Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Oleh Prof.Dr.Johannes Gunawan,SH.,LL.M

dokumen-dokumen yang mirip
A. Pendahuluan. 1. Latar Belakang

Pendirian, Perubahan Bentuk, dan Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi Swasta

Pendirian dan Perubahan Perguruan Tinggi Swasta serta Pembukaan dan Perubahan Program Studi Pada Perguruan Tinggi

Pendirian dan Perubahan Perguruan Tinggi Swasta serta Pembukaan dan Perubahan Program Studi Pada Perguruan Tinggi

Sosialisasi Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Peubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Oleh Prof.Dr.Bernadette Waluyo,SH., MH.,CN

Pembukaan dan Perubahan Program Studi di Luar Kampus Utama Perguruan Tinggi

Penggabungan dan Penyatuan Perguruan Tinggi Swasta

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti

Alih Kelola Perguruan Tinggi Swasta

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

Pembukaan Program Studi Program Profesi Insinyur

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Persyaratan dan Prosedur Penyesuaian Perubahan Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Tahun

Pembukaan Program Studi Program Diploma, Sarjana, Magister Perguruan Tinggi Negeri

Pembukaan Program Studi Rumpun Ilmu Terapan Bidang Kesehatan

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENYESUAIAN PERUBAHAN BADAN PENYELENGGARA PERGURUAN TINGGI SWASTA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

Oleh: Tim Pengembang SPMI Ditjen Dikti, Kemdikbud

Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih. Direktur Jenderal, Ttd.

STANDAR PELAYANAN REKOMENDASI PENDIRIAN, PERUBAHAN PTS, PENAMBAHAN PROGRAM STUDI (PRODI) BARU DAN USULAN PENDIDIKAN JARAK JAUH

Standar Nasional Pendidikan Tinggi

Mekanisme Usul Pembukaan program studi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Seksi Kelembagaan dan Kerjasama ext. 119.

Pembukaan Program Profesi Dokter Gigi

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2014 TENTANG

Pembukaan Program Studi Pendidikan Kedokteran (Program Sarjana dan Profesi) Pada Perguruan Tinggi Tahun 2017

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI

2 Menetapkan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pre

Oleh: Tim Pengembang SPMI. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

2 Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Pres

Kebijakan Pendidikan Tinggi Bidang Kesehatan. Ridwan Roy T Kasubdit Pembelajaran Ditjen Dikti

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI

Standar Nasional Pendidikan Tinggi

LAMPIRAN 1. Jadwal Penggunaan Ruangan

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI

Akreditasi Program Studi di PTN-bh

Pedoman Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Akademik Pendidikan Vokasi Pendidikan Profesi Pendidikan Jarak Jauh

Perubahan Yang Dilakukan: Beban Belajar

PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DAN PENYELENGGARAN PROGRAM STUDI PERGURUAN TINGGI SWASTA

PEDOMAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PENDIDIKAN AKADEMIK - PENDIDIKAN VOKASI - PENDIDIKAN PROFESI - PENDIDIKAN JARAK JAUH

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENAMAAN PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN IZIN AKADEMI KOMUNITAS

KOPERTIS WILAYAH XIII

2016, No Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 201

Pembukaan Program Studi Pendidikan Jarak Jauh di Perguruan Tinggi

Buku Panduan. Panduan Pelaksanaan Program. Penguatan KOPERTIS dalam Penjaminan Mutu Prodi

Penomoran Ijazah Nasional (PIN) Sistem Verifikasi Ijazah secara Elektronik (SIVIL) Perubahan Data Mahasiswa (PDM) Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)

Kebijakan Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi

KEBIJAKAN. Direktorat Kelembagaan dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset Republik Indonesia

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2016 Direktur Karier dan Kompetensi SDM. Bunyamin Maftuh NIP

Pembukaan Program Studi Pendidikan Jarak Jauh di Perguruan Tinggi

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Format Instrumen dilampirkan pada bagian akhir buku ini.

Penyelenggaraan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi di Indonesia

2015, No Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 Mengenai Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode

02/PP/DITDIKTENDIK/2014 PEDOMAN UMUM PEMILIHAN KETUA PROGRAM STUDI BERPRESTASI

NOMENKLATUR PROGRAM STUDI

Rapat: 21 Nopember 2012 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Format Instrumen dilampirkan pada bagian akhir buku ini.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Penyusunan Statuta Perguruan Tinggi Swasta Prof.Dr.Johannes Gunawan,SH.,LL.M

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh: Prof. Dr. Johannes Gunawan,SH.,LL.M Koordinator Tim Pengembang SPMI. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 10/E/O/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

SURAT KEPUTUSAN REKTOR INSTITUT TEKNOLOGI DEL No. 024/ITDel/Rek/SK/III/18. Tentang PEDOMAN KESESUAIAN BIDANG KEILMUAN DOSEN INSTITUT TEKNOLOGI DEL

Pemanfaatan PD Dikti oleh Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Ditjen Dikti Kemenristek Dikti

PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS

Rancangan Kepmen Nomenklatur Program Studi dan Gelar Lulusan

Standar Nasional Pendidikan Tinggi

- 2 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Kopertis Wilayah VIII Tahun 2015

PEMBUKAAN PROGRAM STUDI SARJANA, MAGISTER DAN DOKTOR INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PROSEDUR PENGUSULAN

Penambahan Nama Program Studi Pada Perguruan Tinggi

Untitled document. Undang-Undang:

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM STUDI DOKTER

PEDOMAN SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI. Disusun oleh:

Pedoman. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi

REGULASI DAN IMPLEMENTASI BEBAN KERJA DOSEN DALAM TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI

PENGUATAN SISTEM INFORMASI DOSEN MELALUI PANGKALAN DATA PENDIDIKAN TINGGI

REGULASI DAN IMPLEMENTASI ASESMEN BEBAN KERJA DOSEN DALAM TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI

Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA Koordinator Kopertis Wilayah VII

PERATURAN MENTERI RISTEK DAN DIKTI NO 44 TAHUN 2015

Proses Evaluasi. Keterbatasan mampuan Negara. imo Masyarakat PRUDEN

R. Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang telah disyahkan. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2 Agustus 2012

PERATURAN MENTERI RISTEK DAN DIKTI NO 44 TAHUN 2015

Matriks Perubahan Pasal-Pasal dalam Permendikbud No. 49 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi

PERSYARATAN, KUALIFIKASI DAN KOMPOSISI NIDN DAN NIDK, TATA CARA DAN PROSES REGISTRASI, SERTA NOMOR REGISTRASI PENDIDIK DI PERGURUAN TINGGI BAB I

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2016 Direktur Karier dan Kompetensi SDM. Bunyamin Maftuh NIP

Transkripsi:

Tujuan dan Prosedur Penggabungan atau Penyatuan PTS Berdasarkan Permenristekdkti No. 100 Tahun 2016 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS Oleh Prof.Dr.Johannes Gunawan,SH.,LL.M Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Direktorat Pengembangan Kelembagaan 7 Oktober 2017

Sasaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Dasar Hukum Penggabungan dan Penyatuan PTS Pasal 15 Permenristekdikti No.100 Tahun 2016 Perubahan PTS dapat terdiri atas: a. Perubahan nama dan/atau lokasi PTS; b. Perubahan bentuk PTS; c. Pengalihan pengelolaan PTS dari Badan Penyelenggara lama ke Badan Penyelenggara baru; d. Penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru; e. Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain; dan/atau f. Pemecahan dari 1 (satu) PTS menjadi 2 (dua) atau lebih PTS lain.

Tujuan Penggabungan dan Penyatuan PTS Penggabungan atau penyatuan PTS bertujuan meningkatkan mutu dan kesehatan pendidikan tinggi di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Target Penggabungan dan Penyatuan PTS 6 Oktober 2017 6 Oktober 2019 Cara Pencapaian Target Target dicapai melalui: 3128 2128 a. Penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru; atau b. Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain.

PENGGABUNGAN PERGURUAN TINGGI SWASTA

Pengertian Penggabungan PTS Beberapa PTS yang masing-masing dikelola oleh 1 (satu) Badan Penyelenggara, menjadi 1 (satu) PTS baru yang dikelola oleh 1 (satu) Badan Penyelenggara baru. Contoh: PTS A yang dikelola oleh Yayasan A dan PTS B yang dikelola oleh Yayasan B digabungkan menjadi PTS C yang dikelola oleh Yayasan C; Penggabungan Yayasan A Yayasan B Yayasan C (Baru) PTS A PTS B PTS C (Baru) Penggabungan

Alasan Penggabungan PTS a. Terdapat kesamaan visi PTS pada beberapa PTS, sehingga penggabungan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru di bawah pengelolaan 1 (satu) Badan Penyelenggara baru akan meningkatkan akselerasi perwujudan visi PTS yang baru; b. Beberapa PTS yang dikelola oleh masing-masing Badan Penyelenggara tidak memiliki kemampuan lagi, baik secara akademik maupun non akademik, dalam penyelenggaraan program studi yang dimilikinya, namun kemampuan tersebut akan tumbuh dan berkembang apabila dilakukan penggabungan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru di bawah pengelolaan Badan Penyelenggara yang baru.

Akibat Penggabungan PTS a. Semua aset (sarana, prasarana, kekayaan lain) dari beberapa Badan Penyelenggara yang PTS nya digabungkan, harus dialihkan kepemilikannya atas nama Badan Penyelenggara baru yang akan mengelola PTS baru hasil penggabungan; b. Status akreditasi dari: 1. Program studi pada PTS yang bergabung tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir; 2. PTS baru hasil penggabungan dapat ditetapkan oleh BAN-PT; 3. Program studi baru yang dibuka pada PTS baru memperoleh akreditasi minimum; c. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari data dan informasi tentang beberapa PTS yang bergabung menjadi 1 (satu) data dan informasi 1 (satu) PTS baru hasil penggabungan.

Prosedur Penggabungan PTS (1) TAHAP PERTAMA a. Beberapa Badan Penyelenggara yang akan menggabungkan PTS yang dikelolanya membuat kesepakatan tertulis penggabungan badan penyelenggara dan penggabungan PTS yang dikelolanya tersebut; b. Beberapa Badan Penyelenggara tersebut secara bersama mengajukan surat permohonan izin penggabungan PTS yang dikelolanya menjadi 1 (satu) PTS baru kepada Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI, dilampiri: 1. Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a; 2. semua Izin Pendirian masing-masing PTS yang akan digabungkan; dan 3. semua Izin Pembukaan Prodi di masing-masing PTS yang akan digabungkan; Permohonan ini diunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti.go.id.; c. Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI dapat meminta beberapa Badan Penyelenggara tersebut secara bersama mempresentasikan rencana penggabungan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru; d. Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI menerbitkan surat penolakan atau surat persetujuan atas permohonan izin penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas;

Prosedur Penggabungan PTS (2) TAHAP KEDUA e. Apabila Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI menyetujui permohonan tersebut, beberapa Badan Penyelenggara tersebut menghadap notaris untuk menggabungkan beberapa Badan Penyelenggara tersebut menjadi 1 (satu) Badan Penyelenggara baru; f. Badan Penyelenggara lama memberitahukan rencana penggabungan kepada L2 Dikti setempat, dan Badan Penyelenggara baru meminta rekomendasi L2 Dikti di tempat PTS baru akan didirikan. Dalam hal L2 Dikti belum terbentuk, tugas dan fungsinya masih dijalankan oleh Kopertis. L2 Dikti atau Kopertis memberi rekomendasi tentang: 1. tingkat kejenuhan berbagai program studi di dalam PTS baru; 2. tingkat keberlanjutan PTS baru tersebut jika diberi izin oleh Pemerintah; 3. legalitas Badan Penyelenggara baru; 4. kelengkapan dan kualifikasi akademik 6 (enam) calon dosen setiap program studi yang akan dibuka dalam PTS baru (Dalam hal memerlukan penambahan program studi); 5. ketersediaan lahan untuk PTS baru sesuai persyaratan di atas;

Prosedur Penggabungan PTS (3) TAHAP KEDUA g. Badan Penyelenggara baru menyiapkan dan menyusun dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dan mengunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti. go.id; h. Direktur Kelembagaan IPTEK dan DIKTI menugaskan Tim Evaluator untuk melakukan evaluasi dan verifikasi dokumen secara digital; i. Tim Evaluator dapat memberikan rekomendasi untuk presentasi oleh Badan Penyelenggara baru yang mengajukan usul, pada waktu yang diberitahukan secara online oleh Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI; Presentasi dilakukan oleh Ketua Pengurus Badan Penyelenggara baru (tidak dapat diwakilkan) didampingi oleh para anggota Pengurus lainnya di hadapan Tim Evaluator, dengan susunan acara sebagai berikut: 1. Pembukaan oleh Tim Evaluator; 2. Presentasi isi instrumen akreditasi oleh Ketua Pengurus Badan Penyelenggara baru disajikan dalam bentuk slide presentasi; 3. Diskusi dan tanya jawab dengan Tim Evaluator;

Prosedur Penggabungan PTS (4) TAHAP KEDUA j. Setelah presentasi, Tim Evaluator dapat memberikan rekomendasi untuk dilakukan visitasi. Visitasi dilakukan ke lokasi lahan kampus PTS baru oleh Tim Evaluator didampingi oleh wakil dari L2 Dikti setempat, dan diterima oleh Ketua Pengurus Badan Penyelenggara baru (tidak dapat diwakilkan) serta para anggota Pengurus lainnya, dengan susunan acara sebagai berikut: 1. Pembukaan oleh Ketua Pengurus Badan Penyelenggara baru; 2. Penyocokan data dan informasi yang dicantumkan dalam dokumen dengan fakta di lapangan; k. Setelah visitasi, Tim Evaluator dapat memberikan rekomendasi tentang izin penggabungan PTS kepada Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti; l. Setelah menerima dan mempertimbangkan rekomendasi tentang izin penggabungan dari Tim Evaluator, Direktur Jenderal mengajukan usul tertulis penerbitan Izin Pendirian PTS baru dilampiri keputusan BAN-PT atau LAM tentang akreditasi minimum kepada Menteri;

Prosedur Penggabungan PTS (5) TAHAP KEDUA m. Menteri menetapkan Izin Pendirian PTS baru hasil penggabungan, yang akan diberitahukan kepada Badan Penyelenggara baru yang mengusulkannya secara online. n. Setelah penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf m, PTS tersebut baru dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi.

PENYATUAN PERGURUAN TINGGI SWASTA

Pengertian Penyatuan PTS (1) Terdapat 2 (dua) macam penyatuan PTS, sebagai berikut: a. Penyatuan 1 (satu) atau lebih PTS yang dikelola oleh 1 (satu) atau lebih Badan Penyelenggara ke dalam 1 (satu) Badan Penyelenggara yang mengelola 1 (satu) PTS yang menerima penyatuan. Contoh: 1. PTS A dan PTS B yang masing-masing dikelola oleh Yayasan A dan Yayasan B disatukan dengan PTS C yang dikelola oleh Yayasan C; Yayasan A Yayasan B Yayasan C (Telah ada) PTS A dan PTS B PTS C (Telah ada) Penyatuan PTS A dan PTS B ke PTS C yang dikelola Yayasan C

Pengertian Penyatuan PTS (2) Contoh: 2. PTS X dan PTS Y dikelola oleh Yayasan Z disatukan dengan PTS D yang dikelola oleh Yayasan D; Yayasan Z Yayasan D (Telah ada) PTS X dan PTS Y PTS D (Telah ada) Penyatuan PTS X dan PTS Y ke PTS D dikelola oleh Yayasan D

Pengertian Penyatuan PTS (3) Terdapat 2 (dua) macam penyatuan PTS, sebagai berikut: b. Penyatuan beberapa PTS yang dikelola 1 (satu) Badan Penyelenggara menjadi 1 (satu) PTS yang dikelola oleh Badan Penyelenggara yang sama. Contoh, PTS A dan PTS B yang dikelola oleh Yayasan A disatukan menjadi PTS C yang tetap dikelola oleh Yayasan A Yayasan A PTS A dan PTS B PTS C (Telah ada) Penyatuan PTS A dan PTS B ke PTS C dikelola oleh Yayasan A

Alasan Penyatuan PTS (1) a. Terdapat kesamaan visi PTS pada beberapa PTS, sehingga akuisisi beberapa PTS tersebut oleh 1 (satu) Badan Penyelenggara akan meningkatkan akselerasi perwujudan visi PTS yang disatukan; b. Beberapa PTS yang dikelola oleh Badan Penyelenggara yang sama atau berbeda tidak memiliki kemampuan lagi, baik secara akademik maupun non akademik, dalam penyelenggaraan program studi yang dimilikinya, namun kemampuan tersebut akan tumbuh dan berkembang apabila beberapa PTS tersebut disatukan dalam 1 (satu) Badan Penyelenggara lain; c. Untuk meningkatkan mutu, efisiensi, dan efektifitas pengelolaan beberapa PTS, maka 1 (satu) Badan Penyelenggara yang mengelola beberapa PTS tersebut menyatukan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS;

Alasan Penyatuan PTS (2) d. Badan Penyelenggara yang hendak mengubah bentuk 1 (satu) PTS yang dikelolanya dengan menambahkan program studi non STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics), tetapi terkendala karena pembukaan program studi non STEM sedang dimoratorium, dapat mengambil alih PTS lain yang memiliki program studi non STEM untuk disatukan dengan PTS yang akan mengubah bentuknya; e. PTS yang terkena ketentuan wajib memenuhi kembali jumlah dan jenis program studi non STEM sebagaimana diatur oleh Pasal 5 Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016, tetapi terkendala karena pembukaan program studi non STEM sedang dimoratorium, dapat mengambil alih PTS lain yang memiliki program studi non STEM untuk disatukan dengan PTS yang yang terkena ketentuan wajib memenuhi kembali jumlah dan jenis program studi non STEM tersebut.

Akibat Penyatuan PTS a. Dalam hal penyatuan 1 (satu) atau lebih PTS yang dikelola oleh 1 (satu) atau lebih Badan Penyelenggara ke dalam 1 (satu) Badan Penyelenggara yang mengelola 1 (satu) PTS, Badan Penyelenggara yang menyatukan PTS yang dikelolanya harus mengalihkan status kepemilikan semua aset (sarana, prasarana, kekayaan lain) menjadi atas nama Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan PTS; b. Status akreditasi dari: 1. Program studi pada PTS yang disatukan tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir; 2. PTS hasil penyatuan dapat ditetapkan oleh BAN-PT; 3. Program studi baru yang dibuka pada PTS hasil penyatuan memperoleh akreditasi minimum. c. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari data dan informasi tentang beberapa PTS yang menyatukan diri menjadi 1 (satu) data dan informasi dari 1 (satu) PTS hasil penyatuan.

Prosedur Penyatuan PTS (1) TAHAP PERTAMA a. 1 (satu) atau lebih Badan Penyelenggara yang akan menyatukan PTS yang dikelolanya ke dalam salah satu Badan Penyelenggara tersebut membuat kesepakatan tertulis penyatuan PTS yang dikelolanya tersebut; b. Beberapa Badan Penyelenggara tersebut secara bersama mengajukan surat permohonan persetujuan penyatuan PTS yang dikelolanya ke dalam salah satu PTS tersebut kepada Ditjen Kelembagaan IPTEK dan DIKTI, dilampiri: 1. Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a; 2. semua Izin Pendirian masing-masing PTS yang akan disatukan; dan 3. semua Izin Pembukaan Program Studi di masing-masing PTS yang akan disatukan; Permohonan ini diunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti.go.id.; c. Ditjen Kelembagaan IPTEK dan DIKTI dapat meminta beberapa Badan Penyelenggara tersebut secara bersama mempresentasikan rencana penyatuan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS; d. Dirjen Kelembagaan IPTEK dan DIKTI menerbitkan surat penolakan atau surat persetujuan atas permohonan persetujuan penyatuan;

Prosedur Penyatuan PTS (1) TAHAP KEDUA e. Apabila Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI menyetujui permohonan tersebut, Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan PTS menghadap notaris untuk melakukan perubahan Akta Notaris pendirian Badan Penyelenggara tersebut (Dalam hal memerlukan perubahan Akta Notaris pendirian Badan Penyelenggara); f. Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan meminta rekomendasi L2 Dikti di tempat PTS hasil penyatuan akan diselenggarakan. Dalam hal L2 Dikti belum terbentuk, tugas dan fungsinya masih dijalankan oleh Kopertis. L2 Dikti atau Kopertis memberi rekomendasi tentang: 1. tingkat kejenuhan berbagai program studi di dalam PTS hasil penyatuan; 2. tingkat keberlanjutan PTS hasil penyatuan tersebut jika diberi izin oleh Pemerintah; 3. legalitas Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan; 4. kelengkapan dan kualifikasi akademik 6 (enam) calon dosen setiap program studi yang akan dibuka dalam PTS hasil penyatuan (Dalam hal memerlukan penambahan program studi); 5. ketersediaan lahan untuk PTS hasil penyatuan sesuai persyaratan di atas;

Prosedur Penyatuan PTS (1) TAHAP KEDUA g. Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan menyiapkan dan menyusun dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dan mengunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti. go.id; h. Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI menugaskan Tim Evaluator untuk melakukan evaluasi dan verifikasi dokumen secara digital; i. Tim Evaluator dapat memberikan rekomendasi untuk presentasi oleh Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan yang mengajukan usul, pada waktu yang diberitahukan secara online oleh Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI; Presentasi dilakukan oleh Ketua Pengurus Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan (tidak dapat diwakilkan) didampingi oleh para anggota Pengurus lainnya di hadapan Tim Evaluator, dengan susunan acara sebagai berikut: 1. Pembukaan oleh Tim Evaluator; 2. Presentasi isi instrumen akreditasi oleh Ketua Pengurus Badan Penyelenggara baru disajikan dalam bentuk slide presentasi; 3. Diskusi dan tanya jawab dengan Tim Evaluator;

Prosedur Penyatuan PTS (1) TAHAP KEDUA j. Setelah presentasi, Tim Evaluator dapat memberikan rekomendasi untuk dilakukan visitasi. Pemberitahuan jadwal visitasi kepada Pengusul dilakukan secara online. Visitasi dilakukan ke lokasi lahan kampus PTS hasil penyatuan oleh Tim Evaluator didampingi oleh wakil dari L2 Dikti setempat, dan diterima oleh Ketua Pengurus Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan (tidak dapat diwakilkan) serta para anggota Pengurus lainnya, dengan susunan acara sebagai berikut: 1. Pembukaan oleh Ketua Pengurus Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan; 2. Penyocokan data dan informasi yang dicantumkan dalam dokumen dengan fakta di lapangan; k. Setelah visitasi, Tim Evaluator dapat memberikan rekomendasi tentang izin penyatuan PTS kepada Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti;

Prosedur Penyatuan PTS (1) TAHAP KEDUA l. Setelah menerima dan mempertimbangkan rekomendasi tentang izin penyatuan PTS dari Tim Evaluator, Direktur Jenderal mengajukan usul tertulis penerbitan Izin Penyatuan PTS dilampiri keputusan BAN-PT atau LAM tentang akreditasi minimum kepada Menteri; m. Menteri menetapkan Izin Penyatuan PTS, yang akan diberitahukan kepada Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan secara online. n. Setelah penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf k, PTS tersebut baru dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi.

Terima Kasih

Hubungan Jenis Pendidikan, Program Pendidikan, dan Program Studi Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi No Jenis Pendidikan Program Pendidikan 1 Akademik a. Program Sarjana b. Program Magister c. Program Doktor 2 Vokasi a. Program Diploma Satu b. Program Diploma Dua c. Program Diploma Tiga d. Program Diploma Empat e. Program Magister Terapan f. Program Doktor Terapan 3 Profesi a. Program Profesi b. Program Spesialis Program Studi a. Program Studi. b. Program Studi. c. Program Studi. a. Program Studi. b. Program Studi. c. Program Studi. d. Program Studi. e. Program Studi. f. Program Studi. a. Program Studi. b. Program Studi.

Mandat Penyelenggaraan Program Pendidikan Sesuai Bentuk Perguruan Tinggi Bentuk PT 1. Universitas Program Pendidikan S M D D1 D2 D3 D4 MT DT Pr Sp 2. Institut 3. Sekolah Tinggi 4. Politeknik 5. Akademi 6. Akademi Komunitas

Jenis Program Pendidikan dalam Pendirian Perguruan Tinggi Bentuk PT 1. Universitas Program Pendidikan S M D D1 D2 D3 D4 MT DT Pr Sp 2. Institut 3. Sekolah Tinggi 4. Politeknik 5. Akademi 6. Akademi Komunitas

Komposisi Jumlah dan Jenis Program Pendidikan dalam Pendirian Perguruan Tinggi Bentuk PT 1. Universitas Min 6 IPA - 4 IPS 2. Institut Min 6 3. Sekolah Tinggi Min 1 Program Pendidikan Sarjana Diploma Tiga Diploma Empat 4. Politeknik Min 3 Program D 3 dan/atau D4 5. Akademi Min 1

Perubahan Bentuk PT Karena Komposisi Jumlah dan Jenis Prodi Tidak Terpenuhi (1) Apabila PTN atau PTS yang ditetapkan dalam izin pendirian tidak memenuhi lagi komposisi jumlah dan jenis Program Studi untuk bentuk PTN atau PTS, PTN atau Badan Penyelenggara PTS tersebut wajib memenuhi kembali jumlah dan jenis Program Studi untuk bentuk PTN atau PTS sesuai dengan jumlah dan jenis Program Studi. Pemenuhan kembali jumlah dan jenis Program Studi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

Perubahan Bentuk PT Karena Komposisi Jumlah dan Jenis Prodi Tidak Terpenuhi (2) Apabila jangka waktu 3 (tiga) tahun telah dilampaui, tetapi jumlah dan jenis Program Studi belum dapat dipenuhi, maka PTN atau Badan Penyelenggara PTS mengajukan permohonan perubahan bentuk PTN atau PTS menjadi bentuk PTN atau PTS yang paling sesuai dengan kondisi mutakhir PTN atau PTS tersebut.

Perubahan Bentuk PT Karena Komposisi Jumlah dan Jenis Prodi Tidak Terpenuhi (3) Apabila PTN atau Badan Penyelenggara PTS tidak mengajukan permohonan perubahan bentuk PTN atau PTS, Menteri: a. menetapkan perubahan PTN yang berbentuk sekolah tinggi, politeknik, atau akademi menjadi bentuk PTN yang paling sesuai dengan kondisi mutakhir PTN tersebut; b. mengusulkan kepada Presiden perubahan PTN yang berbentuk universitas dan institut menjadi bentuk PTN yang paling sesuai dengan kondisi mutakhir PTN tersebut; atau c. menetapkan perubahan PTS yang berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, atau akademi menjadi bentuk PTS yang paling sesuai dengan kondisi mutakhir PTS tersebut.

Jumlah Program Diploma yang dapat diselenggarakan Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi Bentuk PT Universitas Institut Sekolah Tinggi Jumlah Program Diploma yang dapat diselenggarakan Paling banyak 10% dari jumlah Program Sarjana Paling banyak 20% dari jumlah Program Sarjana Paling banyak 30% dari jumlah Program Sarjana Syarat Umum Tidak menyelenggarakan Program Studi yang sama dengan Program Studi pada Program Diploma di Politeknik dan/atau Akademi di dalam kota atau kabupaten tempat universitas, institut, dan sekolah tinggi tersebut berada Bagi perguruan tinggi yang pada saat Permenristekdikti ini mulai berlaku dan telah meyelenggarakan Program Diploma yang tidak sesuai dengan ketentuan di atas, tidak wajib melakukan perubahan komposisi Program Diploma dan lokasi Program Diploma.

Pengertian PSDKU PROVINSI X PROVINSI Y Bukan PSDKU PSDKU Kabupaten/ Kota F Kabupaten/Kota B Kabupaten/ Kota C Kabupaten/Kota A Kampus Utama Kabupaten/ Kota D Kabupaten/ Kota G Kab/ Kota E Bukan PSDKU Bukan PSDKU Bukan PSDKU PSDKU