jauh dan penuh dengan kemacetan lalu lintas, perubahan rencana tiba-tiba dan ekspektasi hasil pekerjaan yang terlalu tinggi) dan stres dalam keluarga (tinggal serumah dengan orang tua dan ikut campur dalam rumah tangga subjek, subjek kehilangan peran sebagai kepala rumah tangga, beban dan tanggung jawab emosional serta keuangan keluarga besar, memiliki istri yang dominan, serta kehilangan kendali atas anak dan istri) subjek tidak mampu mengembangkan koping adaptif yang menyebabkan subjek mengalami gangguan somatoform (tipe konversi) yang merupakan gangguan neurotik yang dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fisik tanpa disertai dengan

101 kerusakan organis. Gangguan fisik yang dialami subjek secara garis besarnya yaitu adanya gerakan-gerakan yang tidak dapat terkontrol pada leher subjek. Gerakan-gerakan ini menggangu dan menghambat fungsi serta peran subjek sebagai individu. Kondisi sakit subjek yang tidak terdeteksi secara medis menjadikan subjek menjadi lebih rentan stres. Santrock (2003, h.557) mendefinisikan stres sebagai suatu respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stresor) yang mengancam dan mengganggu seseorang untuk menanganinya (koping). Stresor yang dialami subjek berasal dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan serta masyarakat. Stresor yang berasal dari diri sendiri yaitu ketika subjek merasakan lelah dan sakit secara fisik, subjek merasa bahwa subjek tidak memiliki kontrol terhadap anggota tubuhnya, subjek merasa putus asa, tidak berguna, tidak berdaya, tidak percaya diri dan putus asa. Stresor yang berasal dari keluarga yaitu ketika subjek tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai kepala keluarga, merasa gagal berperan sebagai suami dan ayah, tidak dapat mengatur anak dan istri, ada campur tangan keluarga besar yang membuat subjek tidak berdaya dan tinggal serumah dengan orang tua padahal subjek sudah memiliki keluarga sendiri. Stresor yang berasal dari lingkungan dan masyarakat yaitu ketika subjek merasa bahwa subjek dikasihani oleh orang sekitarnya, tidak berdaya dan menjadi pusat perhatian karena kondisi fisik yang aneh. Stres yang dihadapi akan memunculkan gejala-gejala stres yaitu gejala stres yang bersifat fisikal, emosional, intelektual dan interpersonal.

102 (Hardjana, 1994, h.24-26) Gejala fisik yang dialami subjek meliputi penat, pusing, bahu mengencang, leher semakin menarik ke arah kiri dan belakang disertai kaku tegang, kepala tidak bisa menoleh ke arah kanan, tangan kaku, berkeringat banyak walaupun tidak melakukan aktivitas yang berat, tidak napsu makan, kelelahan yang luar biasa, kesulitan berjalan dan malas berbicara. Gejala stres secara emosional yang dialami subjek meliputi rasa sedih yang berlarut-larut, mood tidak stabil, mudah tersinggung, merasa terlalu sensitif, kecewa, mudah marah, takut merasa dibicarakan oleh orang lain. Subjek juga suka menggunakan kondisi sakit untuk bertahan dan menghindar dari suatu kondisi yang membuat subjek merasa tidak nyaman. Gejala stres secara intelektual yang dialami subjek meliputi susah konsenterasi akan sesuatu hal, mudah teralihkan jika sedang berbicara mengenai suatu topik, mudah lupa, pikiran subjek hanya dipenuhi oleh suatu pikiran saja serta tidak peduli dengan hal-hal lain. Gejala stres secara interpersonal yang dialami subjek meliputi subjek enggan untuk bersosialisasi dengan orang lain, menutup diri dan subjek lebih senang untuk menghindari keramaian dan menyendiri. Kondisi dan gejala stres yang ada harus segera diredakan dengan segera agar tegangan tidak berlangsung terlalu lama. Siswanto (2007, h.59) menjelaskan bahwa stres yang berkepanjangan mengakibatkan terjadinya kelelahan fisik maupun mental. Maka dari itu, subjek melakukan koping stres. Koping stres adalah cara yang dilakukan individu berupa pikiran dan tindakan yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan untuk berfungsi

103 sebagai pereduksi stres. Penelitian Susana (2010) menunjukkan adanya perbedaan strategi koping antara individu yang mengalami gejala somatisasi dan depresi dengan individu yang tidak mengalami gejala. Pada individu yang mengalami gejala somatisasi dan depresi, strategi koping yang dilakukan belum mengarah pada upaya individu untuk menghadapi stresor (maladaptif) sedangkan subjek yang tidak mengalami gejala somatisasi dan depresi menggunakan strategi koping yang dapat digunakan untuk menghadapi stresor secara lebih efektif (adaptif). Hal yang sama terjadi pada subjek. Subjek cenderung untuk mengembangkan koping yang tidak adaptif yang membuat gejala fisik yang dialami memburuk. Koping yang negatif menimbulkan berbagai persoalan baru di kemudian hari bahkan dapat memunculkan berbagai gangguan pada individu yang bersangkutan. Sebaliknya koping yang positif dapat menjadikan individu semakin matang, dewasa dan bahagia dalam menjalani kehidupannya (Siswanto, 2007, h.68) Beberapa jenis koping yang digunakan subjek seperti agresi, sublimasi, humor dan afiliasi dapat dikatakan sebagai jenis koping yang adaptif karena dapat meredakan gejala fisik akibat gangguan somatoform yang diderita subjek. Walaupun koping jenis agresi bukan merupakan koping yang positif dan adaptif namun koping jenis ini berhasil untuk meredakan gejala fisik yang diderita subjek karena subjek merupakan individu yang tidak bisa marah dan tidak asertif dalam mengungkapkan apa yang dirasakan sehingga ketika subjek melakukan koping jenis agresi,

104 subjek dapat melampiaskan atau menyalurkannya. Sebaliknya beberapa jenis koping seperti apati, avoidance dan denial menjadikan gejala fisik yang diderita subjek memburuk.

105 Fisik penat, pusing, bahu mengencang, leher semakin menarik ke arah kiri dan belakang, kepala tidak bisa menoleh ke arah kanan, tangan kaku, berkeringat banyak, tidak napsu makan, kelelahan, kesulitan berjalan dan malas berbicara. Emosional sedih, mood tidak stabil, mudah tersinggung, sensitif, kecewa, mudah marah, takut merasa dibicarakan oleh orang lain Intelektual Enggan untuk bersosialisasi, menutup diri dan subjek lebih senang untuk menghindari keramaian dan menyendiri. Interpersonal Susah berkonsenterasi, mudah teralihkan dalam pembicaraan, mudah lupa, pikiran subjek hanya dipenuhi oleh suatu pikiran saja serta tidak peduli dengan hal-hal lain Diteliti Tidak diteliti Berhubungan Berpengaruh Sebab akibat Gejala Stres Jenis koping Sublimasi, Humor, Agresi, palliation dan Afiliasi Gangguan fisik membaik Struktur Kepribadian Individu (id,ego,superego) Koping Stres (Represi, Supresi, Avoidance, Apati) Koping Stres Maladaptif (Represi, Avoidance, Apati) Gangguan konversi Adanya volunteering movement pada leher, kesulitan berjalan Koping stres Apati, Palliation, Avoidance, Agresi, Denial, Sublimasi, Humor, Afiliasi = STRESOR STRESOR Jenis koping Apati, Avoidance, dan denial Gejala fisik memburuk Masa kanak-kanak Neglected Physical abuse oleh Ibu Emotional abuse Parental dysfunction Bullying di sekolah Masa remaja Baik, subjek tidak menjelaskan stresor yang berarti Masa dewasa Stres dengan pekerjaan Kegagalan mencapai target diluar kendali subjek Lokasi tempat kerja penuh kemacetan Perubahan rencana tiba-tiba Ekspektasi terlalu tinggi Stres keluarga Tinggal dengan orang tua Orang tua ikut campur dalam rumah tangga subjek Subjek kehilangan peran sebagai kepala keluarga Beban tanggung jawab emosional dan keuangan dari kelurga besar Memiliki istri yang dominan Kehilangan kendali atas Istri dan Anak Diri sendiri Subjek merasakan lelah dan sakit secara fisik Subjek tidak memiliki kontrol terhadap anggota tubuhnya Stresor emosional, merasa tidak berguna dan tidak dibutuhkan Subjek merasa tidak percaya diri Subjek putus asa Keluarga Tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai kepala keluarga Merasa gagal berperan sebagai suami dan ayah Tidak dapat mengatur istri dan anak Campur tangan keluarga besar Tinggal serumah dengan orang tua Lingkungan dan masyarakat Merasa dikasihani Tidak dapat menerima simpati Menjadi pusat perhatian karena kondisi fisik yang aneh = Perbandingan Bagan 2. Psikodinamika Koping pada Subjek dengan Gangguan Somatoform Tipe Konversi